MAAL ZAKAWI DALAM KONTEKS KLASIK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah satu rukun islam yang wajib dilaksanakan bagi seluruh
muslim. Kegiatan zakat melalui berbagai perkembangan sejak masa Rasulullah
SAW, dan hingga saat ini di negara Indonesia sendiri, pembayaran zakat selalu
dikembangkan khususnya dengan dibentuknya lembaga khusus yang mengangani
masalah pemberdayaan zakat, seperti LMI, BAZNAS, LAZISNU, dan lain
sebagainya.
Pengamalan zakat selain berfungsi sebagai bentuk ibadah wajib, juga memiliki
nilai sosial kemasyarakatan yang tinggi. Zakat yang di kelola dengan manajemen
yang baik serta disalurkan kepada orang-orang yang patut mendapatkannya akan
meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat dan menjauhkannya dari
kemiskinan.
Namun, dalam prakteknya saat ini, umat muslimmengamalkan zakat fitrah
sebagai zakat yang dikenal wajib dikeluarkan setiap bulan puasa, dan sebagian
yang lain lalai terhadap kewajiban mengeluarkan harta yang telah mencapai nisab.
Maka, sebagai mahasiswa dan umat muslim di Indonesia, mempelajari maal
zakawi merupakan suatu kewajiban dan kebutuhan. Selain memperdalam kajian
maal zakawi, mempelajarinya juga dalam rangka menghayati makna dan maksud
dikeluarkannya harta zakat, yaitu untuk mensucikan harta dan menambah barokah

serta memberikan manfaat sosial bagi sesama umat muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah ketentuan harta yang wajib dizakati?
2. Bagaimanakah Maal Zakawi dalam wacana klasik?
3. Apakah dasar hukum dan ketentuan kadar zakat maal zakawi dalam
wacana klasik?

BAB II

1

PEMBAHASAN
A. Ketentuan Harta yang Wajib Dizakati
Rasulullah SAW memang hanya memungut zakat dari empat macam harta,
yaitu:
1. Ternak
2. Uang: emas dan perak
3. Barang dagangan
4. Tanaman dan buah-buahan
Namun, dewasa ini ada lagi jenis-jenis investasi baru dan muncul berbagai

model kegiatan di bidang keuangan, ekonomi, perdagangan, perindustrian,
pertanian, perhotelan, dan lain-lain, yang belum pernah ada di aman Nabi SAW,
maupun pada masa khulafa Ar-Rasyidin.
Agar mengetahui hukum semua itu, kita harus mempelajari struktur dari
keempat jenis zakat tersebut dan sistematikanya secara analitis, agar kita
mengetahui dan memahami alasan (‘illat)-nya. Prof. Dr. Muhammad Abu Zahrah
mengatakan, “Memang seharusnya kita mengetahui sifat apakah yang dianggap
oleh para fuqaha merupakan ‘illat bagi wajibnya zakat. Karena, kini telah
bermunculan berbagai jenis harta yang merupakan penghasilan yang bisa
mendatangkan kekayaan cukup besar, tetapi oleh para fuqaha terdahulu belum
sempat ditentukan zakatnya, dan dari Nabi SAW sendiri tidak ada ketetapan yang
melarang ditentukannya zakat pada jenis-jenis harta tersebut.”1
Jadi, harta-harta baru itu harus dipelajarai dan diselidiki agar hak Allah
Ta’ala tidak hilang begitu saja dari suatu jenis harta. Dalam hal ini sekalipun
harta-harta itu kita tentukan zakatnya, tidak berarti kita menambahi hukum syara’,
dan pula kita berijtihad secara baru. Bahkan, sebenarnya kita hanya menerapkan
‘illat dari wajibnya zakat yang pernah ditetapkan oleh para fuqaha. Inilah yang
menurut istilah para ahli usul fiqih disebut tahqiqil manath. Menurut ketetapan
1 Syauqi Ismail Sahhatih, Penerapan Zakat dalam Bisnis Modern, Bandung : CV.
Pustaka setia, 2007, hlm 106


2

mereka, tahqiqil manath itu harus ada kapan saja karena ia merupakan
pelaksanaan pendapat dari fuqaha yang dulu.
Dalam kitab-kitab fiqih telah dibahas secara rinci oleh para fuqaha mengenai
sifat-sifat dan syarat-syarat yang menyebabkan suatu harta wajib dizakati.
Berdasarkan sifat-sifat dan syarat-syarat itulah, dapat kita tetapkan prinsip-prinsip
dasar sebagai berikut, yang menentukan harta apa saja yang ikut dizakati.
1. Pemilikan yang Pasti, Halal dan Baik
Harta yang hendak dibayarkan zakatnya, berada sepenuhnya dalam
kekuasaan pemilik harta. Fuqoha menyatakan bahwa kekayaan itu harus
berada ditangannya, tidak tersangkut didalamnya hak orang lain, dapat ia
pergunakan, dan faedahnya dapat dinikmatinya. Oleh karena itu mereka
berpendapat bahwa seorang tidak wajib zakat apabila barang yang dibelinya
belum sampai pada tangannya, begitupula barang yang dirampok dan
diselewengkan sampai barang itu dikembalikan kepada pemiliknya.
Rasulullah SAW juga bersabda : “Allah tidak menerima zakat dari harta
yang tidak sah”. Harta yang tidak sah adalah harta yang diperoleh dengan
cara-cara yang tidak halal seperti pencurian, perampokan, korupsi, berjudi dan

lain sebagainya.
2. Mencapai Nisab
Nisab adalah salah satu syarat yang harus terpenuhi. Tanpa nisab, suatu
harta tidak wajib dizakati. Nisab zakat yaitu batas (kadar) minimal mulainya
suatu harta wajib dizakati adalah juga merupakan batas, apakah seseorang
tergolong kaya atau fakir. Artinya, harta yang kurang dari batas minimal
tersebut tidak perlu dizakati, karena pemiliknya tidak tergolong kaya. Nisab
inilah yang menjadi tolak ukur suatu harta wajib dizakati atau tidak.
Adapun nisab yang tertentu bagi zakat harta menurut Dr. Syauqi Ismail
Sahhatih adalah nisab yang mempersatukan seluruh jenis zakat yang empat
tersebut di atas (zakat ternak, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat uang
dan zakat perdagangan), yang nilainya 20 dinar atau 200 dirham. Adapun

3

mengapa nilai sekian tadi kita sebut nisab pemersatu karena ia dalam bentuk
uang, sementara itu, nisab zakat pada barang dagangan pun sudah sama-sama
kita maklumi dan tertentu, yaitu seharga 20 dinar atau 200 dirham pula.2
Adapun binatang ternak, nisabnya adalah 5 ekor unta, dengan
perhitungan: seekor unta betina bintu makhadh umur satu tahun masuk

tahun kedua) pada waktu itu harganya 40 dirham, diwajibkannya zakat pada
5 ekor unta adalah sama dengan diwajibkannya zakat pada 200 dirham.
Mengenai kambing, nisabnya ialah 40 ekor, yang pada waktu itu harga
seekor kambing 5 dirham. Tanaman dan buah-buahan nisabnya adalah 5
wasaq, demikian menurut Malik, Asy-syafi’i dan Ahmad. Yang sewasaqnya
diwaktu itu harganya 40 dirham, sebagaimana akan kita terangkan lebih
lanjut.
3. Jumlah Senisab Itu Mencapai Haul
Sabda Rasulullah SAW., “Tidak ada keajiban zakat pada suatu harta
sebelum ia mengalami ulang tahun”
Az-Zaila’i mengatakan, “Suatu milik dikatakan genap setahun, yakni
genap setahun dimiliki, dikarenakan harta tersebut selama itu berkembang.”
Maksudnya, yang wajib dikeluarkan ialah sebagian dari kelebihan, bukan dari
modal.
Artinya, harta tersebut harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat,
biasanya dua belas bulan Qomariyah, atau setiap kali setelah menuai. Hartaharta yang disyaratkan cukup setahun dilimiliki nisabnya adalah binatang
ternak, emas dan perak, binatang perniagaan. Sedangkan yang tidak
disyaratkan haul setiap tahunnya adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai dan
barang temuan ketika ditemukan.3
Para ulama berbeda pendapat mengenai harta yang mencapai nisab dan

haul. Menurut para fuqaha Syafi’i yang perlu diperhatikan mengenai nisab
ialah kegenapannya pada akhir tahun. Akan tetapi, menurut pendapat yang
lain, pada kedua ujung tahun: awal dan akhir, tidak peduli tengahnya. Dan

2 Ibid,… hlm 108
3 Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat, Yogyakarta : Pilar Media,
2006, hlm 29

4

adapula pendapat yang mengatakan, awal, tengah, dan akhir, seluruhnya perlu
diperhatikan.
Menurut fuqaha Maliki, yang penting ialah keadaan harta pada akhir
tahun. Sekalipun selama itu pernah berkurang dari nisab, asalkan pada akhir
tahun mencapai nisab, maka wajib dizakati.
Para fuqaha Hambali berpendapat bahwa harta itu harus tetap mencapai
nisab sepanjang tahun. Kami sendiri hanya memerhatikan nisab pada kedua
ujung tahun, yakni apakah harta itu mencapai nisab awal maupun akhir tahun.
Dengan dipersyaratkannya ulang tahun, dalam arti bahwa harta itu tetap
menjadi milik seseorang selama satu tahun, dapat ditentukan kapan awal

tahunnya dalam maslah zakat harta. Artinya, harta itu harus mengalami ulang
tahun dan tetap menjadi milik seseorang selama satu tahun Qamariyah, agar
sempat

berkembang,

sehingga

zakatnya

dapat

diambil

dari

hasil

perkembangannya saja.
Adapun tanaman dan buah-buahan yang dikeluarkan oleh bumi, adalah

semata merupakan keuntungan, yang tinggal dikeluarkan zakatnya saja. Jadi,
tidak perlu diperhatikan ulang tahunnya. Bedanyan antara yang diperhatikan
ulang tahunnya dan yang tidak menurut para fuqaha adalah bahwa harta yang
ulang tahunnya diperhatikan itu belum tentu ada keuntungannya. Ternak
umpamanya, ia belum tentu menghasilakan susu dan anak, barang dagangan,
juga belum tentu berlaba. Begitu pula emas dan perak. Oleh karena itu, diberi
kesempatan satu tahun, barangkali bisa mendatangkan keuntungan, sehingga
zakatnya diambil dari keuntungannya saja. Dengan demikian, akan lebih
mudah dan meringankan.
4.

Hartanya

Berkembang

Karena

Didayagunakan

atau


Berpotensi

Berkembang
Seluruh fuqaha mempersyaratkan wajibnya zakat, yaitu hendaklah harta
itu berkembang, baik karena didayagunakan dengan ikhtiar dan usaha
manusia atau berkembang sendiri.
Harta itu benar-benar berkembang, umpamanya karena harta itu berupa
binatang ternak yang melahirkan dan menghasilkan keturunan, atau
diperdagangkan. Adapun yang hanya dianggap berkembang ialah yang

5

mempunyai kemungkinan untuk diperkembangkan. Sedangkan harta yang
tidak berkembang dan tidak berpotensi untuk dikembangkan tidak wajib
dikenai zakat.
5.

Bersih dari Hutang
Artinya, harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik

hutang karena Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
Namun, beberapa ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.
Menurut madzhab Maliki, zakat tanaman dan buah-buahan maupun zakat
ternak tetap tidak gugur karena utang. Asy-Syafi’i pada qaul jadid-nya,
berpendapat bahwa utang tidaklah menghalangi zakat. Adapun para fuqaha
Hambali berpendapat bahwa utang bisa menghalangi zakat dari harta yang
tidak tampak, yakni uang dan barang dagangan. Sementara itu, mengenai
harta yang tampak , seperti tanaman, buah-buahan, ternak ada riwayat dari
Ahmad bahwa dalam hal ini hutang pun bisa menghalangi zakat. Akan tetapi,
ada pula riwayat dari dia yang mengatakan, utang tetap tidak bisa
menghalangi zakat dalam hal ini
Kami sendiri berpendapat, layak kita pakai prinsip kosonganya harta dari
utang bagi wajibnya zakat, untuk selain zakat tanaman dan buah-buahan.
Dengan kata lain, dalam kaitannya dengan zakat, utang itu merupakan
penghalang zakat terhadap harta bergerak, sampai harta itu bisa ditanggung
dan dimiliki sepenuhnya oleh seseorang. Bagaimana pun, utang itu bukan
penghalang zakat terhadap hasil-hasil yang dikeluarkan oleh harta tetap.

B. Maal Zakawi dalam Wacana Klasik
Sebenarnya zakat telah dikenal pada masa Nabi Musa as, jauh sebelum

Islam disyariatkan pada Nabi Muhammad SAW.Namun, zakat hanya
dikenakan pada kekayaan berupa ternak seperti sapi, kambing dan unta.Zakat
yang wajib dikeluarkan adalah 10% dari nisab yang ditentukan.
Bangsa Arab Jahiliyah juga mengenal ‘shodaqoh’ khusus, sebagaimana
firman Allah SWT :

6

“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan
ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan
persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami".
Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak
sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka
sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka.Amat buruklah ketetapan
mereka itu”.(Al-An’am : 136)
Menurut riwayat, ayat ini menyinggung satu lagi dari keyakinan
melenceng orang-orang Arab Jahiliyah bahwa mereka memberi sajian-sajian
dari

hasil

pertanian

dan

binatang-binatang

piaraan

mereka

untuk

Tuhan.Disebutkan pula dalam sejarah bahwa mereka memberi sajian untuk
patung-patung, dimana bagian dan sajian-sajian untuk Tuhan diberikan kepada
orang-orang yang memerlukan dan amal sosial. Sementara sajian yang
diperuntukkan kepada patung-patung diberikan kepada para pengurus patungpatung tersebut.Tetapi setiap kali bagian dari sajian buat patung-patung itu
sedikit, akan diambilkan dari sajian-sajian untuk Allah Swt dan tidak untuk
sebaliknya.Mereka mengatakan,Tuhan adalah Zat yang tidak membutuhkan,
sedang patung-patung ini sangat membutuhkan.
Setelah turunnya syariat

Islam, shodaqoh yang

berlatarbelakang

kemusyrikan dikalangan bangsa Arab Jahiliyah tersebut diubah menjadi zakat,
yang merupakan salah satu rukun Islam dan wajib ditunaikan bagi setiap
muslim. Disamping menjadi ibadah wajib bagi tiap individu muslim, zakat
juga merupakan ibadah yang bersifat sosial kemasyarakatan atau disebut
sebagai ibadah maaliyah ijtima’iyah.
Pada saat Nabi Muhammad SAW masih di Makkah hingga hingga tahun
pertama setelah Hijriyah, kewajiban yang menyangkut harta kekayaan kaum
muslimin adalah shodaqoh yang belum ditentukan batas-batasnya seperti
dalam kewajiban zakat.Shodaqoh diperuntukkan bagi fakir miskin, anak-anak

7

yatim dan orang-orang yang memerlukan bantuan atas dasar kerelaan hati
pemberi shodaqoh.4
Zakat baru disyari’atkan secara terperinci setelah nabi Muhammad SAW
berhijrah kemadinah, yaitu pada tahun II Hijriyah. Diaturlah ketentuan
macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, berapa kadar zakat
yang wajib dibayarkan dan nbagaimana zakat harus dibagikan.
Setelah zakat disyari’atkan secara terperinci, pelaksanaanya masih
diserahkan kepada kesadaran para wajib zakat sendiri selama beberapa waktu
lamanya. Tidak ada petugas Negara yang melakukan pemungutan zakat.
Petugas untuk memungut zakat baru diadakan pada tahun IX hijriyah, yaitu
ketika nabi Muhammad SAW mengutus para petugasnya kedaerah-daerah
pedalaman jazirah arabiyah, termasuk Yaman.
C. Dasar Hukum dan Ketentun Kadar Zakat Mall dalam Wacana Klasik
1. Zakat Nuqud
Para fuqaha sepakat bahwa nuqud wajib dikeluarkan zakatnya, baik
nuqud yang berupa potongan, yang diacak, yang berbentuk bejana, maupun
perhiasan. Alasan pewajiban zakat dalam harta ini adalah dari dalil-dalil alqur’an, sunnah, dan ijma’ yang telah dikemukakan diatas, yakni dalil-dalil
mengenai kewajiban zakat secara mutlak.
Zakat emas, nisabnya 20 mitsqal = 20 dinar syar’I = 89,1428 gram (atau
bulatnya: 89 gram) emas murni. Zakatnya 1/40 (2,5%)-nya, dibayar pada akhir
tahum terhitung sejak genapnya senisab.
Dalil nisab ini adalah sabda Rasulullah SAW :
“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai
memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul,
maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal
itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu
Daud, Tirmidzi)5
4IIbid,…. hlm 5
5 https://muslim.or.id/367-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat-mal.html
17.9.2017

8

Dengan demikian, jika seseorang memiliki 200 dirham dan telah mencapai
masa haul, zakat yang wajib dikeluarkan darinya adalah 5 dirham, sedangkan
jika dia memiliki 20 mitsqal, zakat yang wajib dikeluarkan darinya ialah 0,5
dirham (mitsqal) .
Dalil yang lain ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri,
yang atinya: “kurma yang kurang dari 5 watsaq tidak ada (kewajiban) sedekah
(zakat). Wariq (perak) yang kurang dari 5 uqiyah tidak ada (kewajiban)
sedekah (zakat).6
Nisab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gr, sebagaimana
hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104
dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.
2. Zakat Barang Tambang dan Temuan
Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh para fuqaha, yakni makna
barang tambang (ma’din), barang temuan (rikaz, atau harta simpanan), jenisjenis barang tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan kadar-kadar zakat
untuk setiap barang tambang dan temuan.
Menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah baranag temuan itu
sendiri, sedangkan menurut jumhur, keduanya berbeda. Barang tambang
menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah emas dan perak sedangkan
menurut mazhab Hanafi, barang tambang ialah setiap barang yang di cetak
dengan menggunakan api. Adapun mazhab Hanabali berpendapat bahwa yang
dimaksud barang tambang adalah semua jenis barang tambang, baik yang
berbentuk padat maupun cair.
Zakat yang mesti dikeluarkan dari barang tambang, menurut mazhab
Hanafi dan Maliki ialah seperlima (khumus), sedangkan mazhab Syafi’i dan
Hanbali sebanyak seperempat puluh. Mengenai zakat yang mesti dikeluarkan
dari rikaz (barang temuan), semua ulama berpendapat bahwa zakatnya
seperlima (khumus).
Perbedaan dan persamaan diatas akan bisa terlihat dalam rincian berikut.
Perbedaan dan persamaan pendapat ini lahir, mengingat bahwa harta yang
wajib dikeluarkan dalam barang tambang dinamakan zakat oleh jumhur
6 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat,….hlm 28

9

ulama, sedangkan mazhab Hanafi menamakannya sebagai ghanimah. Dalam
rikaz. Menurut jumhur, kewajiban harta tersebut dijadikan ghanimah yang
dialokasikan untuk kepenentingan umum sedang menurut mazhab Syafi’i,
kewajiban rikaz diberikan kepada mustahiq zakat.
Semua ulama mazhab sepakat bahwa nisab menjadi syarat dalam barang
tambang. Tetapi nisab tidak menjadi syarat dalam rikaz, demikian menurut
jumhur. Berbeda dengan mazhab Syafi’i, menurutnya, nisab menjadi syarat
dalam zakat rikaz.7
3. Nisab binatang ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu
syarat lagi, yaitu binatangnya lebih sering digembalakan di padang rumput
yang mubah daripada dicarikan makanan.
“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40
ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)
Sedangkan ukuran nisab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai
berikut:
a. Onta
Nisab onta adalah 5 ekor.
5–9

: 1 ekor kambing

10 – 14

: 2 ekor kambing

15 – 19

: 3 ekor kambing

20 – 24

: 4 ekor kambing

25 – 35

: 1 ekor anak unta betina (berumur 1 tahun lebih)

36 – 45

: 1 ekor anak unta betina (berumur 2 tahun lebih)

46 – 60

: 1 ekor anak unta betina (berumur 3 tahun lebih)

61 – 75

: 1 ekor anak unta betina (berumur 4 tahun lebih)

76 – 90

: 2 ekor anak unta betina (berumur 2 tahun lebih)

91 – 120

: 2 ekor anak unta betina (berumur 3 tahun lebih)

b. Sapi
Nisab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada
zakatnya.
7Ibid,…. Hlm 30

10

30 – 39

: 1 ekor anak sapi jantan atau betina berumur 1 tahun

40 – 59

: 1 ekor anak sapi betina berumur 2 tahun

60 – 69

: 2 ekor anak sapi jantan atau betina berumur 1 tahun

70 – 79

: 2 ekor anak sapi betina berumur 2 tahun dan 1 ekor anak

sapi jantan umur 1 tahun
c. Kambing
Nisab kambing adalah 40 ekor.
40 – 120

: 1 ekor kambing

121 – 200

: 2 ekor kambing

201 – 300

: 3 ekor kambing

Setiap bertambah 100 ekor 1 ekor kambing
4. Nisab Hasil Pertanian
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan
dasar firman Allah SWT, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)
Adapun nisabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Menurut kesepakatan ulama 1 wasaq setara dengan 60 sha’. Sedangkan 1
sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian menurut takaaran Lajnah
Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan
Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan ketentuan resmi yang
berlaku di Saudi Arabia, maka nisab zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3
kg = 900 kg.

11

Sedangkan menurut pengarang kitab Subulus Salam, 1 wasaq = 60 sha’, 1
sha’ = 2,176 kg; sehingga 5 wasaq dapat diterjemahkan menjadi 300 (60
sha’x5) x 2,176 kg = 6,528 kwintal, dapat dibulatkan menjadi 6,53 kwintal.8
Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan
cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya
sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan),
maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10);
dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh
(1/20).” (HR. Muslim 2/673)9

BAB III
PENUTUP
8 Ibid,…. Hlm 63
9 https://muslim.or.id/367-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat-mal.html
17.9.2017

12

A. Kesimpulan
1. Ketentuan Harta yang Wajib Dizakati
a. Pemilikan yang Pasti, Halal dan Baik
b. Mencapai Nisab
c. Jumlah Senisab Itu Mencapai Haul
d. Hartanya

Berkembang

Karena

Didayagunakan

atau

Berpotensi

Berkembang
e. Bersih dari Hutang
2. Maal Zakawi dalam Wacana Klasik
Sebenarnya zakat telah dikenal pada masa Nabi Musa as, jauh sebelum
Islam disyariatkan pada Nabi Muhammad SAW.Namun, zakat hanya
dikenakan pada kekayaan berupa ternak seperti sapi, kambing dan unta.Zakat
yang wajib dikeluarkan adalah 10% dari nisab yang ditentukan.
Zakat baru disyari’atkan secara terperinci setelah nabi Muhammad
SAW berhijrah kemadinah, yaitu pada tahun II Hijriyah. Diaturlah ketentuan
macam-macam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, berapa kadar zakat
yang wajib dibayarkan dan nbagaimana zakat harus dibagikan.
3. Dasar Hukum dan Ketentun Kadar Zakat Mall dalam Wacana Klasik
a. Zakat Nuqud
b. Zakat barang tambang dan temuan
c. Zakat binatang ternak
d. Zakat hasil pertanian
B. Saran
Setelah mempelajari seputar zakat maal dalam wacana klasik diatas,
penulis berharap pembaca mampu meamahmi dan mendalami maal zakawi
dalam wacana klasik. Biarpun kita hidup di zaman kontemporer seperti saat
ini, namun mempelajari wacana klasik tetap sangat dibutuhkan, karena yang

13

menjadi acuan perhitungan zakat masa ini adalah perhitungan zakat masa
klasik.

DAFTAR PUSTAKA

14

Abdul Ghafur Anshori, Hukum dan Pemberdayaan Zakat, Yogyakarta : Pilar
Media, 2006
Syauqi Ismail Sahhatih, Penerapan Zakat dalam Bisnis Modern, Bandung : CV.
Pustaka setia, 2007
https://muslim.or.id/367-syarat-wajib-dan-cara-mengeluarkan-zakat-mal.html 17.9.2017

15