this PDF file IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KREATIF LAPANGAN DI KOTA PALU | Fitrah | Katalogis 1 PB

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN PEDAGANG KREATIF
LAPANGAN DI KOTA PALU
Fitrah1, Hasbullah dan Nawawi Natsir2
1

Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjan Universitas Tadulako
2
Dosen Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjan Universitas Tadulako

Abstract
This study aims to find out how the Implementation of Policy in the Regulation of Creative
Field Traders at the Office of Police Unit of Pamong Praja City of Palu. The data used in this
study is the primary data obtained by observation data and in-depth interviews. The method used
in this study is a qualitative method with the determination of informants using purposive
techniques. The research technique using interactive model. Based on the four indicators of
research, namely Communication, Resource, Disposition, Organizational Structure, showing in the
implementation of Policy Implementation In the Regulation of Creative Field Traders At the Office
of Police Unit of Pamong Praja City of Palu, has not run maximally, where indicator of
communication and resources has not run As it should, because the socialization has not run in
accordance with expectations where there is still no good communication between Satpol PP with
policy goals, in the form of socialization routinely and information provided. As well as constraints

from the aspect of existing equipment resources in the indicator Resources can be concluded not
yet sufficient where the volume number of Satpol PP officers is inversely proportional to the means
owned. The other two indicators have been running in accordance with the expectations for the
attitude disposition aspect taken by Satpol PP has been in accordance with the steps to be taken
and the bureaucratic structure indicator that has two aspects of both the SOP and the division of
authority has been implemented properly.
Keywords: Policy Implementation, Field Creative Merchants
Persoalan Pedagang Kreatif Lapangan
(PKL) banyak menimbulkan masalah-masalah
baru seperti kemacetan yang diakibatkan oleh
lapak-lapak dan para pembeli. Kemudian
dengan makin marak dan bertambahnya
Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) yang
kian bermunculan yang menjadi penyebab
kemacetan dan merusak keindahan kota, selain
itu juga parkir kendaraan para pembeli yang
tidak teratur membuat ketertiban lalu lintas
menjadi
terganggu.
Seperti

pedagang
makanan, pedagang pakaian, buah dengan
menggunakan mobil maupun pedagang buah
yang memaikai lapak, dan pedagang es.
Belum lagi masalah limbah atau sampah yang
mereka tingalkan selesai berjualan dan
berbagai persoalan lain yang ditimbulkan oleh
Pedagang Kreatif Lapangan, misalnya
kemacetan, banjir, ketertiban, keamanan dan

kurangnya kenyamanan bagi masyarakat
penguna ruang publik.
Untuk mengatur masalah tersebut
dikeluarkanya Permendagri Nomor 41 tahun
2012 bahwa Pedagang Kreatif Lapangan
(PKL) adalah pelaku usaha yang melakukan
usaha perdagangan dengan mengunakan
sarana usaha bergerak atau tidak bergerak,
mengunakan prasarana kota, fasilitas, lahan
dan bangunan milik pemerintah. dalam

ketentuan umum pasal 1 ayat (6) mengatakan
bahwa: Pedagang Kretif Lapangan (PKL)
adalah mereka yang didalam usahanya
menggunakan sarana atau perlengkapan yang
mudah dibongkar pasang serta tidak
mempergunakan
tempat-tempat
untuk
kepentingan umum yang bukan diperuntukan
bagi tempat usaha, atau tempat lainya yang
bukan miliknya. Sehingga pemerintah Kota
Palu megelurkan
suatu peraturan daerah
55

56 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017 hlm 55-65

(Perda) Kota Palu Nomor 03 Tahun 2012
tentang penertiban dan pembinaan Pedagang
Kretif Lapangan (PKL) yang didata sesuai

dengan defenisi Pedagang Kreatif Lapangan
(PKL) agar para pedagang dapat tertata dengan
baik dan menjadikan kota palu lebih indah dari
pada sebelumnya. Tetapi dalam kenyataanya
yang kita lihat di Kota Palu, masih banyak kita
jumpai
lapak-lapak
Pedagang
Kreatif
Lapangan (PKL) memakai lahan taman Publik
dan trotoar Jalan untuk membuka lapak jualan
mereka
sehingga
membuat
kebijakan
pemerinta tidak dapat berjalan sesuai dengan
keiginanya.
Dari kebijakan diatas, dilihat dari sisilain
menghasilkan dampak yang positif untuk
keindahan kota, kebersihan dan mengurangi

kemacetan lalulintas sehingga menjadikan
masyarakat kota palu menjadi terasa lebih
nyaman, tetapi dari seiring berjalanya waktu
kebijakan pemerintah ini mulai di sepelehkan
oleh para Pedagang Kreatif Lapangan (PKL),
kebijakan pemerintah terkait ini tidak memberi
jerah kepada pelaku Pedagang Kreatif
Lapanagan (PKL) yang masih saja membuka
lapaknya di tempat yang semestinya menjadi
ruang publik dan dibagian badan jalan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
judul “Implementasi Kebijakan Penertiban
Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu”.
METODE
Tipe Penelitian yang di gunakan dalam
meneliti adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Menurut Danzin dan Lincoln dalam (Moleong
2006:5) mengatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan

latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagi metode yang ada.
Lokasi penelitian yang ditetapkan oleh
peneliti yakni pada Kantor Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Palu. Karena dianggap
relevan dengan objek penelitian serta sesuai

ISSN: 2302-2019

dengan judul kajian penulis yang penulis
ajukan.
Waktu yang digunakan peneliti untuk
menyelesaikan
pelaksanaan
kegiatan
penelitian, sedianya dalam waktu minimal
salama 3 (Tiga) bulan. Dalam waktu tersebut
peneliti melakukan pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan penulisan

tesis.
Jenis data yang di gunakan dalam
penelitian ini secara umum di klasifikasikan
atas dua jenis, yaitu:
Data primer merupakan data empirik
yang diperoleh dari lapangan atau data yang
diperoleh langsung dari responden.Data
skunder merupakan data yang di peroleh dari
Arsip atau laporan-laporan berkala, atau
informasi yang berasal dari referensi yang
berkaitan dengan objek penelitian.Dalam
penelitian ini, prosedur penentuan informan
dilakukan dengan cara Pruposive.
Teknik pengumpulan data mempunyai
peran yang penting, Karena menyangkut valid
Atau tidaknya data yang di kumpulkan.
1. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan
Observasi atau pengamatan di gunakan bila
penelitian

berkenaan
dengan
perilaku
Manusia, proses kerja, Gejala-gejala alam dan
bila responden yang di amati tidak terlalu
besar.Menurut Nasution (1988), Dalam
Sugiono, (2010:226) menjelaskan Bahwa:
„‟Observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Para ilmumuan hanya dapat
berkerja berdasarkan data, yaitu gakta mngenai
dunia kenyataan yang di peroleh melalui
observasi.
2. Wawancara
Wancara mendalam adalah suatu teknik
penggumpulan informasi dengan eknik
bertanya bebas, tetapi berdasarkan suatu
pedoman (sesuai dengan ruang lingkup
penelitian) guna mendapat informasi yang
dibutuhkan. Wawancara mendalam ini dengan
mempergunakan pedoman wawancara tidak

berstruktur dimaksudkan untuk memperoleh

Fitrah, dkk. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu......................................... 57

informasi sebanyak mungkin
permasalahan yang diamati.

mengenai

3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini di
gunakan untuk memperoleh Informasi yang
yang berkaitan dengan fokus penelitian dari
berbagai sumber Dokumen yang tersedia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator Komunikasi
Dalam pelaksanaan penertiban PKL di
Kota Palu dilakukan dengan pembagian 3
Zona; Merah, Kuning dan Hijau, zona merah
berarti kawasan tertib PKL sepert jalan

protokol dan kawasan sekitaran jalan bandara,
zona kuning berarti zona tersebut dapat
berjualan namun pada jam-jam tertentu seperti
kawasan pantai Kota Palu dan yang terakhir
zona hijau yang berarti dapat berjualan seperti
di dalam Pasar.
Menanggapi hal tersebut, Satpol PP
Kota Palu sebenarnya telah melakukan
beberapa kali penertiban namun hal demikian
belum efektif dikarenakan faktor keterbatasan
komunikasi yang diberikaan kepada PKL dan
kendala PKL itu sendiri yang tidak
mengindahkan pengaturan tersebut.
Pendapat itu, dari hasil penelitian yang
dilakukan penulis dan didukung dengan data
yang didapatkan, penyampaian komunikasi/
informasi kepada anggotanya yang dilakukan
di Kantor Satpol PP dalam rangka penertiban
PKL sudah dilaksanakan melalui beberapa
rapat koordinasi dalam kurun waktu tertentu,

namun
penulis menilai masih kurang
maksimal berdasarkan fakta empiris yang
penulis dapatkan tentang hal demikian
disebabkan informasi yang dimiliki Satpol PP
sendiri masih terbatas terkait kawasan tertib
PKL di Kota Palu dan kawasan yang
diizinkan, sehingga pihak satpol PP dalam
melakukan penertiban harus menunggu edaran
pemerintah dan laporan masyarakat terhadap
kawasan yang harus ditertibkan atau diatur.

Fakta yang penulis dapatkan berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu Kepala
Bidang Penegakkan Perundang-Undagan
Daerah Pada Satuan Polisi Pamong praja Kota
Palu yang menyatakan bahwa:
“Dalam mengatur PKL yang ada di Kota
Palu, sebelumnya kami melakukan koordinasi
dan sosialisasi terhadap anggota kami, tetapi
kendala kami dimana pemerintah terkait
belum menentukan area legal secara spesifik
dalam berjualan dan area larangan
berjualan. Sehingga menyulitkan pihak kami
(Satuan polisi pamong praja) dalam
menentukan
kemana
lokasi
tujuan
mensosialisasikan perda tersebut oleh
anggota yang kami miliki. Selama ini rapat
dan sosialisasi yang akan dilakukan Satpol
PP dalam penpertiban PKL menunggu
laporan dari masyarakat atau kelompok
masyarakat yang merasa terganggu dengan
kehadiran pedagang kreatif lapangan di area
tertentu. Kemudian kendala yang kami miliki
juga kami tidak mengetahui siapa yang
memberikan izin kepada
PKL yang
berjaualan di Area jalan protokol. .(hasil
wawancara dengan bapak Trisno Yunianto
Dp,S.H,M.H, Pada Hari Jumat 30 September
2016).
Berdasarkan
pendapat
di
atas
keterbatasan komunikasi berupa informasi
yang dimiliki oleh Satpol PP dapat
berimplikasi
terhadap
keberhasilan
implementasi kebijakan penertiban PKL di
Kota Palu, terutama dari segi pencegahan/
prefentif. Kurangnya pencegahan yang
dilakukan oleh instansi tersebut dikarenakan
kendala di atas akanberdampak kebijakan
tersebut hanya mengatasi dari segi represif
saja,
artinya
implementasi
kebijakan
penertiban PKL hanya akan mengatasi
masalah sementara, sedangkan akar rumput
permasalahan tidak akan terselesaikan.
Senada dengan dampak kurangnya
informasi komunikasi yang dimiliki Satpol PP
sehingga
berimplikasi
pula
terhadap
kurangnya sosialisasi yang diterima oleh
pedagang kreatif lapangan (PKL yang telah

58 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017 hlm 55-65

lama atau PKL yang baru memulai usahanya),
berakibat ketidaktahuan sasaran kebijakan
terhadap pelanggaran yang mereka lakukan,
sangsi yang harus mereka terima dan relokasi
yang seharusnya mereka dapatkan.
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dikatakan pentingnya kominikasi antara
pihak pengatur kebijakan dan pihak yang di
atur.
Karena
berdasarkan
pengamatan
(Observasi) penulis di lapangan, pasca terjadi
penertiban dan pengaturan, dalam kurun waktu
beberapa bulan saja hal tersebut akan terulang
kembali, karna ketidaktahuan dan kurangnya
komunikasi Pol.PP kepada Pedagang Kreatif
lapangan terutama yang baru memulai
usahanya untuk berjualan di kawasan tertib
PKL seperti dikawasan jalan pasar Impres,
cimpedak, Manonda, serta kawasan ruang
publik lainnya.
Dalam
meminimalisir
beberapa
kekurangan tersebut, pihak Pol.PP beberapa
hari sebelum penertiban kawasan tertib PKL
sebenarnya telah memberikan surat edaran
kepada pihak terkait yang berisi waktu
pelaksanaan
penertiban
serta
telah
berkomunikasi kepada para PKL di area yang
menjadi laporan dari masyarakat namun
memang menurut hemat penulis langkah
tersebut hanya berupa langkah represif saja
karena menunggu laporan dari pihak yang
merasa terganggu.
Pendapat penulis di atas merupakan hasil
wawancara dari salah satu pegawai yang ada
di kantor Satuan Polisi Pamong praja yang
menyatakan sebagai berikut:
“Sebelum
melakukann
penertibandan
penertiban kepada para PKL, sebelumnya
kami memberikan surat edaran yang berisi
jangka waktu PKL dalam menertibkan lapak
atau jualan yang menganggu hak masyarakat
disekitar jalan. Kemudian kami juga
memberikan edaran yang memuat waktu
pelaksanaan penertiban PKL baik secara
paksa maupun sukarela dari PKL itu sendiri,
memang ada beberapa PKL yang telah
mengetahui hal tersebut tetapi tidak
mengindahkannya.(Hasil wawancara dengan

ISSN: 2302-2019

Trisno Yunianto Dp,S.H,M.H, Pada Hari
Jumat 30 September 2016)”
Dari pendapat di atas pemberian
informasi dan Sosialisasi perlu diberi ke atas
maupun ke bawah terhadap individu-individu
dan tingkah lakunya.Di mana setiap individu
harus memiliki pemahaman dalam suatu
tujuan kebijakan tersebut.Sehingga individu
tadi dapat membantu menciptakan lingkungan
dan maksud dari suatu kebijakan yang diterima
dan dilaksanakan.
Memahami
pentingnya
pemberian
sosialisasi dalam bukunya yang berjudul
“sosialisasi dalam kebijakan pemerintahan”
mengemukakan
pendapatnya
mengenai
sosialisasi sebagai berikut:“Sosialisasi adalah
suatu proses di mana seorang anak belajar
menjadi seorang anggota yang berpartisipasi
dalam masyarakat”
Pada sisi komunikasi ini, penulis
beranggapan ada peluang yang dapat
dimanfaatkan yaitu pemanfaatan komunikasi
berupa koordinasi secara intens yang harus
dilakukan oleh pihak steck holder terkait, baik
itu pemerintah daerah dalam hal ini dapat
menentukan kawasan-kawasan tertib PKL dan
kawasan relokasi secara spesifik, pemerintah
kecamatan, dan para anggota satpol PP serta
sasaran kebijakan atau PKL itu sendiri dalam
hal mensosialisasikan pengaturan PKL.
Dimana pada pasal 6 huruf e dan f Perda tata
organisasi Satpol PP menyatakan bahwa
pentingnya melakukan koordinasi oleh satuan
satpol PP dengan pihak pemerintah dan
pentingnya pengawasan yang harus dilakukan
kepada sasaran kebijakan.
Pemanfaatan Teknologi komunikasi dari
stockholder juga merupakan hal yang sangat
penting alangkah baiknya apabila pihak terkait
dapat memanfaatkan teknologi dengan
melakukan pemetaan dan pembagian zona di
seluruh kawasan dan jalan yang ada di Kota
Palu. Artinya, apabila teknologi komunikasi
ini dimanfaatkan dengan baik dan optimal,
tidak menutup kemungkinan komunikasi dapat
berjalan dua arah dari masyarakat ke pihak
pemerintah dalam mengontrol masalah

Fitrah, dkk. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu......................................... 59

pengaturan PKL dan dari pihak pemerintah ke
masyarakat. Sehingga dampak negatif dari
masalah yang dihasilkan oleh PKL seperti
peningkatan sampah, menggagu ketertiban
jalan umum dan mengurangi kawasan publik
dapat teratasi.
Indikator Sumber daya
Berdasarkan jumlah Satpol PP/
personil berdasarkan Data penelitian telah
memadai dan kualifikasi pendidikan adalah
merupakan hal yang sangat berpengaruh
terhadap kemampuan kerja seseorang.
Demikian pula halnya dalam rangka
peningkatan kemampuan aparatur dalam
melaksanakan tugas, karena dengan latar
belakang pendidikan yang memadai mereka
dapat menyesuaikan kecakapan dan
pengetahuan yang dimiliki dengan tugas
yang harus dilaksanakan.
Kondisi yang demikian ini walaupun
beberapa
pegawai
telah
memiliki
kualifikasi pedidikan yang baik tentu perlu
pula penambahankeahlian dari pemerintah
daerah khususnya bagi yang berpendidikan
SMA untuk mendapat pendidikan tambahan
melalui pendidikan dan pelatihan atau
kursus-kursus yang diprogramkan sehingga
diharapkan anggota satpol PP tadi dapat
menerapkannya dalam rangka penertiban
sasaran kebijakan (PKL).
Menanggapi
hal
demikian
berdasarkan wawancara yang dilakukan,
Satpol PP sebenarnya telah mendapatkan
pelatihan dan pendidikan dari pemerintah
daerah secara rutin namun masih terbatas
dikarenakan jumlah pegawai yang dimiliki.
“Di kantor ini telah beberapa kali
dilakukan pelatihan dan pendidikan oleh
pemerintah setempat namun memang kami
memiliki jumlah personil yang cukup
banyak. (Hasil wawancara dengan bapak
Moh Ridwan Karim.S.Sos,M.Si, Pada Hari
Rabu, 28 September 2016)”
Dengan demikian, dari segi sumber
daya manusia dari tingkat kualifikasi dan
jumlah personil telah memadai dimana

untuk pegawai lapangan telah memiliki
ratusan personil, hal demikian penulis
menganggap wajar dikarenakan demi
melaksanakan penertiban sejumlah perda
yang ada di kota palu tidak hanya perda
penertiban PKL. Namun dalam pemberian
pelatihan yang ada pemerintah daerah
seyogyanya dapat lebih mengkatkannya
kembali mengingat jumlah peronil satuan
polisi pamong praja di Kota Palu cukup
memadai.
Sumberdaya Peralatan
Dari hasil peneletian penulis tentang
fasilitas sumber daya yang tersedia di Kantor
satuan Pamong praja Kota Palu yang dimaksud
dengan sumber daya peralatan yaitu sumber
daya yang berupa fasilitas fisik pendukung
dalam mengimplentasi kebijakan penertiban
PKL seperti kendaraan oprasional dan alat
pelengkap/pendukung lainnya.
Kantor satuan Pamong Praja Kota Palu
berdasarkan data sub pembahasan sebelumnya
memiliki jumlah aparat penegak perda
sebanyak 380 Orang Pegawai, namun tidak
sebanding dengan volume kendaraan yang
tersedia, dimana fasilitas kendaraan truk roda
6 yang ada hanya 1 kendaraan saja, menurut
hemat penulis kekuranga tersebut akan
berpengaruh terhadap keberhasilan penertiban
kebijakan PKL yang ada di kawasan padat
PKL seperti Pasar dan kawasan lainnya secara
maksimal. Pendapat penuis juga didukung
berdasarkan wawancara kepada salah satu
sataf satuan polisi pamong paraja yang
menyatakan bahwa:
“Masih kurangnya kendaraan yang ada
dalam
penertiban
PKL
yang
telah
meresahkan masyarakat, biasanya kami harus
bergantian menuju ke lokasi/kawasan PKL
yang ingin ditertibkan, melihat kondisi aparat
kami yang berjumlah ratusan tentunya tidak
mencukupi dengan volume kedaraan.(Hasil
wawancara dengan Bapak Anwar, pada hari
senin, 10 Oktober 2016)”
Sarana penunjang yang dimiliki Kantor
satpol PP belum sesuai apa yang diharapkan

60 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017 hlm 55-65

dan masih ada beberapa yang harus
ditambahkan serta ditingkatkan jumlah dan
kualitasnya, diantaranya sarana kendaraan
serta beberapa alat penunjang lainnya seperti
kendaraan oprasional mengingat polisi
pamong praja juga melaksanakan penertiban
perda lainnya bukan hanya perda penertiban
PKL sehingga dapat dikatakan belum
sepenuhnya tercapai sesuai apa yang
diharapkan.
Dari hasil wawancara mengenai sumber
daya peralatan yang dimilki dalam penertiban
PKL, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
sumber daya ini belum cukup baik atau belum
memadai untuk volume pekerjaan yang cukup
intens dan jumlah aparat pamong praja yang
begitu banyak, serta mengingat tugas polisi
pamong praja tidak hanya mengatur jalannya 1
perda saja tetapi ada sejumlah perda yang
harus diwujudkan, harus memiliki kendaraan
oprasional dan fasilitas lainnya.
Disposisi (Sikap Pelaksana)

Dalam penelitian ini penulis akan
menilai sikap yang dimiliki, dimana Disposisi
adalah watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor. Apabila implementor
memiliki disposisi yang baik, maka
implementor tersebut dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Sikap dari
pelaksana kadangkala menyebabkan masalah
apabila sikap atau cara pandangnya berbeda
dengan pembuat kebijakan.
Pembentukan
karakter
secara
komprehensip melalui kebijakan disposisi
yang baikakan mampu menciptakan semangat
kerja yang tinggi dan mampu mendongkrak
kinerja suatu badan yang dinamis dan lebih
maju. Kebijakan disposisi yang baik dan benar
memiliki macam-macam pendapat diantaranya
benar sesuai komitmen atau peraturan yang
belaku. Penegakannya sangat bergantung pada
kebijakan yang di tempuh oleh unsur
pemimpin di khususnya di sini yaitu kepala
satuan polisi pamong praja.

ISSN: 2302-2019

Untuk mendapatkan gambaran tentang
kemampuan pemimpin memberi disposisi
sesuai aturan yang berlaku, dapat di lihat
sebagai berikut:
“Sikap pelaksana yang dibentuk di kantor ini
sudah baik dan dalam hal penertiban sama
sekali tidak membeda-bedakan suku agama
atau ras, itu yang membuat kelancaran
pelaksanaan dan juga selalu mengontrol para
pegawainya ”. (Hasil wawancara dengan ibu
Hj.Mardiana Ishak, Pada hari Rabu, 05
Oktober 2016)”
Pernyataan ini sama dengan Informan
lainnya yang mengatakan bahwa:
“Komitmen kami disini sangat baik, dalam
menjalankan tugasnya, selalu memperhatikan
peraturan yang telah ada, begitu pun dalam
penertiban PKL”. (Hasil wawancara dengan
bapak Trisno Yunianto Dp,S.H,M.H Pada
Hari Jumat, 30 September 2016).
Hal ini merupakan suatu keberhasilan
Satuan Polisi Pamong Praja dalam penertiban
PKL, disposisi yang baik yang sesuai dengan
aturan yang ada serta ditunjang dari
pengawasan akan menghasilkan nilai yang
baik, sehingga dapat memperlancar suatu
kebijakan yang tengah diimplementasiakan.
Implementasi kebijakan dalam memberi
disposisi di Satpol PP tidak bertentangan
dengan aturan yang berlaku, setiap personil
dalam penertiban pada sasarana kebijakan
memperlihatkan kesungguhan dan bekerja
dengan aturan yang berlaku, serta adanya
dukungan pengawasan dari kepala Satpol PP,
komitmen dalam pelaksanaan kebijakan juga
berjalan dengan sesuai aturan awal yang telah
berlaku.
Hal ini semakin memperjelas bahwa
kebijakan disposisi yang memiliki komitmen
baik dan benar dapat mengakomodir semua
kepentingan unsur-unsur terkait, maka
kebijakan tersebut akan dapat diterima dan
memberi kepuasan kerja pegawai dan sudah
tentu dapat meningkatkan kinerja personil
sebagaimana yang di harapkan.
Berkaitan
dengan
hal
tersebut,
berdasarkan penelitian di lapangan dalam

Fitrah, dkk. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu......................................... 61

pelaksanaan penertiban PKL liar satuan sudah
melakukan dengan cara-cara persuasif dan
berkomitmen, namun memang masih ada
ditemukannya cara-cara yang tidak sesuai oleh
beberapa oknum aparat penegak perda ini,
dimana dalam tahap penertiban ada beberapa
pedagang yang merasa hak-hak mereka tidak
ditepati oleh petugas seperti meminta waktu
dan meminta kejelasan dan kebijaksanaan.
Namun hal itu dikarenakan ulah
pedagang sendiri yang beberapa kali telah
diperingati dan tidak mengindahkan peringatan
tersebut bahkan bertahan dan tetab melakukan
pelanggaran dan berjualan kembali di area
yang telah dinyatakan sebagai kawasan
tertib.pendapat tersebut berdasarkan beberapa
hasil wawancara dari salah satu pedagang yang
pernah mengalami hal demikian, yaitu sebagai
berikut:
“Dari yang pernah saya alami, ada petugas
satpol PP (oknum-oknum), yang tidak
bertanggung jawab.Kenapa saya katakana
demikian,
mereka
tidak
memberikan
kesempatan kepada
saya
pada saat
penertiban yang dilakukan baik berunding.
Padahal saya tidak mengetahui atau
sebelumnya melihat surat edaran yang
diberikan, dan apa solusi yang harus saya
terima sehingga beberapa dari kami merasa
kehilangan mata
pencaharian dengan
langsung menyita barang yang kami miliki ”.
(Hasil wawancara dengan Hj. Hasna, Pada
tanggal 19 November 2016)
Dalam hal pelaksanaan penertiban perda
tersebut sebenarnya telah diberikan muatan
standar, langkah-langkah yang harus dilakukan
dimana menurut penulis langkah dan sikap
yang digunakan oleh satuan Pol PP telah
sesuai dengan aturan yang ada, apabila sikap
represif demikian tidak digunakan maka tidak
terjadi efek jerah terhadap PKL liar yang
selalu tetap bertahan.
Menurut Kepala Bidang PerundangUndangan Daerah Pada Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palu, menyatakan bahwa:
“Semua satuan kami, bekerja sesuai dengan
apa yang menjadi kemampuan dan tanggung

jawab mereka masing-masing kemudian
sesuai aturan yang telah berlaku atau standar
yang berlaku, semuanya sudah diatur dengan
baik oleh Kepala Satuan, begitu pun dalam
hal pelaaksanaan penertiban, itu dikarenakan
sebelum melakukan kegiatan biasanya kami
melakukan rapat dengan muatan bagaimana
yang harus kami lakukan.namun dilapangan
masih saja ada kendala-kendala yang
dilakukan oleh PKL itu sendiri ”. (Hasil
Wawancara dengan bapak Trisno Yunianto
Dp,SH,MH Pada Hari Jumat, 30 September
2016).

Demikian dalam mengimplementasikan
atau menerapkan standar yang telah berlaku
Satuan Polisi Pamong Praja mengalami
kendala dimana pedagang yang telah
ditertibkan sebelumnya, terkadang hanya tertib
pada saat pelaksanaan pengaturan/penertiban
dan pasca penertiban atau beberapa waktu
setelah hal demikian dilakukan, para PKL
kembali berjualan di area yang telah di
laporkan mengganggu hak-hak masyarakat.
Pendapat tersebut berdasarkan pendapat dari
bapak Indra Jaya selaku Staf pada Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Palu, sebagai
berikut:
“Sikap ini kami gunakan, disebabkan karena
biasanya PKL liar sendiri yang tidak mau
dan tidak mau tahu tentang pengarahan yang
kami berikan dan ada beberapa PKL yang
pernah kami tertibkan adalah para PKL yang
sama yang pernah kami tertibkan sebelumnya
bahkan ketika dilakukan pengaturan mereka
bersikukuh dan bertahan pada lokasi tersebut
dengan menyerang petugas kejadian ini
terjadi beberapa kali di area jalan
pasar.(Hasil wawancara dengan bapak Indra
Jaya, pada hari Senin, 10 Oktober 2016)”
Dengan demikian, menurut penulis salah
satu sikap yang harus dilakukan adalah terus
memberikan penanaman pertanggungjawaban
kepada anggota maupun instansinya tentang
semua kegiatan dan keberlangsungan kegiatan
tersebut di Kota Palu serta langkah langkah
persuasif penting untuk selalu dilakukan

62 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017 hlm 55-65

seperti pendekatan terhadap PKL secara rutin
dan berkelanjutan sehigga berimplikasi
terhadap efektinya perda tersebut. Langkahlangkah demikian berdasarkan observasi
penulis telah dilakukan oleh Satuan Polisi
Pamong Praja dengan membangun Pos-pos
satpol PP di Area Pasar dan menempatkan
beberapa personilnya sampai waktu atau
keadaan dianggap cukup kondusif.
Struktur Birokrasi
SOP merupakan suatu alat organisasi
untuk menjabarkan bagaimana penangan
dalam mengatasi masalah penertiban PKL ke
dalam terminologi operasional sehingga semua
orang yang terlibat dalam permasalahan
tersebut akan terikat dalam suatu sistem, baik
PKL dansatpol PP, akan bertanggung jawab
dalam melaksanakan tugas dan perannya
masing-masing.
Untuk mengetahui sejauh mana stuktur
birokrasi yang dibentuk dan telah dijalankan
sesuai dengan SOP yang berlaku oleh Satuan
Polisi Pamong Praja dalam hal penertiban
Perda Pedagang Kreatif Lapangan, maka
peneliti melakukan wawancara antara lain
kepada kepala SatPOL PP, yang mengatakan
bahwa :
“Untuk tidak bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku
kami membentuk dan
membekalisatuan kerja anggota kami dengan
berlandaskan SOP yang ada yang kami
sampaikan pada saat rapat koordinasi,
begitupun dengan pelatihan yang kami
berikan di lapangan dalam mengatasi suatu
permasalahan denga cara-cara persuasif”.
(Hasil wawancara dengan ibu Hj.Mardiana
Ishak, Pada hari Rabu, 05 Oktober 2016).
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palu telah
memiliki Standar Oprasional Prosedur yang
jelas yaitu berkaitan dengan tata cara tentang
pelaksanaan penertiban PKL liar yang ada di
Kota Palu. Namun berkaitan dengan
sub.pokok pembahasan sebelumnya yaitu pada
aspek komunikasi dalam menertibkan, PKL
masih memiliki kendala seperti ketidak tahuan

ISSN: 2302-2019

lokasi tertib PKL sehingga tentunya akan
menyulitkan pihak satpol PP untuk mengatasi
masalah ini yang akan terus terulang seiring
dengan semakin maraknya pertumbuhan PKL
di Kota Palu.
SOP adalah suatu set instruksi (perintah
kerja) terperinci dan tertulis yang harus diikuti
demi
mencapai
keseragaman
dalam
menjalankan proses, prosedur ini adalah
standar yang sangat rinci dari kegiatan yang
dilakukan oleh pelaksana pada masing-masing
divisi dan jabatan dan dibuat sebagai pedoman
kerja. Bagi Satuan Pol PP memahami arti
penting keberadaan SOP bagi instansi mereka,
sangat meyakini bahwa SOP akanmemberikan
manfaat yang sangat banyak.
Adanya standar yang jelas harus
dipenuhi dan dimiliki oleh para petugas dalam
melaksanakan tugas yang diemban sehingga
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat
menjalankan tugas dapat terminimalisir.Para
sasaran kebijakan pun seyogynya tidak
kehilangan hak-hak mereka berdasarkan
Standar yang digunakan.Demikian penting
suatu SOP sehinga dapat mengurangi resikoresiko yang dapat terjadi dan merugikan suatu
orgaisasi khususnya Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Palu.Tidak hanya
komunikasi,
sumber daya, disposisi, maka struktur
birokrasi juga sangat menentukan efektifnya
pelaksanaan kebijakan tersebut.
Berdasarkan wawancara, mengenai SOP
yang digunakan dalam pengaturan/ penertiban
PKL telah sesuai dengan apa yang diharapkan,
dimana sebelum melakukan pengaturan dan
pembongkaran terhadap PKL liar yang ada
seluruh anggota Satuan Pol PP berpedoman
dengan SOP, pendapat tersebut sebagai
berikut:
“Kami selalu dibekali dengan SOP yang
diberikan oleh kantor yang ini serta pada saat
rapat kami biasanya membahas langkahlangkah dalam SOP tersebut apabila langkah
yang kami lakukan tidak sesuai dengan
rencana di lapangan”. (Hasil wawancara
dengan Bapak Anwar, pada hari senin, 10
Oktober 2016).

Fitrah, dkk. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu......................................... 63

Berdasarkan pendapat di atas penulis
menarik kesimpulan bahwa aspek ini telah
berjalan diaman Satpol PP Kota Palu dalam
mengatur PKL yang ada di kota Palu telah
memiliki standar yang jelas dan telah
melaksanakannya sesuai dengan aturan
tersebut, namun demikian berdasarkan
observasi penulis memang dalam menjalankan
SOP yang ada pada saat penertiban di
lapangan yang telah dilaporkan oleh
masyarakat, masih memiliki hambatan dan
dukungan oleh sikap Masyarakat kota palu
terhadap fenomena keberadaan PKL dapat
dibagi dalam 3 kategori, yaitu: 1) Masyarakat
yang menginginkan PKL tetap ada
dikarenakan
meraka
membutuhkannya
dikarenakan
lingkungan
sekitar
tidak
menyediakan fasilitas berjualan dan akses
berjaualan yang begitu jauh, 2) Masyarakat
yang menentang PKL atas dasar kebersihan
lingkungan 3) Masyarakat yang abstain atau
tidak mau tahu dengan dampak PKL itu
sendiri.
Oleh karena itu menurut hemat penulis
pentingnya SOP tersebut sekiranya dapat lebih
dimutakhirkan kembali tidak hanya memuat
cara-cara penanggulangan dari sasaran
kebijakan tetapi seyogyanya juga memuat
seluruh aspek yang dapat mempengaruhi
dalam penertiban PKL itu sendiri.
Fragmentasi atau Penyeberan tanggung
jawab merupakan salah satu aspek yang
penting tertuang dalam struktur birokrasi
dimana penyebaran tanggung jawab dapat
menyelesaikan permasalahan yang tidak dapat
dilakukan oleh satu birokrasi atau satu orang
saja.
Struktur birokrasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang begitu besar terhadap
implementasi kebijakan.Struktur birokrasi ini
mencakup aspek-aspek seperti struktur
organisasi, pembagian wewenang, hubungan
antar unit-unit organisasi yang ada dalam
organisasi, bersangkutan dan hubungan
organisasi dengan organisasi luar dan
sebagainya.
Hubungan
antara
sesama

pelaksana yang akan memudahkan dan
menyeragamkan tindakan dari para pelaksana
kebijakan dalam melaksanakan apa yang
menjadi bidang tugasnya.
Berdasarkan hasil penelitian stuktur
birokrasi dalam aspek pemisahan kewenangan
dalam kebijakan penertiban PKL yang ada di
Kota Palu terjadi dalam internal satuan Polisi
Pamong Praja dan antara instansi tersebut
dengan instansi lainnya.
Pada instansi Satpol PP pembagian
kewenangan telah sesuai dengan struktur yang
dimiiki, semua pegawai bekerja dengan
bidangnnya dan keahlian yang mereka miliki,
kemudian diatur dengan baik dan sesuai
aturan.
Untuk lebih mengetahui sejauh mana
fragmentasi atau penyebaran kewenangan
yang ada di Satuan Polisi Pamong Praja antara
sesama aparat khususnya dalam penangan
Perda pegaturan PKL, sebagai berikut:
“Pembagian kewenangan yang diciptakan
antara sesama personil yang ada di kantor
ini, cukup baik semua personil bekerja sama
dengan baik, berdasarkan hirarki yang ada ”.
(Hasil wawancara dengan bapak Moh
Ridwan Karim.S.Sos, M.Si, Pada Hari Rabu,
28 September 2016).
Hal ini dapat peneliti simpulkan bahwa
kebijakan penertian PKL dapat dikatakan
bahwa struktur birokrasi sudah berjalan dan
telah tertata dengan baik, semuanya sesuai
dengan pembagian kewenangan yang ada,
karena semua pegawai ditempatkan sesuai
dengan keterampilan, keahlian dan ilmu yang
dimiliki, serta mempunyai aturan yang ketat
dan didukung dengan adanya pengawasan
yang dilakukan oleh kepala satpol PP kepada
setiap anggotanya.
Sesungguhnya PKL bukanlah masalah
apabila dalam pengelolaannya dapat terukur
dan tertata dengan baik bahkan PKL sendiri
dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
Dalam Ukuran keberhasilan penanganan
PKL resmi adalah keberhasilan PKL
mengelola usaha sehingga meningkat menjadi
skala kecil.Hal ini menunjukkan kemajuan

64 e Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 10, Oktober 2017 hlm 55-65

yang semakin meningkat dari suatu
perekonomian Negara. Sedangkan PKL illegal
di sektor informal tidak melakukan usaha lagi
ditempat-tempat yang dilarang seperti di
taman, bahu jalan, dan badan jalan. Ukuran
keberhasilan dalam penanganan PKL illegal
adalah tidak berdagang lagi ditempat yang
dilarang tadi.PKL illegal tidak dihilangkan
tetapi dipindahkan ditempat yang semestinya
seperti di Pasar dan ditertibkan.
Sebenarnya
pemerintah
telah
menyediakan sarana dan prasarana yang
memadai seperti tempat berdagang yang baru
yaitu sebuah program relokasi tempat
berdagang. Tempat relokasi yang baru ini
sudah lama dibangun seperti penambahan
pasar baru talise dan pasar modern di kawasan
Palu selatan. Cuma sangat disayangkan
pembanguna tempat relokasi untuk berdagang
para pedagang kaki lima ini masih jauh dari
harapan, sehingga tidak teraturnya pedagang
lainnya karna jumlah pasar yang minim,
mahalnya biaya sewa lahan berdagang
ditempat relokasi tersebut yang cukup
membebani dan membuat pusing para
pedagang, serta posisi pasar yang tidak
strategis yang mengakibatkan enggannya PKL
untuk berpindah ke dalam pasar.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan indikator yang memuat
beberapa aspek penelitianhanya dua indikator
saja yang telah berjalan dengan baik yaitu
indikator disiposisi dan indikator struktur
birokrasi, kedua indikator lainnya yaitu
komunikasi dan sumber daya belum berjalan
sebagaimana mestinya. Indikator Komunikasi
yang memiliki aspek sosialisasi belum berjalan
sesuai dengan harapan dimana masih belum
terjalinnya komunikasi yang baik antara Satpol
PP dengan sasaran kebijakan baik berupa
sosialisasi secara rutin dan informasi yang
diberikan. Serta kendala dari aspek sumber
daya peralatan yang ada pada indikator
Sumber daya dapat disimpulkan belum

ISSN: 2302-2019

memadai dimana volume jumlah aparat satpol
PP berbanding terbalik dengan sarana yang
dimiliki. Kedua indikator lainnya telah
berjalan sesuai dengan harapan diamana untuk
aspek disposisi sikap yang diambil oleh Satpol
PP telah sesuai dengan langkah yang harus
dilakukan dan indikator struktur birokrasi yang
memiliki dua aspek baik SOP dan pembagian
kewenangan telah terlaksana sebagaimana
mestinya.
Rekomendasi
Dalam rangka usaha untuk mendorong
peningkatan yang lebih baik dalam
implementasi kebijkan penertiban PKL oleh
Satpol PP penulis menyarankan beberapa
upaya sebagai berikut:
1) Penting adanya sosialisasi yang bersifat
kontinyu dan rutin tidak hanya diberikan
kepada PKL tetapi terhadap masyarakat
yang cukup Pro terhadap keberadaan PKL
liar.
2) Perlunya peningkatan sumber daya yang
telah ada yaitu antara lain jumlah armada
yang dimiliki dimana jumlah personil
cukup memadai.
3) Yang paling penting Perlunya peran
pemerintah daerah dalam mengupayakan
relokasi tempat berjualan ketempat yang
lain yang lebih layak, aman, teratur dan
murah sehingga menciptakan suasana yang
aman dan nyaman bagi para masyarakat.
4) Serta pentingnya menjaga koordinasi yang
ada. Demikian penelitian ini, kiranya hasil
dari penelitian serta saran di atas dapat
membantu dan bermanfaat.
DAFTAR RUJUKAN
Maleong, Lexi J.2006. Metedologi Penelitian.
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Perda Kota Palu Nomor 03 Tahun 2012
tentang penertiban dan pembinaan
Pedagang Kretif Lapangan (PKL).
Permendagri Nomor 41 tahun 2012 Pedagang
Kreatif Lapangan.

Fitrah, dkk. Implementasi Kebijakan Penertiban Pedagang Kreatif Lapangan Di Kota Palu......................................... 65

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.
Widodo, 2011. Analisis Kebijakan Publik:
Konsep dan Aplikasi Analisis Proses
Kebijakan Publik .Malang: Bayu Media.
Winarno, Budi. 2005. Kebijakan public teoriteori dan Proses. Pressindo. Yogyakarta.
-----------, 2011. Kebijakan Publik, Teori,
Proses dan Studi kasus. Yogyakarta:
CAPS. Cetakan Pertama.