Efektivitas Penyuluhan dengan Metode Ceramah dan Media laflet terhadap Perilaku Penderita Diabetes Mellitus di Klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan Kesehatan

2.1.1. Definisi Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan diungkapkan oleh beberapa ahli seperti di bawah ini : a. Nyswander mendefinisikan penyuluhan kesehatan adalah suatu proses perubahan

pada manusia yang bertalian dengan tercapainya tujuan-tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan tidak dapat diberikan oleh seseorang pada orang lain, maupun serangkaian prosedur-prosedur yang harus dijalankan untuk mencapai statu hasil, akan tetapi suatu proses perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi baru, sikap baru dan perilaku baru yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat. Penekanannya pada perubahan perilaku, bagaimana cara mendorong serta mempengaruhi orang lain, sehingga terjadi perubahan perilaku tercapai tujuan kesehatan seseorang dan masyarakat.

b. Steuart mendefinisikan penyuluhan kesehatan adalah komponen dari program-program kesehatan dan kedokteran yang memuat usaha-usaha direncanakan untuk mengubah perilaku individu, kelompok maupun masyarakat luas (apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dikerjakan) dengan tujuan menolong mereka untuk dapat mencapai tujuan pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Penekanannya bahwa penyuluhan kesehatan merupakan


(2)

komponen program-program kesehatan, terencana, mudah dilaksanakan, mudah mengukur hasilnya, dan perbaikan peningkatan program pendidikan yang akan datang.

c. L. Green mendefinisikan penyuluhan kesehatan adalah setiap kombinasi pengalaman belajar yang merangsang penyesuaian secara sukarela dari perilaku yang sesuai dengan kesehatan. Penekanannya berdasar sukarela dan kesadaran dalam penysuaian perilaku untuk memajukan kesehatan melalui berbagai kombinasi pengalaman belajar.

d. Wood mendefinisikan penyuluhan kesehatan adalah sejumlah pengalaman yang menguntungkan mempengaruhi pengetahuan, kebiasaan, dan sikap yang berhubungan dengan kesehatan individu, masyarakat, dan bangsa. Penekanannya adalah bahwa pengalaman-pengalaman yang menguntungkan di dalam kesehatan dipergunakan untuk mempengaruhi orang lain dalam rangka mencapai tujuan kesehatan.

e. UU No. 36 tahun 2009, penyuluhan kesehatan diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesdaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang melekat pada setiap kegiatan upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan untuk mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.


(3)

Dari berbagai pengertian diatas, bahwa tujuan penyuluhan kesehatan adalah adanya perubahan perilaku manusia untuk mencapai hidup sehat yang diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Tujuan penyuluhan kesehatan tersebut adalah:

a. Menjadikan kesehatan sebagai harta atau milik masyarakat yang berharga.

b. Membantu orang (individu) menjadi mampu menjalankan kegiatan-kegiatan demi kepentingannya, secara individu, kelompok agar menyadari sepenuhnya makna kesehatan dan berperilaku sehat.

c. Meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagaimana mestinya.

2.1.2. Metode Penyuluhan Kesehatan

Metode penyuluhan kesehatan dapat digolongkan berdasarkan teknik komunikasi, sasaran yang dicapai dan indera penerima dari sasaran promosi (Depkes, 2008:114)

a. Berdasarkan Teknik Komunikasi 1. Metode penyuluhan langsung.

Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran. Metode ini dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Metode Didaktik

Pada metode didaktik yang aktif adalah orang yang melakukan penyuluhan kesehatan, sedangkan sasaran bersifat pasif dan tidak diberikan kesempatan untuk ikut serta mengemukakan pendapatnya atau


(4)

mengajukan pertanyaan– pertanyaan apapun. Dan proses penyuluhan yang terjadi bersifat satu arah (one way method). Contoh metode ini adalah metode ceramah.

b. Metode Sokratik

Metode sokratik adalah metode komunikasi dua arah antara yang memberikan penyuluhan terhadap sasaran, sehingga diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami, diantaranya metode curah pendapat, diskusi, demonstrasi, simulasi, bermain peran, dan sebagainya, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Diskusi

Diskusi kelompok adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topic pembicaraan di antara 15–20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk. 2. Curah pendapat

Curah pendapat adalah suatu bentuk pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing–masing peserta, dan evaluasi atas pendapat– pendapat tadi dilakukan kemudian.

3. Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide, dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan,


(5)

adegan dengan menggunakan alat peraga. Metoda ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.

4. Bermain Peran (role playing)

Bermain peran adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok. 5. Simposium

Simposium adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang berlainan tetapi saling berhubungan

6. Seminar

Seminar adalah suatu cara dimana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

7. Studi kasus

Studi kasus adalah sekumpulan situasi masalah yang sedetailnya, yang memungkinkan kelompok menganalisis masalah itu. Permasalahan tersebut merupakan bagian dari kehidupan yang mengandung diagnosis, pengobatan dan perawatan. Dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis, drama, film, dapat juga berupa rekaman.

2. Metode penyuluhan tidak langsung. Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan sasaran, tetapi ia


(6)

menyampaikan pesannya dengan perantara (media). Umpamanya publikasi melalui pertunjukan film, media cetak (poster, majalah, buletin, surat kabar) dan media eletronik (televisi, radio)

3. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai a. Pendekatan Perorangan

Dalam hal ini para penyuluh kesehatan berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan sasaran secara perorangan, antara lain : kunjungan rumah, hubungan telepon, dan lain-lain.

b. Pendekatan Kelompok

Dalam pendekatan ini penyuluh kesehatan berhubungan dengan sekolompok sasaran. Beberapa metode penyuluhan yang masuk dalam ketegori ini antara lain : Pertemuan, Demostrasi, Diskusi kelompok, Pertemuan FGD, dan lain-lain

c. Pendekatan Massal

Petugas penyuluh kesehatan menyampaikan pesannya secara sekaligus kepada sasaran yang jumlahnya banyak. Beberapa metode yang masuk dalam golongan ini adalah : Pertemuan umum, pertunjukan kesenian, Penyebaran tulisan/poster/media cetak lainnya, Pemutaran film, dll

4. Berdasarkan indera penerima a. Metode Melihat/Memperhatikan.

Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti : Penempelan Poster, Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan Koran dinding, Pemutaran Film.


(7)

b. Metode Pendengaran

Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato, Ceramah, dl

c. Metode Kombinasi. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi cara (dilihat, didengar, dicium, diraba dan dicoba)

2.1.3. Media Penyuluhan Kesehatan

Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi (Depkes, 2008:143). Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu : alat peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran dan Ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh sasaran.

Alat peraga yang digunakan secara baik memberikan keuntungan-keuntungan: a. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir. Dengan contoh yang telah disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa salah tafsir atau salah pengertian tentang bentuk plengsengan dapat dihindari.

b. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah ditangkap.

c. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang mengesankan.


(8)

e. Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang dianjurkan. Menurut Depkes (2004:62), alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar :

a. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati.

Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal, mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini kelemahannya tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat bantu mengajar. Termasuk dalam macam alat peraga ini antara lain :

a) Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dan lain sebagainya.

b) Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam botol pengawet, dan lain-lain.

c) Sampel yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit, dan lain-lain.

b. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini dikarenakan menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen, plastik, dan lain-lain.

c. Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan, dan lain-lain.


(9)

a) Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambargambar dengan sedikit kata-kata. Kata- kata dalam poster harus jelas artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain- lain. Gambar dalam poster dapat berupa lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat untuk mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk bertindak.

b) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi tentang diabetes mellist dan pencegahan/penatalaksanaannya, dan lain- lain. Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan-pertemuan FGD, pertemuan-pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo copy.


(10)

c) Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Terutama digunakan untuk topik dimana terdapat minat yang cukup tinggi terhadap suatu kelompok sasaran. Ciri lain dari booklet adalah : Berisi informasi pokok tentang hal yang dipelajari, Ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi, Memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya sendiri.

d. Gambar Optik, seperti photo, slide, film, dan lain-lain.

a) Photo sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk album dan dokumentasi lepasan

b) Slide pada umumnya digunakan untuk sasaran kelompok. Penggunaan slide cukup effektif, karena gambar atau setiap materi dapat dilihat berkali-kali, dibahas lebih mendalam. Slide sangat menarik terutama bagi kelompok anak sekolah, karena alat ini lebih “trendi” dibanding dengan gambar, leaflet.

c) Film meruapakan media yang bersifat menghibur, tapi dapat disisipi dengan pesan-pesan yang bersifat edukatif. Sasaran media ini adalah kelompok besar, dan kolosal.

2.1.4. Pengelolaan Penyuluhan 2.1.4.1. Perencanaan Penyuluhan

Perencanaan adalah serangkaian kegiatan di mana keputusan yang dituangkan dalam bentuk tindakan-tindakan. Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu


(11)

kegiatan. Tahap perencanaan ini di tata secara sistematis tentang kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan.

Perencanaan berarti pula bagaimana cara dan strategi dalam mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan menggunakan segala sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efisien dengan memperlihatkan sosial budaya, psikis dan biologis dari sasaran penyuluhan. Langkah-langkah dalam penyuluhan adalah mengenal masalah masyarakat dan wilayah, menentukan prioritas, menentukan tujuan penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menentukan isi/materi penyuluhan, menentukan metode penyuluhaan yang akan digunakan, melihat alat-alat peraga atau media yang dibutuhkan, menyusun rencana penilaian dan menyusun rencana kerja/rencana pelaksanaan.

2.1.4.2. Pelaksanaan Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan , sikap dan tindakan penderita diabetes mellitus yang akhirnya berpengaruh kepada KGD penderita . Kegiatan ini mengacu kepada perencanaan yang telah ditentukan (Sayoga, 2003).

Dalam pelaksanaan penyuluhan kadang-kadang persiapan yang dilakukan oleh penyuluh menjadi berantakan disebabkan karena hal-hal yang dianggap sepele yaitu waktu dan tempat penyuluhan yang tidak tepat. Biasanya kader dikumpulkan di ruangan tertutup. Kegiatan dilakukan pada umumnya mulai pagi hari hingga siang hari, oleh karena itu seorang penyuluh sebaiknya tahu kapan kader mempunyai waktu yang luang dan kapan mereka dapat berkumpul bersama. Maka jadwal kegiatan


(12)

sehari-hari kader perlu untuk diketahui sehingga pada saat diadakan penyuluhan tidak terkesan mengganggu atau merugikan kader (Lucie, 2005).

2.1.4.3. Evaluasi Penyuluhan

Penilaian (evaluasi) adalah proses menentukan nilai atau keberhasilan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya yang digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari suatu kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi adalah apakah dalam tujuan penyuluhan sudah jelas dijabarkan dan sesuai dengan tujuan program, apakah indikator/kriteria yang akan dipakai dalam penilaian, kegiatan penyuluhan yang mana yang akan di evaluasi, metode apa yang digunakan dalam evaluasi, instrumen apa yang digunakan dalam evaluasi, siapa yang melaksanakan evaluasi, sarana-sarana apa yang dipergunakan untuk evaluasi, apakah ada fasilitas dan kesempatan untuk mempersiapkan tenaga yang melaksanakan evaluasi dan bagaimana cara untuk memberikan umpan balik hasil evaluasi.

2.2. Perilaku

2.2.1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa indakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat


(13)

dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk – bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

2.2.2 Proses Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yakni:

a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, makanan dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis.

b. Kebutuhan rasa aman, misalnya:

a) Rasa aman terhindar dari pencurian, peramppokan dan kejahatan lainnya. b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan

lain- lain.

c) Rasa aman terhindar dari sakit penyakit. d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum. c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya:

a) Mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman dan lain – lain.


(14)

c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada. d. Kebutuhan harga diri misalnya:

a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain. b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain.

c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan. e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya:

a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain.

b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita cita.

c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.

Komponen perilaku menurut Gerace & Vorp, 19985 yang dikutip Lukluk A, (2008) dapat dilihat dalam 2 aspek perkembangan penyakit, yaitu:

a. Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu. Faktor resiko adalah ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at-high-risk terhadap penyakit tertentu.

b. Perilaku itu sendiri dapat berupa faktor resiko, contoh: merokok dianggap sebagai faktor resiko utama bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru, karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok.


(15)

2.2.3 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar individu teersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam yaitu:

a. Perilaku Pasif (Respon Internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.

b. Perilaku Aktif (Respon Eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung, berupa tindakan yang nyata.

2.2.4 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Respon atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respon yang masih tertutup) dan aktif (respon terbuka, tindakan yang nyata atau practice/psychomotor).

Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.

2.2.5 Perilaku Pencegahan Penyakit

Lewin (1951, dalam buku Azwar, 2007) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan


(16)

lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor–faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan


(17)

perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

2.2.6. Domain Perilaku 2.2.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan (Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahuan faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.


(18)

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama. Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu pengetahaun tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).


(19)

2.2.6.2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (Receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

b. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.


(20)

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu: 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian.

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2005).

2.2.6.3. Praktik atau Tindakan

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).


(21)

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

2.3. Diabetes Melitus 2.3.1. Pengertian

Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat,


(22)

jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati (Sylvia & Lorrain, 2006).

Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat kadar glukosa darah yang tinggi yang disebabkan jumlah hormone insulin kurang atau jumlah insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih, tetapi kurang efektif (Sarwono, 2006).

WHO menyatakan Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol dan menurut American Diabetes Association (ADA) Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan kadar gula dalam darah yang mengakibatkan gangguan metabolisme dan berkembang menjadi gangguan multisistem karena keterbatasan insulin di dalam tubuh seseorang.

2.3.2. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Menurut Bustan (2007) gejala dan tanda diabetes mellitus adalah gejala khas poliuria (sering kencing), polifagia (cepat lapar), polidipsia (sering haus), lemas dan berat badan menurun sedangkan gejala lain adalah gatal-gatal, mata kabur, gatal di


(23)

kemaluan wanita, impotensia dan kesemutan. Gambaran laboratorium gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa = tidak ada masukan makanan/kalori sejak 10 jam terakhir) atau glukosa plasma 2 jam> 200 mg/dl.

Menurut kriteria International Diabetes Federation (IDF) dan American Diabetes Association (ADA) apabila glukosa darah pada sane puasa di atas 126 mg/dl dan 2 jam sesudab makan di atas 200 mg/dl, diagnosis diabetes bisa dipastikan. ADA rnerekornendasikan apabila glukosa darah di atas 140 mg/dl penderita Maras cepat diobati agar jangan sampai terjadi kerusakan organ tubuh dan timbul komplikasi. Apabila kadar glukosa darah puasa 111-125 mg/dl disebut glukosa puasa tergangguatau Impaired Fasting Glucose (IFG) disebut juga borderline diabetes atau prediabetes perlu dilakukan kontrol glukosa darah.

Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus Kadar Glukosa Darah

Mg/dl mmol/dl

Diabetes Mellitus

Puasa > 126 > 7.0

2 jam sesudah makan > 200 > 11

Impaired Glucose Tolerance (IGT)

Puasa <,126 < 7.0

2 jam sesudah makan ≥ 140&<200 > 7.8&<11.1 Impaired Fasting Glucose (IFG)

Puasa >110&<126 > 6.1 &< 7.0

2 jam sesudah makan < 140 < 7.8

(Kriteria Diagnosis Diabetes WHO, 1999) 2.3.3. Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Menurut Henri dick.dalann Arisman (2010) faktor risiko bagi penderita pra- DM dan DM tipe 2 yaitu : (1) risiko bertambah sejalan dengan usia. Insidens DM tipe


(24)

2 bertambah sejalan dengan pertambahan usia (jumlah sel 13 yang produktif berkurang seiring pertambahan usia). Upayakan memeriksa gula darah puasa jika usia telah di atas 45 tahun, atau segerajika ada faktor risiko lain, (2) BB berlebih: BMI >25. Kelebihan BB 20% meningkatkan risiko dua kali. Prevalensi obesitas dan diabetes berkorelasi positif, terutama obesitas sentral, (3) orang tua atau saudara kandung mengidap DM. Sekitar 40% diabetes terbukti dari keluarga yang juga mengidap DM, dan Iebih kurang 60-90% , kernbar fdentik merupakan pe >'andang DM (riwavat keluarga).(4) tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg (atau riwayat hipertensi), (5) kolestrol darah <40 mg/dL (laki-laki) dan < 50 mg/dL (wanita), (6) trigliserida >250 mg/dL, (7) riwayat DM kehamilan atau pernah melahirkan anak dengan BB > 4kg. Kehamilan, trauma fisik, dan stress psikologis menurunkan sekresi serta kepekaan insulin (DM kehamilan ,gestasional), (8) riwayat toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu (riwayat ketidaknormalan gula darah), (9) olahraga kurang dari 3 kali seminggu (atau bahkan sedentary). Olahraga bagi diabetes merupakan potent protective. Riwayat penyakit pembuluh darah dan sindrom ovarium polisklik factor yang meningkatkan kepekaan jaringan terhadap insulin hingga 6% (gaya hidup), dan (10) riwayat penyakit -pembuluh darah dan sindrom ovarium polisklik.

Selanjutnya menurut Tjokroprawiro (2007) orang yang mempunyai risiko menderita penyakit DM menurut urutan dan perlu dilakukan skrining yaitu : (1) kedua orang tua mengidap penyakit DM, (2) salah satu orang tuanya atau saudaranya


(25)

mengidap penyakit DM, (3) salah satu keluarga besarnya (nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu) mengidap penyakit DM, (4) pernah melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg, (5) pada waktu pemeriksaan kesehatan pernah diternukan kadar glukosa darah melebihi antara 140-199 rng/dl (6) menderita penyakit liver (hati) yang khronik atau agak berat, (7) terlalu lama minum obat-obatan. mendapat suntikan atau obat tablet golongan kortikosteroid karena menderita penyakit asma, penyakit kulit,. penyakit reumatik dan lain-lain,. seperti : Prednison, Oradexon. kenacort. Rheumacyl, Kortison, Hidrokortison, (8) terkena infeksi virus tertentu : virusmorbilli, virus yang menyerang kelenjar ludah, seperti virus pada penyakit gondongan, dan sebagainya, (9) terkena obat-obat anti serangga (insektisida), kasus ini dilaporkan mengenai para petani di Korea Selatan dan Amerika Serikat, (10) berat badan termasuk kategori gemuk (obesitas), dan tes gula dalam urine positif.

2.3.4 Epidemiologi

Waspadji dalam Soegondo (2009) menyatakan besarnya permasalahan diabetes mellitus dapat diukur dengan angka kekerapan DM dan penyulit yang disebabkannya. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia didapatkan angka pada tahun 1980 bervariasi antara 1,3 % penelitian lain 2,3% dan 6,1%.Data di Jakarta menunjukkan adanya kenaikan kekerapan DM jika dibandingkan angka tahun 1982 (1,7%), angka tahun 1993 (5,6%) dan angka tahun 2001 (12,8%). Pada penelitian epidemiologi tahun 2006 yang dilakukan di kelima wilayah DKI Jakarta, didapatkan prevalensi DM sebesar 11,8% pada penduduk usia >


(26)

30 tahun. Prevalensi di atas menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan yang memerlukan perhatian dari semua unsuk untuk melakukan pencegahan.

International Diabetic Federation (IDF) tahun 2007 mengestimasi bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ke atas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 meningkat menjadi 8,2 juta pada tahun 2020. Pada tahun 2009 IDF memperkirakan jumlah DM sebesar 21,3 juta orang pada tahun 2030.

Riset Kesehatan Daerah (2007) menunjukkan proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke -2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

DM adalah 1,1% berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala. NTB terjadi penurunan DM dari tahun ke tahun yaitu : tahun 2007 sebanyak 12,259 kasus, tahun 2008 ditemukan kasus sebanyak 8,779 kasus, pada tahun 2009 sebanyak 7,763 kasus. 2.3.5. Pencegahan Diabetes Mellitus (DM)

Berdasarkan prevalensi dan faktor risiko penderita DM tipe 2 yang semakin meningkat serta besarnya biaya perawatan yang diakibatkan komplikasi, maka upaya pelayanan kesehatan yang paling baik adalah pencegahan.Pencegahan yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi sasaran.

Berdasarkan pendapat Suyitno (2011), dapat disimpulkan bahwa primordialprevention, yaitu usaha mencegah terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum.tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup social ekonomi dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan


(27)

risiko penyakit dalam hal ini penyakit DM. Tujuan pencegahan primordial adalah menghindari terbentuknya pola hidup sosial ekonomi dan kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk rneningkatkan risiko penyakit dalam hat ini penyakit DM. Pencegahan primordial yang efektif memerlukan adanya peraturan yang ketatdari pemerintah, contohnya membuat kebijaksanaan dalam promosi aktivitas fisik%olahraga setiap hari minimal 30 menit di sekolah date di tenmpat kerja dan pemhit3 an Pend Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Keluarga SadarGizi (Kadarzi) oleh Puskesmas.

Menurut Soegondo (2009) tindakan pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang berisiko tinggi untuk menderita DM. Tindakan yang dilakukan untuk usaha pencegahan primer melalui penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan memberikan pedoman sebagai berikut : (1) melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan, (2) menghindari obat yang bersifat diabetogenik, (3) mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu : meningkatkan konsumsi fah sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana dan mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai umur dan tinggi badan.

Pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi dini penderita DM dengan melakukan pemeriksaan gula darah setiap kesempatan terutama bagi masyarakat yang merniliki risiko. Dengan pemeriksaan glukosa darah pada setiap kesempatan mereka yang dicurigai DM akan ditindaklanjuti, sampai diyakinkan


(28)

benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosa dini DM kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut.

Sasaran gula darah terkendali untuk itu ditekankan kembali oleh para pengelola kesehatan pada setiap kesempatan pertemuan dengan penderita DM untuk melakukan hal-hal berikut ini : (1) perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin, (2) obat- obatan baik obat yang diminum maupun obat suntik insulin, (3) penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar didapatkan pengertian yang baik dan berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya.

Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya kecacatan kalau komplikasi sudah terjadi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar penyulit dapat dikelola dengan baik disamping pengendalian kadar glukosa darah. Deteksi dini penyulit dilakukan dengan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap penyulit yang dicurigai.

Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang komunikasi dokter dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasien yang rata-rata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu mengingat 31 % saja.Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan.Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi.


(29)

Kualitas interaksi juga merupakan hal yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.Korsch dan Negrete dalam Niven (2002) telah mengamati 800 kunjungan orangtua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles.Selama 14 hari mereka mewawancarai untuk memastikan ibu-ibu tersebut melaksanakan nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter, mereka menemukan ada hubungan yang erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasehat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi konsultasi- yang pendek tidak akan tidak produktif. Jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi.Beberapa keluhan yang spesifik adalah kurangnya minat yang diperlihatkan oleh dokter, penggunaan istilah medic yang berlebihan, kurangnya empati dan hampir setengah dari ibu-ibu tersebut tidak memperoleh kejelasan tentang penyebab penyakit anaknya, yang sering kali menimbulkan kecemasan.Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa kesalahan seperti ini dengan nudah diatasi dengan ketrampilan komunikasi terapeutik yang dibina antara pasien dan pasien dengan tenaga kesehatan.

Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002) menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan/kesalahan profesional dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita. Pemahaman tentang instruksi petugas kesehatan sangat perlu, jika


(30)

seseorang tidak memahami instruksi maka konsekuensi yang akan didapat adalah ketidakpatuhan.

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal.penting untuk memberikan umpan batik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien.Untuk melakukan konsultasi dan selanj utnya meningkatkan kepatuhan.

Dozier dk' (2010) merxjelaskar bahwa ,hk.or-faktor yang rnernengaruhi kepatuhan yaitu motivasi klien untuk sembuh, dan durasi terapi yang dianjurkan yakni tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah :esehatan, nilai upaya mengurangi ancaman kesehatan, kesulitan memahami dan nelakukan perilaku yang dianjurkan, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian .erapi, keyakinan bahwa terapi atau rejimen yang diprogramkan akan membantu, kenunitan, efek samping, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan, tingkat kepuasan, kualitas dan jenis hubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan serta seluruh terapi yang diprogramkan.

2.3.7. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus 1). Kerusakan Saraf (Neuropathy)

Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sum-sum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan


(31)

saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.

2). Kerusakan Ginjal (Nephropathy)

Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.


(32)

3). Kerusakan Mata (Retinopathy)

Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu:

a. Retinopati, retina mendapatkn makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina. b. Katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh

sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi.

c. Glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola matasehingg merusak saraf mata.

4). Penyakit Jantung

Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian mendadak bisa terjadi.

5). Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita diabetes juga terkena hipertensi.


(33)

6). Penyakit Pembuluh Darah Perifer

Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

7). Gangguan pada Hati

Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati. Anggapan ini keliru, hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi tau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.


(34)

8). Penyakit Paru-paru

Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru-paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosio-ekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru-paru, demikian pula sakit paru-paru akan menaikkan glukosa darah.

9). Gangguan Saluran Makan

Gangguan saluran makan pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gngguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan yang diminum.

10). Infeksi

Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi.


(35)

2.4. Landasan Teori

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus, Organism, Respon). Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.

Menurut model ini, organism menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau SR theory. Model ini bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan (R) yang kuat pula.


(36)

Jadi unsur model ini adalah : a. Pesan (Stimulus,S)

b. Komunikan (Organism,O) c. Efek (Response, R)

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang menerpa melebihi semula. Prof.Dr.mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan.

Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan kognitid, afektif atau behavioral.

Adapun keterkaitan model S-O-R dalam penelitian ini adalah :

1. Stimulus yang dimaksud adalah penyuluhan metode ceramah dan media leaflet tentang diabetes mellitus .

2. Organisme yang dimaksud adalah penderita diabetes mellitus di klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.


(37)

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu danberhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian komunikan.


(38)

Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Penyuluhan kepada Penderita

Diabetes Mellitus : 1. Metode ceramah 2. Media leaflet

Perubahan Perilaku, tdd : • Pengetahuan

• Sikap • Tindakan


(1)

6). Penyakit Pembuluh Darah Perifer

Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

7). Gangguan pada Hati

Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalami kerusakan hati. Anggapan ini keliru, hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi tau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.


(2)

8). Penyakit Paru-paru

Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru-paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosio-ekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru-paru, demikian pula sakit paru-paru akan menaikkan glukosa darah.

9). Gangguan Saluran Makan

Gangguan saluran makan pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gngguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat-obatan yang diminum.

10). Infeksi

Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi.


(3)

2.4. Landasan Teori

Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus, Organism, Respon). Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek materialnya adalah manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.

Menurut model ini, organism menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.

Asumsi dasar dari model ini adalah : media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Response Theory atau SR theory. Model ini bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsi bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal,simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat terhadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki


(4)

Jadi unsur model ini adalah : a. Pesan (Stimulus,S)

b. Komunikan (Organism,O) c. Efek (Response, R)

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang menerpa melebihi semula. Prof.Dr.mar’at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan.

Respon atau perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya. Sampai pada proses komunikan tersebut memikirkannya sehingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya. Perubahan sikap dapat terjadi berupa perubahan kognitid, afektif atau behavioral.

Adapun keterkaitan model S-O-R dalam penelitian ini adalah :

1. Stimulus yang dimaksud adalah penyuluhan metode ceramah dan media leaflet tentang diabetes mellitus .

2. Organisme yang dimaksud adalah penderita diabetes mellitus di klinik RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.


(5)

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu danberhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.


(6)

Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Penyuluhan kepada Penderita

Diabetes Mellitus : 1. Metode ceramah 2. Media leaflet

Perubahan Perilaku, tdd : • Pengetahuan

• Sikap • Tindakan