KETERLIBATAN UNI EROPA DALAM UPAYA PENYE

KETERLIBATAN UNI EROPA DALAM UPAYA PENYELESAIAN
KONFLIK SEPARATISME DI MOLDOVA 2003 - 2010
disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Hubungan Internasional Eropa
Dosen Pengampu:
Drs. Muhadi Sugiono, M.A
Annisa Gita Srikandini, MA.

Disusun Oleh:
Ezka Amalia

09/283366/SP/23675

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Uni Eropa, melalui Common Security and Foreign Policy dan bagian penting di
dalamnya yaitu European Defense and Security Policy, berusaha menjadi aktor yang menjaga
keamanan dunia internasional, khususnya di benua eropa sendiri. Uni Eropa ingin mempunyai

sebuah instrumen yang mampu mengelola krisis di level regional dan mempunyai kapasitas
otonom dalam mengatasi krisis dengan dibantu oleh kekuatan militer. Hal ini tidak bisa
dilepaskan dari upaya perluasan keanggotaan Uni Eropa yang saat ini telah mencapai negaranegara di Eropa Timur terutama negara-negara pecahan Uni Soviet. Bukan menjadi sebuah
rahasia bahwa hingga saat ini masih tersisa konflik yang belum terselesaikan di negara-negara
pecahan Uni Soviet dan berbatasan langsung dengan negara-negara anggota Uni Eropa. Dengan
adanya ancaman keamanan dari konflik-konflik yang belum selesai, Uni Eropa merasa perlu
untuk ikut terlibat dalam upaya penyelesaian konflik tersebut. Salah satunya adalah konflik
separatisme di Moldova.
Moldova terletak di wilayah Eropa Timur, berbatasan langsung dengan negara anggota
Uni Eropa yaitu Rumania dan bekas pecahan Uni Soviet Ukraina. Negara yang melepaskan diri
dari Uni Soviet dan kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya pada Agustus 1991 sebenarnya
telah menghadapi permasalahan separatisme sejak tahun 1989. Separatisme ini dilakukan oleh
orang-orang yang mendiami wilayah Transnistrian yang terletak di antara sungai Dniester dan
perbatasan Ukraina. Gerakan separatisme yang menamakan diri mereka Pridnestrovian
Moldavian Soviet Socialist Republic tersebut dipicu oleh kekhawatiran minoritas yang berbahasa
Rusia di Moldova yang menganggap kebijakan pemerintah Moldova menjadikan bahasa

Rumania sebagai bahasa negara sebagai langkah pemerintah Moldova untuk bergabung kembali
dengan Rumania. Dengan deklarasi kemerdekaan Moldova, gerakan separatism tersebut juga
mendeklarasikan kemerdekaan wilaya Transnistrian dengan nama Pridnestrovian Moldavian
Republic (PMR).
Konflik antara pemerintah Moldova dengan PMR bereskalasi menjadi konflik senjata
dari Maret hingga Juni 1992. Hal ini kemudian menarik perhatian dunia internasional dengan
keterlibatan tentara Rusia yang membantu PMR. Pada bulan Juli, perjanjian gencatan bersenjata
dilakukan dan membentuk pasukan perdamaian internasional masuk ke wilayah tersebut yang
kemudian mengakibatkan wilayah Transnistrian merdeka secara de facto namun tidak diakui
oleh dunia internasional. Moldova sendiri hanya mengakui Transnistria sebagai wilayah otonom
dan tetap berada di bawah pemerintahan Moldova. Meskipun telah melibatkan banyak negara
seperti Ukraina dan Rusia serta organisasi seperti Organization for Security and Cooperation in
Europe (OSCE), permasalahan tersebut belum selesai dan perundingan berada pada tahap

1

stagnan. Tahun 2003, secara resmi, Uni Eropa masuk dan berusaha ikut mencari solusi untuk
menyelesaikan konflik tersebut.
B. Rumusan Masalah
Mengapa Uni Eropa memutuskan untuk melibatkan diri dalam konflik separatisme di

Moldova?
C. Landasan Teori/Konseptual
a. Heartland Theory
Terori yang berkaitan dengan isu geopolitik ini dikemukakan oleh Sir Halford Mackinder
(1861-1947). Menurut Mackinder, setiap aksi yang dilakukan oleh negara-negara yang
berbeda saling berhubungan dan poros utama dalam konflik adalah antara land-powers
dan sea-powers.1 Menurut teori ini, “ who rules East Europe commands the Heartland,
who rules the Heartland commands the World Island, who rules the World Island
commands the World”. Meskipun merupakan teori yang sudah sangat tua, teori ini masih
bisa diaplikasikan saat ini, apalagi ketika geopolitik masih menjadi hal yang penting
dalam masalah kekuatan suatu negara.
b. Model Analisa Kebijakan Luar Negeri: Rational Choice
Menurut Graham T. Allison dalam bukunya Essence of Decision, politik luar negeri
adalah sebuah akibat dari tindakan suatu pemerintah yang berupa kesatuan, yang
dilakukan dengan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Pengambilan keputusan
dianggap sebagai hal yang dipikirkan secara logis dan dapat terkoordinasi dalam sebuah
unit analisis negara. Dalam suatu pemilihan atas pilihan alternatif yang lain, para
pembuat keputusan menggunakan pertimbangan untung dan rugi dalam mencapai hasil
dengan keuntungan paling optimal. Pertimbangan ini diasumsikan melalui alternatif
pilihan yang cukup banyak sehingga dapat memilih salah satu pilihan yang paling baik

dan dapat membawa ke tujuan yang diinginkan.
c. Regional Security Complex
1 C. Flint, Introduction to Geopolitics, Routledge, New York, 2006, hal. 18.

2

Teori yang dicetuskan oleh Barry Buzan dan Ole Waever ini berkaitan dengan security
dilemma di suatu kawasan. Menurut Buzzan dan Waever, keamanan satu negara atau
aktor di suatu kawasan tidak bisa dipisahkan dari keamanan negara atau aktor lain dan
menimbulkan interdependensi keamanan. Ada dua hal yang mendefinisikan kompleksitas
keamanan dengan dinamika yang berbeda yaitu distribusi kekuasaan di antara aktor-aktor
di suatu kawasan dan sejarah hubungan antar aktor.
D. Argumen Utama
Keterlibatan Uni Eropa dalam upaya penyelesaian konflik separatisme di Moldova
merupakan keputusan yang sangat rasional mengingat wilayah Eropa Timur hingga saat ini
masih menjadi wilayah pertarungan pengaruh antara Rusia dan Uni Eropa. Dengan terlibat dalam
upaya penyelesaian konflik tersebut, Uni Eropa akan semakin meningkatkan pengaruhnya di
Eropa Timur setelah beberapa negara Eropa Timur menjadi anggota Uni Eropa. Bahkan wilayah
Eropa Timur seringkali disebut sebagai “halaman belakang” Uni Eropa yang tentunya harus
dijaga agar negara atau pengaruh lain tidak masuk tanpa izin. Selain itu, dengan terlibat dalam

upaya penyelesaian konflik tersebut, Uni Eropa akan meningkatkan power Uni Eropa dalam hal
normative power maupun civilian power sehingga dapat mencapai tujuan sebagai aktor global
yang semakin penting peranannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konflik Separatisme di Moldova

3

Transnistria merupakan daratan sempit dengan luas 4.163

km

2

yang dipisahkan oleh

sungai Nistru dari Moldova.2 Konflik antara Moldova dengan Transnistria mulai muncul sejak
pecahnya Uni Soviet di tahun 1991, menyusul kemerdekaan Moldova. Konflik bermula dari

ketidakpuasan kelompok minoritas yang menggunakan bahasa Rusia di Moldova atas keputusan
pemerintah Moldova dalam penetapan bahasa Moldova sebagai bahasa negara dengan
menggunakan penulisan latin serta penyatuan bahasa Moldova dengan bahasa Rumania. Dalam
keputusan tersebut, bahasa Rusia digunakan sebagai bahasa komunikasi antar etnis dan
penggunaan bahasa minoritas yang lain akan dilindungi. Keputusan ini tidak diterima dengan
baik oleh kelompok-kelompok yang menggunakan bahasa minoritas, terutama bahasa Rusia dan
Ukraina. Upaya pemerintah tersebut dianggap sebagai awal dari upaya untuk unifikasi dengan
Rumania. Mereka melakukan mogok kerja dan protes dengan jalur kekerasan untuk
mempertahankan penggunaan bahasa Rusia sebagai bahasa negara. 3 Protes dan mogok kerja
yang dilakukan oleh kelompok minoritas Rusia dan Ukraina tersebut kemudian berubah menjadi
upaya separatisme.
Keinginan untuk unifikasi dengan Rumania sendiri kemudian diwujudkan dengan
mengadopsi bendera dengan tiga warna seperti bendera Rumania, menjadikan lagu kebangsaan
Rumania sebagai lagu kebangsaan Moldova. Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut
mendapatkan perlawanan paling sengit dari wilayah Transnistria. Hal ini kemudian memicu
pendeklarasian Dnestrian Moldovan Socialist Soviet Republic4 oleh otoritas lokal di Transnistria
pada tanggal 2 September 1990. Namun pendeklarasian tersebut tidak diterima oleh pihak
pemerintah pusat Moldova yang kemudian memutuskan bahwa pemilihan umum untuk parlemen
di lokal dapat diselenggarakan di Transnistria sebelum akhir tahun. Namun, pada awal bulan
November 1990, terjadi bentrok kekerasan pertama antar kelompok separatis Transnistria dengan

polisi Moldova di Dubasari. Kemudian, setelah kegagalan kudeta di Uni Soviet pada bualn
Agustus untuk menyingkirkan Gorbachev, tanggal 27 Agustus 1991 Moldova secara resmi
2 N. Popescu, The EU in Moldova – Settling Conflicts in Neighbourhood, Institute for Security Studies, Paris, 2005,
hal. 17.
3 M. Vahl & M. Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, , diakses 23 Maret 2012, hal. 5.
4 International Crisis Group, “Moldova: No Quick Fix”, ICG Europe Report, No. 147, 12 Agustus 2003, hal. 3.

4

memerdekakan diri. Sebelumnya, pada awal bulan Mei 1991 setelah terjadi protes besar-besaran,
pihak parlemen Moldova menyepakati untuk mengganti nama negara mereka menjadi Republic
of Moldova. Deklarasi kemerdekaan yang dilakukan oleh Moldova sekaligus klaim Moldova
bahwa Transnistria merupakan wilayah Moldova ditolak oleh Transnistria. Transnistria kemudian
ikut mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka dengan nama “Dniestrian Moldovan
Republic”5.
Akhir tahun 1991, usaha-usaha untuk menguasai institusi publik semakin intensif. Pada
awalnya pemerintah Moldova tidak mengintervensi karena pasukan Moldova yang tidak terlatih
dan tidak memiliki persenjataan yang memadai. Namun, 13 Desember 1991, polisi Moldova
membalas tembakan yang dilontarkan oleh kelompok separatis dalam usaha mempertahankan
bangunan pemerintah di Dubasari. Bulan Maret 1992 kembali terjadi bentrokan dan pemerintah

Moldova mengumumkan situasi gawat darurat. Bentrokan antara pemerintah Moldova dengan
Transnistria semakin intensif pada kurun waktu Mei dan Juni 1992. 6 Pada tanggal 19 hingga 21
Juni terjadi bentrokan besar-besaran antara kedua belah pihak dengan pihak Transnistria dibantu
oleh tentara Rusia di kota Bender. Pasca pertempuran, kelompok separatis berhasil menguasai
kota tersebut dan beberapa desa di tepi kanan sungai Nistru atau sungai Dniester. Keberhasilan
tersebut juga mengakibatkan Transnistria merdeka secara de facto.
B. Upaya Penyelesaian Konflik Separatisme
Berbagai upaya negosiasi telah dilakukan saat bentrokan antara kedua belah pihak
semakin intensif. Pada 23 Maret Moldova, Ukraina, Rumania dan Rusia bertemu di Helsinki dan
setuju untuk membentuk komisi empat negara untuk mengimplementasikan perjanjian gencatan
senjata. Namun, dengan pertempuran yang semakin intensif, tentara Rusia ke-14 yang memihak
pada kelompok separatis, serta ditolaknya permintaan Moldova atas pasukan perdamaian dari
negara-negara anggota CIS, pada bulan Juli Moldova dan Rusia menandatangani perjanjian baru
terkait gencatan senjata. Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 21 Juli ini memuat
pembentukan Joint Control Commission yang bertugas untuk mengawasi dan menjalankan
perjanjian gencatan senjata. Pihak-pihak yang termasuk di dalam JCC adalah Moldova,

5 Ada beberapa literatur yang menggunakan nama “Pridnestrovian Moldavian Republic”.
6 Vahl & Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, hal. 6.


5

Transnistria dan Rusia dengan dibantu oleh sekelompok observer dari pihak militer diaman
setiap pihak diwakili oleh 10 orang.7
Pada awal tahun 1993, untuk pertama kalinya dibicarakan penyelesaian konflik
separatisme antara Moldova dengan Transnistria dalam ranah politik. Pihak Transnistria
menginginkan adanya pembagian kekuasaan antara kedua belah pihak sehingga secara hukum
internasional keduanya memiliki posisi yang setara namun dengan satu keanggotaan dalam
Commonwealth of Independent States (CIS). Tawaran ini ditolak oleh pihak Moldova yang lebih
lebih menginginkan untuk memberikan status wilayah istimewa bagi Transnistria. Tawaran
Moldova ini juga ditolak oleh pihak Transnistria. April 1993, Conference on Security and Cooperation in Europe (CSCE) yang di kemudian hari menjadi Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) membantu kedua belah pihak bernegosiasi dan pada bulan
November dikatakan berhasil memberikan kontribusi dalam hal penyelesaian konflik dalam
ranah politik dalam laporan mereka terkait proposal yang dijadikan sebagai dasar negosiasi
mereka. April 1994, sebuah deklarasi bersama ditandatangani di hadapan OSCE dan perwakilan
dari Rusia. Meski tidak ada keputusan terkait penyelesaian secara politik dalam konflik tersebut,
beberapa hal yang disetujui adalah penarikan pasukan Rusia, perjanjian terkait perbatasan
dengan Ukraina serta pada tahun 1995 Ukraina resmi menajdi salah satu mediator dan penjamin
penyelesaian konflik.
Pasca terhentinya negosiasi yang didasarkan pada proposal OSCE, akhir 1995 OSCE
kembali menginisiasi pembicaaran antar kedua belah pihak. Pada tahun 1997 sekitar 18 bulan

setelah negosiasi yang diinisiasi oleh OSCE, Menteri Luar Negeri Rusia Evgeny Pimakov
menyerankan pembentukan “common state” sebagai jalan keluar dari proses yang selama ini
menghadapi jalan buntu. 8 Mei 1997 ditandatangani MOU on the Bases for the Normalization of
Relations between the Republic of Moldova and Transnistria. Meski berisi diperbolehkannya
Transnistria untuk ikut berpartisipasi dalam kebijakan luar negeri Moldova, MOU tersebut
mendapatkan banyak kritikan baik dari partai di dalam Moldova maupun Transnistria. MOU
tersebut juga menimbulkan banyak interpretasi. Mislanya saja bagi Moldova, mereka
menganggap Transnistria menerima keputusan untuk reunifikasi dengan Moldova.

7 Vahl & Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, hal. 7.

6

Pada tanggal 20 Maret 1998, ditandatangani Agreement on Confidence Measures and
Development of Contacts between Republic of Moldova and Transdniestria.8 Perjanjian ini berisi
antara lain pengurangan secara bertahap dalam jumlah pasukan penjaga perdamaian Rusia dan
mengundang pasukan perdamaian dari Ukraina, memperbaiki kembali dua jembatan yang
melewati sungai Nistru serta pembentukan working group untuk melawan penjualan ilegal obatobatan dan senjata. Setelah pada bulan November 1998 kedua belah pihak menolak draf yang
dibuat oleh mediator, Juli 1999 keduanya bersama tiga mediator menandatangani Joint Statement
of Issues of Normalization of Relations between the Republic of Moldova and Transnistria.9

Dalam joint statement tersebut, disetujui bahwa kedua belah pihak akan terus bernegosiasi terkait
status Transnistria dan membentuk lima “common spaces” yaitu common borders, economic,
legal, defence dan social domains. Meski demikian, Transnistria masih tetap menginginkan
untuk mempertahankan kekuatan militernya dan kebijakna-kebijakannya terkait persenjataan,
sedangkan moldova menginginkan keduanya untuk memiliki satu kekuatan militer bersama.
Tahun 1999, di Istanbul disepakati bahwa Rusia akan menarik pasukan dan
persenjataannya maksimal pada tahun 2002. Pada tahun 2000 sendiri berbagai macam upaya
dilakukan oleh Rusia namun tidak disetujui oleh Moldova maupun Transnistria. Mei 2001 pasca
pemilihan umum di Moldova, kembali dibuka negosiasi antara Moldova dengan Transnistria
namun dihentikan pada bulan Agustus karena Moldova menerapkan kebijakan yang dianggap
membatasi baik secara politik maupun ekonomi seperti larangan bepergian ke luar negeri bagi 70
orang di Transnistria. September 2001, Moldova juga menerapkan kebijakan baru dalam
prosedur terkait pabean serta bekerjasama dengan Ukraina terkait perbatasan. 10 Kebijakan yang
diambil oleh Moldova ini dinilai menyebabkan dampak yang hebat dalam perekonomian
Transnistria.
Bulan Juli 2002, ketiga mediator kembali membuat draft perjanjian yang berisi sistem
konstitusional dari negara federal Moldova serta penjamin pelaksanaan perjanjian. Meski
mendapatkan banyak kritikan dan pertanyaan seperti tidak dilibatkannya Rumania sebagai
mediator, pada bulan Agustus negosiasi kembali dilakukan. Sayangnya negosiasi ini tidak
menghasilkan persetujuan apapun kecuali dilanjutkannya proses konsultasi berbasis draft yang
dibuat oleh mediator tersebut dan beberapa draft lainnya. Satu tahun kemudian, tepatnya pada
8 Vahl & Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, hal. 12.
9 Vahl & Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, hal. 12.
10 Vahl & Emerson, Moldova and Transnistrian Conflict, hal. 13.

7

bulan Februari 2003, Moldova mengundang pihak Transnistria untuk terlibat dalam pembuatan
undang-undang baru Moldova. Moldova juga membentuk Joint Constitutional Commission yang
bertugas merumuskan undang-undang Moldova dalam waktu enam bulan. Pada bulan yang
sama, Uni Eropa dan Amerika Serikat mendukung upaya Moldova dengan memberlakukan
larangan bepergian bagi 17 pemimpin Transnistria. Upaya Uni Eropa dan AS ini efektif dalam
membuat pihak Transnistria untuk ambil bagian dalam Joint Constitutional Commission serta
penarikan pasukan Rusia.
Dengan hanya persetujuan dalam beberapa hal, bulan November 2003 secara
mengejutkan Rusia mengajukan rancangan memorandum yang diberi nama Kozak plan atau
Kozak Memorandum. Memorandum ini berisi prinspi-prinsip dasar dalam konstitusi baru bagi
Federasi Moldova yang terdiri dari sebuah wilayah federal dan dua “subjek” federasi yaitu
Transnistria dan Gagauzia. Pihak Transnistria mendukung rancangan memorandum dengan
alasan akan menormalisasi hubungan Transnistria dengan Moldova. Sedangkan pihak Moldova
menolak rancangan tersebut dan tetap menginginkan penarikan pasukan Rusia tanpa syarat dan
dilibatkannya Uni Eropa, Amerika Serikat dan Ukraina dalam proses upaya penyelesaian konflik.
Rancangan yang ditawarkan oleh Rusia tersebut juga ditolak oleh Uni Eropa dan AS. Hingga
saat ini belum ada solusi untuk menyelesaikan konflik separatisme di Moldova, atau dengan kata
lain kedua belah pihak yaitu Moldova dan Transnistria berada pada tahap status quo dengan
Transnistria yang merdeka secra de facto dan tidak diakui oleh dunia internasional.
C. Peran Uni Eropa
Uni Eropa sebenarnya telah menjalin hubungan kerjasama dengan Moldova sejak tahun
1994, atau tiga tahun setelah negara tersebut merdeka. Kerjasama kedua pihak berada dalam
kerangka Partnership and Cooperation Agreement (PCA) yang berfokus pada perkembangan
hubungan ekonomi kedua belah pihak. Kemudian pada tahun 2000, Moldova masuk ke dalam
European Conference dan diusulkan untuk menjadi bagian dari Stability Pact for South Eastern
Europe. Meski demikian, permasalahan konflik tidak menjadi wacana dalam kerangka-kerangka
kerjasama tersebut. Pada tahun 2002, Uni Eropa baru mulai menekankan pentingnya membantu
Moldova untuk menyelesaikan konflik di negara tersebut karena semakin dekatnya Moldova
dengan Uni Eropa akibat proses perluasan keanggotaan Uni Eropa. Uni Eropa baru terlibat
secara resmi dalam upaya untuk mencari solusi bagi konflik di Moldova pada tahun 2003 setelah
8

presiden Moldova yaitu Vladimir Nicolaevici Voronin meminta UE untuk menjadi pengamat
yang akan memberikan saran ahli dalam Joint Constitutional Commission. Joint Constitutional
Commission sendiri berisi wakil-wakil dari Moldova dan Transnistria dan bertujuan untuk
membuat konstitusi baru bagi Moldova. Meskipun gagal, hal tersebut merupakan suatu langkah
besar bagi keterlibatan Uni Eropa dalam proses negosiasi status Transnistria. Selain itu, Uni
Eropa juga mengeluarkan kebijakan berupa larangan visa kepada pemimpin Transnistria dan
menyarankan kepada pemerintah Moldova saat itu untuk tidak menerima Kozak-plan yang
diajukan oleh Rusia dan memuat saran untuk menjadikan Moldova sebagai sebuah negara federal
sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik di Moldova.11 Setelah proses perluasan keanggotaan
Uni Eropa pada tahun 2004 dengan masuknya 10 negara, barulah Uni Eropa terlibat lebih jauh
dalam proses upaya penyelesaian konflik di Moldova.
Pada tahun 2004, Uni Eropa bekerja sama dengan pemerintah Moldova menerapkan
kebijakan double-checking system untuk baja yang diekspor dari Moldova tanpa ada pembatasan
jumlah ekspor.12 Hal ini diterapkan guna meningkatkan transparansi ekspor baja yang dilakukan
oleh Transnistria ke Uni Eropa di mana mereka harus memiliki sertifikat dari pemerintah
Moldova yang mengonfirmasi asal ekspor tersebut. Secara tidak langsung kebijakan tersebut
mengharuskan adanya kesepakatan antara Moldova dan Transnistria yang memungkinkan untuk
membuka jalan bagi penyelesaian konflik antar kedua bela pihak. Uni Eropa juga memperluas
larangan bepergian bagi 10 pejabat Transnistria yang dianggap telah melakukan peanggaran hak
asasi manusia karena menutup sekolah-sekolah yang mengajarkan tulisan-tulisan Latin. Namun
kebijakan tersebut tidak berjalan dengan efektif salah satunya dikarenakan pihak Ukraina yang
menganggap sebagai pihak netral tidak seharusnya menekan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik sehingga memudahkan pejabat Transnitria bepergian di Ukraina maupun Rusia.13
Februari 2005, Uni Eropa dan Moldova secara resmi menandatangani European
Neighborhood Policy Action Plan (ENP Action Plan) yang selain menyangkut hubungan
ekonomi dan politik, juga membicarakan masalah Transnistria dimana Uni Eropa berkomitmen
untuk terus terlibat dalam upaya penyelesaian permasalahan tersebut. Komitmen Uni Eropa
11 I. Šutalo, Comparison of the EU and Russian Foreign Policy in Eastern Europe, Case Study: Transnistria
Conflict, 2010 – 2011, , diakses 6 Maret 2012.
12 N. Popescu, “The EU and Transnistria: From Deadlock to Sustainable Development”, IPF Policy Brief, <
http://www.policy.hu/npopescu/ipf%20info/IPF%201%20transnistria.pdf >, diakses 6 Maret 2012, hal. 7.
13 Popescu, “The EU and Transnistria: From Deadlock to Sustainable Development”, hal. 10.

9

untuk ikut menyelesaikan konflik Transnistria di Moldova juga disampaikan dalam Action Plan
antara Uni Eropa dengan Ukraina.14 Uni Eropa beserta sekutunya Amerika Serikat juga masuk
sebagai pihak dalam format negosiasi penyelesaian konflik yang baru di Moldova yaitu format
“5+2” yang sebelumnya berformat “five-sided format” dan terdiri dari Moldova, Transnistria,
Rusia, Ukraina serta OSCE. Kemudian Maret 2005, Uni Eropa menunjuk Adriaan Jacobovits de
Szeged sebagai EU Special Representative for Moldova (EUSRM) dengan tugas untuk
memperkuat kontribusi dan peran Uni Eropa dalam upaya resolusi konflik Transnistria serta
membantu persiapan peran Uni Eropa dalam pelaksanaan resolusi konflik tersebut.15
Pada tahun yang sama, Uni Eropa mendirikan European Union Border Assistance
Mission (EUBAM) sebagai jawaban dari permintaan dari Moldova dan Ukraina terkait bantuan
untuk meningkatkan infrastruktur di perbatasan kedua negara yang dikuasai oleh separatis.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa tersebut sudah mulai dibicarakan sejak Maret 2003
yang diinisiasi oleh Komisi Eropa dan melibatkan tiga pihak yaitu Ukraina, Moldova dan Uni
Eropa dalam masalah kerjasama kontrol perbatasan antara Moldova dan Ukraina termasuk
wilayah Transnistria. Hal ini dikarenakan perbatasan tersebut terutama bagian Transnistria
dianggap sebagai lokasi penting bagi kegiatan ilegal seperti perdagangan manusia dan
penyelundupan. Pada tahun 2006, Uni Eropa kembali menjadi observer dalam perundingan yang
melibatkan Rusia, Ukraina, OSCE sebagai mediator dan AS sebagai observer. Perundingan ini
membicarakan tranformasi atau perubahan dari pasukan penjaga perdamaian di Moldova yang
berasal dari Rusia dan Ukraina menjadi pasukan perdamaian internasional.
Pada tahun 2007, EUSRM semakin mengintensifkan kontak antara Uni Eropa dengan
Transnistria melalui Kalman Mizsei dan timnya yang merupakan pengganti Jacobovits.
Negosiasi antara Moldova dan Transnistria terkait pembukaan kembali kereta api dan jasa
angkutan lain di kedua wilayah dimediasi dan didukung penuh dalam hal teknis oleh EUSRM. 16
EUSRM juga memimpin working groups untuk membangun rasa kepercayaan serta bagaimana
kedua belah pihak memahami dan membutuhkan pendekatan tersebut untuk menyelesaikan
konflik. Uni Eropa juga menekan Ukraina untuk tidak menerima ekspor dari Transnistria tanpa
14 Popescu, “The EU and Transnistria: From Deadlock to Sustainable Development”, hal. 9.
15 Popescu, “The EU and Transnistria: From Deadlock to Sustainable Development”, hal. 6-7.
16 R. Cristecu & D. Matveev, Peace building and Conflict Prevention in Moldova: the role of the EU,
, diakses 6 Maret 2012, hal. 11.

10

ada perangko pabean Moldova.17 Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan ekspor
Transnistria mendaftarkan perusahaannya di Moldova dan meningkatkan ketergantungan mereka
kepada Moldova dan Uni Eropa. Tindakan Uni Eropa tersebut juga secara tidak langsung
mengintegrasikan kembali bisnis di Transnistria ke dalam ekonomi Moldova. Komisi Uni Eropa
mengadopsi EU Country Strategy Paper 2007-2013 for the Republic of Moldova yang
menyatakan Komisi Uni Eropa akan tetap mempertahankan komitmennya dalam upaya
menyelesaikan konflik di Transnistria
Pasca masuknya Rumania ke dalam keanggotaan Uni Eropa, Uni Eropa semakin terlibat
dalam upaya penyelesaian konflik di Transnistria-Moldova. Januari 2008, Uni Eropa dan
Moldova terlibat dalam perjanjian terkait fasilitasi visa. Uni Eropa juga meliberalisasi
perdagangan dengan Moldova di bawah sebuah sistem yaitu generalized system of preferences
plus yang kemudian diperluas menjadi sistem autonomous trade preferences. Pada saat
perjanjian terkait visa dibicarakan, tahun 2007, beberapa perwakilan bisnis dari Transnistria
berkomunikasi dengan EUSRM terkai kemungkinan mereka untuk mendapatkan keuntungan
dari fasilitasi visa Uni Eropa sebagai warga negara Moldova. Pada bulan Februari 2010, Komisi
Uni Eropa kembali mengadopsi kebijakan larangan perjalanan kepada sejumlah orang di
Transnistria. Namun kebijakan ini ditangguhkan hingga September 2010 agar mendorong adanya
penyelesaian secara politik dalam konflik di Transnistria. Selebihnya, peran Uni Eropa semenjak
tahun 2007 hingga 2010 lebih bergantung pada framework kebijakan European Neighborhood
and Partnership Instrument (ENPI). ENPI sendiri merupakan kerangka politik luar negeri Uni
Eropa kepada Moldova. Tujuan ENPI adalah untuk meningkatkan hubungan Uni Eropa dengan
Moldova terutama dalam kerjasama di bidang politik khususnya dalam area kebijakan luar
negeri, keamanan dan resolusi konflik Transnistria, serta mempromosikan pertumbuhan ekonomi
dan penurunan tingkat kemiskinan.18 Diharapkan melalui kerangka tersebut, Uni Eropa dapat ikut
berperan dalam upaya penyelesaian konflik di Moldova seperti melanjutkan kerjasama dalam
isu-isu perbatasan, promosi demokrasi serta bantuan untuk seluruh aspek penyelesaian konflik.

17 N. Popescu, “EU and the Eastern Neighbourhood: Reluctant Involvement in Conflict Resolution”, European
Foreign Affairs Review, vol. 14, 2009, hal. 462.
18 European Union, European Neighborhood and Partnership Instrument: Republic of Moldova, Country Strategy
2007-2013, , diakses 27 April 2012, hal. 2.

11

BAB III
ANALISIS
Kebijakan untuk ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik separatisme di Moldova
merupakan kebijakan yang diambil oleh Uni Eropa pada tahun 2003 ketika Uni Eropa secara
resmi diminta oleh presiden Moldova saat itu yaitu Voronin untuk menjadi observer dalam Joint
Constitutional Commission. Kebijakan yang diambil oleh Uni Eropa ini dapat dianalisis degan
menggunakan model pengambilan kebijakan luar negeri yaitu rational choice. Sesuai dengan
teori Rational Actor Model, setiap keputusan yang diambil oleh aktor terutama negara akan lebih
12

dulu diperhitungkan untung dan ruginya. Keputusan maupun kebijakan sebisa mungkin
mempunyai perhitungan untung yang lebih besar dibandingkan dengan kerugiannya dan yang
paling penting adalah memenuhi kepentingan-kepentingan aktor. Uni Eropa sebagai aktor yang
terlibat dalam dinamika politik internasional tidak dapat lepas dari model pembuatan keputusan
ini meskipun mereka adalah sebuah organisasi regional. Politik luar negeri yang dijalankan oleh
Uni Eropa merupakan perpanjangan politik luar negeri negara-negara anggotanya sehingga
perhitungan untung rugi tidak dapat dilepaskan dari politik luar negerinya. Begitu pula dalam
kebijakan luar negerinya untuk ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik separatisme di
Moldova.
Ketika konflik separatisme terjadi di Moldova pada awal 1990an, Uni Eropa tidak ikut
serta dalam upaya penyelesaian konflik tersebut. Namun, di tahun 2003, Uni Eropa memutuskan
untuk ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik separatisme di Moldova. Hal ini dapat kita
analisis dengan menggunakan rational choice model. Pada tahun 2002, ada sepuluh negara yang
disetujui oleh Komisi Uni Eropa untuk bergabung menjadi anggota terhitung pada 1 Mei 2004. 19
Dengan bergabungnya 10 negara tersebut, batas antara Uni Eropa dengan wilayah konflik
terutama negara-negara pecahan Uni Soviet semakin dekat. Jika kita menggunakan teori regional
security complex, maka konflik di Moldova sangat memungkinkan untuk menjadi ancaman bagi
keamanan Uni Eropa. Misalnya saja dengan ketidakmampuan untuk mengontrol perbatasan
dengan Ukraina serta keberadaan Transnistria membuat Moldova menjadi pintu bagi migran
ilegal, perdagangan manusia, obat-obatan terlarang serta persenjataan ke Uni Eropa.
Bagi Moldova sendiri keamanan dalam negeri mereka sangat tergantung pada Uni Eropa
dan keterlibatan Uni Eropa dalam upaya penyelesaian konflik. Dengan adanya Uni Eropa dalam
proses upaya penyelesaian konflik di Moldova, akan ada perimbangan kekuatan pengaruh di
mekanisme negosiasi 5+2. Selain itu, kehadiran Uni Eropa dianggap dapat membuat Rusia
menarik pasukannya dari Moldova maupun Transnistria. Dengan kata lain, ada interdependensi
keamanan antara Uni Eropa dengan Moldova. Oleh karena itu, pilihan pertama Uni Eropa pada
tahun 2003 adalah untuk ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik separatisme di Moldova
namun hanya sebagai observer. Dengan berperan sebagai observer, Uni Eropa mendapatkan
keuntungan untuk lebih mengetahui secara mendalam akar permasalahan yang menyebabkan
konflik separatisme di Moldova sehingga dapat mengeluarkan kebijakan yang dirasa tepat untuk
19 P. Fontaine, Europe in 12 lessons, European Commission Directorate-General for Communications Publications,
Brussels, 2006, hal. 62.

13

membantu upaya penyelesaian konflik tersebut. Uni Eropa juga tidak mendapatkan penolakan
dari Rusia sebagai pihak yang juga penting dalam upaya penyelesaian konflik di Moldova.
Sedangkan jika Uni Eropa mengambil pilihan lain seperti humanitarian intervention atau
penyediaan pasukan penjaga perdamaian, keputusan tersebut ditentang oleh anggota-anggota Uni
Eropa yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia dan dianggap akan membahayakan
hubungan Uni Eropa dengan Rusia. Uni Eropa juga takut ketika pasukan penjaga perdamaian
Uni Eropa ditempatkan tanpa adanya perjanjian penyelesaian konflik yang jelas akan
menempatkan pasukan Uni Eropa selama bertahun-tahun di konflik tersebut tanpa adanya exit
strategy. Selain itu, jika Uni Eropa menghadirkan pasukan penjaga perdamaian di Moldova akan
dianggap tidak memperdulikan ketidaksetujuan Moldova terhadap kehadiran pasukan asing di
negara tersebut.20
Pilihan kedua adalah diam saja atau tidak ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik di
Moldova. Namun, jika Uni Eropa memilih untuk tidak ikut serta dalam upaya penyelesaian
konflik di Moldova maka akan ada kemungkinan konflik di Moldova yang semakin dekat
dengan Uni Eropa akibat perluasan keanggotaan mengancam keamanan Uni Eropa. Dengan
adanya ancaman-ancaman keamanan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, akan lebih baik
bagi Uni Eropa untuk bersiap-siap dan ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.
Apalagi Uni Eropa mencoba mengembangkan normative power dan civilian power mereka.
Normative Power diartikan sebagai kemampuan untuk menentukan atau mendefinisikan
apa yang “normal” dalam politik internasional. Kekuatan tersebut bukanlah kekuatan yang
bergantung pada sumber kekuatan tradisional seperti militer. Dalam kekuatan tersebut, Uni Eropa
menciptakan norma yang seharusnya ada di dunia internasional dan mebuat negara-negara lain
mengikuti norma tersebut seperti demokrasi, HAM, dan lain-lain. Dalam kasus Moldova ini,
dengan keterlibatannya dalam upaya penyelesaian konflik melalui berbagai kerangka kebijakan,
Uni Eropa semakin menunjukkan kapasitasnya dalam normative power. Misalnya saja melalui
kebijakan Action Plan 2005, Uni Eropa meminta Moldova untuk meratifikasi perjanjianperjanjian terkait hak-hak sipil dan politik, hak-hak wanita dan lain-lain yang ada dalam PBB.
Selain itu, Uni Eropa juga menekankan berbagai sisi perdamaian mulai dari penyelesaian konflik
Transnistria sampai ke permasalahan ekspor senjata ilegal. Uni Eropa juga meminta Moldova
untuk menerapkan good governance dan demokrasi.
20 G. Kamov, EU’s role in the conflict resolution: the case of the Eastern enlargement and neighborhood policy
areas, Juni 2006, < http://www.ie-ei.eu/bibliotheque/memoires/2006/KAMOV.pdf >, diakses 26 April 2012, hal. 56.

14

Sedangkan civilian power adalah kekuatan yang memiliki tendensi untuk melakukan
kerjasama dan mengarah ke multilateralisme. Salah satu indikator kekuatan sipil sendiri adalah
penggunaan instrumen sipil dalam kebijakan luar negeri seperti ekonomi, perdagangan dan
bantuan. Dalam kaitannya dengan upaya penyelesaian konflik di Moldova, Uni Eropa
menggunakan berbagai instrument sipil dalam kebijakannya. Misalnya saja keputusan Uni Eropa
untuk memberikan bantuan finansial kepada Moldova sebesar €320,72 juta dalam kurun waktu
1991-2005.21
Keterlibatan Uni Eropa dalam upaya penyelesaian konflik separatism di Moldova sendiri
juga dapat dilihat dari segi geopolitik. Seperti yang disampaikan oleh Mackinder, who rules East
Europe commands the Heartland, who rules the Heartland commands the World Island, who
rules the World Island commands the World”. Moldova sendiri merupakan salah satu negara
yang terletak di Eropa Timur. Wilayah Eropa Timur yang mayoritas merupakan pecahan Uni
Soviet hingga saat ini masih menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan-kekuatan dunia.
Terutama Uni Eropa dengan Rusia. Rusia hingga saat ini masih merasa harus memiliki pengaruh
di Eropa Timur, terutama setelah banyak negara Eropa Timur memiliki keinginan maupun telah
bergabung menjadi anggota Uni Eropa. Keinginan Rusia ini terlihat dalam kebijakan luar negeri
Rusia untuk mempertahankan pasukannya di wilayah Transnistria yang memang menginginkan
untuk bergabung dengan Rusia. Dengan tetap mempertahankan pasukan di Transnistria,
setidaknya Rusia masih memiliki satu wilayah yang pro-Rusia terutama setelah Ukraina
berkeinginan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Begitu pula dengan Uni Eropa.
Uni Eropa melihat negara-negara di Eropa Timur sebagai halaman belakang mereka,
sehingga Uni Eropa merasa perlu untuk bertindak di wilayah tersebut. Selain itu, Moldova juga
dianggap sebagai buffer state antara dua proyek geopolitik utama saat ini yaitu proyek EuroAtlantic di bawah NATO dan EU serta proyek Euro-Asian di bawah kendali Rusia.22 Apalagi
letak Moldova yang sangat dekat dengan Rusia, hanya dipisahkan oleh Ukraina. Dengan terlibat
dalam upaya penyelesaian konflik di Moldova, Uni Eropa memiliki kesempatan untuk
memperluas pengaruhnya di wilayah Eropa Timur selain memastikan kemanan regional,
khususnya keamanan negara-negara anggota.
21 Cristecu & Matveev, Peace building and Conflict Prevention in Moldova: the role of the EU, hal. 15.
22 A. Pop, R. G. Pacariu, G. Anliţoiu, dan A. Purcăruş, Romania and The Republic of Moldova – Between the
European
Neighborhood
Policy
and
the
Prospect
of
EU
Enlargement,
<
http://www.ier.ro/documente/Studiideimpact_PaisIII/Pais3_studiu_5_en.pdf>, diakses 29 April 2012, hal. 44.

15

BAB IV
KESIMPULAN
Konflik separatisme yang terjadi di Moldova menyita perhatian dunia internasional,
terutama sejak Rusia, OSCE dan Ukraina gagal dalam upaya menyelesaikan konflik tersebut.
Tahun 2003, Uni Eropa secara resmi terlibat dalam upaya penyelesaian konflik separatism
tersebut meskipun hanya sebagai observer. Keterlibatan Uni Eropa dalam upaya penyelesaian
konflik tersebut didasari oleh beberapa hal. Yang pertama, menggunakan rational choice dan
reginal security complex, Uni Eropa harus terlibat dalam upaya penyelesaian konflik separatisme
tersebut karena semakin alam dengan proses perluasan keanggotaannya, Uni Eropa semakin
dekat dengan Moldova dan jika konflik tidak terselesaikan akan ada kemungkinan konflik
tersebut mengancam keamanan Uni Eropa, khususnya negara-negara anggota terluar Uni Eropa
yang dekat dengan Moldova.
16

Yang kedua adalah dengan keputusan tersebut, Uni Eropa akan semakin mengembangkan
normative dan civilian power mereka. Dengan keterlibatannya, Uni Eropa dapat mebawa serta
nilai-nilai yang menjadi pedoman di Uni Eropa dan menyebarkannya di Moldova. Selain itu, Uni
Eropa akan semakin diakui sebagai civilian power karena jumlah bantuan dan kerjasama yang
dilakukan oleh Uni Eropa dengan Moldova. Terakhir, dengan keterlibatannya, Uni Eropa akan
mampu menyebarkan pengaruhnya di Moldova secara khusus yang dianggap sebagai buffer state
antara kepentingan Uni Eropa-NATO dan Rusia, dan Eropa Timur secara umum.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Allison, G. T., ESSENCE OF DECISION: Explaining the Cuban Missile Crisis, Little, Brown &
Company, Boston, 1971.
Flint, C., Introduction to Geopolitics, Routledge, New York, 2006.
Fontaine, P., Europe in 12 lessons, European Commission Directorate-General for
Communications Publications, Brussels, 2006.
Artikel Jurnal
Popescu, N., “EU and the Eastern Neighbourhood: Reluctant Involvement in Conflict
Resolution”, European Foreign Affairs Review, vol. 14, 2009, hal. 457-477.
Popescu, N., The EU in Moldova – Settling Conflicts in Neighbourhood, Institute for Security
Studies, Paris, 2005.
17

Artikel Online
European Union, European Neighborhood and Partnership Instrument: Republic of Moldova,
Country

Strategy

2007-2013,

, diakses 27 April
2012.
International Crisis Group, “Moldova: No Quick Fix”, ICG Europe Report, No. 147, 12 Agustus
2003.
Cristecu R., & Matveev, D., Peace building and Conflict Prevention in Moldova: the role of the
EU,

, diakses 6 Maret
2012.
Kamov, G., EU’s role in the conflict resolution: the case of the Eastern enlargement and
neighborhood

policy

areas,

Juni

2006,

<

http://www.ie-

ei.eu/bibliotheque/memoires/2006/KAMOV.pdf >, diakses 26 April 2012.
Pop, A., Pacariu, R. G., Anliţoiu, G., dan Purcăruş, A., Romania and The Republic of Moldova –
Between the European Neighborhood Policy and the Prospect of EU Enlargement, <
http://www.ier.ro/documente/Studiideimpact_PaisIII/Pais3_studiu_5_en.pdf>, diakses 29
April 2012.
Popescu, N., “The EU and Transnistria: From Deadlock to Sustainable Development”, IPF
Policy Brief, < http://www.policy.hu/npopescu/ipf%20info/IPF%201%20transnistria.pdf
>, diakses 6 Maret 2012.
Šutalo, I., Comparison of the EU and Russian Foreign Policy in Eastern Europe, Case Study:
Transnistria

Conflict,

2010



2011,

, diakses 6 Maret 2012.
Vahl, M., & Emerson, M., Moldova and Transnistrian Conflict, , diakses 23 Maret 2012.

19