PACARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM (2)

PACARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam kehidupan seorang anak manusia pastilah ada rasa suka terhadap lawan jenis. Apakah itu
hanya sekedar suka, senang, simpati, kagum bahkan rasa ingin memiliki orang yang di cintai itu.
Perasaan tersebut wajar dan memang merupakan fitrah/instink (gharizatun nau) bagi manusia.
Dalam hal ini setiap manusia pasti mempunyai kecenderungan ingin melestarikan hidupnya
sebagai khalifah di muka bumi. Namun di dalam perjalanannya, banyak manusia yang terjebak
pada kesesatan dan kemaksiatan dalam menggapainya. Karena mereka banyak terperangkap
dengan pergaulan bebas yang di namakan pacaran. Padahal pergaulan tanpa di dasarkan pada
keimanan sangat berisiko tinggi terlebih lagi bagi para remaja. Menurut Nursanita Nasution SE
ME, -Ketua Departemen Kewanitaan Partai Keadilan- “pacaran kalaupun ada, hanyalah
merupakan sarana untuk saling kenal, bertukar informasi, bertukar pikiran, dan hanya
pengenalan sebatas mental untuk di kenalkan dengan keluarga masing-masing. Kalau memang di
rasa sudah tidak terbendung lagi perasaannya, lebih baik nikah” ujarnya. Hal senada
diungkapkan pula oleh seorang penyanyi dan artis film Muchsin Alatas “Pacaran sebenarnya
adalah tradisi non Muslim yang berkembang di Indonesia. Pengaruh Barat itulah yang membuat
pergaulan remaja kita sangat permisif”. Kemudian yang menjadi masalah sekarang adalah
bagaimana cara menyalurkan perasaan tersebut jika hal itu telah bersemayam di hati kita ?
Beberapa tanggapan tentang pacaran.
Menurut kaum ‘sekuler’ masalah pacaran boleh saja dan tidak perlu dihalang-halangi apalagi di
larang asalkan suka sama suka. Jawaban ini didasarkan atas adanya ide kebebasan individu dan
Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut hukum ini manusia bebas melakukan apa saja sesuai

dengan kehendak. Jadi menurut mereka yang berpendapat seperti ini pacaran dianggap boleh
berdasarkan dalil ‘kebebasan individu’ asal tidak merugikan dan mengganggu hak-hak orang
lain.
Ada juga pendapat yang membolehkan pacaran asal tidak melakukan ‘sesuatu’ yang berakibat
kehamilan di luar nikah. Kelompok ini punya dalil bahwa hal-hal yang wajar dilakukan seperti
jalan berdua, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, nonton bareng, bahkan ikut ‘bobo’ di
rumah pasangan tidak mengapa, asalkan tidak melakukan aktivitas ‘bersebadan’ dengan pacar.
(Na’udzu billah).
Ada juga kelompok yang mengatakan bahwa pacaran, berperilaku serba bebas (Permisivisme),
jalan berdua, atau bersepi-sepian merupakan sesuatu yang tidak boleh. Tetapi kalau untuk
telepon, surat-menyurat hal itu boleh saja karena tidak terjadi interaksi langsung. Menurut
pendapat ini hal tersebut telah sesuai dengan norma-norma syari’at Agama.
Islam merupakan agama yang sempurna. Di dalam menjawab persoalan tersebut, Islam
memandang bahwa sebelum menyatakan suatu perbuatan itu boleh atau tidak, maka perlu
diselidiki fakta mengenai perbuatan yang akan dihukumi tersebut. Termasuk dalam hal ini
fenomena pacaran. Pada faktanya pacaran merupakan suatu bentuk interaksi diantara dua insan
yang saling menyukai di luar hubungan yang sah (nikah). Aktifitas pacaran yang paling ringan
adalah surat-menyurat atau saling telepon kemudian bertemu untuk menumpahkan perasaan
masing-masing sampai akhirnya dilaksanakan perbuatan serba boleh itu. Atau kegiatan yang
berada di antara yang disebutkan tadi.


Secara fakta, kenapa ajaran Islam melarang terhadap aktifitas yang satu ini?
1. Untuk menjaga diri dari kemaksiatan; karena orang yang berpacaran seringkali lepas kendali
dari norma-norma ajaran Islam yang menjadi batasan bagi dua insan bukan mahrom yang
berlainan jenis tanpa tali pernikahan.
2. Karena akan mendapat kerugian, disadari atau tidak orang tersebut telah merugikan diri
sendiri dengan cara mengorbankan waktu maupun dana, khususnya bagi generasi muda Islam,
baik dari kalangan anak sekolah, mahasiswa, santri, remaja masjid, karyawan dan sebagainya
yang ingin hidupnya terhindar dari sipat boros. Karena dana-dana yang dimiliki baik pemberian
orang tua maupun hasil dari kerja sendiri tentunya tidak ingin kalau hartanya itu tidak
bermanfaat. Apalagi dipakai untuk sesuatu yang akan menimbulkan bencana dan dosa.
Bagaimana menurut hukum Islam?
Islam menyandarkan sesuatu bukan berdasarkan akibat dilapangan. Melainkan Islam
memandang kepada kekuatan dalil-dalil syara’ yang merupakan hukum dari Allah SWT yang
Maha Mengetahui hakekat kehidupan manusia, dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.
Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa : 32).
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:
“Hai golongan pemuda ! Barangsiapa diantara kamu mampu menikah, hendaklah ia nikah,
karena yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan,

tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia puasa, karena (puasa) itu menahan
nafsu baginya”. (HR. Bukhori-Muslim).
Berdasarkan dalil diatas, maka dalam menyikapi pacaran, syari’at Islam telah memberikan
jawaban bagi mereka yang mau terikat dengan hukum-hukum-Nya, yaitu:
Pertama; Melarang semua aktifitas yang mendekati kepada perbuatan zina, termasuk di
dalamnya aktivitas pacaran.
Kedua; Islam menganjurkan kepada manusia untuk segera menikah bagi yang telah mampu
(mental maupun finansial) dengan melalui proses ‘khitbah terlebih dahulu.
Ketiga; Melaksanakan ibadah puasa merupakan alternatif akhir jika dirasa belum mampu untuk
melakukannya.
Dengan demikian, maka pacaran merupakan sesuatu yang ‘dilarang dalam Islam’. Tetapi,
janganlah meninggalkan nikah karena rasa takut, sebab Rasulullah saw pernah bersabda
“Barangsiapa meninggalkan nikah karena takut dapat tanggungan, maka bukanlah ia dari
golongan kami”. (HR. Dailamie dan Baghawie).
Wallahu ‘Alamu bish showab.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang senantiasa memberikan nikmat dan karunia kepada umatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul, “Pacaran dalam Islam”
tepat waktu. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada orangtua dan teman-teman yang

telah memberikan doa serta inspirasi dalam menyelesaikan makalah ini sebagai syarat untuk
memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidikan Agama Islam di jurusan
Pendidikan Guru

Pendidikan Anak Usia Dini (PG

PAUD). Makalah ini berisi tentang ketentuan yang ditetapkan agama Islam dalam meluruskan
kata
“Pacaran”
di dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memutuskan diri untuk
berpacaran, serta ketetapan hukum agama Islam dalam berpacaran. Penulis sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang
membangun. Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat
berguna bagi mahasiswa dan pelaku pendidikan lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Cinta kepada lawan jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala
menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai
agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam
syariatnya yang

rahmatan lil ‘alamin
. Bagi sebagian besar remaja, pacaran merupakan hal yang sudah dianggap biasa terjadi di dalam
lingkup masyarakat dan pergaulan zaman sekarang. Pacaran identik dengan bersatunya laki-laki
dan perempuan yang belum muhrim dengan pernyataan cinta dari salah satu pihak yang menjadi
symbol adanya ikatan diantara keduanya.Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai "Naksir"
lawan jenisnya sehingga ia berupaya melakukan pendekatan untuk mendapatkan kesempatan
mengungkapkan isi hatinya. Setelah pendekatannya berhasil dan lawan jenis menyambut,
keduanya mulai berpacaran. Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang
sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki
pacar. Sebaliknya, remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari
pacar di kalangan remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan
sosiologis. Maka tidak heran, kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial
yang disebut "pacar". Topik ini penting untuk dibahas karena pacaran merupakan hal yang sudah
biasa dilakukan oleh sebagian besar orang terutama di kalangan para remaja pada umumnya,
baik yang bertujuan untuk menikah ataupun hanya sebagai wadah untuk menikmati masa muda
mereka, dimana mereka sebenarnya ada yang tidak tahu bagaimana hukum pacaran menurut
agama atau ada yang sudah mengetahui namun tetap melakukannya karena mengikuti tren atau
bahkan takut gengsi dengan temannya

karena tidak mempunyai pacar. Selain itu, akibat dari “pacaran” juga tidak jarang

yang menimbulkan konflik dan juga merugikan berbagai pihak, diantaranya adalah putus
sekolah, hamil di luar nikah, pernikahan dini, aborsi bahkan ada juga yang sampai bunuh diri.
Oleh karena itu, penulis menganggap topik pacaran ini memang sangat penting untuk dibahas
agar kita dapat mengetahui dan memahaminya sesuai norma agama dan ketentuan-ketentuan di
dalam agama Islam.
B.Rumusan Masalah
Topik yang dibahas di dalam makalah ini melahirkan rumusan masalah yang diantaranya adalah :
a.Apakah yang dimaksud dengan Pacaran?
b.Apakah Islam membolehkan Pacaran?
c.Bagaimana perspektif hukum Islam tentang berpacaran?
d.Bagaimana konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja?
C.Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini mengenai “Pacaran dalam Islam” yakni agar kita :
a.Mengetahui hukum berpacaran dalam agama Islam
bMengetahui bagaimana Islam mengatur urusan hubungan antara laki-laki dan perempuan
c.Mengetahui bagaimana pacaran yang benar sesuai kaidah norma agama yang berlaku di Islam
d.Memahami etika pergaulan yang sesuai dengan ajaran Islam
D.Manfaat Penulisan
a.Mampu menginstropeksi dirinya sendiri setelah membaca makalah ini
b.Berusaha untuk tidak menyalahi aturan islam mengenai berpacaran karena tahu alasan dan

sebab-akibat yang akan terjadi
c.Timbulnya rasa takut terhadap Allah SWT.
d.Mampu menjaga diri dan pandangannya kepada orang yang bukan muhrimnya
e.Memperbaiki etika pergaulan dan mengetahui batasan-batasannya
8
karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
.”
(QS. Al Ahzab : 59)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya.

(QS. An Nuur : 31).
b.
Agama Islam melarang berduaan dengan lawan jenis
Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda,

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorangwanita kecuali jika bersama mahromnya


” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah SAW bersabda,

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena
sesungguhnya syaiton adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama
mahromnya.

(HR. Ahmad no. 15734. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan ha
dits ini shohih ligoirihi)
c.
Jabat tangan dengan lawan jenis termasuk yang dilarang
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda,

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak
bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina
lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah
dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian
.” (HR. Muslim

no. 6925)
9
D.
Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja
a.

Etika Pergaulan Kemungkinan yang dapat terjadi saat remaja berbeda jenis kelamin bertemu
adalah jatuh cinta. Islam memiliki batasan yang dapat membawa insannya jauh dari perbuatan
yang menjurus pada maksiat atau zina. Melalui batasan-batasan yang telah dituliskan di AlQuran ataupun hadist, muncul lah etika pergaulan yang seharusnya dilakukan para remaja saat
ini, yang diantaranya adalah : 1.
Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina. Allah SWT berfirman,
"Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra : 32). Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa
menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan
dengan lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman,
dan lain sebagainya. 2.

Tidak menyentuh perempuan yang bukan muhrimnya. Rasulullah SAW bersabda, "
Lebih baik memegang besi yang panas dari pada memegang atau meraba perempuan yang

bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya).

3.
Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Dilarang laki - laki dan perempuan
yang bukan muhrimnya untuk berdua-duaan. Nabi SAW bersabda, "
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali -kali dia bersendirian
dengan seorang perempuan yang tidak muhrimnya, karena ketiganya adalah setan
." (HR. Ahmad) 4.
Harus menjaga mata atau pandangan. Sebab mata kuncinya hati, dan pandangan itu pengutus
fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu Allah berfirman,

10
"

Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan pandangan (dari yang
haram) dan menjaga kehormatan mereka, Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah
mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka
." (QS. An-Nur: 30-31). Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan
tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan nafsu. 5.
Menutup aurat. Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai

pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis
dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk
tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai "make up" dan sebagainya
setiap langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama
dengan berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium
baunya surga (apa lagi masuk surga). Sebagaimana kita yakini sebagai seorang muslim bahwa
segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, mesti mempunyai dampak yang negatif di
masyarakat. Kita lihat saja di Amerika Serikat, bagaimana akibat adanya
free sex

, timbul berbagai penyakit. Banyak anak-anak yang terlantar, anak yang tida

k

mengenal
ayahnya, sehingga
timbul komplikasi
jiwa dan

sebagainya. Oleh
karena itu, jalan
keluar bagi para
pemuda yang
tidak kuat
menahannya
adalah : a.

Menikah, supaya
bisa menjaga mata
dan kehormatan.
b.
Kalau belum siap
menikah,
banyaklah

berpuasa dan
berolahraga c.
Jauhkan mata dan
telinga dari segala
sesuatu yang akan
membangkitkan
syahwat d.

Dekatkan diri
dengan Allah,
dengan banyak
membaca AlQur’an dan
merenungkan
artinya. Banyak

berzikir, membaca
shalawat, shalat
berjamaah di
Masjid,
menghadiri
pengajianpengajian dan
berteman dengan
orang-orang yang

shaleh yang akan
selalu
mengingatkan kita
kepada jalan yang
lurus. e.
Dan ingat bahwa
Allah telah

menjanjikan
kepada para anak
muda yang sabar
menahan pacaran
dan zina yaitu
dengan bidadari,
yang kalau satu
diantaranya f.
11

f.
menampakkan
wajahnya ke alam
dunia ini, setiap
laki-laki yang
memandangnya
pasti akan jatuh

pingsan karena
kecantikannya.
BAB III PENUTUP A.
Kesimpulan
Islam tidak pernah mengharamkan cinta. Islam mengarahkan cinta agar ia berjalan pada
koridornya. Bila bicara cinta di antara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah dengan pernikahan,
yang dengannya cinta menjadi halal dan penuh keberkahan. Sebaliknya, Islam melarang keras
segala jenis interaksi cinta yang tidak halal alias menjurus kepada hal-hal berbau zinah atau
maksiat. Bukan karena apa pun, tapi karena Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan
mencegah kerusakan-kerusakan yang akan terjadi pada diri manusia itu sendiri. "Tidak
ditemukan jalan lain bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah" (HR. Ibnu Majah)
Islam mempunyai
khitbah
dimana konsep hubungan ini sangat dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada
lawan jenis dan bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai
dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah
sudah di luar konsep ini. Karena sesungguhnya rasa cinta adalah fitrah yang diberikan Allah
SWT kepada setiap insan manusia. Hal yang harus diperhatikan adalah etika dalam bergaul
dengan lawan jenis, seperti tidak melakukan hal yang mengarah pada zina, tidak menyentuh dan
berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhirmnya, menjaga pandangan, serta menutup aurat.
Maka dari itu, manusia perlu menahan hawa nafsunya jika belum merasa berkecukupan dan
mapan baik materi ataupun iman bagi pasangannya kelak.
B.
Saran
Berdasarkan isi makalah ini, sebaiknya pacaran tidak dilakukan karena lebih banyak membawa
mudaratnya daripada manfaatnya. Jika memang ingin menyalurkan perasaan karena tertarik
pada lawan jenis, disarankan untuk melakukan
khitbah
dengan tidak merugikan pihak laki-laki atau perempuan dan mempunyai tujuan yang jelas yakni
pernikahan. Sesungguhnya pacaran yang baik adalah setelah menikah karena pasangan sudah
berstatus halal bagi kedua belah pihak.
13
DAFTAR PUSTAKA

Siauw, Felix Y. 2013.
Udah Putusin Aja!
. Bandung. Mizania
https://googleusercontent.com http://blogbaru2011.wordpress.com/2011/12/20/hukum-pacaranmenurut-agama-islam/ http://beni.yu.tl/hukum-berpacaran-menurut-islam-beserta-d.xhtml