PERMASALAHAN PAJAK DI INDONESIA (1)

artikel tentang permasalahan pajak di Indonesia

Penulis :
Nama

: Armadianto

Semester

:4

NPM

: 09.11.01579

PERMASALAHAN PAJAK DI INDONESIA
Pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak
dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Tak bisa dipungkiri, pajak sebagai
mesin penghasil uang negara telah menjadi primadona penerimaan negara semenjak

berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama
penerimaan negara.
Namun hingga saat ini permasalahan pajak di Indonesia tidak henti-hentinya
muncul. Padahal pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga negara,
tetapi masih banyak masyarakat yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahaanperusahaan di Indonesia yang menggelapkan dan terlibat dalam kasus pajak. Hal ini dapat
menyebabkan kerugian bagi negara, padahal dengan kita membayar pajak, dapat
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Banyak contoh kasus seperti kasus penggelapan pajak Asian Agri Group. Kasus
dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group yang diperkirakan mencapai Rp1,3 triliun
sudah cukup bukti. Tapi, hingga kini penyidik pajak dan jaksa penuntut umum belum

menemukan konstruksi hukum yang tepat. Demikian dikatakan Jaksa Agung Hendarman
Supandji sebelum rapat kabinet di Kantor Kepresidenan, Dengan penggelapan pajak yang
mencapai 1,3 triliun sudah jelas merugikan negara. Mengapa pajak harus digelapkan?
padahal kita hidup, bertempat tinggal dan membangun usaha di Negara ini dan dengan
membayar pajak maka kita dapat membantu Negara kita untuk dapat maju kedepan.
Selain itu, jumlah WP terdaftar yang tercermin dalam jumlah NPWP yang
dikeluarkan oleh Ditjen Pajak selama puluhan tahun hanya mencapai sekitar 3.6 juta.
Dengan jumlah WP sebanyak itu, tax ratio pajak di Indonesia sangat kecil bila

dibandingkan dengan negara teteangga. Dari jumlah 3.6 jutapun hanya sebagian kecil
yang aktif. Dari yang aktifpun hanya sebagian kecil yang membayar pajak. Dari yang
membayar pajakpun hanya sebagian kecil yang menghitung dan melaporkan pajaknya
secara benar.
Sedikitnya tingkat kontribusi dari Pajak Penghasilan terhadap penerimaan negara
secara keseluruhan dapat dilihat dari data selama satu dasawarsa 1990-2000, dimana
pajak penghasilan hanya menyumbangkan rata-rata 23.4 persen dari seluruh penerimaan
domestik negara. Sementara, masih dari jangka waktu yang sama, sumbangan Pajak
Penghasilan terhadap GDP rata-rata hanya 4.11 persen. Di negara maju seperti Amerika,
tingkat persentasi terhadap GDP bisa mencapai 49 persen.
Ditjen pajak bertindak tegas dan menyelesaikan kasus pajak sampai tuntas.
Karena dengan penanganan yang tidak tuntas maka akan makin banyak masyarakat yang
melakukan kasus pajak. Selain dari masyarakatnya yang harus sadar, para penegak
hukum Negara juga harus bekerja sampai tuntas dan benar. Dengan kerja sama antara
masyarakat dengan pemerintah maka kasus-kasus pajak yang ada dapat dituntaskan dan
tidak akan ada lagi kasus pajak di Indonesia.
Ditjen pajak dalam iklannya mendengungkan slogan “Bayar Pajaknya, Awasi
Penggunanya”. Dalam iklan di sebutkan pajak untuk membuat jalan, jembatan,
membiayai sekolah, dan lain lain.kemudian di akhirnya ada ajakan bayar pajaknya awasi
penggunanya. Sebuah ajakan di masa kini mulai terbuka. Warga negara diminta

kewajiban membayar pajak sekaligus menunaikan haknya sebagai warga negara
mengawasi penggunaan pajak untuk pembangunan.

Coba kita simak salah satu komentar Facebook di dinding “BOIKOT PAJAK
untuk KEADILAN : “ap kata dunia….. bila golongan III A saja sudah punya beberapa
rumah mewah (mungkin di beberapa Kota), beberapa apartemen mewah, 4 rumah di
Singapura, beberapa mobil mewah, pasti Kasubienya… Kasie lebih lagi, kasuditnya
hooo…hoo… lebih banyak, direkturnya….. juga lebih lebih buaanyaaaaaaaak lagi,….
Setditjennya…. Hampir sama direktur…. Dirjennya gimana yach,… ngebayanginya,
……… walah,.. walah walah .. menterinya udah nnggak kebayang lagi…….. (ya allah
semoga ini tidak benar…. Rusak lah Negara & Pemimpinnya….)”
Moto dari gerakan ini adalah” Gerakan Pembangkangan Nasioanal Terhadap
Pengelola Negara. Tolak Pajak untuk kemewahan dan Kepentingan Pejabat”. Dari Moto
tersebut cukup jelas bahwa masyarakat sudah Sangat muak dengan tingkah polah para
petugas pajak yang dengan giatnya menagih pajak dari masyarkat namun disisi lain
banyak juga petugas pajak yang menyeleewengkan untuk kepentingan pribadi.