RESIKO KREDIT BANK UMUM DI INDONESIA Ban

RESIKO KREDIT BANK UMUM DI INDONESIA (Bank BCA)
Utami, Repina Dewi
Universitas Trilogi
A. Latar Belakang.
Di Indonesia perkembangan perekonomian tidak bisa dilepaskan dari besarnya peranan
badan usaha, salah satunya adalah lembaga keuangan. Menurut UU Perbankan No.10 Tahun
1998 “Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Lembaga keuangan
merupakan aset yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian suatu negara. Hal
tersebut sejalan dengan tujuan perbankan di Indonesia yang tercantum dalam Undang Undang
RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan, “Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak”.
Salah satu kegiatan utama bank untuk meningkatkan profitabilitas adalah melalui
pemberian kredit. Hidup matinya suatu bank sangatlah dipengaruhi oleh jumlah kredit yang
disalurkan dalam suatu periode, artinya semakin banyak kredit yang disalurkan, semakin besar
pula perolehan laba (Kasmir, 2010:119).
Selain menjadi sumber pendapatan bank, aktivitas pemberian kredit rentan terhadap
risiko yang dapat menjadi salah satu penyebab utama bank menghadapi masalah dan berujung

dengan kebangkrutan. Oleh karena itu, semakin berkualitas kredit yang diberikan, maka akan
memperkecil risiko terhadap kemungkinan kredit tersebut bermasalah (Kasmir, 2010:119).
Risiko kredit merupakan bentuk ketidakmampuan suatu perusahaan, institusi, lembaga
maupun pribadi dalam menyelesaikan kewajiban kewajibannya secara tepat waktu baik pada
saat jatuh tempo maupun sesudah jatuh tempo dan itu semua sesuai dengan aturan dan
kesepakatan yang berlaku (Irham Fahmi, 2010:18). Untuk mengukur tingkat risiko kredit,
penulis menggunakan rumus CRR (Credit Risk Ratio) sebagai proksi.
B. Tujuan Penulisan.
Tujuan penulisan ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Manajemen
Perbankan. Penulis juga ingin manambah wawasan tentang Bank BCA (Bank Central Asia)

khususnya, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya , serta untuk
mengatasi

masalah-masalah

yang

terjadi


disekitar

kita.

C. Literatur
Bank Central Asia (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini
didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah merupakan
bagian penting dari Grup Salim. Banyak hal telah dilalui sejak saat berdirinya itu, dan
barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ini
membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem perbankan di Indonesia. Namun,
secara khusus, kondisi ini memengaruhi aliran dana tunai di BCA dan bahkan sempat
mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu beramai-ramai menarik dana
mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari pemerintah Indonesia. Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih BCA di tahun 1998. Berkat
kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif, BCA berhasil pulih kembali dalam
tahun yang sama. Di bulan Desember 1998, dana pihak ke tiga telah kembali ke tingkat sebelum
krisis. Aset BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal di bulan Desember 1997 hanya Rp 53.36
triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh
BPPN ke Bank Indonesia di tahun 2000. Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan
menjadi perusahaan publik. Penawaran Saham Perdana berlangsung di tahun 2000, dengan

menjual saham sebesar 22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham
Perdana itu, BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham
kedua dilaksanakan di bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari
saham miliknya di BCA. Dalam tahun 2002, BPPN melepas 51% dari sahamnya di BCA
melalui tender penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di
Mauritius, memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola
perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan
komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga
intermediasi finansial.
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban

kepada

Bank.

Risiko

kredit


pada

umumnya

terdapat

pada

seluruh

aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit
(issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan
oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis

pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit
dan wajib diperhitungkan pula dalam penilaian Risiko inheren. Resiko Kredit mencerminkan
potensi Kerugian yang timbul akibat kegagalan bayar debitur terkait atau counter partynya.
BCA secara aktif melakukan upaya analisa dan pengelolaan untuk mengendalikan resiko tsb,
baik pada tingkat transaksi, atau penyaluran kredit maupun portofolio. Praktek pengelolaan
resiko kredit disusun untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam bisnis kredit., serta

menjamin independensi dan intregritas proses pengelolaan resiko.
D. Rekomendasi pada bank tentang manajemen resiko.
BCA menerapkan sistem manajemen risiko yang komprehensif sebagai pendekatan
dalam mengelola risiko. BCA senantiasa menguji dan menyempurnakan kebijakan, prinsip
dan prosedur manajemen risiko sejalan dengan perkembangan bisnis yang semakin
kompleks,terutama di tengah kondisi ekonomi domestik yang penuh tantangan di sepanjang
tahun 2006. Sebagai respon terhadap tingginya inflasi dan tingkat suku bunga, BCA
melakukan penyesuaian kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi risiko kredit dan
risiko pasar. Dalam proses tersebut BCA secara proaktif memperketat persyaratan
kelayakan minimum credit rating dan membatasi eksposur terhadap industri dan segmen
kredit tertentu. Kondisi ekonomi yang penuh tantangan sepanjang tahun 2006, ternyata
merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk menguji sistem manajemen risiko
BCA.Secara umum dapat kami laporkan bahwa pengelolaan manajemen risiko BCA
menunjukkan hasil yang cukup optimal. Di tengah laju pertumbuhan ekonomi yang
melambat, kami berhasil menutup tahun 2006 dengan tingkat kredit bermasalah (NPL)
hanya sebesar 1,3% dari total kredit. Rasio NPL ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan
rasio NPL industri perbankan secara keseluruhan dan di bawah batasan maksimum 5% yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Selama tahun 2006 BCA telah menyederhanakan proses
credit risk scoring untuk kredit usaha kecil dan melakukan outsource fungsi penilaian
jaminan. Perubahan-perubahan ini akan mempercepat pemrosesan kredit kepada usaha

kecil, yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dalam penyaluran kredit ke sektor ini.
Kami akan melanjutkan upaya tersebut dengan pembenahan seluruh proses manajemen
risiko kredit agar BCA lebih kompetitif dan efisien dalam melakukan administrasi dan
manajemen penyaluran kredit.

E. Kesimpulan.
Bank Central Asia (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Bank ini
didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV dan pernah merupakan
bagian penting dari Grup Salim. Presiden Direktur saat ini (masa jabatan 1999-sekarang)
adalah Djohan Emir Setijoso. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang
memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk
dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998
menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka watu
tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan
dikenakan bunga tagihan. Ketika bank memberikan pinjaman uang kepada nasabah, bank
tentu saja mengharapkan uangnya kembali. Karenanya, untuk memperkecil risiko (uangnya
tidak kembali, sebagai contoh), dalam memberikan kredit bank harus mempertimbangkan
beberapa hal yang terkait dengan itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan

membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.
Hal-hal tersebut terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kapasitas), Capital (modal),
Colateral (jaminan), dan Condition of Economy (keadaan perekonomian), atau sering
disebut sebagai 5C (panca C). Jenis-jenis kredit di BCA : 1. Kredit Perumahan. 5. Kredit
Pemilikan Kios 2. Kredit Kendaraan Bermotor. 6. Kredit Pemilikan Apartemen 3. Kredit
Modal Usaha. 7. Refinansing 4. Kredit Investasi.

F. References
-

Kisman, Z.,& Shintabelle Restiyanita, M The Validity of Capital Asset Pricing Model
(CAPM) And Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the return of stocks in Indonesia
Stock Exchange American Journal of Economic, Finance and Management Vol 1, No 3,
2015, pp. 184 – 189

-

http://blj.co.id/2013/02/23/penerapan-manajemen-resiko-di-perbankan-nasional/

-


https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/8316/Bab%201.pdf
?sequence=9

-

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151028183555-78-88012/raup-rp-13-t-lababca-tumbuh-di-tengah-risiko-kredit-macet/