Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

(1)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan (Dubrin, 2005:4). Thoha (2008:262) mendefenisikan kepemimpinan sebagai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan organisasi.

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3). Menurut Siagian (2003:154) kepemimpinan adalah suatu kegiatan yang tidak hanya dibatasi oleh aturan-aturan atau tata krama birokrasi, tidak harus diikat dalam organisasi tertentu, melainkan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.

Menurut Robbins (2008:342) kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.


(2)

19 2.1.2 Sifat-Sifat Pemimpin

Menurut Kartono (2011:47) sifat-sifat pemimpin terdiri dari : 1. Kekuatan

Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.

2. Stabilitas emosi

Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pimpinan tidak mudah tersinggung perasaan dan tidak meledak-ledak secara emosional.

3. Pengetahuan tentang relasi insani

Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat serta potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan kesejahteraan.

4. Kejujuran

Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).

5. Objektif

Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).

6. Dorongan pribadi

Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari dalam hati dan sanubari sendiri.


(3)

20 7. Keterampilan berkomunikasi

Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud para anggotanya.

8. Kemampuan mengajar

Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para pengikutnya.

9. Keterampilan sosial

Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling percaya dan mempercayai. 10. Cakap secara teknis atau manajerial

Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, dan membuat keputusan yang baik. Sedangkan menurut Matondang, (2008:14) ada 7 (tujuh) prinsip pemimpin yang dapat meningkatkan pengaruh dan kekuasaan seorang pemimpin didalam suatu organisasi antara lain :

1. Keramahan yang rasional 2. Setiakawan

3. Memiliki kebaikan timbal balik 4. Mengembangkan


(4)

21 5. Kelompok

6. Permohonan langsung

7. Memiliki kewenangan formal

Tindakan kepemimpinan pada dasarnya adalah pembentukan hubungan social yang efektif dan mencapai masa depan yang diinginkan melalui perjanjian serta kerjasama. Para pemimpin yang bermoral menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan organisasi, menghormati hak individu dan kelompok, dan adil dalam berhubungan dengan orang lain.

Menurut Siagian (2003:52) ciri-ciri kepemimpinan yaitu :

1. Sumber genetika, dalam arti bakat yang dibawa sejak orang dilahirkan. 2. Ciri-ciri yang diperoleh karena belajar dari pengalaman.

3. Ciri-ciri yang diperoleh melalui pendalaman teori kepemimpinan.

Yang dikemukakan diatas merupakan serangkaian ciri-ciri yang bersifat ideal.Artinya betapa pun besarnya bakat kepemimpinan yang dimiliki seseorang dan betapa banyak pun kesempatan untuk menempa diri menjadi pemimpin yang efektif melalui pengalaman dan pendidikan serta latihan, tidak ada seorang pun yang memiliki semua ciri tersebut. Lebih jelasnya, meningkatkan efektivitas kepemimpinan merupakan proses. Oleh karena itu kepemimpinan yang maksimal dapat dilakukan oleh setiap orang yang menduduki jabatan kepemimpinan dengan terus-menerus berusaha agar semakin banyak ciri-ciri tersebut menjadi miliknya sel ama ia berkarya sebagai seorang pemimpin.


(5)

22 Menurut Kouzes dan Posner (2004:26) ada 4 ciri-ciri pemimpin antara lain:

1. Jujur

Kejujuran berkaitan erat dengan nilai-nilai dan etika, yang bersikukuh pada prinsip-prinsip utama.

2. Berorientasi ke depan

Kemampuan berorientasi ke depan bukan berarti orang harus memiliki kekuatan penglihatan magis untuk melihat sesuatu hal yang ada dimasa depan. Realitanya jauh lebih sederhana, yaitu: kemampuan menentukan atau memilih tujuan yang diinginkan, ke arah mana perusahaan, atau komunitas akan dibawa.

3. Kompeten

Kompetensi kepimpinan mengacu pada catatan prestasi si pemimpin dan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan.Hal ini tidak mengacu secara spesifik kepada kemampuan pemimpin dibidang tekhnologi dalam kegiatan operasional saja, tetapi tergantung dari posisi pemimpin dan kondisi organisasi.Seorang pemimpin harus mampu memberi contoh, inspirasi, tantangan, memungkinkan orang bertindak, dan member semangat pada bawahannya.

4. Membangkitkan semangat

Kepemimpinan yang membangkitkan semangat dapat memenuhi kebutuhan para bawahannya akan arti dan tujuan dalam hidup, artinya


(6)

23 menjadikan anggotanya lebih bersemangat, positif, dan optimis mengenai masa depan yang memberikan harapan pada orang lain.

Tindakan kepemimpinan adalah sebuah hubungan, dan bahwa hubungan itu merupakan bentuk pelayanan untuk suatu tujuan dan orang banyak. Ketika seorang pemimpin berada di puncak, ia melakukan lebih dari sekedar memberikan hasil tetapi ia juga menjawab ekspektasi dari pengikutnya.

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Menurut teori path-goal versi house (dalam Thoha, 2008:296) ada 4 (empat) tipe atau gaya kepemimpinan sebagai berikut:

1. Kepemimpinan otoriter (direktif)

Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis, cenderung otoriter, dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan.

2. Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership)

Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.

3. Kepemimpinan partisipatif

Gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari bawahannya.

4. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi

Menetapkan serangkaian tujuan yang menantang bawahannya untuk berprestasi.


(7)

24 Sedangkan Menurut Rivai (2002:122) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang lazim digunakan, yaitu:

1. Kepemimpinan demokrasi, ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerja sama antara atasan dengan bawahan. Dibawah kepemimpinan demokrasi bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.

2. Kepemimpinan diktator atau otokrasi, dimana pimpinan memberikan instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus dikerjakan, selanjutnya karyawan melanjutkan tugasnya sesuai dengan yang diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi.

3. Kepemimpinan bebas, kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin berpartisipasi jika diminta bawahan.


(8)

25 2.1.4 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Sule dan Saefullah, (2005:259) fungsi kepemimpinan dalam hubungannya dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan yaitu:

1. Fungsi kepemimpinan sebagai inovator

Sebagai inovator, pemimpin harus mampu mengadakan berbagai inovasiinovasi baik yang menyangkut pengembangan produk, sistem manajemen yang efektif dan efesiensi, maupun dibidang konseptual yang keseluruhannya dilaksanakan dalam upaya mempertahankan dan atau meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Fungsi kepemimpinan sebagai komunikator

Sebagai komunikator, maka pimpinan harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.

a. pemimpin harus mampu menyampaikan maksud dan tujuan komunikasi yang dilakukan secara baik kepada seseorang dan atau sekelompok karyawan sehingga timbul pengertian di kalangan mereka.

b. pemimpin harus mampu memahami, mengerti dan mengambil intisari pembicaraan – pembicaraan orang lain.

3. Fungsi kepemimpinan sebagai motivator

Sebagai motivator, pemimpin merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijaksanaan yang mengarah kepada upaya mendorong karyawan untuk melaksanakan sesuatu kegiatan tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung


(9)

26 jawab yang mampu memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan.

4. Fungsi kepemimpinan sebagai kontroler

Sebagai kontroler (pengendali) pemimpin melaksanakan fungsi pengawasan terhadap berbagai aktivitas perusahaan agar terhindar dari penyimpangan baik terhadap pemakaian sumber daya maupun didalam pelaksanaan rencana atau program kerja perusahaan sehingga pencapaian tujuan menjadi efektif dan efisiensi.

2.1.5 Indikator dan dimensi Kepemimpinan

Campbell dan Samiec (2005:123) menyatakan bahwa kesuksesan seorang pemimpin menuju kinerja mengesankan apabila ia menjalankan 5 dimensi kepemimpinan, antara lain:

1. Commanding: mengambil alih tanggung jawab dan segera mengambil keputusan untuk pencapaian kinerja secara cepat.

2. Visioning: kecakapan komunikasi pemimpin dalam menjelaskan kepada seluruh konstituen akan masa depan perusahaan.

3. Enrolling: kecakapan dari sang pemimpin dalam menciptakan peluang- peluang, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini berhubungan dengan kecakapan manajerial.

4. Relating: inti dari relating adalah satu yaitu harmoni. Sebagai pemimpin, ia harus bisa membuat hubungan yang harmonis antara dirinya dengan


(10)

27 para anak buah atau bawahan. Di samping itu, para bawahannya juga memiliki hubungan yang harmonis antara mereka.

5. Coaching: ialah keahlian melatih. Seorang pemimpin akan melatih bawahannya secara berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja karyawan melalui proses pengembangan pada aktivitas sehari- hari, yang dimaksudkan disini adalah bagaimana seorang pemimpin mampu melatih anggota timnya sehingga mereka menjadi mandiri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

2.2 Konflik

2.2.1 Pengertian Konflik

Dalam kehidupan yang dinamis antar individu dan antar komunitas, baik dalam organisasi maupun dimasyarakat yang majemuk, konflik sering terjadi manakala saling berbenturan kepentingan. Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang alamiah yang dapat diperkirakan terjadi ketika sebuah lingkungan atau organisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu.

Stress merupakan perilaku individu yang dapat menimpa siapapun dalam organisasi. Stres yang berkepanjangan dan tidak ditangani segera, akan memunculkan konflik antar individu atau kelompok dalam organisasi yang akan menurunkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Konflik dan stress adalah dua hal yang beriringan dalam perilaku organisasi. Keduanya memiliki pengaruh yang baik atau positif dan juga pengaruh buruk atau


(11)

28 negatif. Dan keduanya merupakan perkara yang tidak bisa dihindari dalam dinamika organisasi.

Konflik didefenisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka (Siagian, 2003:160). Menurut Kusnadi (2003:11) konflik diartikan sebagai adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara berbagai pihak dalam suatu organisasi dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi, maupun diantara anggota didalam suatu bagian tertentu dalam organisasi maupun pemimpin dengan bawahan didalam suatu organisasi. Konflik juga bisa dianggap persaingan.Persaingan yang dimaksud adalah antar kelompok/antar anggota didalam suatu bagian saling beradu dalam pembagian kerja, karena kepemimpinan yang kurang baik.Sedangkan konflik lebih mengacu pada gangguan terhadap pencapaian tujuan tersebut.

Menurut Daft (2006:482) konflik adalah segala bentuk perbedaan perlawanan, bertentangan atau berseberangan dari pemikiran masing-masing individu. Sedangkan Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, dan persepsi. Menurut Sedarmayanti, (2011:73) Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan.


(12)

29 Sedangkan Wahyudi, (2006:273) menyatakan bahwa, konflik mengacu pada pertentangan atau individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Demikian halnya persoalan alokasi sumber daya yang terbatas dalam organisasi dapat menimbulkan konflik antar individu maupun antar kelompok.

Menurut Robbins, (2008:32) konflik adalah sebagai proses yang bermula ketika satu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.

Konflik yang terjadi didalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat pada pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan efisien. Kondisi itu jika dibiarkan akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau sekurang-kurangnya membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasinya, agar tidak terjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan organisasi.

2.2.2 Sumber Konflik

Menurut Sule dan Saefullah, (2005:291). Sumber konflik dapat dibagi menjadi 4 (empat) faktor, yaitu :

1. Faktor komunikasi (communication factors) : faktor komunikasi dapat menjadi penyebab konflik ketika para anggota dalam sebuah organisasi maupun antarorganisasi tidak dapat atau tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam organisasi.


(13)

30 2. Faktor struktur tugas maupun struktur organisasi (job structure or

organization structure): struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang tidak dipahami.

3. Faktor personal (Personal factors) : faktor personal dapat menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong terciptanya konflik antarindividu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antarbagian tertentu dalam organisasi.

4. Faktor Lingkungan (environmental factors) : faktor lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondusif bagi efektifitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja

2.2.3 Cara-Cara Mengendalikan Konflik

Menurut Daft, (2006:486) ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mengatasi atau mengendalikan konflik yaitu :

1. Berkompetisi, maksudnya mencerminkan ketegasan untuk mendapatkan yang diinginkan, dan harus digunakan ketika tindakan yang cepat dan tegas sangat diperlukan dalam isu-isu penting atau tindakan-tindakan yang tidak umum, seperti pada saat pemotongan biaya darurat atau urgen.


(14)

31 2. Menghindar, maksudnya tidak mencerminkan ketegasan ataupun

kekooperatifan.

3. Berkompromi, maksudnya mencerminkan jumlah ketegasan dan kekooperatifan yang cukup.

4. Mengakomodasi, maksudnya mencerminkan tingkat kekooperatifan yang tinggi, yang cocok digunakan ketika orang-orang sadar bahwa mereka salah, sebuah isu lebih penting bagi orang lain dari pada bagi diri sendiri. 5. Berkolaborasi, maksudnya mencerminkan tingkat ketegasan dan

kekooperatifan yang tinggi.

2.2.4 Bentuk –Bentuk Konflik

Rivai dan Mulyadi, (2008:508) mengkategorikan bentuk – bentuk dalam konflik menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Berdasarkan pelakunya

Menurut pelakunya, konflik bisa bersifat internal atau ekstrenal bagi individu yang mengalaminya.

2. Berdasarkan penyebabnya

Menurut penyebabnya, konflik disebabkan karena mereka yang bertikai ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan pendapat, penilaian dan norma.

3. Berdasarkan akibatnya.


(15)

32 2.2.5 Jenis-jenis Konflik

Menurut Sagala, (2009:99) Jenis – Jenis Konflik adalah : 1. Konflik dalam diri seseorang.

Seseorang dapat mengalami konflik internal dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling bertentangan. Ia merasa bimbang mana yang harus dipilih atau dilakukan. Konflik dalam diri seseorang juga dapat terjadi karena tuntutan tugas yang melebihi kemampuannya.

2. Konflik antar individu.

konflik antaraindividu terjadi seringkali disebabkan oleh adanya perbedaan

tentang isu tertentu, tindakan, dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.

3. Konflik antar-anggota kelompok

suatu kelompok dapat mengalami konflik substantif atau konflik afektif 4. Konflik intra perusahaan

konflik intra perusahaan meliputi empat subjenis, yaitu konflik vertikal, horizontal, lini-staff dan konflik peran.

5. konflik antar perusahaan

konflik bisa juga terjadi antarorganisasi karena mereka memiliki saling ketergantungan satu sama lain terhadap pemasok, pelanggan, maupun distributor.


(16)

33 2.3 Stres Kerja

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Menurut Robbins (2008:321) stres sebagai suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kemurungan dan hilang daya. Sedangkan Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi berupa kelebihan tuntutan dan tekanan dari pimpinan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu peristiwa.

Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak buruk bagi individu, hal tersebut berarti bahwa pada situasi atau kondisi tertentu stres yang dialami seorang individu akan memberikan akibat positif yang mengharuskan individu tersebut melakukan tugas lebih baik. Akan tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya kinerja karyawan. Ada beberapa faktor penyebab stres kerja menurut Hasibuan (2007:204) antara lain:

a) Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, b) Beban kerja yang sulit dan berlebihan,


(17)

34 c) Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan,

d) Tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, e) Balas jasa yang teralu rendah,

Menurut Fathoni, (2006:130) stres kerja adalah suatu kondisi dimana individu mendapatkan tekanan dari pihak internal maupun eksternal. Sumber tekanan internal dapat berupa kondisi fisik, perilaku, kognitif, emosional, dan lain-lain.Sedangkan sumber eksternal dapat berupa lingkungan fisik, karakteristik pekerjaan, lingkungan dan lain sebagainya. Stres dipandang tidak hanya sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecendrungan individu untuk memberikan tanggapan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan


(18)

35 dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.

2.3.2 Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut Permadi (2010:49) faktor-faktor dipekerjaan yang dapat menimbulkan stres dikelompokkan ke dalam dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan factor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadiaan, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun kedua faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan perkerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.

Menurut Fathoni (2006:128) secara umum faktor-faktor penyebab stress kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya stres akan cenderung muncul pada Para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial disini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga.Banyak kasus menunjukkan bahwa Para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moral) dari keluarga, seperti orang


(19)

36 tua, mertua, anak, teman, dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pemimpin maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaandan tugasnya.

2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya.Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3. Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan.Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.Stres akibat pelecehan seksual yang banyak terjadi dinegara yang tingkat kesadaran warga khususnya wanita terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya.

4. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan


(20)

37 semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara, tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Disamping itu, kebisingan juga memberi andil yang tidak kecil bagi munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitive pada kebisingan dibanding yang lain.

5. Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan ditempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, memperbesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, hingga akhirnya menimbulkan stress kerja.

6. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian yang cenderung tidak merasa puas terhadap hidup, apa yang diraihnya, cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau banyak peristiwa yang non kompetitif.

7. Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah hukum.


(21)

38 Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:79) faktor – faktor penyebab stress kerja karyawan antara lain :

1. Kondisi kerja

Kondisi kerja adalah suatu keadaan dimana ketidaksetujuan antara dua orang atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama – sama, atau karena mempunyai persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak – pihak yang merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan lain.

2. Beban kerja

Beban kerja adalah keadaan karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya.

3. Waktu kerja

Karyawan selalu dituntun untuk segera menyelesaikan tugas piker sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaan karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

4. Sikap kepemimpinan

Dalam setiap organisasi, kedudukan pemimpin sangat penting.Seorang pemimpin melalui pengaruhnyaa dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktivitsas kerja karyawan.Dalam pekerjaan stresfull, Para


(22)

39 karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

Menurut Robbins (2001:565) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu :

1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.

2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress yaitu :

a. Role Demands

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk


(23)

40 memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.

b. Interpersonal Demands

Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam organisasi. Hubungan dengan karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya. c. Organizational Structure

Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang menurut The Michigan group dibagi dua yaitu yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan pada hal pekerjaan saja.


(24)

41 Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting.

3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological, Psychological dan Behavior. (Robbins, 2003:800)


(25)

42 1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung.

2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan.

3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur


(26)

43 2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti

dan Tahun Penelitian

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Teknis

Analisis Hasil Penelitian

Agusniar Betenia Harefa 2011 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan

Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Regresi Berganda

Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan) dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Anak Agung Wiranata 2011

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan Stress Kerja Karyawan pada CV. Meranadi Denpsar Kepemimpinan, Kinerja, Stress Kerja Analisis Korelasi produk Momen kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan juga terhadap stres karyawan.

Nugroho 2007 Pengaruh Konflik

dan Stress Terhadap Kepuasan

Kerja Karyawan pada PT.BRI cab. Medan Konflik, Stress Kerja, Kepuasan Kerja Analisis kuesioner Analisis wawancara Analisis dokumentasi

Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkankepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun makakepuasan kerja pegawai meningkat. Roslena Elishabet Sitanggang 2013 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT.

Telkom Indonesia Divisi Enterprise Servise Medan Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Rergresi Berganda

Melalui Pengujian Koefisien Determinasi diperoleh adjusted R Square (R

2 ) 16,7% variabel stres kerja dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan dan varibael konflik sedangkan 83,3% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Konflik merupakan faktor yang

paling dominan mempengaruhi stres kerja

karyawan Pada PT Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan.


(27)

44 Lynn R. Offermann and Peta S. Hellmann 1996 Leadership Behavior and Subordinate Stres : A 360⁰ View

Leadership and Stress

Regression Analysis

The results of this study present consisten verification that leader behaviors do relate to the degree of stress experienced by their staffs. In the case of some leader behaviors, such as work facilitation and applying pressure, leaders make the same associations of their behavior to stress as do their staffs. For emotional support behaviors, the relationship of leader emotional support with subordinate stress is significant from all perspectives on all measures except team building, where only leaders do not show an association. Mehmet ULUTAŞ, Adnan KALKAN, and Özlem ÇETİNKAYA BOZKURT 2011

The Effect Of

Person-Organization Fit On Job Stress And Conflict: An Application On Employees Of Businesses In Dalaman Internasional Airport Person-Organization Fit, Job Stress, Conflict Regression Analysis

The results of our research show that probable compliance problem in organization causes stress and, as a result, organizations experience stress related problems. Lovelace and Rosen's (1996) research findings also support that result. The findings of this research state that conflict affects person-organization fit adversely and in organizations with high conflict level, compatibility level will be low. Organizations, capable of keeping employees' compatibility level under control, can protect themselves from the adverse outcomes like stress, conflict,

etc. caused be incompatibilities.


(28)

45 2.5 Kerangka Konseptual

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3). kepemimpinan menurut Kartono, (2011:47) adalah seorang pemimpin harus memiliki kekuatan, memiliki stabilitas emosi: pengetahuan tentang relasi insani, kejujuran, objektif, dorongan pribadi, keterampilan berkomunikasi, kemampuan mengajar, adanya keterampilan sosial, cakap secara tekhnis atau manjerial.

Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, dan persepsi. Sedangkan menurut Siagian (2003:160) Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi social dimana dua orang atau lebih, bertantangan dalam berpendapat atau tujuan mereka.

Sedangkan Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidaksimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi karyawan. Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut memotivasi para karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal. Beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres antara lain adalah konflik antar pribadi dengan pimpinan, struktur tugas maupun struktur organisasi, minimnya kemampuan karyawan dalam penyelesaian tugas,


(29)

46 komunikasi, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan.

Akibat – akibat stres kerja dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu: perilaku, kognitif dan psikologis. Stres kerja yang diakibatkan perilaku dapat menimbulkan menurunnya kepuasan kerja, menurunnya kinerja, tekanan sikap pemimpin yang kurang adil dan wajar, terjadinya konflik antar pribadi dan lemahnya pengawasan dari masing-masing pimpinan divisi terhadap karyawan yang melanggar aturan dijam-jam kerja yang nantinya akan menyebabkan menurunnya kinerja karyawan

Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat kerangka konseptual yang dapat dilihat pada Gambar 2.1

Sumber : Kartono(2011:39), Rivai dan Mulyadi, (2008:507) diolah. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Stress Kerja Karyawan (Y)

Konflik (X2) Kepemimpinan (X1)


(30)

47 2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan masalah penelitian.Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sukardi, 2003:41).

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Kepemimpinan dan konflik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variable kepemimpinan lebih dominan mempengaruhi stres kerja karyawan.


(1)

42 1. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada

metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas,

meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan serangan

jantung.

2. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan

hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering

menunda pekerjaan.

3. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada

produktivitas, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,

meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi cepat,


(2)

43 2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti

dan Tahun Penelitian

Judul Penelitian Variabel Penelitian

Teknis

Analisis Hasil Penelitian Agusniar Betenia Harefa 2011 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap

Stress Kerja

Karyawan pada PT. Bibit Baru Medan

Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Regresi Berganda

Hasil pengujian koefisien determinasi adalah sebesar 0.435 (43.5%) berarti varibel dependen (stres kerja karyawan) dapat dijelaskan oleh kepemimpinan dan konflik sebesar 43.5% sedangkan sisanya sebesar 56.6% dijelaskan oleh factor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Anak Agung Wiranata 2011

Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan Stress Kerja Karyawan pada CV. Meranadi Denpsar Kepemimpinan, Kinerja, Stress Kerja Analisis Korelasi produk Momen kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan juga terhadap stres karyawan.

Nugroho 2007 Pengaruh Konflik

dan Stress Terhadap Kepuasan

Kerja Karyawan pada PT.BRI cab. Medan Konflik, Stress Kerja, Kepuasan Kerja Analisis kuesioner Analisis wawancara Analisis dokumentasi

Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkankepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun makakepuasan kerja pegawai meningkat. Roslena Elishabet Sitanggang 2013 Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stress Kerja Karyawan pada PT.

Telkom Indonesia Divisi Enterprise Servise Medan Kepemimpinan, Konflik, Stress Kerja Analisis Rergresi Berganda

Melalui Pengujian Koefisien Determinasi diperoleh adjusted R Square (R

2

) 16,7% variabel stres kerja dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan dan varibael konflik sedangkan 83,3% dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Konflik merupakan faktor yang

paling dominan mempengaruhi stres kerja

karyawan Pada PT Telkom Indonesia Divisi Enterprise Service Medan.


(3)

44 Lynn R. Offermann and Peta S. Hellmann 1996 Leadership Behavior and Subordinate Stres : A 360⁰ View

Leadership and Stress

Regression Analysis

The results of this study present consisten verification that leader behaviors do relate to the degree of stress experienced by their staffs. In the case of some leader behaviors, such as work facilitation and applying pressure, leaders make the same associations of their behavior to stress as do their staffs. For emotional support behaviors, the relationship of leader emotional support with subordinate stress is significant from all perspectives on all measures except team building, where only leaders do not show an association. Mehmet ULUTAŞ, Adnan KALKAN, and Özlem ÇETİNKAYA BOZKURT 2011

The Effect Of

Person-Organization Fit On Job Stress And Conflict: An Application On Employees Of Businesses In Dalaman Internasional Airport Person-Organization Fit, Job Stress, Conflict Regression Analysis

The results of our research show that probable compliance problem in organization causes stress and, as a result, organizations experience stress related problems. Lovelace and Rosen's (1996) research findings also support that result. The findings of this research state that conflict affects person-organization fit adversely and in organizations with high conflict level, compatibility level will be low. Organizations, capable of keeping employees' compatibility level under control, can protect themselves from the adverse outcomes like stress, conflict,

etc. caused be incompatibilities.


(4)

45 2.5 Kerangka Konseptual

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budaya (Rivai dan Mulyadi, 2008:3).

kepemimpinan menurut Kartono, (2011:47) adalah seorang pemimpin harus

memiliki kekuatan, memiliki stabilitas emosi: pengetahuan tentang relasi insani,

kejujuran, objektif, dorongan pribadi, keterampilan berkomunikasi, kemampuan

mengajar, adanya keterampilan sosial, cakap secara tekhnis atau manjerial.

Rivai dan Mulyadi, (2008:507) menyatakan bahwa konflik kerja adalah

ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok dalam suatu

organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan

kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,

dan persepsi. Sedangkan menurut Siagian (2003:160) Konflik didefinisikan

sebagai suatu proses interaksi social dimana dua orang atau lebih, bertantangan

dalam berpendapat atau tujuan mereka.

Sedangkan Sedarmayanti (2011:76) menyatakan bahwa stress kerja adalah

suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidaksimbangan fisik dan

psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi karyawan. Stres

dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut memotivasi para

karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar memperoleh hasil yang maksimal.

Beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres

antara lain adalah konflik antar pribadi dengan pimpinan, struktur tugas maupun


(5)

46 komunikasi, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk

menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan

tidak wajar. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja pada karyawan.

Akibat – akibat stres kerja dapat dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:

perilaku, kognitif dan psikologis. Stres kerja yang diakibatkan perilaku dapat

menimbulkan menurunnya kepuasan kerja, menurunnya kinerja, tekanan sikap

pemimpin yang kurang adil dan wajar, terjadinya konflik antar pribadi dan

lemahnya pengawasan dari masing-masing pimpinan divisi terhadap karyawan

yang melanggar aturan dijam-jam kerja yang nantinya akan menyebabkan

menurunnya kinerja karyawan

Berdasarkan uraian tersebut maka dibuat kerangka konseptual yang dapat

dilihat pada Gambar 2.1

Sumber : Kartono(2011:39), Rivai dan Mulyadi, (2008:507) diolah.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Stress Kerja Karyawan (Y)

Konflik (X2) Kepemimpinan (X1)


(6)

47 2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang sifatnya sementara terhadap rumusan

masalah penelitian.Oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun

dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sukardi, 2003:41).

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka dirumuskan

hipotesis sebagai berikut: Kepemimpinan dan konflik mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap stres kerja karyawan. Variable kepemimpinan lebih dominan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemimpinan dan Konflik terhadap Stres Kerja Karyawan pada Bagian Sumber Daya Manusia PT. Perkebunan Nusantara IV (persero) medan

6 109 131

Pengaruh Koordinasi Dan Pendelegasian Wewenang Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Medan

7 68 114

Pengaruh Pendelegasian Wewenang Dan Komitmen Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Medan

2 47 93

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

1 37 123

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) MEDAN.

0 1 27

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 0 10

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 0 2

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 0 7

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 1 3

Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Konflik Terhadap Stres Kerja Karyawan Bagian Sumber Daya Manusia di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan

0 0 16