Jilid-13 Depernas 24-Bab-114
BAB 114. KEADAAN SEKARANO
§ 1293. Impor Bahan Sandang
Produksi Sandang dalam negeri sangat sedikit sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hampir keseluruhannja diim por. Dari lebih kurang 80.000 ton bahan sandang jang diimpor itu, 50%
terdiri dari barang djadi, 40% berupa bahan baku pertenunan,
peradjutan dsb. dan hanja l.k. 10% jang berupa bahan baku nabati.
Dalam hubungan ini maka dapatlah diambil gambaran perbandingan
dalam proses-industri sandang dalam negeri jang berbentuk sebagai
berikut :
a. Kapasitet industri pertenunan dan peradjutan telah melebihi taraf 40%, jang berarti telah mempunjai pengalaman dan hanja
perlu perluasan dan modernisasi.
b. Kapasitet pemintalan (benang tenun) masih sangat ketjil dan perlu diperluas sehingga sekurang-kurangnja mendekati persentase
pertenunan.
Untuk mendapatkan gambaran jang lebih konkrit maka dibawah
ini disadjikan perintjian dari djenis-djenis bahan sandang jang diim por pada tahun 1954 s/d 1958.
Djenis bahan
Benang Tenun
Benang djahit
Unbleached Cotton
Bleached Cotton
Coloured Cotton
Daftar Umum
1954
1955
14.4
18,0
1,3
1,6
4,9
7,2
19,6
20,0
33,9
25,1
74,1
71,9
1956
20,5
1,5
6,4
18,8
35,3
82,5
Unit : 1.000.000
kg.
1957
195
10,6
16,1
1,0
1,0
3,9
3,9
25,0
14,6
28,8
13,2
69,3
48,8
Impor tekstil tahun 1958.
Matjam barang
Cotton Piece goods
lain-lain
Berat
(ton)
31,983
8.760
40.743
Harga Rp.
(djuta)
547
147
694
Harga U.S.$
48.000.000
12.800.000
60.800.000
Impor berbagai djenis bahan baku pertenunan tahun 1958.
Begat (kg)
Djenis barang impor
(kotor)
Harga Rp.
Harga U.S. $
Benang Sutera/sutera
31.551
1.821.763
159.803
tiruan dll.
Benang serat buatan
14.014.924
137.330.874
12.046.568
Benang bulu binatang
6.816
328.199
28.789
Benang kapas
16.068.628
206.875.147
18.146.939
30.121.919
346.355.983
30.382.099
2826
Impor berbagai djenis bahan baku untuk pemintalan tahun 1958.
Berat (kg)
Djenis barang impor
Harga Rp.
Haga U.S. $
kotor
Kapas kasar ..................... 8.124.018
70.333.674
6.179.006
Bahan tekstil nabati
142.598
516.736
45.331
Lainnja …………………
8.266.616
70.850.410
6.224.337
B. Selain dari pengimporan melalui saluran biasa tersebut diatas, Pemerintah berusaha menambah persediaan bahan sandang pada
achir-achir ini dengan mendatangkannja dalam rangka pampasan dan
S.A.C.
1. Pampasan Perang Djepang (1959 : 35.000.000 yards =
U.S. $
3.000.000,
2. S.A.C. (1956—1957)
43.531.818 kg =
U.S. $ 30.500.000,
3. S.A.C. (1959) (jang belum dipakai) U.S. $ 25.000.000,
Sifatsifat dari saluran-saluran tersebut diatas lebih kiranja djika
dimasukkan kedalam category „injeksi” dan darurat, antara lain untuk memelihara kestabilan harga dalam negeri. Sekalipun demikian,
harga tekstil masih tetap meningkat, terutama pada achir tahun 1959
dan permulaan tahun 1960, jang berarti kita masih kekurangan sekali.
§ 1294. Perkembangan Industri Sandang di Indonesia
Djika dibandingkan dengan keadaan sebelum proklamasi kemer dekaan industri sandang djauh lebih madju, terutama dibidang perte nunan dan pemintalan. Akan tetapi ditindjau dari sudut volumenja dalam perbandingan dengan kenaikan djumlah penduduk, sedikitpun
belum mentjukupi bagi keperluan sandang kits jang taraf seminimal minimalnja.
Lain daripada itu perkembangan industri jang dimaksud kurang
seimbang dalam hubungan satu sama lain, sehingga menundjukkan
kepintjangan jang mengakibatkan masih tergantungnja kita kepada
luar negeri dalam hampir segala faktor produksinja.
Disamping industri tenun jang mempunjai kapasitet jang besar
terdapat industri pemintalan jang rendah sekali kapasitetnja dan demikianlah seterusnja. Perbandingan kapasitet dart messing-masing industri masih sangat pintjang dan kelihatannja kurang koordinasi
antara satu dengan lainnja. Oleh karena itu bahan-bahan jang dibutuhkan industri jang bersangkutan terpaksa diimpor. Djika fungsi
industri tersebut dapat diatur perkembangannja dart semula, kemungkinan untuk mentjapai keseimbangan antara pertenunan, pemin talan dan produksi bahan baku sudah akan terasa manfaatnja.
§ 1295. Industri pertenunan Indonesia
Bangsa kita sedjak dahulu telah berusaha dilapangan pertenunan.
Sesudah proklamasi usaha pertenunan itu telah meningkat ketaraf
industri modern jang mempunjai kapasitet sebesar 127.507.600 m
2827
tekstil dengan hanja satu regu sadja. Pabrik-pabrik modern jang di maksud biasanja mentjapai kapasitet 2 kali lipat, djika bekerdja de ngan 2 regu, atau sebesar 255.015.200 meter tekstil.
Selain alat-alat tenun dengan mesin tersebut, diseluruh negeri
kita industri-industri tenun mempergunakan alat-alat tanpa mesin
(a.t.b.m.) jang djumlahnja tjukup banjak pula, sehingga alat-alat ini
mempunjai peranan dalam produksi tekstil jang tak dapat kita ke sampingkan.
Djumlah alat-alat jang agak primitif ini demikian besarnja sehingga kapasitetnja ditaksir dapat mentjapai kurang lebih 350.000.000
meter setahun.
Meskipun djumlah gedogan besar sekali namun produksinja
sukar ditaksir untuk didjadikan pegangan dalam perhitungan.
Djika Industri Tenun jang memakai alat tenun dengan mesin
dikerdjakan dengan 3 regu, maka kapasitet jang akan diperoleh dapat
mentjapai sedjumlah 382.522.800 meter. Kapasitet ini sadja telah
merupakan kurang lebih 30% dari seluruh kebutuhan akan tekstil
pada tahun 1965. Akan tetapi ditindjau dari sudut keadaan, maka hanja
kapasitet 2 regu sadja jang diambil sebagai pegangan untuk perhi tungan.
Disamping itu alat-alat tenun bukan mesin (a.t.b.m.) dapat diker djakan sepenuh-penuhnja dengan 2 regu pula.
Ditindjau dari segi efisiensi, maka kita tidak dapat mengharap kan hasil jang teratur dari pertenunan dengan mempergunakan go dogan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Andaikata dimasukkan pun, djika kita taksir produksi dari tiap gedogan tiga meter tekstil se tahun maka kapasitetnja baru merupakan 609.651 X 3 meter = 1.828.
953 meter.
Alat-alat pertenunan a.t.b.m. mempunjai kapasitet kurang lebih
375 djuta meter atau djika dikerdjakan oleh 2 regu 750 djuta meter.
Dengan ini maka dapat kita bajangkan bahwa kapasitet sepenuh nja
dari industri pertenunan kita telah dapat melajani 100% kebutuh an
tekstil pada tahun-tahun pertama dari Rentjana I.
Dengan ini maka perluasan Industri Tenun untuk sementara waktu dapat dianggap tidak urgen, tambahan pula 650 mesin barn telah
mulai dibuat oleh beberapa pengusaha jang ditudjukan untuk produksi
cambrics.
§ 1296. Penjebaran alat tenun di Indonesia
Industri pertenunan pada umumnja terdapat pada hampir kese luruhan kepulauan besar Indonesia.
Alat tenun jang terbagi dalam 3 djenis tersebut diatas sebagian
besar terdapat dipulau Djawa.
Penjebaran serta kapasitet masing-musing daerah dapat dilihat
dari daftar-daftar dibawah.
2828
Industri Tenun dengan penggunaan mesin (A.T.M.)
Djumlah alat tenun
mesin
1 X lebar
2 x lebar
Nama Daerah
Sumatera Utara
Sumatera Tengah
Sumatera Selatan
Djawa Barat
Djawa Tengah
Djawa Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi
Nusa Tenggara
Kapasitet (1 regu)
1 X lebar
69
130
50
5.666
698
2.339
5
48
10
7
40
5
5.526
1.425
516
—
—
7
472.800 meter
1.116.000 “
342.000 “
80.614.400 “
26.158.000 “
18.368.400 “
30.000 “
288.000 “
118.000 “
9.015
7.526
127.507.600 meter
Alat tenun bukan mesin dan gedogan.
(dalam tahun 1958)
Kapasitet setahun
Djumlah alat tenun satu regu didasar-kan
bukan mesin
No. Nama Daerah
kain 1 X 1
Gedogan
Atbm.
lebar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sumatera Utara
Sumatera Tengah *)
Sumatera Selatan
Djawa Barat
Djawa Tengah
Djawa Timur
Kalimantan
Sulawesi
Nusa Tenggara
Maluku
25.000
2.309
3.020
133.515
55.180
25.835
1.396
250.000
203.396
30.000
1.249
1.577
203
46.315
45.621
19.560
162
3.278
687
25
6.747.000 meter
4.131.150
“
940.200
“
113.183.25
“
117.767.400
“
50.819.2500
“
598.200
“
43.367.200
“
32.158.200
“
4.360.000
“
Djumlah
609.651
118.677
376.272450 meter
(Keterangan :
*)
ukuran rata-rata 1 meter
x 70 cm).
Riau, Djambi dan Sumatera Barat.
2829
§ 1297. Perkembangan Industri Tenun
Usaha-usaha dalam bidang pertenunan pada achir-achir ini menundjukkan perkembangan jang memberikan harapan pertambahan produksi dihari depan.
Beberapa pengusaha telah sampai pada taraf penjempurnaan basil
o1eh pabrik lain maupun hasil pabriknja sendiri. Usaha-usaha ini mendapat bantuan dari Departemen Perindustrian dan diharapkan memberi
tambahan produksi jang lumajan djuga. Dibawah ini jalah angka-angka
dari perkembangan terachir dari usaha pertenunan.
Pengusaha Cambrics Baru.
1.
2.
3.
4.
5.
I.T.M, — Tegal
Koperasi Pekadjangan
P.P.I.P. Pekalongan
Ponorogo
Sangidu — Solo
250
100
100
100
100
mesin
mesin
mesin
mesin
mesin
650 mesin
6.
7.
8.
G.K.B.I. — Medari
K.P.B.D. — Djakarta
Mitra Batik
500 mesin
100 mesin
100 mesin
700 mesin
Djumlah jang diharapkan dapat memprodusir sandang cambrics ialah
1350 mesin a 6000 m = 8.100.000 m.
Selandjutnja ada pula rentjana-rentjana lain dari kalangan perin dustrian tekstil untuk tahun 1964 dengan penambahan mesin-mesin sebanjak 900 buah pula.
Andaikata rentjana-rentjana ini dapat terlaksana, maka persoalan
perluasan dibidang pertenunan dapatlah ditangguhkan untuk tahap
ke 2 dari Rentjana Semesta I ini.
§ 1298. Industri Peradjutan
Sesudah Proklamasi industri peradjutan dalam Negeri torus ber kembang, sehingga mentjapai djumlah 169 pabrik, diantaranja 121
buah didirikan disekitar Djakarta Raya.
Penjebaran pabrik-pabrik ini sangat tidak merata, oleh karena itu
soal ini masih perlu mendapat perhatian kits dihari depan. Penempatannja dewasa ini adalah sebagai berikut : Djakarta Raya 121. Dja-
2830
wa-Barat 32, Djawa Timur 10, Sumatera 2, Sulawesi 1 dan tidak ada
satupun pabrik peradjutan di Kalimantan atau Nusa Tenggara.
Produksi industri peradjutan mulai tahun 1957 meningkat sehing ga selain menimbulkan. kompetisi sengit diantara produsen, impor
dari badju-dalam sadja menurun dari 4.800.000 kg (kotor) mendjadi
200.000 kg pada tahun 1958.
Kebutuhan per kapita ditaksir 21 gram pada taraf minimal dan
28 gram maksimal. Pada waktu ini konsumsi penduduk (laki-laki ter utama) barn mendekati taraf minimal jaitu 1k. 5 helai setahun.
Kapasitet industri ini dapat menghasilkan lebih kurang 65.000.000
helai badju-dalam dengan mesin-mesin jang ditaksir sebanjak 900
buah jang ada sekarang, dengan produksi 10 doz/hari dengan 2 regu
(14 djam).
Djika efisiensi dapat tertjapai penuh maka dapat diharapkan bah wa produksi industri ini dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Begitu pula hasil-hasil lain, seperti kaos kaki, handuk, dapat dianggap
masih memadai.
Dalam hal ini maka pembangunan dibidang peradjutan masih be lum merupakan satu urgensi.
Hanja penjediaan benang dan parts perlu diberikan perhatian dan
dikontrol agar penjelewengan bahan baku dapat dihindarkan.
§ 1299. Benang djahit
Benang djahit adalah salah satu bagian jang dalam proses pe njempurnaan sandang jang tidak dapat dikesampingkan.
Sampai sekarang kita mengimpor benang djahit rata-rata 1000
ton (gross) setiap tahun atau 14.000 djuta meter, jang meliputi pem biajaan devisen bukan sedikit pula.
Untuk menjediakan segala djenis benang djahit dengan mempro dusir sendiri waktunja belum begitu mendesak, tambahan pula djum lahnja ketjil dan djenisnja banjak.
Bidang ini untuk sebagian besar dapat diusahakan oleh swasta
nasional.
Untuk mendjamin kesetabilan harga dan memperkembang industri sandang, maka produksi sebagian besar dari benang djahit jang
umum dipergunakan di Indonesia perlu pula diusahakan produksinja
selekas mungkin.
Kekurangan akan pelbagai djenis benang djahit untuk sementara
waktu tergantung pada impor routine.
Untuk mendapatkan gambaran jang djelas mengenai konsumsi
benang djahit, dibawah ini dimuat angka-angka impor sedjak tahun
1951 j.l.
2831
4970
Putih (reels)
Stat No.
4880
Berwarna
(reels)
4880
Putih (closs)
4900
Berwarna
(closs)
1951
1952
775.532 Kg
511.636
159.890 kg
171.861
461.371 Kg
105.800
49.744 Kg
76.185
1953
558.370
105.106
39.935
1954
1955
704.798
922.335
258.707
241.608
262.133
29.317
532.987
49.295
17.242
1956
1957
902.505
315.303
165.087
59.840
251.152
295.123
83.174
14.220
1958
728.722
262.999
5.539
1.747
1959
Djan/
988.629
193.592
63.026
2.364
1959
Sept.
206.108
325.422
118.134
15.343
4905
Lain
Djumlah
1.446.537
4910
Lain2 benang
(bukan benang
djahit)
Djumlah
besar
172.606 Kg
1.619.143 Kg
883.275
295.535
1.178.810
38.515
1.000.633
261.166
1.261.799
39.554
1.277.410.
176.234
1.453.644
70.498
1.592.357
66.432
1.453.789
42.483
1.485.218
283.678
1.768.896
37.752
951.421
125.388
1.076.809
19.604
1.018.611
12.744
1.031.355
8.751
1.256.362
19.998
1.276.360
26.868
x
27.997
17.793 Kg
x
Keterangan x) belum diperoleh.
2832
§ 1300. Industri Pemintalan
Industri Pemintalan kita mempunjai kapasitet 13.400.000 kg be nang
setahunnja djika dikerdjakan dengan 3 regu.
Seluruh mata pintal terdiri atas 6.000 m.p. untuk bahan rami
dan 123.976 buah untuk pemintalan kapas. Dalam keadaan sekarang
industri tersebut belum atau tidak dapat bekerdja dengan kapasitet
penuh karena kesukaran kesukaran jang dihadapinja, antara lain tidak
kontinu-nja supply bahan baku.
Untuk membikin benang dari bahan baku pada umumnja terdapat
waste rata-rata 10% (highdraft 14% dan super-highdraft 5%). Dalam
hubungan ini bahan baku jang dibutuhkan dewasa ini ialah sedjumlah
14.888.888 kg. Karena ketjilnja produksi dalam negeri, sebagian besar
dari bahan baku harus diimpor.
Dibanding dengan kebutuhan tekstil seluruhnja industri pemintalan ini harus diperluas, sedapat-dapatnja disesuaikan dengan kapasitet industri tenun jang ada sekarang ini.
Taraf jang telah tertjapai dapat kita lihat dari angka-angka dibawah ini:
No. Pemintalan
Daerah
1. Pemintalan rami
Pematang Siantar
2. T.D. Pardodo
(kapas)
P. Sumatera
Utara
S. Sumatera
Utara, Medan
6.000
900
ton
400
40
“
3. Wing On
S. Djawa Barat
Bandung
S. Djawa Tengah
Tegal
8.600
860
“
37.072
3.600
“
4. N.V. Java Textil
Mata-pintal Kapasitet
3 regu
5. N.V. Djantra
P. Djawa Barat
Bandung
31.523
3.000
“
6. N.V. Tjilatjap
P. Djawa
Tengah
P. Djawa Timur
Plered
DJUMLAH :
30.000
3.000
“
16.376
2.000
“
7. N.V. Nebritex
129.971
13.400 ton
§ 1301. Perbandingan situasi industri pintal & tenun
Sekedar untuk dapat membuat perbandingan, dibawah ini diberikan
sebuah ichtisar tentang situasi mata pintal dan alat tenun.
2833
Ichtisar mata pintal dan alat tenun sedunia sesudah dan sebelum
perang dunia ke-II (1000)
Mata pintal (1.000)
a.
1948/
1949
Naga r a
EROPA:
1. Inggeris
2. Djerman
3. Perantjis
4. Rusia
34.700
6.947
8.525
8.000
b.
1939
36.322
12.967
9.794
10.350
perbedaan
a-b—
—
—
—
1.622
6.020
1.269
2.350
Alat tenun (1.000)
a.
1948/
1949
b.
1939
250
219
169
154
perbedaan
a-b-
505 — 255
200 — 19
194 — 25
250
—96
Dari daftar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa negara-negara Eropa mengalami kemunduran. Perkembangan ini meliputi hampir keseluruhan negara-negara jang disebut "developed".
Sebaliknja negara-negara jang baru merdeka, menundjukkan ketjenderungan madju.
Sebagai njata pada daftar dibawah India dan Pakistan bertam bah.
Negara
Mata pintal (1.000)
Alat tenun (1.000)
a.
b.
Perbedaa
a.
b.
Perbe1948/ 1939
-an
1948/ 1939
daan
1949
a-b
1949
a-b
1. India/Pakistan
2. Djepang
3. Tiongkok
10.238 10.054 +
184
3.607 11.502 — 7.895
4.350 4.450 — 100
202
204
51
201 +
1
333 — 129
56 —
5
Begitu pula dibenua Amerika, Brazilia menundjukkan kemadjuan
pula, seperti dapat dilihat pada daftar dibawah.
Negara
AMERIKA :
1. U.S.A.
2. Brazilia
3. Dan lain-lain
2834
Mata pintal (1.000)
Alat tenun (1.000)
a.
b.
Perbedaa
a.
b.
Perbe1948/ 1939
-an
1948/ 1939
daan
1949
a-b
1949
a-b
23.800 25.911 — 2.111
3.076 2.765 +
311
—
—
—
392
97
—
573 — 181
81 +
16
—
—
§ 1302. Industri Bahan Kelambu (Tule)
Industri peradjutan jang ada di Indonesia kebanjakan hanja mem produsir kaos-dalam dan hanja sedikit sekali jang membikin tule.
Negara Indonesia adalah negara tropik dan sebagian besar ter diri dari tanah dataran jang pada umumnja banjak njamuknja.
Keadaan konsumsi dewasa ini hanja dapat digambarkan dengan
djumlah impor sadja berhubung produksi dalam negeri sangat rendah.
Ditindjau dari sudut usaha memberantas malaria jang demikian
besar korbannja setiap tahun itu, maka ada baiknja djika industri
dalam lapangan ini dikerdjakan sebagian oleh pemerintah.
Djika ditaksir tiap 3 kepala membutuhkan satu kelambu atau se banjak 1k. 8 meter dengan lebar 70/72", dan setiap 2 tahun perlu
diganti baru, maka dewasa ini dibutuhkan lebih kurang 13.000.000
meter setahun.
Waktu ini kita hanja menjediakan 1k. 1 djuta meter setahun dengan djalan mengimpor.
Kenaikan djumlah penduduk dan perobahan tjara hidup dikota kota menambah ratio kebutuhan jang meningkat setiap tahunnja.
Kekurangan persediaan dalam bahan tule ini perlu mendapat perhatian dihari depan.
Dibawah ini didjelaskan djumlah impor bahan kelambu sedjak
dari tahun 1951 untuk bahan perbandingan.
Industri peradjutan jang menghasilkan bahan kain kelambu ini
dapat pula menghasilkan pelbagai djenis bahan sandang jang dapat
kita lihat dipasar berupa renda-renda atau kain kudung/selendang.
Para swasta jang telah mentjoba untuk mendirikan pabrik pera djutan seperti jang dimaksud sampai dewasa ini belum dapat menga dakan produksi berhubung dengan soal bahan bakunja dan diantara -nja
karena soal financing dalam negeri. Ada baiknja djika kesukaran kesukaran jang sedang dihadapi oleh mereka ini dapatmendjadi per hatian Departemen Perindustrian dihari depan.
2835
Impor bahan & tule kelambu.
Tahun
x 1000 meter
ton
1951
2.341.101
391,71
2,8
1952
4.220.974
695,99
12,8
1953
5.180.034
589,72
13,4
1954.
899.275
104,56
2,0
1955
1.581.455
138,76
3,2
1956
1.024.636
127,44
5,0
1957
264.164
33,35
0,5
1958
1.731.327
131,36
1,7
1959
1.147.548
123,15
2,1
2836
Rupiah (djuta)
§ 1293. Impor Bahan Sandang
Produksi Sandang dalam negeri sangat sedikit sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hampir keseluruhannja diim por. Dari lebih kurang 80.000 ton bahan sandang jang diimpor itu, 50%
terdiri dari barang djadi, 40% berupa bahan baku pertenunan,
peradjutan dsb. dan hanja l.k. 10% jang berupa bahan baku nabati.
Dalam hubungan ini maka dapatlah diambil gambaran perbandingan
dalam proses-industri sandang dalam negeri jang berbentuk sebagai
berikut :
a. Kapasitet industri pertenunan dan peradjutan telah melebihi taraf 40%, jang berarti telah mempunjai pengalaman dan hanja
perlu perluasan dan modernisasi.
b. Kapasitet pemintalan (benang tenun) masih sangat ketjil dan perlu diperluas sehingga sekurang-kurangnja mendekati persentase
pertenunan.
Untuk mendapatkan gambaran jang lebih konkrit maka dibawah
ini disadjikan perintjian dari djenis-djenis bahan sandang jang diim por pada tahun 1954 s/d 1958.
Djenis bahan
Benang Tenun
Benang djahit
Unbleached Cotton
Bleached Cotton
Coloured Cotton
Daftar Umum
1954
1955
14.4
18,0
1,3
1,6
4,9
7,2
19,6
20,0
33,9
25,1
74,1
71,9
1956
20,5
1,5
6,4
18,8
35,3
82,5
Unit : 1.000.000
kg.
1957
195
10,6
16,1
1,0
1,0
3,9
3,9
25,0
14,6
28,8
13,2
69,3
48,8
Impor tekstil tahun 1958.
Matjam barang
Cotton Piece goods
lain-lain
Berat
(ton)
31,983
8.760
40.743
Harga Rp.
(djuta)
547
147
694
Harga U.S.$
48.000.000
12.800.000
60.800.000
Impor berbagai djenis bahan baku pertenunan tahun 1958.
Begat (kg)
Djenis barang impor
(kotor)
Harga Rp.
Harga U.S. $
Benang Sutera/sutera
31.551
1.821.763
159.803
tiruan dll.
Benang serat buatan
14.014.924
137.330.874
12.046.568
Benang bulu binatang
6.816
328.199
28.789
Benang kapas
16.068.628
206.875.147
18.146.939
30.121.919
346.355.983
30.382.099
2826
Impor berbagai djenis bahan baku untuk pemintalan tahun 1958.
Berat (kg)
Djenis barang impor
Harga Rp.
Haga U.S. $
kotor
Kapas kasar ..................... 8.124.018
70.333.674
6.179.006
Bahan tekstil nabati
142.598
516.736
45.331
Lainnja …………………
8.266.616
70.850.410
6.224.337
B. Selain dari pengimporan melalui saluran biasa tersebut diatas, Pemerintah berusaha menambah persediaan bahan sandang pada
achir-achir ini dengan mendatangkannja dalam rangka pampasan dan
S.A.C.
1. Pampasan Perang Djepang (1959 : 35.000.000 yards =
U.S. $
3.000.000,
2. S.A.C. (1956—1957)
43.531.818 kg =
U.S. $ 30.500.000,
3. S.A.C. (1959) (jang belum dipakai) U.S. $ 25.000.000,
Sifatsifat dari saluran-saluran tersebut diatas lebih kiranja djika
dimasukkan kedalam category „injeksi” dan darurat, antara lain untuk memelihara kestabilan harga dalam negeri. Sekalipun demikian,
harga tekstil masih tetap meningkat, terutama pada achir tahun 1959
dan permulaan tahun 1960, jang berarti kita masih kekurangan sekali.
§ 1294. Perkembangan Industri Sandang di Indonesia
Djika dibandingkan dengan keadaan sebelum proklamasi kemer dekaan industri sandang djauh lebih madju, terutama dibidang perte nunan dan pemintalan. Akan tetapi ditindjau dari sudut volumenja dalam perbandingan dengan kenaikan djumlah penduduk, sedikitpun
belum mentjukupi bagi keperluan sandang kits jang taraf seminimal minimalnja.
Lain daripada itu perkembangan industri jang dimaksud kurang
seimbang dalam hubungan satu sama lain, sehingga menundjukkan
kepintjangan jang mengakibatkan masih tergantungnja kita kepada
luar negeri dalam hampir segala faktor produksinja.
Disamping industri tenun jang mempunjai kapasitet jang besar
terdapat industri pemintalan jang rendah sekali kapasitetnja dan demikianlah seterusnja. Perbandingan kapasitet dart messing-masing industri masih sangat pintjang dan kelihatannja kurang koordinasi
antara satu dengan lainnja. Oleh karena itu bahan-bahan jang dibutuhkan industri jang bersangkutan terpaksa diimpor. Djika fungsi
industri tersebut dapat diatur perkembangannja dart semula, kemungkinan untuk mentjapai keseimbangan antara pertenunan, pemin talan dan produksi bahan baku sudah akan terasa manfaatnja.
§ 1295. Industri pertenunan Indonesia
Bangsa kita sedjak dahulu telah berusaha dilapangan pertenunan.
Sesudah proklamasi usaha pertenunan itu telah meningkat ketaraf
industri modern jang mempunjai kapasitet sebesar 127.507.600 m
2827
tekstil dengan hanja satu regu sadja. Pabrik-pabrik modern jang di maksud biasanja mentjapai kapasitet 2 kali lipat, djika bekerdja de ngan 2 regu, atau sebesar 255.015.200 meter tekstil.
Selain alat-alat tenun dengan mesin tersebut, diseluruh negeri
kita industri-industri tenun mempergunakan alat-alat tanpa mesin
(a.t.b.m.) jang djumlahnja tjukup banjak pula, sehingga alat-alat ini
mempunjai peranan dalam produksi tekstil jang tak dapat kita ke sampingkan.
Djumlah alat-alat jang agak primitif ini demikian besarnja sehingga kapasitetnja ditaksir dapat mentjapai kurang lebih 350.000.000
meter setahun.
Meskipun djumlah gedogan besar sekali namun produksinja
sukar ditaksir untuk didjadikan pegangan dalam perhitungan.
Djika Industri Tenun jang memakai alat tenun dengan mesin
dikerdjakan dengan 3 regu, maka kapasitet jang akan diperoleh dapat
mentjapai sedjumlah 382.522.800 meter. Kapasitet ini sadja telah
merupakan kurang lebih 30% dari seluruh kebutuhan akan tekstil
pada tahun 1965. Akan tetapi ditindjau dari sudut keadaan, maka hanja
kapasitet 2 regu sadja jang diambil sebagai pegangan untuk perhi tungan.
Disamping itu alat-alat tenun bukan mesin (a.t.b.m.) dapat diker djakan sepenuh-penuhnja dengan 2 regu pula.
Ditindjau dari segi efisiensi, maka kita tidak dapat mengharap kan hasil jang teratur dari pertenunan dengan mempergunakan go dogan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Andaikata dimasukkan pun, djika kita taksir produksi dari tiap gedogan tiga meter tekstil se tahun maka kapasitetnja baru merupakan 609.651 X 3 meter = 1.828.
953 meter.
Alat-alat pertenunan a.t.b.m. mempunjai kapasitet kurang lebih
375 djuta meter atau djika dikerdjakan oleh 2 regu 750 djuta meter.
Dengan ini maka dapat kita bajangkan bahwa kapasitet sepenuh nja
dari industri pertenunan kita telah dapat melajani 100% kebutuh an
tekstil pada tahun-tahun pertama dari Rentjana I.
Dengan ini maka perluasan Industri Tenun untuk sementara waktu dapat dianggap tidak urgen, tambahan pula 650 mesin barn telah
mulai dibuat oleh beberapa pengusaha jang ditudjukan untuk produksi
cambrics.
§ 1296. Penjebaran alat tenun di Indonesia
Industri pertenunan pada umumnja terdapat pada hampir kese luruhan kepulauan besar Indonesia.
Alat tenun jang terbagi dalam 3 djenis tersebut diatas sebagian
besar terdapat dipulau Djawa.
Penjebaran serta kapasitet masing-musing daerah dapat dilihat
dari daftar-daftar dibawah.
2828
Industri Tenun dengan penggunaan mesin (A.T.M.)
Djumlah alat tenun
mesin
1 X lebar
2 x lebar
Nama Daerah
Sumatera Utara
Sumatera Tengah
Sumatera Selatan
Djawa Barat
Djawa Tengah
Djawa Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi
Nusa Tenggara
Kapasitet (1 regu)
1 X lebar
69
130
50
5.666
698
2.339
5
48
10
7
40
5
5.526
1.425
516
—
—
7
472.800 meter
1.116.000 “
342.000 “
80.614.400 “
26.158.000 “
18.368.400 “
30.000 “
288.000 “
118.000 “
9.015
7.526
127.507.600 meter
Alat tenun bukan mesin dan gedogan.
(dalam tahun 1958)
Kapasitet setahun
Djumlah alat tenun satu regu didasar-kan
bukan mesin
No. Nama Daerah
kain 1 X 1
Gedogan
Atbm.
lebar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sumatera Utara
Sumatera Tengah *)
Sumatera Selatan
Djawa Barat
Djawa Tengah
Djawa Timur
Kalimantan
Sulawesi
Nusa Tenggara
Maluku
25.000
2.309
3.020
133.515
55.180
25.835
1.396
250.000
203.396
30.000
1.249
1.577
203
46.315
45.621
19.560
162
3.278
687
25
6.747.000 meter
4.131.150
“
940.200
“
113.183.25
“
117.767.400
“
50.819.2500
“
598.200
“
43.367.200
“
32.158.200
“
4.360.000
“
Djumlah
609.651
118.677
376.272450 meter
(Keterangan :
*)
ukuran rata-rata 1 meter
x 70 cm).
Riau, Djambi dan Sumatera Barat.
2829
§ 1297. Perkembangan Industri Tenun
Usaha-usaha dalam bidang pertenunan pada achir-achir ini menundjukkan perkembangan jang memberikan harapan pertambahan produksi dihari depan.
Beberapa pengusaha telah sampai pada taraf penjempurnaan basil
o1eh pabrik lain maupun hasil pabriknja sendiri. Usaha-usaha ini mendapat bantuan dari Departemen Perindustrian dan diharapkan memberi
tambahan produksi jang lumajan djuga. Dibawah ini jalah angka-angka
dari perkembangan terachir dari usaha pertenunan.
Pengusaha Cambrics Baru.
1.
2.
3.
4.
5.
I.T.M, — Tegal
Koperasi Pekadjangan
P.P.I.P. Pekalongan
Ponorogo
Sangidu — Solo
250
100
100
100
100
mesin
mesin
mesin
mesin
mesin
650 mesin
6.
7.
8.
G.K.B.I. — Medari
K.P.B.D. — Djakarta
Mitra Batik
500 mesin
100 mesin
100 mesin
700 mesin
Djumlah jang diharapkan dapat memprodusir sandang cambrics ialah
1350 mesin a 6000 m = 8.100.000 m.
Selandjutnja ada pula rentjana-rentjana lain dari kalangan perin dustrian tekstil untuk tahun 1964 dengan penambahan mesin-mesin sebanjak 900 buah pula.
Andaikata rentjana-rentjana ini dapat terlaksana, maka persoalan
perluasan dibidang pertenunan dapatlah ditangguhkan untuk tahap
ke 2 dari Rentjana Semesta I ini.
§ 1298. Industri Peradjutan
Sesudah Proklamasi industri peradjutan dalam Negeri torus ber kembang, sehingga mentjapai djumlah 169 pabrik, diantaranja 121
buah didirikan disekitar Djakarta Raya.
Penjebaran pabrik-pabrik ini sangat tidak merata, oleh karena itu
soal ini masih perlu mendapat perhatian kits dihari depan. Penempatannja dewasa ini adalah sebagai berikut : Djakarta Raya 121. Dja-
2830
wa-Barat 32, Djawa Timur 10, Sumatera 2, Sulawesi 1 dan tidak ada
satupun pabrik peradjutan di Kalimantan atau Nusa Tenggara.
Produksi industri peradjutan mulai tahun 1957 meningkat sehing ga selain menimbulkan. kompetisi sengit diantara produsen, impor
dari badju-dalam sadja menurun dari 4.800.000 kg (kotor) mendjadi
200.000 kg pada tahun 1958.
Kebutuhan per kapita ditaksir 21 gram pada taraf minimal dan
28 gram maksimal. Pada waktu ini konsumsi penduduk (laki-laki ter utama) barn mendekati taraf minimal jaitu 1k. 5 helai setahun.
Kapasitet industri ini dapat menghasilkan lebih kurang 65.000.000
helai badju-dalam dengan mesin-mesin jang ditaksir sebanjak 900
buah jang ada sekarang, dengan produksi 10 doz/hari dengan 2 regu
(14 djam).
Djika efisiensi dapat tertjapai penuh maka dapat diharapkan bah wa produksi industri ini dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Begitu pula hasil-hasil lain, seperti kaos kaki, handuk, dapat dianggap
masih memadai.
Dalam hal ini maka pembangunan dibidang peradjutan masih be lum merupakan satu urgensi.
Hanja penjediaan benang dan parts perlu diberikan perhatian dan
dikontrol agar penjelewengan bahan baku dapat dihindarkan.
§ 1299. Benang djahit
Benang djahit adalah salah satu bagian jang dalam proses pe njempurnaan sandang jang tidak dapat dikesampingkan.
Sampai sekarang kita mengimpor benang djahit rata-rata 1000
ton (gross) setiap tahun atau 14.000 djuta meter, jang meliputi pem biajaan devisen bukan sedikit pula.
Untuk menjediakan segala djenis benang djahit dengan mempro dusir sendiri waktunja belum begitu mendesak, tambahan pula djum lahnja ketjil dan djenisnja banjak.
Bidang ini untuk sebagian besar dapat diusahakan oleh swasta
nasional.
Untuk mendjamin kesetabilan harga dan memperkembang industri sandang, maka produksi sebagian besar dari benang djahit jang
umum dipergunakan di Indonesia perlu pula diusahakan produksinja
selekas mungkin.
Kekurangan akan pelbagai djenis benang djahit untuk sementara
waktu tergantung pada impor routine.
Untuk mendapatkan gambaran jang djelas mengenai konsumsi
benang djahit, dibawah ini dimuat angka-angka impor sedjak tahun
1951 j.l.
2831
4970
Putih (reels)
Stat No.
4880
Berwarna
(reels)
4880
Putih (closs)
4900
Berwarna
(closs)
1951
1952
775.532 Kg
511.636
159.890 kg
171.861
461.371 Kg
105.800
49.744 Kg
76.185
1953
558.370
105.106
39.935
1954
1955
704.798
922.335
258.707
241.608
262.133
29.317
532.987
49.295
17.242
1956
1957
902.505
315.303
165.087
59.840
251.152
295.123
83.174
14.220
1958
728.722
262.999
5.539
1.747
1959
Djan/
988.629
193.592
63.026
2.364
1959
Sept.
206.108
325.422
118.134
15.343
4905
Lain
Djumlah
1.446.537
4910
Lain2 benang
(bukan benang
djahit)
Djumlah
besar
172.606 Kg
1.619.143 Kg
883.275
295.535
1.178.810
38.515
1.000.633
261.166
1.261.799
39.554
1.277.410.
176.234
1.453.644
70.498
1.592.357
66.432
1.453.789
42.483
1.485.218
283.678
1.768.896
37.752
951.421
125.388
1.076.809
19.604
1.018.611
12.744
1.031.355
8.751
1.256.362
19.998
1.276.360
26.868
x
27.997
17.793 Kg
x
Keterangan x) belum diperoleh.
2832
§ 1300. Industri Pemintalan
Industri Pemintalan kita mempunjai kapasitet 13.400.000 kg be nang
setahunnja djika dikerdjakan dengan 3 regu.
Seluruh mata pintal terdiri atas 6.000 m.p. untuk bahan rami
dan 123.976 buah untuk pemintalan kapas. Dalam keadaan sekarang
industri tersebut belum atau tidak dapat bekerdja dengan kapasitet
penuh karena kesukaran kesukaran jang dihadapinja, antara lain tidak
kontinu-nja supply bahan baku.
Untuk membikin benang dari bahan baku pada umumnja terdapat
waste rata-rata 10% (highdraft 14% dan super-highdraft 5%). Dalam
hubungan ini bahan baku jang dibutuhkan dewasa ini ialah sedjumlah
14.888.888 kg. Karena ketjilnja produksi dalam negeri, sebagian besar
dari bahan baku harus diimpor.
Dibanding dengan kebutuhan tekstil seluruhnja industri pemintalan ini harus diperluas, sedapat-dapatnja disesuaikan dengan kapasitet industri tenun jang ada sekarang ini.
Taraf jang telah tertjapai dapat kita lihat dari angka-angka dibawah ini:
No. Pemintalan
Daerah
1. Pemintalan rami
Pematang Siantar
2. T.D. Pardodo
(kapas)
P. Sumatera
Utara
S. Sumatera
Utara, Medan
6.000
900
ton
400
40
“
3. Wing On
S. Djawa Barat
Bandung
S. Djawa Tengah
Tegal
8.600
860
“
37.072
3.600
“
4. N.V. Java Textil
Mata-pintal Kapasitet
3 regu
5. N.V. Djantra
P. Djawa Barat
Bandung
31.523
3.000
“
6. N.V. Tjilatjap
P. Djawa
Tengah
P. Djawa Timur
Plered
DJUMLAH :
30.000
3.000
“
16.376
2.000
“
7. N.V. Nebritex
129.971
13.400 ton
§ 1301. Perbandingan situasi industri pintal & tenun
Sekedar untuk dapat membuat perbandingan, dibawah ini diberikan
sebuah ichtisar tentang situasi mata pintal dan alat tenun.
2833
Ichtisar mata pintal dan alat tenun sedunia sesudah dan sebelum
perang dunia ke-II (1000)
Mata pintal (1.000)
a.
1948/
1949
Naga r a
EROPA:
1. Inggeris
2. Djerman
3. Perantjis
4. Rusia
34.700
6.947
8.525
8.000
b.
1939
36.322
12.967
9.794
10.350
perbedaan
a-b—
—
—
—
1.622
6.020
1.269
2.350
Alat tenun (1.000)
a.
1948/
1949
b.
1939
250
219
169
154
perbedaan
a-b-
505 — 255
200 — 19
194 — 25
250
—96
Dari daftar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa beberapa negara-negara Eropa mengalami kemunduran. Perkembangan ini meliputi hampir keseluruhan negara-negara jang disebut "developed".
Sebaliknja negara-negara jang baru merdeka, menundjukkan ketjenderungan madju.
Sebagai njata pada daftar dibawah India dan Pakistan bertam bah.
Negara
Mata pintal (1.000)
Alat tenun (1.000)
a.
b.
Perbedaa
a.
b.
Perbe1948/ 1939
-an
1948/ 1939
daan
1949
a-b
1949
a-b
1. India/Pakistan
2. Djepang
3. Tiongkok
10.238 10.054 +
184
3.607 11.502 — 7.895
4.350 4.450 — 100
202
204
51
201 +
1
333 — 129
56 —
5
Begitu pula dibenua Amerika, Brazilia menundjukkan kemadjuan
pula, seperti dapat dilihat pada daftar dibawah.
Negara
AMERIKA :
1. U.S.A.
2. Brazilia
3. Dan lain-lain
2834
Mata pintal (1.000)
Alat tenun (1.000)
a.
b.
Perbedaa
a.
b.
Perbe1948/ 1939
-an
1948/ 1939
daan
1949
a-b
1949
a-b
23.800 25.911 — 2.111
3.076 2.765 +
311
—
—
—
392
97
—
573 — 181
81 +
16
—
—
§ 1302. Industri Bahan Kelambu (Tule)
Industri peradjutan jang ada di Indonesia kebanjakan hanja mem produsir kaos-dalam dan hanja sedikit sekali jang membikin tule.
Negara Indonesia adalah negara tropik dan sebagian besar ter diri dari tanah dataran jang pada umumnja banjak njamuknja.
Keadaan konsumsi dewasa ini hanja dapat digambarkan dengan
djumlah impor sadja berhubung produksi dalam negeri sangat rendah.
Ditindjau dari sudut usaha memberantas malaria jang demikian
besar korbannja setiap tahun itu, maka ada baiknja djika industri
dalam lapangan ini dikerdjakan sebagian oleh pemerintah.
Djika ditaksir tiap 3 kepala membutuhkan satu kelambu atau se banjak 1k. 8 meter dengan lebar 70/72", dan setiap 2 tahun perlu
diganti baru, maka dewasa ini dibutuhkan lebih kurang 13.000.000
meter setahun.
Waktu ini kita hanja menjediakan 1k. 1 djuta meter setahun dengan djalan mengimpor.
Kenaikan djumlah penduduk dan perobahan tjara hidup dikota kota menambah ratio kebutuhan jang meningkat setiap tahunnja.
Kekurangan persediaan dalam bahan tule ini perlu mendapat perhatian dihari depan.
Dibawah ini didjelaskan djumlah impor bahan kelambu sedjak
dari tahun 1951 untuk bahan perbandingan.
Industri peradjutan jang menghasilkan bahan kain kelambu ini
dapat pula menghasilkan pelbagai djenis bahan sandang jang dapat
kita lihat dipasar berupa renda-renda atau kain kudung/selendang.
Para swasta jang telah mentjoba untuk mendirikan pabrik pera djutan seperti jang dimaksud sampai dewasa ini belum dapat menga dakan produksi berhubung dengan soal bahan bakunja dan diantara -nja
karena soal financing dalam negeri. Ada baiknja djika kesukaran kesukaran jang sedang dihadapi oleh mereka ini dapatmendjadi per hatian Departemen Perindustrian dihari depan.
2835
Impor bahan & tule kelambu.
Tahun
x 1000 meter
ton
1951
2.341.101
391,71
2,8
1952
4.220.974
695,99
12,8
1953
5.180.034
589,72
13,4
1954.
899.275
104,56
2,0
1955
1.581.455
138,76
3,2
1956
1.024.636
127,44
5,0
1957
264.164
33,35
0,5
1958
1.731.327
131,36
1,7
1959
1.147.548
123,15
2,1
2836
Rupiah (djuta)