TIKA SOFYAWATI R 1110032

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN KADER TENTANG KMS DI POSYANDU DESA KADILANGU

SUKOHARJO

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Saint Terapan

TIKA SOFYAWATI R 1110032


(2)

commit to user HALAMAN VALIDASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN KADER TENTANG KMS DI POSYANDU DESA KADILANGU

SUKOHARJO

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

TIKA SOFYAWATI R 1110032

Telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan di hadapan tim penguji Pada Tanggal April 2011

Pembimbing Utama,

Ropitasari, S.SiT, M.Kes

Pembimbing Pendamping,

Erindra Budi S.kep Ns M.kes NIP 197802202005011001


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN KADER TENTANG KMS DI POSYANDU DESA KADILANGU

SUKOHARJO

KARYA TULIS ILMIAH TIKA SOFYAWATI

R 1110032

Telah dipertahankan dan disetujui di hadapan Tim Penguji KTI Program Studi D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran UNS

Pada hari Rabu Tanggal 3 Agustus 2011 Pembimbing Utama

Nama : Ropitasari, S.SiT, M.Kes ………….

NIP :

Pembimbing Pendamping

Nama : Erindra Budi S.Kep. Ns. M.Kes ………….

NIP : 197802202005011001

Ketua Penguji

Nama : Putu Suriyasa dr, PKK, MS, SpOK …………..

NIP : 194811051981111001

Sekretaris

Nama : M. Nur Dewi K, S.SiT, M.Kes …………..

NIP :

Surakarta, 8 Agustus 2011 Ketua Tim KTI


(4)

commit to user ABSTRAK

Tika Sofyawati. R 1110032. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Kader Tentang KMS di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo.

Program Studi DIV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Latar Belakang: Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) hanya

46,6% kader posyandu pernah mendapat pelatihan tentang KMS. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan kader mengenai KMS.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo.

Metode Penelitian: menggunakan Quasi Eksperiment dengan rancangan

One Group Pretest-Postest. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan

menggunakan Total Sampling dengan jumlah sampel 41. Teknik pengumpulan

data dengan alat bantu berupa kuesioner. Uji analisis pada penelitian ini adalah

paired t-test dengan menggunakan SPSS yang sebelumnya terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas data dengan uji one sampel Kolmogorov-smirnov.

Hasil Penelitian: berdasarkan analisis secara keseluruhan didapatkan nilai

thitung > ttabel ( 10,283 > 2,021) atau p-value < a (signifikan). Ini berarti terdapat

perbedaan bermakna antara pengetahuan kader tentang KMS sebelum diberi pendidikan kesehatan dan sesudah diberi pendidikan kesehatan.

Kesimpulan: pengetahuan kader tentang KMS sesudah diberi pendidikan

kesehatan lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan kader tentang KMS sebelum diberi pendidikan kesehatan, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tentang KMS dapat meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang KMS.


(5)

ABSTRACT

Tika Sofyawati. R1110032. The Effect of Health Education on Cadre’s Knowledge of KMS (Card Toward Healthy) in Posyandu (Integrated Service Post) of Kadilangu Village of Sukoharjo. DIV Midwifery Program Study of

Medical Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, 2011

Background: Based on the survey on Household Health, only 46.6% of posyandu

(integrated service post) cadres have ever gotten training about KMS. Thus, there should be a research on the cadre’s knowledge of KMS (Card Toward Healthy).

Objective of research: To find out the effect of health education on cadre’s

knowledge of KMS (Card Toward Healthy) in Posyandu (Integrated Service Post) of Kadilangu Village of Sukoharjo.

Method: This research employed a quasi-Experimental with one group

pretest-posttest design. The sampling technique used was total sample consisting of 41 samples. The technique of collecting data used was questionnaire. The analysis was done using paired t-test using SPSS that was tested previously for its data normality using one sample Kolmogorov-smirnov test.

Result: Considering the overall analysis, it could be found the tstatistic > ttable

(14.805 > 2.021) or p-value < α (significant). It meant that there was a significant

difference of cadres’ knowledge of KMS before and after given health education.

Conclusion: The cadres’ knowledge of KMS after given health education was

better than that before given health education, or in other words, it could be concluded that the health education about KMS could improve the Posyandu cadres’ knowledge of KMS.


(6)

commit to user MOTTO

“ Doa orang tua adalah bekal penting dalam perjalanan hidup ”

(Penulis)

”Dengan kesabaran manusia dapat memperoleh apa yang diinginkan”

(Penulis)

”Kejujuran adalah dasar dari kebenaran”

(Penulis)

”Belajar tiada henti kunci sukses kemudian hari”


(7)

PERSEMBAHAN

v Alloh SWT, dengan ridho dan karuniaNya sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan.

v Teruntuk bapak dan ibu tercinta, terima kasih atas do’a, cinta, kasih

sayang dan ridho mu serta semuanya yang telah diberikan.

v Kepada Bu Ropita dan Pak Erindra terima kasih atas bimbingannya

selama ini.

v Seluruh dosen dan staff karyawan DIV Kebidanan FK UNS, terima

kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

v Buat sahabat-sahabat ku yang telah memberikan dukungan dan

menemani dalam suka dan duka, I Will Miss U Forever.


(8)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul ” Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan Kader tentang KMS di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo” dapat diselesaikan. Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai syarat menyelesaikan pendidikan gelar Sarjana Saint Terapan Program Studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak/ Ibu:

1. H. Tri Budi Wiryanto, dr, SpOG (K). Ketua Program Studi DIV Kebidanan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Erindra Budi S.kep Ns M.kes. Ketua Tim KTI Program Studi DIV Kebidanan

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ropitasari, S.SiT, M.Kes. Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran dan

ketekunan memberikan dorongan, perhatian, bimbingan, pengarahan, serta saran dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini mulai dari awal sampai akhir.

4. Erindra Budi S.kep Ns M.kes. Pembimbing II yang banyak membantu dan


(9)

5. Ida Ayu Qomari, Amd. Keb. Pembina kader wilayah kadilangu sukoharjo yang telah memberikan izin dan kesempatan pada peneliti dalam mengadakan penelitian.

6. Kader posyandu di wilayah kadilangu sikoharjo.

7. Seluruh staf DIV Kebidanan yang telah membantu administrasi dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Seluruh keluargaku atas cinta, dukungan dan doa yang selalu diberikan

sehingga proposal karya tulis ilmiah ini selesai pada waktunya.

9. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian.

Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini berguna.

Surakarta, Juli 2011

Penulis


(10)

commit to user DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ……… ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….. .... ii

ABSTRAK...……….. ... iii

KATA PENGANTAR...……… ... v

DAFTAR ISI …………....………... ... vii

DAFTAR TABEL …………....………... ... x

DAFTAR LAMPIRAN …………....………... ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 3

D. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan... ... 6

B. Pendidikan Kesehatan ... ... 14

C. Kader Kesehatan ... ... 24


(11)

E. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Kader Tentang

KMS ... 41

F. Kerangka Konsep... . 43

G. Hipotesis... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 44

B. Lokasi dan waktu penelitian ... ... 45

C. Populasi Penelitian ... ... 45

D. Sampel dan Teknik Sampling ... ... 46

E. Estimasi Besar Sampel ... 46

F. Kriteria Restriksi ... ... 47

G. Pengalokasian Subyek ... 47

H. Definisi Operasional ... 47

I. Intervensi dan Instrumentasi...48

J. Pengolahan dan Analisis Data... 52

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

B. Karakteristik Responden ... 57

C. Analisis Perbedaan Pretest dan Posttest ... 58

D. Hasil Uji Normalitas ... 61


(12)

commit to user

B. Analisis Perbedaan Pretest dan Posttest ... 67

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ………... 72 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional... 47

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Tentang KMS ... 49

Tabel 3.3 Soal Kuesioner yang Tidak Valid ... 51

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur... 57

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendidikan... 57

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan... 58

Tabel 4.4 Distribusi Data Penelitian ………... 58

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Pretes..…...60

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Hasil Postes ………… 60

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ………61


(14)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal pelaksanaan penelitian Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 Lembar permohonan menjadi subjek penelitian

Lampiran 4 Lembar persetujuan menjadi subjek penelitian

Lampiran 5 Lembar Kuesioner

Lampiran 6 Kunci Jawaban Kuesioner

Lampiran 7 Hasil Penelitian

Lampiran 8 Pengolahan data statistik

Lampiran 9 SAP

Lampiran 10 Materi SAP

Lampiran 11 Leaflet


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama Posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari 260 ribu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 74.5% (sekitar 15 juta) balita pernah ditimbang minimal 1 kali selama 6 bulan terakhir, 60.9% diantaraanya ditimbang lebih dari 4 kali. Sebanyak 65% (sekitar 12 juta) balita memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat) (Permenkes RI, 2010).

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT : 2008) hanya 46,6% kader posyandu pernah mendapat pelatihan tentang KMS. Menurut 58,6% kader yang disurvey, penggunaan KMS adalah untuk memantau pertumbuhan balita. Akibatnya pemanfaatan KMS sebagai sarana penyuluhan gizi dinilai masih rendah.

KMS di Indonesia telah digunakan sejak tahun 1970-an, sebagai sarana utama kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pemantauan pertumbuhan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari (1) penilaian pertumbuhan anak secara teratur melalui penimbangan berat badan setiap bulan, pengisian KMS, menentukan status pertumbuhan berdasarkan hasil penimbangan berat badan;


(16)

commit to user

Di Posyandu, telah disediakan KMS yang juga bisa digunakan untuk memprediksi status gizi anak berdasarkan kurva KMS. Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi juga memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh. (DepKes RI, 2003).

Pelaksanaan program-program posyandu memerlukan kerjasama dari beberapa pihak terkait diantaranya perangkat desa, tokoh masyarakat, kader kesehatan, pemuda, LSM, dan seluruh warga masyarakat pada umumnya. (Syafrudin, 2009). Kader kesehatan merupakan pelaksana program posyandu. Salah satu indikator keberhasilan pengembangan program posyandu yakni kader kesehatan yang aktif melaksanakan tugasnya dengan baik (Syafrudin, 2009).

Keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu akan meningkatkan keterampilan karena dengan selalu hadir dalam kegiatan, kader akan mendapat tambahan keterampilan dari pembinaan petugas maupun dengan belajar dari teman sekerjanya. Pengetahuan sangat penting dalam memberikan pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku kader terhadap pelayanan kesehatan bayi dan balita terutama pengetahuan tentang KMS. Oleh karena itu, pengetahuan tentang KMS sangat diperlukan (Ahira, 2010)

Setelah melakukan studi pendahuluan dengan wawancara kepada ketua posyandu Desa Kadilangu didapatkan hasil bahwa pada 35 kader di 5 posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo yakni Posyandu ekasari, dwisari, trisari,


(17)

catursari dan pancasari 30 kader yang belum mengetahui tentang status pertumbuhan balita yang meliputi N1, N2, T1, T2 dan T3. Maka dari latar belakang tersebut serta belum adanya penelitian sejenis maka penulis ingin meneliti tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

“Adakah pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo?”

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo.

2.Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengetahuan kader tentang KMS sebelum diberikan

pendidikan kesehatan.

b. Mengetahui pengetahuan kader tentang KMS setelah diberikan


(18)

commit to user

D. Manfaat

1. Manfaat Teori

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama dalam ruang lingkup kesehatan anak tentang KMS.

2. Manfaat Praktis

Memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti. Memberikan informasi dan referensi kepada pihak yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan pengetahuan kader tentang KMS di Posyandu.


(19)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).

a. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain atau area kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Dapat

dievaluasi dengan menyebutkan kembali, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya, sebagai ukuran bahwa orang tersebut tahu tentang apa dipelajari atau informasi apa yang didapat.


(20)

commit to user

2) Memahami (comprehension)

Seseorang dianggap memahami suatu objek bila ia bisa menjelaskan tentang objek tersebut, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3) Aplikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, seperti penggunaan metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis (analysis)

Yaitu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen dan masih ada kaitannya satu sama lain, seperti membedakan, memisahkan, mengelompokkan.

5) Sintesis (synthesis)

Yaitu kemampuan seseorang dalam menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation)

Diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menilai materi atau objek dengan kriteria penelitian yang sudah ada atau yang ditentukan sendiri (Notoatmodjo, 2003).

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), secara garis besar ada dua cara dalam memperoleh pengetahuan, yaitu cara tradisional dan cara modern.


(21)

1) Cara Tradisional

Cara ini digunakan untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan sebelum ditemukan metode ilmiah. Periode ini antara lain meliputi:

a) Cara Coba Salah (Trial and Error)

Dalam metode ini subjek menggunakan beberapa

kemungkinan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah Meskipun masih primitif, namun metode ini telah banyak berperan besar dalam membantu penemuan teori-teori dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan dan membantu

perkembangan cara berpikir manusia ke arah yang lebih baik.

b) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Pada prinsipnya, orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh pemegang otoritas atau kekuasaan tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun pengalaman pribadi. Hal ini karena orang tersebut menganggap bahwa pendapat tersebut sudah benar.

c) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman digunakan dalam menentukan cara memecahkan masalah yang berbeda tapi sama.


(22)

commit to user

d) Melalui Jalan Pikiran

Dalam mendapatkan pengetahuan, manusia menggunakan penalaran. Metode ini pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan kemudian dicari hubungannya untuk kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

2) Cara Modern

Dikenal dengan penelitian ilmiah atau metodologi penelitian. Proses ini diawali dengan pengkajian terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasil pengamatan

dikumpulkan dan diklasifikasikan, dan akhirnya diambil

kesimpulan.

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki

seseorang adalah (Hastuti, 2010):

Menurut pendekatan kontruktivitis, pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam kehidupan kita, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.


(23)

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proes belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan.

Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana di harapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak

berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif terhadap obyek tersebut.


(24)

commit to user

2) Media massa atau Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai saran komunikasi, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru lagi teerbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

3) Sosial budaya.

Kebiasaan dan tradisi yang di lakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang di lakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.

4) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang akan menentukan status ekonomi seseorang sehingga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas


(25)

yang di perlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga pekerjaan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

5) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun social. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu .

6) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal biasanya di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya misalnya dengan sering mengikuti organisasi di masyarakat

7) Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh ibu atau jumlah anak yang dikandung yang berpengaruh pada kesehatan ibu dan anak. Paritas adalah jumlah ibu hamil yang akan melahirkan anak. Semakin sering ibu melahirkan maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan ibu.

8) Akses layanan kesehatan

Mudah atau sulit dalam mengakses layanan kesehatan akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang akan kesehatan.


(26)

commit to user

9) Umur

Umur mempunyai pengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya. Sehingga pengetahuan kader semakin baik (Notoatmodjo, 2005).

d. Teori ingatan

Ingatan (memori) merupakan hal yang berkaitan erat dengan pengetahuan, dalam hal ini ingatan tersebut meliputi kemampuan memasukkan, menyimpan dan mengingat kembali (Walgito, 2003).

1) Fungsi memasukkan (learning)

Dalam ingatan, hal yang dimasukkan dalam memori adalah yang pernah didapatkan atau dialami. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pada tiap individu terdapat perbedaan dalam hal cepat lambatnya memasukkan apa yang dipelajari atau dipersepsi juga dalam hal banyak sedikitnya materi yang dapat dimasukkannya.

2) Fungsi menyimpan (retention)

Proses belajar akan meninggalkan jejak-jejak (traces)

dalam diri seseorang yang biasa disebut dengan memori traces.

Tidak semua memori traces akan tersimpan dengan baik, karena


(27)

Hal yang mempengaruhi penyimpanan adalah lama interval, berkaitan dengan lamanya waktu pemasukan dengan ditimbulkan kembali. Makin lama intervalnya, retensi akan turun.

3) Fungsi menimbulkan kembali

Dalam menimbulkan kembali ingatan, dapat dengan jalan mengingat kembali (to recall) atau dengan mengenal kembali (to recognize). Pada mengingat kembali, orang bisa menimbulkan memori tanpa bantuan objek, sedangkan pada mengenal kembali dibutuhkan bantuan objek. Suatu eksperimen berkaitan dengan hal ini, menunjukkan bahwa mengenal kembali menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan mengingat kembali.

Dalam menimbulkan kembali ingatan, kadang tidak lengkap atau tidak tepat. Hal ini bisa disebabkan karena cara memasukkan yang kurang tepat, persepsi yang salah, atau karena gangguan baik fisik maupun emosi

2. Pendidikan Kesehatan

a. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat


(28)

commit to user

merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap maupun ketrampilan agar tercapai hidup sehat secara optimal (Suliha, 2002).

b. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan secara umum yaitu untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat dalam bidang kesehatan. Selain hal tersebut, tujuan pendidikan kesehatan ialah :

1) Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat.

2) Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang ada.

4) Agar penderita (masyarakat) memiliki tanggung jawab yang lebih

besar pada kesehatan (dirinya).

5) Agar orang melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah

terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitas cacat yang disebabkan oleh penyakit.

6) Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi

perubahan–perubahan sistem, cara memanfaatkannya dengan efisien dan efektif.


(29)

7) Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.

(Notoatmodjo, 2003, Suliha, 2002)

c. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan yaitu :

1) Dimensi Sasaran

a) Pendididkan kesehatan individual dengan sasaran individu.

b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2) Dimensi Tempat Pelaksanaannya.

a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan

sasaran murid yang pelaksanaannya diintegrasikan dengan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).

b) Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di

Pusat Kesehatan Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun khusus dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.

c) Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran

buruh atau karyawan.


(30)

commit to user

c) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and

Prompt Treatment).

d) Pembatasan cacat (Disability Limitation).

e) Rehabilitasi (Rehabilitation).

(Mubarak, 2006).

d. Metode Pembelajaran dalam pendidikan Kesehatan

1) Metode ceramah

Ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung pada sekelompok peserta didik.

2) Metode diskusi kelompok

Diskusi kelompok ialah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin, untuk memecahkan suatu permasalahan serta membuat suatu keputusan.

3) Metode panel

Panel adalah pembicara yang sudah direncanakan di depan pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan sebagai peninjau para panelis yang sedang berdiskusi.


(31)

4) Metode forum panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya pengunjung berpartisipasi dalam diskusi, misalnya audiens disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

5) Metode permainan peran

Bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasikan peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.

6) Metode simposium

Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan.

7) Metode demonstrasi

Metode Demonstrasi adalah metode penyajian pembelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.


(32)

commit to user

e. Media atau Alat Bantu Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

Alat bantu pembelajaran adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pengajaran dan biasanya dengan menggunakan alat peraga pengajaran. Alat peraga pada dasarnya dapat membantu sasaran pendidik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan panca inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran semakin baik penerimaan pelajaran (Suliha, 2002).

Macam-macam media atau alat bantu tersebut adalah sebagai berikut:

1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau

media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.

2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak

mengandung unsur suara, seperti film slide, foto, transparansi,

lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis.

3) Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung

unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat,

misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara.


(33)

4) Media atau alat bantu berdasarkan pembuatannya

a) Alat bantu elektronik yang rumit, contohnya: film, film slide,

transparansi. Jenis media ini memerlukan alat proyeksi khusus

seperti film projector, slide projector, operhead projector

(OHP).

b) Alat bantu sederhana, contohnya: leaflet, model buku

bergambar, benda-benda nyata (sayuran, buah-buahan), papan tulis, film chart, poster, boneka, phanthom, spanduk. Ciri-ciri alat bantu sederhana adalah mudah dibuat, mudah memperoleh bahan-bahan, ditulis atau digambar dengan sederhana, memenuhi kebutuhan pengajar, mudah dimengerti serta tidak menimbulkan salah persepsi.

(Sanjaya, 2008, Suliha, 2002)

5) Sasaran Pendidikan Kesehatan

a) Sasaran Primer

Yang menjadi sasaran utama pendidikan kesehatan adalah masyarakat pada umumnya.

b) Sasaran Sekunder

Yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan lainnya karena dengan memberikan pendidikan kesehatan padanya diharapkan selanjutnya kelompok yang bersangkutan


(34)

commit to user

c) Sasaran Tersier

Yaitu para pembuat keputusan/kebijakan baik tingkat pusat maupun daerah, karena kebijakan yang dibuatnya akan berpengaruh pada sasaran sekunder dan sasaran primer (Notoatmodjo, 2003).

6) Evaluasi Hasil Pendidikan Kesehatan

Evaluasi dalam kesatuan sistemik pembelajaran mutlak dibutuhkan karena berfungsi sebagai tolok ukur terhadap keberhasilan, ketercapaian suatu pembelajaran. Menurut Fatah (2006) dalam Prasetyo (2009), evaluasi juga merupakan suatu pembuatan pertimbangan menurut suatu perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Lubis (2009), dalam penyampaian materi

pendidikan ada hal yang penting dilakukan, yaitu pretes, dilakukan oleh pendidik dengan mengajukan pertanyaan kepada sasaran pendidikan tentang topik yang akan disampaikan.

Tujuan dari pelaksanaan pretes adalah menyiapkan siswa dalam belajar, karena dengan pretes pikiran siswa akan terfokus pada persoalan yang harus dipelajarinya; untuk mengetahui tingkat kemajuan siswa sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan; untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki oleh siswa mengenai bahan ajar yang menjadi topik dalam proses pembelajaran (Mulyasa, 2006 dalam Lubis 2009).


(35)

Sedangkan jenis-jenis evaluasi menurut Prasetyo (2009), yaitu:

a) Evaluasi formatif

(1) fungsi : untuk memperbaiki proses belajar mengajar atau

memperbaiki program satuan pelajaran yang telah digunakan.

(2) tujuan : untuk mengetahui sejauh mana penguasaan murid

tentang bahan yang telah diajarkan.

(3) aspek yang dinilai : pengetahuan, ketrampilan, sikap dan

penguasaan terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan.

(4) Waktu : setiap akhir pelaksanaan satuan program belajar

mengajar.

b) Evaluasi sumatif

(1) Fungsi : untuk menentukan angka/nilai murid setelah

mengikuti program pengajaran dalam satu catur wulan, semester, akhir tahun.

(2) Tujuan : untuk mengetahui taraf hasil relajar yang dicapai

oleh murid.

(3) Aspek yang dinilai : pengetahuan, ketrampilan, sikap dan

penguasaan murid tentang materi pelajaran yang sudah diberikan.


(36)

commit to user

c) Evaluasi placement

(1) fungsi : untuk mengetahui keadaan anak termasuk

keadaan seluruh pribadinya.

(2) tujuan : untuk menempatkan anak didik pada kedudukan

yang sebenarnya, berdasar kemampuan serta keadaan lainnya.

(3) Aspek yang dinilai : pengetahuan, ketrampilan, sikap dan

lain-lain.

(4) Waktu : sebelum anak mengikuti PBM yang permulaan.

d) Evaluasi diagnostik

(1) fungsi : untuk mengetahui masalah-masalah apa yang

diderita atau mengganggu anak didik.

(2) Tujuan : untuk mengatasi atau membantu pemecahan

kesulitan atau hambatan yang dialami anak didik mengenai pencapaian program pengajaran.

(3) Aspek : hasil relajar, latar belakang kehidupan anak,

keadaan keluarga, lingkungan dan lain-lain.

(4) Waktu : setiap saat.

Dalam pelaksanannya, evaluasi dapat dilaksanakan dengan tes tertulis, lisan dan perbuatan dalam bentuk angket, wawancara, observasi, atau kuesioner.


(37)

3. Kader Kesehatan

Kader kesehatan merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu yang disebut juga sebagai promotor kesehatan desa yang dipilih oleh masyarakat setempat secara sukarela dalam pengembangan kesehatan masyarakat. (Zulkifli, 2003).

Prasyarat menjadi seorang kader kesehatan yaitu sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat serta mempunyai kredibilitas yang baik, memiliki jiwa pengabdian masyarakat, mempunyai perilaku yang dapat menjadi panutan masyarakat , mampu membaca dan menulis, dan sanggup membina masyarakat sekitarnya. (Zulkifli, 2003)

Menurut Depkes RI 2009 fungsi kader dalam menjalankan perannya sebagai pengembang program desa siaga yaitu :

a. Membantu tenaga kesehatan dalam pengelolaan program desa siaga

melalui kegiatan UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat)

b. Membantu memantau kegiatan dan evaluasi desa siaga

c. Membantu mengembangkan dan mengelola UKBM serta hal yang

terkait

d. Membantu mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat

yang dapat berdampak pada masyarakat

e. Membantu dalam memberikan pemecahan masalah kesehatan yang


(38)

commit to user

4. KMS (Kartu Menuju Sehat)

a. Pengertian KMS

Perubahan berat badan merupakan indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko akan mengalami kekurangan gizi. Sebaliknya bila kenaikan berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan indikasi risiko kelebihan gizi (Permenkes RI, 2010).

Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal anak berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Dengan KMS gangguan pertumbuhan atau risiko kelebihan gizi dapat diketahui lebih dini, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat (Permenkes RI, 2010).

Pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama Posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari 260 ribu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 74.5% (sekitar 15 juta) balita pernah ditimbang minimal 1 kali selama 6 bulan terakhir, 60.9% diantaraanya ditimbang lebih dari 4 kali. Sebanyak 65% (sekitar 12 juta) balita memiliki KMS.

Bentuk dan pengembangan KMS ditentukan oleh rujukan atau standar antropometri yang dipakai, tujuan pengembangan KMS serta


(39)

sasaran pengguna. KMS di Indonesia telah mengalami 3 kali perubahan. KMS yang pertama dikembangkan pada tahun 1974 dengan menggunakan rujukan Harvard. Pada tahun 1990 KMS revisi dengan menggunakan rujukan WHONCHS. Pada tahun 2008, KMS balita direvisi berdasarkan Standar Antropometri WHO 2005.

b. Fungsi KMS

Fungsi utama KMS ada 3, yaitu;

1) Sebagai alat untuk memantau pertumbuhan anak. Pada KMS

dicantumkan grafik pertumbuhan normal anak, yang dapat digunakanuntuk menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, atau mengalami gangguan pertumbuhan. Bila grafik berat badan anak mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh normal, kecil risiko anak untuk mengalami gangguan pertumbuhan. Sebaliknya bila grafik berat badan tidak sesuai

dengan grafik pertumbuhan, anak kemungkinan berisiko

mengalami gangguan pertumbuhan.

2) Sebagai catatan pelayanan kesehatan anak. Di dalam KMS dicatat

riwayat pelayanan kesehatan dasar anak terutama berat badan anak, pemberian kapsul vitamin A, pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan dan imunisasi.


(40)

commit to user

c. Kegunaan KMS

1) Bagi orang tua balita

Orang tua dapat mengetahui status pertumbuhan anaknya. Dianjurkan agar setiap bulan membawa balita ke Posyandu untuk ditimbang. Apabila ada indikasi gangguan pertumbuan (berat badan tidak naik) atau kelebihan gizi, orang tua balita dapat melakukan tindakan perbaikan, seperti memberikan makan lebih banyak atau membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk berobat.

Orang tua balita juga dapat mengetahui apakah anaknya telah mendapat imunisasi tepat waktu dan lengkap dan mendapatkan kapsul vitamin A secara rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan.

2) Bagi kader

KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian kapsul vitamin A serta menilai hasil penimbangan. Bila berat badan tidak naik 1 kali kader dapat memberikan penyuluhan tentang asuhan dan pemberian makanan anak. Bila tidak naik 2 kali atau berat badan berada di bawah garis merah kader perlu merujuk ke petugas kesehatan terdekat, agar anak mendapatkan pemerikasaan lebih lanjut.

KMS juga digunakan kader untuk memberikan pujian kepada ibu bila berat badan anaknya naik serta mengingatkan ibu untuk menimbangkan anaknya di posyandu pada bulan berikutnya.


(41)

3) Bagi petugas kesehatan

Petugas dapat menggunakan KMS untuk mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang telah diterima anak, seperti imunisasi dan kapsul vitamin A. Bila anak belum menerima pelayanan maka petugas harus memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A sesuai dengan jadwalnya.

Petugas kesehatan juga dapat menggerakkan tokoh masyarakat dalam kegiatan pemantauan pertumbuhan. KMS juga dapat digunakan sebagai alat edukasi kepada para orang tua balita tentang pertumbuhan anak, manfaat imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A, cara pemberian makan, pentingnya ASI eksklusif dan pengasuhan anak. Petugas dapat menekankan perlunya anak balita ditimbang setiap bulan untuk memantau pertumbuhannya.

d. Penjelasan umum Kartu Menuju Sehat (Kms) Balita

KMS-Balita dibedakan antara KMS anak laki-laki dengan KMS anak perempuan. KMS untuk anak laki-laki berwarna dasar biru dan terdapat tulisan Untuk Laki- Laki. KMS anak perempuan berwarna dasar merah muda dan terdapat tulisan untuk Perempuan. KMS terdiri dari 1 lembar (2 halaman) dengan 5 bagian didalamnya sebagai berikut:


(42)

commit to user

e. Langkah-Langkah Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)

Langkah-langkah pengisian KMS adalah sebagai berikut;

1) Memilih KMS sesuai jenis kelamin.

KMS Anak Laki-Laki untuk anak laki-laki dan KMS Anak Perempuan untuk anak perempuan.

2) Mengisi identitas anak dan orang tua pada halaman muka KMS.

Tuliskan data identitas anak pada halaman 2 bagian 5: Identitas anak. Contoh, catatan data identitas Aida Fitri adalah sebagai berikut :

3) Mengisi bulan lahir dan bulan penimbangan anak

a) Tulis bulan lahir anak pada kolom umur 0 bulan.

b) Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara


(43)

Contoh: Aida lahir pada bulan Februari 2008

c) Apabila anak tidak diketahui tanggal kelahirannya, tanyakan

perkiraan umur anak tersebut.

d) Tulis bulan saat penimbangan pada kolom sesuai umurnya.

e) Tulis semua kolom bulan penimbangan berikutnya secara

berurutan.

Contoh: Penimbangan dilaksanakan pada akhir bulan Agustus 2008. Bila Ibu/pengasuh mengatakan anak baru saja berulang tahun yang pertama bulan lalu, berarti umur anak saat ini 13 bulan. Tulis Agustus dibawah umur 13 bulan.


(44)

commit to user

4) Meletakkantitik berat badan dan membuat garis pertumbuhan anak

a) Letakkan (plot) titik berat badan hasil penimbangan.

(1)Tulis berat badan di bawah kolom bulan saat penimbangan

(2) Letakkan titik berat badan pada titik temu garis tegak

(umur) dan garis datar (berat badan).

Contoh: Aida dalam penimbangan bulan Juni 2008 umurnya

4 bulan dan berat badannya6 kg.

(3)Tulis berat badan di bawah kolom bulan saat penimbangan

(4)Letakkan titik berat badan pada titik temu garis tegak

(umur) dan garis datar (berat badan).

b) Hubungkan titik berat badan bulan ini dengan bulan lalu Jika

bulan sebelumnya anak ditimbang, hubungkan titik berat badan bulan lalu dengan bulan ini dalam bentuk garis lurus.

Contoh: Aida lahir pada bulan Februari 2008 dengan berat badan lahir 3,0 kg. Data berat badannya adalah sebagai berikut:


(45)

(1)Bulan Maret, berat badan Aida 3,3 kg.

(2)Bulan April, berat badan Aida 4,7 kg.

(3)Bulan Mei, Aida tidak datang ke Posyandu.

(4)Bulan Juni, berat badan Aida 6,0 kg.

(5)Bulan Juli, berat badan Aida 6,6 kg.

(6)Bulan Agustus, berat badan Aida 6,6 kg.

(7)Bulan September, berat badan Aida 6,3 kg.

Jika anak bulan lalu tidak ditimbang, maka garis pertumbuhan


(46)

commit to user

5) Mencatatsetiap kejadian yang dialami anak

Catat setiap kejadian kesakitan yang dialami anak. Contoh :

(1) Pada penimbangan di bulan Maret anak tidak mau makan

(2) Saat ke Posyandu di bulan Agustus, anak sedang mengalami

diare

(3) Penimbangan selanjutnya di bulan September anak sedang

demam

6) Menentukanstatus pertumbuhan anak

Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan 2 cara yaitu dengan menilai garis pertumbuhannya, atau dengan menghitung kenaikan berat badan anak dibandingkan dengan Kenaikan Berat Badan Minimum (KBM). Kesimpulan dari penentuan status pertumbuhan adalah seperti tertera sebagai berikut:


(47)

Contoh diatas menggambarkan status pertumbuhan berdasarkan grafik pertumbuhan anak dalam KMS:

(1) TIDAK NAIK (T); grafik berat badan memotong garis

pertumbuhan dibawahnya; kenaikan berat badan < KBM (<800 g)

(2) NAIK (N), grafik berat badan memotong garis pertumbuhan

diatasnya; kenaikan berat badan > KBM (>900 g)

(3) NAIK (N), grafik berat badan mengikuti garis


(48)

commit to user

(5) TIDAK NAIK (T), grafik berat badan menurun; grafik berat

badan < KBM (<300 g)

7) Mengisicatatan pemberian imunisasi bayi

Tanggal imunisasi diisi oleh petugas kesehatan setiap kali setelah imunisasi diberikan

8) Mengisicatatan pemberian kapsul vitamin A

Tanggal diisi oleh kader sesuai dengan tanggal dan bulan pemberian kapsul vitamin A oleh kader.


(49)

9) Isi kolom Pemberian ASI Eksklusif

Beri tanda (√ ) bila pada bulan tersebut bayi masih diberi ASI saja,

tanpa makanan dan minuman lain. Bila diberi makanan lain selain ASI, bulan tersebut dan bulan berikutnya diisi dengan tanda (-).

f. Status Pertumbuhan

Berikut merupakan status pertumbuhan balita menurut Permenkes RI, 2010 antara lain :

1) N = Pertumbuhan baik

a) N1 : BB naik, grafik BB pindah masuk ke pita diatasnya

disebut juga Tumbuh Kejar

b) N2 : BB naik, grafik BB tetap pada pita yang sama disebut


(50)

commit to user

2) T = Pertumbuhan tidak baik

a) T1 : BB naik, grafik BB pindah, masuk ke pita di bawahnya

disebut juga Tumbuh Tidak Memadai

b) T2 : BB tetap disebut juga Tidak Tumbuh

c) T3 : BB berkurang disebut juga Tumbuh Negatif

g. Tindaklanjut hasil penimbangan

Tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian pertumbuhan balita adalah sebagai berikut:

1) Berat badan naik (N):

a) Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke

Posyandu.

b) Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik

pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana

c) Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan

berikan nasihat tentang pemberian makan anak sesuai golongan umurnya.

d) Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

2) Berat badan tidak naik 1 kali

a) Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke

Posyandu

b) Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik


(51)

c) Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas, rewel, dll) dan kebiasaan makan anak

d) Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan

tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e) Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan

anak sesuai golongan umurnya.

f) Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.

3) Berat badan tidak naik 2 kali atau berada di Bawah Garis Merah

(BGM)

a) Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke

Posyandu dan anjurkan untuk datang kembali bulan berikutnya.

b) Berikan umpan balik dengan cara menjelaskan arti grafik

pertumbuhan anaknya yang tertera pada KMS secara sederhana

c) Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare,

panas, rewel, dll) dan kebiasaan makan anak.

d) Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan

tidak naik tanpa menyalahkan ibu.

e) Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan

anak sesuai golongan umurnya

f) Rujuk anak ke Puskesmas/Pustu/Poskesdes.


(52)

commit to user

2) Imunisasi

3) Penanggulangan diare

4) Pemberian kapsul vitamin A dan kondisi kesehatan anak

5) Pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI

6) Pemberian makanan anak atau balita dan rujukan ke Puskesmas

atau Rumah sakit

7) Berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua

balita tentang kesehatan anaknya

5. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Kader

Tentang KMS

Pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya atau kegiatan menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan kesehatan berupaya agar seseorang menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan, kemana harus mencari pengobatan bila sakit, dan sebagainya. Kesehatan bukan hanya untuk diketahui atau disadari dan disikapi, melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar individu dapat meningkatkan pengetahuannya sehingga dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat, atau dapat berperilaku hidup sehat (health life style).


(53)

Pendidikan kesehatan tentang KMS merupakan kombinasi dari pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi, memungkinkan dan mendorong adopsi secara sukarela perilaku-perilaku yang kondusif bagi kesehatan balita kepada kader yang secara langsung menangani balita di posyandu. Tujuan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian kader posyandu itu sendiri yang diperlukan bagi promosi kesehatan. Sehingga dengan promosi kesehatan yang seimbang dengan pengetahuan yang telah didapat kader melalui pendidikan kesehatan tentang KMS dapat menggunakan KMS tersebut sebagai sarana untuk promosi kesehatan ibu balita yang datang ke posyandu sehingga ibu balita tersebut juga mengerti dan bersama kader dapat meningkatkan status gizi balita.

Tujuan pendidikan kesehatan tentang KMS yang disampaikan kepada kader adalah untuk memberikan informasi tentang KMS yang terus mengalami perubahan. Hal ini dilakukan agar pengetahuan KMS meningkat, karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku. Adanya pendidikan kesehatan tentang KMS yang disampaikan di posyandu sangat diharapkan oleh kader (Devy dkk, 2001). Dengan pengetahuan tentang KMS yang baik diharapkan kader tidak mengalami kesulitan yang berkaitan dengan KMS sehingga dapat menggunakan KMS dengan tepat. Sesuai dengan perubahan tentang KMS


(54)

commit to user

B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Skema Kerangka Konsep Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti (Aditama, 2010)

C. Hipotesis

Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS.

Pretest pengisian kuesioner KMS

Pendidikan Kesehatan tentang Pengisian KMS

Faktor yang mempengaruhi:

1. Pengetahuan

2. pendidikan

3. Pendapatan

keluarga

4. Sosial budaya perubahan pengetahuan (kognisi)

Postest pengisian kuesioner KMS


(55)

BAB III METODOLOGI

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Quasi Eksperiment dengan rancangan One

Group Pretest-Postest.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment designs) yang dipandang sebagai eksperimen yang tidak sebenarnya. Disebut demikian karena eksperimen jenis ini belum memenuhi persyaratan seperti cara eksperimen yang dapat dikatakan ilmiah mengikuti peraturan-peraturan tertentu (Arikunto, 2006). Belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen (Sugiyono, 2008).

One group pretest-posttest design yaitu salah satu bentuk dari penelitian pre-eksperimental dimana suatu kelompok diberi pretes, kemudian diberi perlakuan dan setelah itu dilakukan posttes padanya. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan (Sugiyono, 2008). Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:


(56)

commit to user

Keterangan: O1 : Pretest O2 : Postest X : Perlakuan (Taufiqurrohman, 2008)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo pada Bulan Januari-Juli 2011.

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005).

1. Populasi target

Populasi yang menjadi sasaran aktif yang parameternya akan diketahui melalui penelitian (Taufiqurrohman, 2008). Pada penelitian ini populasi target yang digunakan adalah seluruh seluruh kader aktif posyandu.

2. Populasi aktual

Merupakan populasi yang lebih kecil yang diambil dari populasi target dengan pertimbangan kepraktisan (Taufiqurrohman, 2008). Pada penelitian ini populasi target yang digunakan adalah seluruh kader aktif posyandu di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo pada Bulan Juni-Juli 2011, yaitu sebanyak 41 responden.


(57)

D. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Cara pengambilan sampel dengan cara “Non probability Sampling” dengan teknik sampel “Total Sampling" yaitu teknik penentuan sampel dengan cara mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Cara ini dilakukan bila populasinya kecil, seperti bila sampelya kurang dari tiga puluh maka anggota populasinya tersebut diambil seluruhnya untuk dijadikan sampel penelitian (Nursalam, 2008). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kader aktif posyandu di wilayah kadilangu sukoharjo pada Bulan Juni-Juli 2011 berjumlah 41 orang.

E. Estimasi Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005):

( )

Orang 30 1,41 41 41 , 0 1 41 ) 01 , 0 ( 41 1 41 ) 1 , 0 ( 41 1 41 1 2 2 = = + = + = + = + = n n n d N N n

N = Besar populasi n = Besar sampel


(58)

commit to user F. Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi

a. Kader aktif posyandu balita di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo.

b. Bersedia menjadi responden.

2. Kriteria Eksklusi

Kader aktif posyandu tetapi saat dilakukan pengambilan data yang bersangkutan tidak hadir.

G. Pengalokasian Subjek

Subyek yang mendapat perlakuan dalam penelitian ini tidak

dikelompokkan karena penelitian ini menggunakan desain penelitian one

group pre-test and post-test dimana subjek mendapatkan pre-test adalah

subjek yang sama yang akan diberikan post-test. Adapun penentuan subjek sebagai sampel penelitian yaitu dengan teknik sampel jenuh.

H. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Skala Ukur

1. Bebas:

Pendidikan Kesehatan

Kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kepada kelompok tentang KMS.

_

2. Terikat:

Pengetahuan kader tentang KMS

Pengetahuan kader sebelum dan

sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan tentang KMS.

Skala Rasio


(59)

I. Intervensi dan Instrumentasi

1. Intervensi

Intervensi dalam penelitian ini berupa pendidikan kesehatan tentang KMS. Teknik pengumpulan datanya sebagai berikut:

Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian Alur penelitian :

a. Melakukan peninjauan atau survey tempat penelitian di Posyandu

Desa Kadilangu Sukoharjo .

b. Menghitung populasi.

c. Menetapkan sampel sesuai dengan kriteria.

d. Responden di berikan pretes mengisi kuesioner tentang KMS.

e. Responden diberikan pendidikan kesehatan tentang KMS.

f. Rsponden diberikan jarak waktu 1 bulan.

Kader posyandu melaksanakan posyandu pada bulan Mei-Juni 2011 di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo

Diukur pengetahuan tentang KMS (pretest)

Diberi pendidikan kesehatan tentang KMS

Diukur pengetahuan tentang KMS (postest)


(60)

commit to user

2. Instrumentasi

a. Alat Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah leaflet dan SAP yang digunakan untuk penyuluhan dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui pengetahuan kader tentang KMS sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan.

Kuesioner pengetahuan berisi pernyataan-pernyataan tertutup tentang KMS yang berjumlah 35 pernyataan dengan menggunakan skala guttman

yaitu dichotomous choice sehingga responden hanya memilih jawaban

‘benar’ atau ‘salah’. Pada pertanyaan favorable, jika jawaban ‘benar’ skor

1 dan jawaban ‘salah’ skor 0. Sedangkan pada pertanyaan unfavorable,

jika jawaban ‘benar’ skor 0 dan jawaban ‘salah’ skor 1.

Kisi-kisi kuesioner pengetahuan tentang KMS adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Pengetahuan Tentang KMS

Variabel Indikator Nomor soal Jumlah

Favourable (+) Unfavourable ( - )

Pengetahuan Pengertian KMS 1,4,5,7,8,9 2,3,6 9

Kader Fungsi KMS 11,13,14 10,12 5

Tentang Cara pengisian KMS 15,16,19,20 17,18,22,25,26 12

KMS 21,23,24

Status Pertumbuhan 27,30,31,32 28,29 6

Imunisasi 33 1

Vitamin A 34 1

ASI 35 1

Jumlah 35

Agar kuesioner tersebut memenuhi kriteria sebagai alat ukur, maka sebelum kuesioner dibagikan kepada responden, dilakukan uji validitas dan reliabilitas.


(61)

1) Uji validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Arikunto, 2006).

Pertanyaan valid apabila memiliki nilai korelasi positif dan

nilai rxylebih besar dari rtabel dengan taraf signifikansi 0,05. Uji

validitas ini menggunakan program Statistical Package for Social

Science (SPSS) 17 for Windows. Jumlah responden untuk uji

validitas data sebanyak 30 responden. Sehingga harga rtabel sebesar

0,361.

Uji Validitas dilaksanakan di Posyandu Desa Kudu Sukoharjo tanggal 2 Mei 2011 dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 35 soal kepada responden yang diuji dengan jumlah 30 kader, jumlah pernyataan yang tidak valid sebanyak 5 item. Instrumen yang tidak valid tidak dapat digunakan sehingga dihilangkan (Hidayat, 2007). Maka jumlah pernyataan menjadi 30. Dari 30 sisa pernyataan yang telah diuji validitas dianggap telah mewakili dari indikator pertanyaan.


(62)

commit to user

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner yang Tidak Valid

No. Indikator Butir pernyataan Jumlah

awal

Jumlah akhir

1 Pengerian KMS 1,2,3,4*,5,6,7,8*,9 9 7

2 Fungsi KMS 10,11,12,13,14,15* 6 5

3 Cara Pengisian

KMS

16,17,18,19,20, 21,22,23,24,25,26*

12 11

4 Status

Pertumbuhan

27*,28,29,30,31,32 6 5

5 Imunisasi 33 1 1

6 Vitamin A 34 1 1

7 ASI 35 1 1

Jumlah 35 30

Keterangan: Nomor soal dengan tanda (*) = soal yang tidak valid.

2) Uji Reliabilitas

Untuk melakukan pengujian reliabilitas instrumen penelitian ini digunakan metode koefisien Cronbach Alpha.

Menurut Ghozali (2002), keputusan uji adalah bila ri > 0.6 maka

instrumen dinyatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi. Setelah uji validitas pada responden di Posyandu Desa Kudu Sukoharjo, dari item pernyataan yang valid kemudian dilakukan uji

reliabilitas dengan program SPSS (Statistical Package for Social

Science) For Windows versi 17.0 menggunakan rumus Cronbach

Alpha. Hasilnya, reliabilitas kuesioner pengetahuan tentang KMS

diperoleh ri = 0,936 dengan nilai ri tersebut > 0,6, sehingga

disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini memiliki tingkat reliabitas yang tinggi.


(63)

J. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data, proses pengolahan data penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Proses editing dilakukan pada saat penelitian di Posyandu

untuk memeriksa data yang sudah terkumpul dan jika ada kekurangan langsung dilengkapi tanpa dilakukan panggantian jawaban responden.

b. Coding

Pada tahap ini dilakukan dengan memberi kode pada semua variabel agar mempermudah dalam pengolahan data. Hasil jawaban kuesioner mengenai pengetahuan kader tentang KMS. Dengan kode :

1) Benar : kode 1

2) Salah : kode 0

c. Tabulating

Melakukan tabulating yaitu membuat tabulasi untuk

pengorganisasian data yang sudah terkumpul agar mudah dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan serta dianalisa.

d. Entry data


(64)

commit to user

Package for Social Science) For Windows versi 17.0. untuk mengolah data yang sudah tersedia.

2. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk menghasilkan distribusi frekunsi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005).

Variabel yang dianalisis secara univariat pada penelitian ini adalah karakteristik responden, variabel pengetahuan kader tentang KMS sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan variabel pengetahuan kader tentang KMS setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

Persentase hitung diperoleh dengan menggunakan rumus:

% 100 x n x P ÷ ø ö ç è æ = Keterangan:

P : persentase

x : jumlah yang dihasilkan n : jumlah semua jawaban benar

a. Analisis bivariat yaitu menganalisis variabel-variabel penelitian guna

menguji hipotesis penelitian serta untuk melihat gambaran hubungan antara variabel penelitian (Notoatmodjo, 2005). Analisis ini untuk membandingkan data yang dikumpulkan dari satu sampel yang akan mempunyai dua data yaitu nilai pre test dan post test sehingga digunakan uji t-test berpasangan atau paired t-test (Riwidigdo, 2009).


(65)

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diteliti yaitu pengetahuan kader tentang KMS sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan pengetahuan kader tentang KMS setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

Sebelum dilaksanakan uji t-test terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data dengan uji one sampel Kolmogorov--smirnov. Proses

analisis data dibantu dengan menggunakan SPSS(Statistical Package

for Social Science) 17.0 for Windows. Dalam analisis ini, suatu

hipotesis (Ha) dapat diterima apabila nilai t hitung lebih besar dari t

tabel dengan derajat kesalahan yang bernilai 0,05 (Sugiyono, 2007). Sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Ha : Jika ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest

dengan skor posttest.

(2) Ho : Jika tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor


(66)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo terdiri dari lima posyandu yang pertama Posyandu Ekasari terletak di rumah ketua posyandu RT 2 RW 2 dengan strata purnama, Posyandu Dwisari terletak di rumah warga RT 2 RW 4 dengan strata purnama, Posyandu Trisari terletak di rumah warga RT 1 RW 3 dengan strata purnama, Posyandu Catursari terletak di rumah warga RT 3 RW 1 dengan strata purnama dan Posyandu Pancasari terletak di rumah warga RT 11 RW 2 dengan strata madya. Warga di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo sangat antusias untuk menjadi kader. Hal ini dikarenakan warga menganggap menjadi kader adalah suatu kebanggaan dalam pengabdian masyarakat sehingga merasa terhormat.

Posyandu di Desa Kadilangu rutin dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk penyuluhan kader oleh tenaga kesehatan. Pertemuan kedua digunakan kegiatan posyandu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pretes dan pendidikan kesehatan pada pertemuan pertama dan melakukan posttes pada pertemuan kedua.

Selanjutnya akan disajikan hasil pengumpulan data dari hasil penelitian “Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo”. Data dari hasil penelitian tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.


(67)

B. Karakteristik Responden

1. Umur

Berikut adalah distribusi frekuensi responden berdasarkan umur Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

No Umur Frekuensi Prosentase (%)

1 16-20 1 2.43

2 21-25 3 7.32

3 26-39 3 7.32

4 31-35 11 26.83

5 36-40 7 17.07

6 41-45 5 12.20

7 46-50 9 21.95

8 51-55 2 4.88

Jumlah 41 100

Sumber: data primer, Juni 2011

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa umur responden sebagian besar berumur 31-35 tahun ada 11 orang (26.83%) dan sebagian kecil berumur 16-20 tahun ada 1 orang (2.43%).

2. Pendidikan

Berikut adalah distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan pendidikan

Tingkat pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

SD 5 12.20

SLTP 9 21.95

SLTA 20 48.78

PT 7 17.07

Jumlah 41 100


(68)

commit to user

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa responden sebagian besar berpendidikan SLTA ada 20 orang (47.78%) dan sebagian kecil berpendidikan SD ada 5 orang (12.20%).

3. Pekerjaan

Berikut adalah distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Bekerja 12 29.27

Tidak Bekerja 29 70.73

Jumlah 41 100

Sumber: data primer, Juni 2011

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden tidak bekerja atau berstatus ibu rumah tangga ada 29 orang (70.73%) dan sebagian kecil bekerja ada 12 orang (29.73%).

C. Analisis Perbedaan Pretest dan Postest

1. Pengetahuan kader tentang KMS

Pengetahuan kader tentang KMS diukur dua kali yaitu sebelum responden diberi pendidikan kesehatan tentang KMS (pretest) dan sesudahnya (postest).

Tabel 4.4 Distribusi Data Penelitian

Kelompok data Mean Standar Deviasi

Posttest Pengetahuan 26.02 2.779


(69)

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa rata-rata skor pretest pengetahuan kader posyandu tentang KMS adalah sebesar 20,34. Angka ini menunjukkan bahwa responden rata-rata mampu menjawab dengan benar kurang lebih 68% dari semua pertanyaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kader posyandu sebelum diberi pendidikan kesehatan dapat digolongkan sudah cukup baik. Adapun rata-rata skor posttest pengetahuan kader posyandu tentang KMS adalah sebesar 26,02. Angka ini menunjukkan bahwa responden rata-rata mampu menjawab dengan benar kurang lebih 87% dari semua pertanyaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan kader posyandu sesudah diberi pendidikan kesehatan dapat digolongkan sudah sangat baik. Apabila dibandingkan secara deskriptif terlihat adanya peningkatan skor (kurang lebih 6 point) pengetahuan kader posyandu tentang KMS dari sebelum ke sesudah diberi pendidikan kesehatan.

D. Hasil Uji Normalitas

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan paired samples t test

Metode ini termasuk metode parametrik yang mensyaratkan data berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test. Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi 5% sehingga nilai kritis distribusi z yang digunakan sebagai


(70)

commit to user

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas

Kelompok Data Z p

Posttest Pretest

1,225 0,728

0,100 0,665

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa uji normalitas terhadap pretest

maupun posttest menghasilkan nilai zhitung yang terletak di antara –1,96 dan

1,96 atau menghasilkan nilai signifikansi (p) > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal.

E. Hasil Uji Beda Pretest dan Posttest Pengetahuan tentang KMS

Analisis komparasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest dengan skor posttest pengetahuan tentang KMS. Rumusan hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dengan skor

posttest

Ha : ada perbedaan yang signifikan antara skor pretest dengan skor

posttest

Perbedaan didefinisikan sebagai selisih yang diperoleh dari skor posttest dikurangi skor pretest. Hasil pengujian disajikan dalam tabel berikut.


(71)

Tabel 4.8 Hasil Uji Beda Skor Pretest dan Skor Posttest

Mean Posttest – Pretest t df p

Posttest

Pretest 5,683 10,283 40 0,000

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa rata-rata selisih (skor posttest dikurangi skor pretest) bernilai positif yaitu sebesar 5,683, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan skor dari sebelum ke sesudah pendidikan kesehatan. Uji statistik terhadap peningkatan skor tersebut

menghasilkan nilai thitung > ttabel (10,283 > 2,021) atau p < 0,05 dengan derajat

kebebasan (df) sebesar 40 dan pada taraf signifikansi 5%maka diputuskan

bahwa H0 ditolak atau Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan (peningkatan) yang signifikan antara skor pretest dengan skor posttest, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tentang KMS dapat meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang KMS.


(72)

commit to user BAB V PEMBAHASAN

Penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS dilaksanakan di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo dimana kegiatan rutin di Posyandu Desa Kadilangu dilaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk penyuluhan kader oleh tenaga kesehatan. Pertemuan kedua digunakan untuk kegiatan posyandu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pretes dan pendidikan kesehatan pada pertemuan pertama dan melakukan posttes pada pertemuan kedua. Kendala dalam penelitian ini adalah ketika dilaksanakan postets setelah selesainya kegiatan posyandu sehingga kader mengerjakan kuesioner secara terburu-buru bahkan ada yang mengerjakan kuesioner posttest dirumah kader sehingga peneliti harus mengambil hasil posttest di rumah kader.

A. Karakteristik Responden

Pada tabel 4.1 menunjukkan tentang karakteristik responden berdasarkan umur dimana umur mempunyai pengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan kader semakin baik Notoatmodjo (2005). Hasil penelitian menunjukkan distribusi umur responden, sebagian besar berumur 31-35 tahun ada 11 orang (26.83%) dan sebagian kecil berumur 16-20 tahun ada 1 orang (2.43%). Hal ini berarti


(73)

terdapat rentang umur dimana pengetahuan seseorang semakin baik yakni pada rentang umur dewasa hingga batas umur tua dimana seseorang akan cenderung berpengetahuan menurun. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Pangestuti (2008) bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kemampuan menafsirkan pesan pertumbuhan anak dalam KMS adalah keaktifan kader, pendidikan, partisipasi sosial dan umur kader.

Pada tabel 4.2 menunjukkan tentang karakteristik responden berdasarkan pendidikan dimana pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Menurut Airin (2010) Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima pengetahuan. Namun kesadaran untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi masih kurang. Hasil penelitian menunjukkan distribusi responden sebagian besar berpendidikan SLTA ada 20 orang (47.78%) dan sebagian kecil berpendidikan SD ada 5 orang (12.20%). Hal ini berarti pendidikan dalam penelitian ini mayoritas masuk dalam kategori SLTA. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rosphita (2007) bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan kader, pendidikan kader dengan ketrampilan menginterpretasikan hasil penimbangan (N dan T) dan menggambar grafik pertumbuhan anak.


(74)

commit to user

yang di perlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga pekerjaan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang Notoatmodjo (2005). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak bekerja atau berstatus ibu rumah tangga ada 29 orang (70.73%) dan sebagian kecil bekerja ada 12 orang (29.73%). Kader di posyandu merupakan pengabdian masyarakat yang memerlukan waktu dari kader itu sendiri. Sehingga mayoritas kader yang dapat memberikan waktu untuk posyandu adalah kader yang tidak bekerja. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Airin (2010) bahwa terdapat pengaruh karakteristik kader (meliputi : paritas, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap) terhadap pengetahuan kader.

B. Analisis Perbedaan Pretest dan Postest

Berdasarkan hasil perhitungan uji statistik menghasilkan nilai t sebesar 10,283 dengan signifikansi (p) sebesar 0,000. Pengujian dilakukan dengan derajat kebebasan (df) sebesar 40 dan pada taraf signifikansi 5% sehingga

nilai kritis distribusi ttabel yang digunakan sebagai pembanding adalah sebesar

2,021. Terlihat bahwa thitung > ttabel (10,283 > 2,021) atau p < 0,05 maka

diputuskan bahwa H0 ditolak atau Ha diterima. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan (peningkatan) yang signifikan antara skor pretest dengan skor posttest, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tentang KMS dapat meningkatkan pengetahuan kader posyandu tentang KMS. Sehingga ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS.


(75)

Hasil dari penelitian didapatkan hasil posttest lebih baik daripada hasil pretest hal ini disebabkan karena adanya suatu perlakuan yaitu sebelum posttest kader diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa setelah seseorang mengalami stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui dan disikapinya. Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup pengetahuan, sikap dan ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tentang KMS merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan kader.

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diketahui pengetahuan kader tentang KMS sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang KMS lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan kader tentang KMS sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang KMS. Perubahan pengetahuan ini melalui beberapa tingkatan sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa


(1)

commit to user

Hasil dari penelitian didapatkan hasil posttest lebih baik daripada hasil

pretest hal ini disebabkan karena adanya suatu perlakuan yaitu sebelum

posttest kader diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa setelah seseorang mengalami stimulus atau obyek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui dan disikapinya. Sedangkan menurut Machfoed (2005), pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencangkup pengetahuan, sikap dan ketrampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tentang KMS merupakan aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan kader.

Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diketahui pengetahuan kader tentang KMS sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang KMS lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan kader tentang KMS sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang KMS. Perubahan pengetahuan ini melalui beberapa tingkatan sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa

pengetahuan mempunyai beberapa tingkatan: 1) Tahu (know)merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Dapat dievaluasi dengan menyebutkan kembali, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan


(2)

commit to user

sebagainya, sebagai ukuran bahwa orang tersebut tahu tentang apa dipelajari atau informasi apa yang didapat. 2) Memahami (comprehension) seseorang dianggap memahami suatu objek bila ia bisa menjelaskan tentang objek tersebut, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. 3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, seperti penggunaan metode, prinsip dan sebagainya. 4) Analisis

(analysis) yaitu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek dalam

komponen-komponen dan masih ada kaitannya satu sama lain, seperti membedakan, memisahkan, mengelompokkan. 5) Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan seseorang dalam menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (evaluation) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menilai materi atau objek dengan kriteria penelitian yang sudah ada atau yang ditentukan sendiri.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pengetahuan kader sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang KMS lebih baik, hal ini di dukung oleh metode yang dipakai dalam memberikan pendidikan kesehatan ini menggunakan metode ceramah. Materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan responden dan dalam penyampaian pendidikan kesehatan menggunakan alat bantu berupa leaflet dan materi yang disertai dengan gambar yang jelas Airin (2010).

Penelitian yang mendukung hasil penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wahyuna (2008) dengan hasil ada pengaruh pendidikan


(3)

commit to user

kesehatan tentang posyandu lansia terhadap pengetahuan dan sikap kader dalam memberikan pelayanan di posyandu lansia Nanda (2007) dengan hasil ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan kader, pendidikan kader dengan keterampilan menginterpretasikan hasil penimbangan (N dan T) dan menggambar grafik pertumbuhan anak serta oleh Lopez (2003) dengan hasil promosi kesehatan pada kader posyandu meningkatkan pengetahuan kader.


(4)

commit to user BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS Di Posyandu Desa Kadilangu Sukoharjo dengan sampel sebanyak 41 orang dapat disimpulkan:

1. Rata-rata skor pengetahuan kader tentang KMS responden sebelum diberi

pendidikan kesehatan tentang KMS adalah sebesar 20,34.

2. Rata-rata skor pengetahuan kader tentang KMS responden setelah diberi pendidikan kesehatan tentang KMS adalah sebesar 26,02.

3. Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan kader tentang KMS.

B. SARAN

1. Untuk Bidan

Diharapkan bidan dapat memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada kader di posyandu mengenai KMS sehingga kader mengerti dan dapat menerapkan KMS dengan tepat.

2. Untuk kader

Diharapkan masyarakat khususnya kader dapat meningkatkan pengetahuan tentang KMS melalui ikut serta dalam pelatihan kader sehingga apabila


(5)

commit to user

terdapat resiko terhadap kesehatan balita dapat segera diketahui dan ditangani.


(6)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

Aditama, 2010. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-afitama1.pdf. Di unduh 12 April 2011 jam 17.00 wib.

Ahira, 2010. Peran Serta Kader Dalam Posyandu. UGM: Yogyakarta.

Airin, 2010. Pengaruh Karakteristik Kader Terhadap Pengetahuan Kader.

Universitas Muhamadiyah Surakarta. PhD Thesis.

Arikunto, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta : Rineka Cipta. Cahyono, 2010. Teknik Sampling Dalam Penelitian Administrasi. Juli 2010.

http://www.scribd.com/doc/30385769/Teknik-sampling-dalam-penelitian-administrasi di unduh Februari 2011 jam 16.05 WIB.

Depkes RI, 2003. Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) Bagi Balita. Menteri Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Khomsan, 2010. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. 24 Oktober 2008.

http://medicastore.com/artikel/247/Mengetahui_Status_Gizi_Balita_And a.html di unduh 25 Februari 2011 jam 19.00 WIB.

Lopez, 2003. Promosi Kesehatan Pada Kader. Alfabeta : Bandung

Nanda, 2007. Hubungan Yang Bermakna Antara Pengetahuan Kader, P endidikan

Kader Dengan Keterampilan Menginterpretasikan Hasil Penimbangan

(N Dan T) Dan Menggambar Grafik Pertumbuhan Anak. Universitas :

Sumatra Utara

Notoatmodjo, 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta: Jakarta.

__________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Salemba

Medika: Jakarta.