PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL GUIDED INQUIRY (INKUIRI TERBIMBING) DAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA.

(1)

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL GUIDED INQUIRY (INKUIRI TERBIMBING) DAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh : Hayati Dwiguna

0905881

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL GUIDED INQUIRY (INKUIRI TERBIMBING) DAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI

BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA

Oleh Hayati Dwiguna

0905881

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Hayati Dwiguna 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

November 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL GUIDED INQUIRY (INKUIRI TERBIMBING) DAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN FISIKA

Oleh Hayati Dwiguna

NIM 0905881

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING Pembimbing I

Dr. Drs. Didi Teguh Chandra, M. Si. NIP. 195910131984031001

Pembimbing II

Drs. Dedi Sasmita, M. Si. NIP. 196506151998031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M. Si. NIP. 196807031992032001


(4)

ABSTRAK

Hayati Dwiguna: Perbandingan Penggunaan Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fisika

Penulis melaksanakan penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya prestasi belajar siswa di jenjang SMP yang dikarenakan pembelajaran yang terpusat pada guru, sehingga siswa tidak memahami apa yang telah dipelajari. Oleh karena itu Penulis berupaya untuk mencari atau meneliti model apa yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Pada penelitian ini Penulis mencoba untuk membandingkan dua model yang masih berada dalam satu strats inkuiri yaitu Guided Inquiry dan Guided Discovery Learning. Subjek yang menjadi sampel penelitian ini adalah tiga kelas di salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung yang dipilih secara purposive Sampling, dengan perincian dua kelas dijadikan kelas eksperim yaitu dengan diterapkan model Guided Inquiry dan Guided Discovery Learning di kedua kelas tersebut, sedangkan kelas yang satunya digunakan sebagai kelas kontrol. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa Penulis memberikan tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Analisis yang dilakukan terhadap data hasil penelitian dengan menggunakan uji-t dan gain ternormalisasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kedua model tersebut memberikan peningkatan terhadap prestasi belajar siswa dengan perolehan skor gain ternormalisasi sebagai berikut, untuk kelas eksperimen guided inquiry sebesar 0,71 (kategori tinggi), kelas eksperimen guided discovery learning sebesar 0,52 (kategori sedang), kelas kontrol 0,37 (kategori sedang). Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kedua model tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa lebih baik jika dibandingkan dengan kelas kontrol. Kemudian dari kedua model tersebut ternyata model pembelajaran guided inquiry lebih meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan jika dibandingkan dengan model pembelajaran guided discovery learning. Hal ini dapat dilihat dari perolehan uji-t dari kedia kelas tersebut, yaitu thitung = 3,67 > ttabel = 2,66.


(5)

ABSTRACT

Hayati Dwiguna: Perbandingan Penggunaan Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model Guided Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fisika

This research is motivated by the lack of student achievement because the teacher -centered learning , so that students do not understand what they have learned . Therefore, the author seeks to find a model of what can improve student achievement . In this study the author compares the two models of Guided Inquiry and Guided Discovery Learning . Subject in the study sample is one of the three classes in junior high school in Bandung purposively selected sampling , with details of the two classes is used as the experimental class, and the third class as the control class . To determine the increase in student achievement , author provides pre - test and post - test . Processing of research data is processed through the t-test and gain normalized . The results of this study indicate that both models provide improved student achievement with the acquisition of gain scores normalized as follows , for the class of guided inquiry experiment by 0.71 ( high category ) , the experimental class guided discovery learning by 0.52 ( medium category ) , 0.37 control class ( medium category ) . From the analysis, it can be concluded that both models can improve student achievement is better when compared with the control class . Then from these two models guided inquiry learning model turns out to further improve student achievement significantly when compared with the guided learning model learning discovery. It can be seen from the acquisition of the t-test out the second class, thitung = 3.67> ttable = 2.66.

Keyword: Guided Discovery Learning, Guidad Inquiry, Student student achievement.


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ……….... vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. viii

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ……… 1

B. Rumusan Masalah ………...……… 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

D. Variabel Penelitian ……….. 7

E. Manfaat Penelitian ………. 7

F. Susunan Penulisan ……….. 8

BAB II KAJIAN TEORI 9 A. Belajar ………. 9

B. Pembelajaran ………... 11

C. Pembelajaran Fisika ……… 12

D. Pengertian Inkuiri ………... 13

E. Jenis Inkuiri ……… 14

F. Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) ………. 16

G. Kelebihan dan Kelemahan Model Guided Inquiry ………..……… 17

H. Guided Discovery Learning ……… 17

I. Prestasi Belajar ………... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 A. Metode Penelitian ………... 25

B. Desain Penelitian ……… 25

C. Populasi dan Sampel ………... 26

D. Prosedur Penelitian ………. 27

E. Teknik Pengumpulan Data ………. 30

F. Teknik Penilaian Instrumen ……… 31

G. Teknik Pengolahan Data Hasil Penelitian ……….. 34

H. Hasil Uji Coba Instrumen ………... 41

I. Batasan Masalah ………. 45

J. Definisi Operasional ………... 45

K. Hipotesis ………. 47

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 48 A. Analisis Data Hasil Penelitian ……… 48

1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ………... 48


(7)

3. Peningkatan Prestasi Belajar Sisiwa Tiap Aspek Kognitif Yang

Diuji ……….. 60

B. Pembahasan ……… 66

1. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ………... 66

2. Prestasi Belajar Siswa ………... 67

3. Peningkatan Prestasi Belajar Sisiwa Tiap Aspek Kognitif Yang Diuji ……….. 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 72 A. Kesimpulan ………. 72

B. Saran ………... 73

DAFTAR PUSTAKA ……… 74


(8)

1

Hayati Dwiguna, 2013

Perbandingan Penggunaan Modeal Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan bagian dari Ilmu pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam yang dapat diamati dan dapat diukur secara sistematis, sehingga fisika bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sebagaimana yang tercantum pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa proses pembelajaran IPA ditandai oleh munculnya metode ilmiah yang terwujud melalui serangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah. Untuk mencapai hal tersebut, seorang guru harus berusaha untuk menggunakan pendekatan, metode dan model-model yang melibatkan peserta didik dalam memahami suatu konsep. Hal ini bertujuan agar ilmu yang diterima siswa dapat bermakna minimal untuk dirinya.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang Peneliti lakukan di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung. Studi pendahuluan tersebut dilakukan dengan cara observasi, angket, wawancara, serta studi dokumentasi hasil ulangan siswa. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap proses pembelajaran yang dilakukan di kelas menunjukan bahwa siswa hanya menerima informasi selama kegiatan belajar berlangsung. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang kurang memperhatikan dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh, bosan, dan kurang berminat terhadap mata pelajaran fisika yang pada akhirnya perolehan prestasi belajar tidak sesuai dengan harapan. Selain itu juga, dalam pembelajaran tersebut lebih menekankan pada hitungan matematis tanpa pemahaman mendalam akan makna/konsep yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut berakibat


(9)

pada nilai ulangan harian siswa yang rendah. Berdasarkan hasil analisis pada hasil ulangan siswa menunjukan sebanyak 85% siswa yang memperoleh nilai dibawah nilai KKM yang telah ditentukan yaitu sebesar 80 dengan rata-rata nilai ulangan harian siswa pada satu kelas diperoleh rata-rata nilai sebesar 52. Berdasarkan analisis soal-soal yang diberikan pada ulangan tersebut, diketahui bahwa soal-soal tersebut dibuat untuk menguji kemampuan kognitif siswa yang mencakup aspek pemahaman dan penerapan konsep. Dari data tersebut dapat ditunjukan bahwa tingkat prestasi belajar siswa masih tergolong rendah.

Selain melakukan observasi, peneliti pun memberikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran fisika. Diperoleh hasil bahwa sebanyak 86,67% siswa tidak menyukai mata pelajaran fisika dikarenakan materi yang disampaikan terlalu sulit untuk dipahami. Sebanyak 80 % siswa menyatakan bahwa metode pembelajaran yang sering dilakukan adalah metode ceramah. Sebanyak 86,67% siswa lebih menyukai pembelajaran fisika dengan metode praktikum karena lebih mudah untuk memahami konsep yang terkandung dan dapat diingat dalam jangka waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan konsep yang diperoleh dari hasil hafalan. Selanjutanya ada 53,33% siswa yang merasa kesulitan dalam pengerjaan soal-soal fisika dikarenakan harus menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui makna yang terkandung. Kondisi tersebut mendorong siswa menjadi tidak berminat terhadap pembelajaran fisika, sehingga hasil dari proses pembelajaran pun tidak seperti yang diharapkan.

Hal di atas sesuai dengan hasil wawancara kepada guru yang mengungkapkan bahwa yang lebih ditekankan dalam pembelajaran adalah latihan-latihan soal. Hal ini dilakukan agar siswa berhasil lulus dalam setiap ujian dan ujian nasional. Selain itu, keterbatasan waktu pembelajaran dan banyaknya jumlah materi yang harus disampaikan menjadi alasan mengapa guru lebih memilih metode ceramah dan tanya jawab, meskipun tidak dapat mengatasi kesulitan siswa secara keseluruhan dan meningkatkan prestasi belajar siswa, apalagi untuk pelajaran fisika yang dianggap siswa memiliki


(10)

tingkat kesulitan yang cukup besar. Kemudian diperoleh juga informasi bahwa pada tiap pembelajaran di kelas tidak terlalu mengacu pada RPP dan skenario yang telah dibuat. Dengan pembelajaran yang kurang terencana dengan baik dimungkinkan pembelajaran tidak akan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan prestasi belajar siswa pun tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dari uraian di atas tampak bahwa ada beberapa hal yang menjadi faktor penghambat tercapainya prestasi belajar siswa yang maksimal. Salah satu penyelesaiannya yaitu dengan proses pembelajaran di kelas harus direncanakan dengan benar agar mencapai tujuan yang diharapkan, dalam merencanakan proses pembelajaran harus digunakan suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas untuk menentukan perangkat pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai yang disebut sebagai model pembelajaran. (Joyce, dalam Trianto, 2007: 5)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu model pembelajaran yang mampu memfasilitasi terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya sekedar hafalan ataupun hitungan. Jawaban permasalahan yang dideskripsikan di atas, maka perlu dicari dan diterapkan model pembelajaran yang dapat lebih mengaktifkan peserta didik, sehingga prestasi belajarnya pun akan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Selain itu berdasarkan hasil observasi di atas menunjukan bahwa proses pembelajaran fisika di sekolah tersebut masih belum sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA yang menghendaki adanya pengalaman belajar secara langsung dan memberikan pengalaman belajar pada siswa yang ditekankan melalui peran aktif dalam menemukan dan mengkonstruksi pengetahuannya. Piaget (dalam Sanjaya, 2010) menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” orang lain seperti guru, tetapi hasil dari “proses mengkonstruksi” yang dilakukan setiap individu.

Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka perlu adanya suatu pembelajaran yang mengutamakan proses berupa penyelidikan seperti yang


(11)

dilakukan oleh para ilmuan dalam memperoleh prinsip-prinsip atau konsep. Jadi, siswa diharapkan mengalami sendiri proses mencari tahu kebenaran tentang pengetahuan tersebut. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Suchman (Trianto, 2007: 139) bahwa siswa akan lebih menyadari tentang proses penyelidikannya jika diajarkan tentang prosedur ilmiah secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme.

Sagala (Karmin, 2008) mengungkapkan bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil kemudian diingat. Lebih dari itu siswa harus mengkontruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sejalan dengan paham konstruktivisme, (Jonassen, dalam Winataputra, 2007: 6.6) yaitu suatu upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuannya, siswa mengkonstruksi atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki selain itu juga konstruktivisme dapat juga diartikan sebagai paham dalam pembelajaran yang mengharuskan siswa belajar dengan cara membangun pengetahuannya. Pada dasarnya dalam pembelajaran ini bahwa individu harus secara aktif “membangun” pengetahuan, keterampilan, dan informasi yang diperoleh dalam proses membangun kerangka oleh peserta didik dari lingkungan di luar dirinya (Brunner, dalam Baharuddin&Wahyuni, 2007: 115).

Pendekatan pembelajaran konstruktivis ini ada dua bentuk, yaitu konstruktivis individual (individual constructivism) dan konstruktivis sosial (social construction). Menurut Vygotsky, adalah seorang pemikir konstruktivis, menekankan pentingnya peran konstruksi pengetahuan sebagai proses sosial dan kebersamaan, sedangkan Piaget beranggapan bahwa faktor individual lebih penting daripada faktor sosial. Salah satu model konstruktivis sosial yaitu inkuiri terbimbing, sedangkan salah satu model konstruktivis individual adalah Guided discovery learning (Winataputra, 2007: 6.7).

Model guided inquiry dan guided discovery learning cocok digunakan untuk siswa jenjang lanjutan pertama dikarenakan mereka masih butuh


(12)

panduan dari guru. Hal ini sesuai dengan Wahyudin (2010) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dan guided discovery learning tepat diterapkan pada siswa jenjang lanjutan pertama sebab pada jenjang tersebut siswa belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan eksperimen sehingga siswa masih perlu mendapat bimbingan dari guru.

Menurut Baharuddin (2007 : 129) model pembelajaran guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, dimana dalam proses belajar peserta didik adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Kemudian menurut Jerome Bruner, guided discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpengaruh, yaitu peserta didik didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri (Baharuddin & Wahyuni, 2007: 129).

Penggunaan model guided inquiry dan guided discovery learning bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan kedua model tersebut. Penelitian yang dilakukan para ahli tentang penggunaan model guided inquiry dan guided discovery learning dalam pembelajaran pada umumnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah hasil penelitian Arief (2012) yang menghasilkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat mengoptimalkan pemahaman konsep fisika. Penelitian Jayadianta (2010), mendapat hasil bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa melalui kegiatan praktikum. Selain itu juga ternyata pembelajaran dengan model guided discovery learning juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Armiyati (2013), bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA meningkat setelah diterapkan model discovery, kemudian penelitian Qorri’ah (2011), menghasilkan bahwa model guided discovery learning dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.


(13)

Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, penulis merasa perlu melakukan penelitian mengenai penggunaan model guided inquiry (inkuiri terbimbing) dan model guided discovery learning dalam pembelajaran fisika dengan judul “Perbandingan Penggunaan Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) dan Model Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah secara umum dari penelitian adalah “Bagaimana perbandingan peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran guided inquiry (inkuiri terbimbing) dan guided discovery learning dalam pembelajaran fisika?

Adapun rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan-pertanyaan penelitian di bawah ini:

1. Bagaimana peningkatan prestasi siswa setelah diterapkan model pembelajaran Guided Inquiry dalam pembelajaran fisika?

2. Bagaimana peningkatan prestasi siswa setelah diterapkan model pembelajaran Guided Discovery Learning dalam pembelajaran fisika? 3. Bagaimana perbandingan peningkatan prestasi siswa setelah diterapkan

model pembelajaran Guided Inquiry dan model pembelajaran Guided Discovery Learning dalam pembelajaran fisika?

4. Bagaimana perbandingan peningkatan prestasi belajar siswa di kelas eksperimen (guided inquiry dan guided discovery learning) terhadap prestasi belajar siswa di kelas kontrol (tanpa perlakuan dari Peneliti)? C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan peningkatan prestasi siswa setelah diterapkan model pembelajaran Guided Inquiry dan model pembelajaran Guided Discovery Learning dalam pembelajaran fisika.


(14)

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran guided inquiry (inkuiri terbimbing) dan model pembelajaran guided discovery learning.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa. E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat bagi siswa, sekolah, dan peneliti.

1. Bagi Siswa

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan pengalaman dalam memecahkan masalah dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

b. Melatih keberanian, keterampilan dan rasa percaya diri pada saat melaksankan pembelajaran fisika.

2. Bagi Sekolah

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan masukan yang positif bagi sekolah sehingga sekolah dapat meningkatkan mutu lulusan.

3. Bagi Peneliti

Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam meningkatkan pengalaman pembelajaran di kelas, serta dapat memperoleh informasi mengenai penerapan model guided inquiry dan guided discovery learning terhadap hasil balajar siswa pada pembelajaran fisika.


(15)

F. Susunan Penulisan

Adapun rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab adalah sebagai berikut.

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB I ini membahas latarbelakang diadakannya penelitian ini, kemuadian terdapat rumusan masalah yang memuat pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab lewat penelitian. Selain itu, dijelaskan juga variabel-variabel dari penelitian ini, serta tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan.

2. BAB II KAJIAN TEORI

Pada BAB II ini dibahas mengenai beberapa teori belajar pembelajaran, kemudian dibahas juga mengenai pembelajaran fisika. Selanjutnya baru dibahas mengenai inkuiri yang mencakup pengertian inkuiri, jenis inkuiri, serta guided inquiry. Pada bagian berikutnya dibahas juga mengenai guided discovery learning dan yang terakhir membahas prestasi belajar yang mencakup pengertian prestasi belajar menurut beberapa ahli dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. 3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada BAB III ini menjelaskan metodologi yang digunakan pada penelitian ini. Metodologi ini mencakup metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel, batasan masalah, definisi operasional, prosedur penelitian, teknik pengumpulkan data, teknik penilaian instrument, serta teknik pengolahan data hasil penelitian.

4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada BAB IV ini mengulas mengenai pengolahan data hasil penelitian dan pembahasan dari analisis hasil penelitian. Dalam pembahasan terdapat teori-teori yang mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan.


(16)

5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada BAB V ini membahas kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian yang selanjutnya.


(17)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Metode penelian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment atau eksperimen semu. Menurut Sukmadinata (2011: 59), quasi eksperimen pada dasarnya sama dengan eksperimen murni, bedanya adalah dalam pengontrolan variabel. Pengontrolannya hanya dilakukan terhadap satu variabel saja, yaitu variabel yang dianggap paling dominan. Contohnya kecerdasan atau intelegensi. Sehingga hasil penelitian bukan bentuk-bentuk dari variable yang dipilih oleh peneliti. Dengan kata lain, terdapat variable yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga metode ini dipandang cocok untuk penelitian pendidikan.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penerapan model Guided Inquiry dengan model Discovey Learning dalam meningkatkan prastasi belajar siswa, sehingga dibutuhkan dua kelas eksperimen yang akan diteliti sejauh mana peningkatan prestasi belajarnya. Pada desain ini ada dua kelompok yang akan diberikan perlakuan (model pembelajaran) yang berbeda namun masih setara dan kemudian akan dibandingkan, kelas mana yang mengalami peningkatan hasil belajar lebih signifikan. Pada penelitian ini akan diberikan dua tes di bagian awal sebelum diberi perlakuan dan bagian akhir setelah diberi perlakuan.

Desain Penelitian Matching Pretest-Posttest Comparison Group Design (Sukmadinata, 2011: 208)

Kelompok Pretest (T) Treatment (X) Posttest (T’)

KE (I) T X1 T’

KE (II) T X2 T’


(18)

KE = Kelas Eksperimen

T : tes awal (pretest) sebelum perlakuan pembelajaran. : Perlakuan dengan model guided inquiry

: Perlakuan dengan model guided discovery learning. T’ : tes akhir (posttest) sesudah perlakuan pembelajaran.

Namun untuk mendapatkan tambahan informasi dan data, maka Peneliti menghadirkan adanya kelas tambahan yaitu kelas ketiga yang tidak mendapat perlakuan dari Peneliti. Sehingga desainnya menjadi seperti tabel di bawah ini,

Desain Penelitian Matching Pretest-Posttest Comparison Group Design (Sukmadinata, 2011: 208)

Kelompok Pretest (T) Treatment (X) Posttest (T’)

KE (I) T X1 T’

K III T X2 T’

Kelompok Pretest (T) Treatment (X) Posttest (T’)

KE (II) T X1 T’

K III T X2 T’

Keterangan:

T : tes awal (pretest) sebelum perlakuan pembelajaran. : Perlakuan dengan model guided inquiry

: Perlakuan dengan model guided discovery learning. T’ : tes akhir (posttest) sesudah perlakuan pembelajaran. C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian (Sukmadinata, 2011: 250). Sehingga populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kalas VII di salah satu SMP Negeri di kota Bandung tahun pelajaran 2013/2014.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang jumlah dan karakteristiknya mewakili suatu populasi (Sukmadinata 2011: 250). Yang


(19)

manjadi sampel dalam penelitian ini adalah yaitu tiga kelas dari keseluruhan kelas VII yang dapat mewakili populasi yang dipilih secara Pusposive Sampling ( Sampel Bertujuan).

Pusposive Sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Dalam pengambilan sampel secara Purposive Sampling, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2006: 139), diantaranya:

1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat, atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi.

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian dan mengurus perizinan penelitian.

b. Melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui permasalahan di lapangan dengan cara observasi kegiatan di kelas pada saat pembelajaran fisika dan wawancara kepada guru dan siswa.

c. Studi literatur untuk memperoleh teori yang akurat mengenai permasalahan yang akan diteliti.

d. Telaah kurikulum mengenai pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian.


(20)

e. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), skenario pembelajara, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan lembar observasi. f. Membuat instrumen penelitian berupa soal tes

g. Mengkonsultasikan dan men-jugement instrumen penelitian kepada dosen pembimbing.

h. Menguji instrumen tes di sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

i. Melakukan analisis uji instrumen yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Kemudian menentukan soal yang akan dijadikan instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan pre-test untuk mengukur kemampuan kognitif siswa sebelum diberikan tindakan.

b. Memberi tindakan dalam pembelajaran fisika di masing-masing kelompok berupa model pembelajaran guided inquiry (inkuiri terbimbing) dan discovery learning. Selain itu juga saat pembelajaran terjadi dilakukan observasi oleh observer dan selanjutnya ada pelaksanaan evaluasi, pelaksanaan refleksi, dan pelaksanaan rencana ulang berdasarkan hasil dari tahap refleksi dan dilakukan secara kolaburatif dengan guru yang lain.

c. Memberikan posttest untuk mengetahui kemampuan kognitif akhir siswa setelah diberikan tindakan.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan pengolahan data terhadap data hasil pretest dan posttest serta lembar observasi.

b. Menganalisis hasil penemuan

c. Pembuatan kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang telah dibuat. d. Penyusunan laporan berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan


(21)

Berikut adalah alur dari prosedur penelitian yang akan dilakukan: Menentukan sekolah dan

perizinan untuk penelitian Studi Pendahuluan

Telaah Kurikulum Studi Literatur

Menyusun RPP, LKS, dan Lembar Observasi

Menguji Instrumen Membuat Instrumen Soal

Analisis Instrumen

Memberikan Pretest Memberikan Pretest

Memberikan Posttest Memberikan Posttest

Memberikan Tindakan Model Pembelajaran

Guided Inquiry

Memberikan Tindakan Model Pembelajaran

Discovery Learning

Pengolahan Data Analisis Hasil Temuan

Membuat Kesimpulan Membuat Laporan

Kelompok I Kelompok II

Tahap Persiapan

Tahap Pelaksanaan


(22)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini ada 2 jenis yaitu tes dan non-tes.

1. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui penyampaian beberapa pertanyaan tertulis. Menurut Arikunto (2009: 53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

Tes yang akan digunakan yaitu tes pilihan ganda (multiple choice items) yaitu suatu tes yang di susun dimana setiap pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang dapat dipilih. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa peneliti menggunakan instrumen yang diujikan kepada siswa pada saat pretest dan posttest. Tes ini dilakukan dua kali, yaitu saat pretest untuk mengetahui prestasi belajar awal siswa, dan yang kedua pada saat postest untuk mengetahui prestasi belajar siswa sebagai hasil pembelajaran. Pengukuran prestasi belajar siswa dibatasi sampai kemampuan kognitif saja, kemampuan yang diukur dari C1 sampai C4 yang meliputi aspek hafalan, pemahaman, penerapan, dan analisis.

2. Teknik nontes dilakukan dengan cara observasi (pengamatan). Teknik ini digunakan oleh mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model discovery learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas melalui pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan observasi ini, perlu adanya observer yang bertugas untuk mengobservasi pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Observasi ini dibuat dalam bentuk cheklist. Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cheklist pada tahapan-tahapan model pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti.


(23)

F. Teknik Penilaian Instrumen

Menurut Arikunto (2009) bahwa di dalam penelitian data mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedangkan benar tidaknya data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpul data. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instrument yang akan digunakan. Instrument yang baik harus memenuhi dua kriteria, yaitu: instrument yang dibuat harus valid (tepat) dan reliabel (ajeg).

1. Data tes a. Validitas

Validitas tes adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau ketepatan kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2009: 65).

Untuk mengetahui validitas item dari suatu tes dapat menggunakan suatu teknik korelasi point biserial (Arikunto, 2009: 73). Dalam penelitian ini, besarnya koefisien kolerasi antara dua variabel dirumuskan :

rpbis =

(Arikunto, 2009: 73) dengan : rPbis = koefisien korelasi biserial

Mp = rata-rata skor siswa yang menjawab dengan benar Mt = rata-rata skor siswa keseluruhan

p = propoosi siswa yang menjawab soal dengan benar q = propoosi siswa yang menjawab soal salah


(24)

Tabel interpretasi Validitas Butir Soal (Arikunto, 2009: 75) Nilai rxy Interpretasi

0,80 – 1,00 Sangat tinggi 0,60 – 0,80 Tinggi 0,40 – 0,60 Cukup 0,20 – 0,40 Rendah 0,00 – 0,20 Sangat rendah b. Reliabilitas

Menurut Munaf (2001:59) reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah). Dalam penelitian ini, metode yang akan di gunakan dalam menentukan reliabilitas instrumen tes ialah metode belah dua (split-half method). Dalam metode belah dua, instrumen tes di belah menjadi dua (ganjil dan genap) sehingga setiap siswa memperoleh dua macam skor yaitu skor yang diperoleh dari soal-soal bernomor ganjil dan skor yang diperoleh dari soal-soal bernomor genap. Skor total diperoleh dengan menjumlahkan skor ganjil dan skor genap. Untuk memperoleh nilai reliabilitas tes, skor ganjil kemudian dikorelasikan dengan skor genap dengan menggunakan koefisien korelasi ganjil-genap yang dikoreksi menjadi koefisien reliabilitas.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Arikunto (2009: 86) bahwa reliabilitas suatu tes berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk menentukan koefisien reliabilitas menggunakan rumus sebagai berikut:


(25)

(1 + r1/21/2)

(Arikunto, 2009: 93) Keterangan :

r1/21/2 : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes r11 : koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan

Tabel interpretasi Validitas Butir Soal (Arikunto, 2012: 75)

Batasan Kriteria

0,80 <r11< 100 Sangat Tinggi 0,60 <r11< 0,80 Tinggi 0,41 <r11< 0,60 Cukup 0,20 <r11< 0,4 Rendah

< 0,20 Sangat Rendah

c. Daya pembeda

Menurut Arikunto (2009: 211), daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:

DP = -

(Arikunto, 2009: 213) DP = Daya pembeda butir soal

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar


(26)

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

Tabel interpretasi daya pembeda butir soal (Arikunto, 2009: 218)

Nilai DP Interpretasi

negative Soal dibuang 0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup 0,41 – 0,70 Baik 0,71 – 1,00 Baik sekali d. Tingkat kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar (Arikunto, 2009: 207).

Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan perumusan: P =

(Arikunto, 2009: 208) Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel interpretasi tingkat kesukaran soal (Arikunto, 2009: 210)

Nilai P Interpretasi

0,00 < P < 0,30 Sukar 0,31 < P < 0,70 Sedang 0,71 < P < 1,00 Mudah G. Teknik Pengolahan Data Hasil Penelitian

Adapun teknik pengolahan data yang akan digunakan yaitu sebagai berikut. Data untuk mengukur prestasi belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dari hasil pre-test sebelum diberikan perlakuan (treatment)


(27)

pembelajaran dan hasil post-test setelah diberikan perlakuan (treatment) pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data skor tes adalah sebagai berikut.

1. Penskoran

Skor ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi nilai satu dan jawaban yang salah diberi nilai nol. Pemberian skor menggunakan ketentuan sebagai berikut.

S =

x 100

Dengan:

R = jumlah jawaban yang benar S =skor siswa

2. Menghitung rata-rata (mean)

Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor pretest maupun skor posttest digunakan rumus sebagai berikut.

̅

Dengan:

̅ = rata-rata skor

= skor atau nilai siswa ke i = jumlah siswa

3. Menentukan nilai gain

Gain adalah selisih antara skor pretest dan skor posttest. Nilai gain dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Dengan:

G = gain; = skor posttest; = skor pretest 4. Menentukan nilai gain ternormalisasi

Gain ternormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa (Hake, 2002). Untuk


(28)

menghitung nilai gain ternormalisasi digunakan persamaan (Hake, 2002) berikut.

Rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dirumuskan sebagai berikut.

Dengan:

= rata-rata gain yang dinormalisasi

= rata-rata skor posttest = rata-rata skor pretest

Nilai yang diperoleh kemudian diinterpretasikan pada tabel berikut.

Tabel 3.11 Interpretasi Gain yang dinormalisasi Gain Ternormalisasi Interpretasi

0,00 < h ≤ 0,30 Rendah 0,30 < h ≤ 0,70 Sedang 0,70 < h ≤1,00 Tinggi

(Hake, 2002) 5. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh mempunyai perbedaan yang signifikan. Prosedur yang memungkinkan peneliti menerima atau menolak hipotesis nol, atau menentukan apakah data sampel berbeda dari hasil yang diharapkan disebut pengujian hipotesis (Margono,2004:194) Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan melalui pengolahan data gain setiap siswa. Untuk melakukan pengujian hipotesis penelitian dilakukan beberapa tahapan pengolahan data (Nurgana, 1985: 20) dalam (Rizal:2010) yaitu:

a. Melakukan uji normalitas dari distribusi masing-masing kelas eksperimen.


(29)

b. Jika keduanya berdistribusi normal, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji homogenitas variansinya.

c. Jika kedua variansinya homogen, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji t.

d. Jika salah satu atau dua distribusi dari data yang diperoleh tidak normal, maka pengolahan data selanjutnya menggunakan statistika tak parametrik dengan menggunakan uji Wilcoxon.

e. Jika kedua distribusinya normal, tetapi variansinya tidak homogen maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji t’.

6. Uji Normalitas

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji normalitas adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006:160).

- Menentukan skor terbesar dan terkecil - Menentukan rentangan (R)

R = skor terbesar – skor terkecil

- Menentukan banyak kelas (BK) dengan rumus: BK = 1 + 3,3 log n, n = jumlah siswa

- Menentukan panjang kelas (i) dengan rumus:

- Menghitung rata-rata dan standar deviasi

Rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan

̅

Sedangkan, standar deviasi dihitung dengan menggunakan persamaan

√ ̅

Dengan:

̅ = rata-rata skor

= skor atau nilai siswa ke i = jumlah siswa


(30)

S = standar deviasi

- Menentukan batas kelas, yaitu angka skor kiri kelas interval pertama dikurangi 0,5 dan angka skor kanan interval ditambah 0,5.

- Menentukan nilai baku (z) dengan menggunakan rumus: ̅ bk = batas kelas

- Mencari luas 0 – Z dari tabel kurva normal dari 0 – Z.

- Mencari luas daerah di bawah kurva normal (l) untuk setiap kelas interval dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

l = luas kelas interval

= luas daerah batas bawah kelas interval = luas daerah batas atas kelas interval

- Mencari frekuensi observasi (Oi) dengan menghitung banyaknya respon yang termasuk pada interval yang telah ditentukan dengan cara mengalikan luas tiap interval dengan jumlah responden.

- Mencari harga Chi Kuadrat ( ) dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

hitung = Chi Kuadrat hasil perhitungan

- Membandingkan harga hitung dengan tabel

Jika hitung < tabel, maka data berdistribusi normal Jika hitung > tabel, maka data tidak berdistribusi normal 7. Uji Homogenitas

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan homogenitas adalah sebagai berikut (Arikunto, 2006: 156).

- Menentukan varians dari dua sampel data yang diuji homogenitasnya. - Menghitung nilai F dengan menggunakan persamaan:


(31)

Keterangan:

= varians yang lebih besar = varians yang lebih kecil

- Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel Jika Fhitung < Ftabel, maka data homogen

Jika Fhitung > Ftabel, maka data tidak homogen 8. Uji Hipotesis (Uji-t)

Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji-t. untuk sampel besar (n > 30) persamaan yang digunakan adalah

Panggabean, (2001:149) = rata-rata gain kelas eksperimen

= rata-rata gain kelas kontrol = jumlah siswa

= jumlah siswa

= varians gain kelas eksperimen = varians gain kelas kontrol

Cara untuk membandingkan hasil thitung dengan ttabel adalah sebagai berikut.

- Menentukan derajat kebebasan (dk), dk =

- Melihat tabel distribusi t untuk tes satu ekor pada taraf signifikansi 0,05 atau kepercayaan 95%, sehingga akan diperoleh nila t dengan

persamaan - Kriteria hasil pengujian

thitung > ttabel maka Ho ditolak atau Ha diterima thitung < ttabel maka Ho diterima atau Ha ditolak


(32)

9. Uji-t’

Uji-t’ dilakukan jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: - Tolak Ho jika t’>

, dan terima Ho jika terjadi sebaliknya.

Dengan: ; ; ; 10.Uji Wilcoxon

Uji Wilcoxon dilakukan jika data tidak berdistribusi normal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

- Membuat daftar rank dengan mengurutkan skor - Menghitung nilai W wilcoxon

- Nilai W adalah bilangan yang paling kecil dari jumlah rank positif dan jumlah rank negatif. Bila jumlah rank positif sama dengan jumlah rank negatif, maka diambil salah satu saja.

- Menentukan nilai W dari daftar

Untuk jumlah siswa lebih dari 25orang, maka rumus yang digunakan untuk mencari nilai W adalah sebagai berikut.

- Membandingkan Whitung dengan Wtabel

Jika Whitung < Wtabel maka Ho ditolak Jika Whitung > Wtabel maka Ho diterima

- Jika nilai W < W0,01( )n maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi


(33)

- Jika W >W0,01( )n , maka maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha) ditolak artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry tidak lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi

- Jika kedua perlakuan sama saja dengan α = 0,01, maka pengolahan data dilanjutkan dengan α = 0,05.

11.Observasi Keterlaksananan

Data Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran guided inquiry dan discovery learning dianalisis berdasarkan pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang diamati oleh observer. Dari data hasil observasi diolah ke dalam bentuk persentase, dan akhirnya dapat dibuat kesimpulan yang selanjutnya diinterpretasikan secara deskriptif. Data hasil observasi dihitung dengan presentasi keterlaksanaan model pembelajaran dengan menggunakan rumus :

Kriteria Persentasi Keterlaksanaan Strategi Pembelajaran

K (%) Kriteria

0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < K < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < K < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < K < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < K < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

100 Seluruh kegiatan terlaksana

H. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen dilakukan kepada siswa di sekolah yang sama yang tetapi pada jenjang kelas yang lebih tinggi yaitu diujicobakan di kelas VIII yang sudah mendapatkan materi pelajaran yang akan diuji cobakan (Gerak). Data hasil uji coba kemudian dianalisis meliputi uji reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran seperti yang dibahas Budiarti dalam (Permata : 2012)


(34)

sebelumnya.

Hasil analisis terhadap uji coba instrumen tes penguasaan konsep yang telah dilakukan, dirangkum pada Lampiran.

= √ = 0,538761 = = 0,700253

Koefisien Reabilitas = 0,7 (tinggi) No.

Soal

Analisis Instrumen Tes

Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda

Ket. Indeks Kategori Indeks Kategori Indeks Kategori

1 0,55 Sedang 0,81 Mudah 0,36 Sedang Digunakan

2 0,31 Rendah 0,81 Mudah 0,21 Sedang Dibuang

3 0,05 Sgt Rndh 0,52 Sedang 0,34 Sedang Dibuang

4 0,46 Sedang 0,67 Sedang 0,49 Baik Digunakan

5 0,37 Rendah 0,44 Sedang 0,33 Sedang Digunakan

6 0,36 Rendah 0,81 Mudah 0,21 Sedang Dibuang

7 0,72 Tinggi 0,59 Sedang 0,64 Baik Digunakan

8 0,11 Sgt Rndh 0,52 Sedang 0,19 Jelek Dibuang

9 0,49 Sedang 0,63 Sedang 0,57 Baik Digunakan

10 0,44 Sedang 0,70 Mudah 0,27 Sedang Digunakan 11 0,14 Sgt Rndh 0,04 Sukar 0,08 Jelek Dibuang 12 0,58 Sedang 0,81 Mudah 0,36 Sedang Digunakan 13 0,34 Rendah 0,19 Sukar 0,24 Sedang Digunakan

14 0,54 Sedang 0,63 Sedang 0,42 Baik Digunakan

15 0,45 Sedang 0,63 Sedang 0,42 Baik Digunakan

16 0,56 Sedang 0,67 Sedang 0,49 Baik Digunakan

17 0,21 Rendah 0,89 Mudah 0,07 Jelek Dibuang

18 0,71 Tinggi 0,67 Sedang 0,64 Baik Digunakan

19 0,67 Tinggi 0,56 Sedang 0,26 Sedang Digunakan

20 0,41 Sedang 0,93 Mudah 0,14 Jelek Digunakan

21 0,47 Sedang 0,30 Sukar 0,32 Sedang Digunakan 22 0,42 Sedang 0,67 Sedang 0,35 Sedang Digunakan

23 0,26 Rendah 0,85 Mudah 0,14 Jelek Dibuang

24 0,52 Sedang 0,63 Sedang 0,42 Baik Digunakan

25 0,24 Rendah 0,89 Mudah 0,21 Sedang Digunakan 26 0,27 Rendah 0,81 Mudah 0,21 Sedang Digunakan


(35)

27 0,42 Sedang 0,59 Sedang 0,34 Sedang Digunakan 28 0,33 Sedang 0,59 Sedang 0,34 Sedang Digunakan

29 0,61 Tinggi 0,67 Sedang 0,49 Baik Digunakan

30 0,32 Rendah 0,44 Sedang 0,18 Jelek Digunakan 31 0,71 Tinggi 0,63 Sedang 0,71 Sgt Baik Digunakan 32 0,14 Sgt Rndh 0,85 Mudah -0,01 Jelek Dibuang

33 0,22 Rendah 0,89 Mudah 0,07 Jelek Dibuang

34 0,42 Sedang 0,59 Sedang 0,34 Sedang Digunakan 35 0,28 Rendah 0,78 Mudah 0,28 Sedang Digunakan 36 0,46 Sedang 0,85 Mudah 0,29 Sedang Digunakan 37 0,42 Sedang 0,59 Sedang 0,34 Sedang Digunakan 38 0,61 Tinggi 0,15 Sukar 0,31 Sedang Digunakan

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil reliabilitas dari instrumen tes yang akan digunakan untuk penelitian ini yaitu sebesar 0,700253 dengan kategori tinggi.

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa terdapat 4 soal (10,53%) memiliki validitas sangat rendah, 11 soal (28,95%) memiliki validitas yang rendah, 17 soal (44,74%) memiliki validitas sedang dan 6 soal (15,79%) memiliki validitas tinggi. Jika kita mengacu berdasarkan validitas, maka instumen yang akan digunakan yaitu sebanyak 34 soal, dengan kategori rendah sampai tinggi.

Dilihat dari tingkat kesukaran, sebanyak 14 soal (36,84%) memiliki kategori mudah, sebanyak 20 soal (52,63%) memiliki kategori sedang dan 4 soal (10,53%) memiliki kategori sukar.

Berdasarkan daya pembeda instrumen yang memenuhi kriteria dan layak untuk digunakan sebagai instrumen penelitian sebanyak 30 soal (78,95%), 20 soal (52,63%) memiliki kategori sedang, 9 soal (23,68%) memiliki kategori baik, dan 1 soal (2,63%) memiliki kategori sangat baik.

Berdasarkan hasil judgement dan analisis di atas, maka sebanyak 30 butir soal tes dinyatakan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, dengan 8 butir soal dibuang yaitu butir soal nomor 2, 3, 8, 11, 17,23, 32, dan 33, dengan rincian instrumen tes dibawah ini


(36)

No.

Sub materi pokok

Soal untuk tiap jenjang kognitif

Jumlah soal/ materi C1 C2 C3 C4

No. Soal Jml soal No. soal Jml soal No. soal Jml soal No. Soal Jml soal 1 Konsep

Gerak

1,12, 2 6,7 2 4,5,9, 13,14, 15,16,

7 10 1 12 2 Gerak

Lurus Beraturan

18,19, 2 20,21, 22,24

4 25 1 26 1 8

3 Gerak Lurus Berubah Beraturan

27,33, 36

3 28,30, 34

3 29,35, 38

3 37 1 10

Jumlah Soal Tiap Jenjang Kognitif

7 9 11 3 Total =


(37)

I. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan prestasi siswa ditunjukan dengan adanya peningkatan prestasi yang dinyatakan dengan rata-rata skor pre-test dan post-test. Kategori peningkatan prestasi siswa ini mengacu pada rumusan gain ternormalisasi yang dikemukakan oleh Hake (2002).

2. Materi pembelajaran Fisika di SMP kelas VIII terdiri dari empat Standar Inti (SI) yaitu Standar Inti 1 dan 4. Pada penelitian ini akan mengambil salah dua Kompetensi Dasar (KD) di Standar Inti (SI) 3 dan 4. Kompetensi Dasar yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu KD 3.1 dan 4.1 yaitu:

3.1Memahami gerak lurus, pengaruh gaya terhadap gerak, serta penerapannya pada gerak makhluk hidup dan gerak benda dalam kehidupan sehari-hari.

1.1Melakukan penyelidikan tentang gerak, gerak pada makhluk hidup, dan percobaan tentang pengaruh gaya terhadap gerak.

J. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya salah penafsiran tehadap istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, perlu dilaksanakan adanya penafsiran yang sama terhadap istilah-istilah yang digunakan tersebut. Oleh karena itu, penulis akan mendefinisikan secara oprasional terhadap isitlah-istilah tersebut.

1. Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing)

Model Guided Inquiry yang akan digunakan pada penelitian ini adalah model Guided Inquiry menurut Trianto. Inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran berbasis inkuiri yang sebagian besar perencanaannya disiapkan oleh guru. Pada pembelajaran, peserta didik tidak merumuskan masalah, serta petunjuk yang cukup luas tentang


(38)

bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru. Adapun tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu (Trianto, 2007: 137):

a. Mengajukan pertanyaan atau permasalahan b. Merumuskan hipotesis

c. Mengumpulkan data d. Analisis data

e. Membuat kesimpulan 2. Model Discovery Learning

Model Discovery Learning yang akan digunakan pada penelitian ini adalah model Discovery Learning menurut Jacobsen.

Discovery Learning merupakan suatu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep

(Eggen&Kauchak, dalam Jacobsen, 2009: 209). Selain itu juga discovery learning ini juga merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, dimana dalam proses belajar peserta didik adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dimilikinya. Kemudian menurut Jerome Bruner, discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpengaruh, yaitu peserta didik didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri (Baharuddin &

Wahyuni, 2007: 129).

3. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil kemampuan penguasaan bahan pelajaran yang diperoleh siswa melalui proses belajar yang dinyatakan dengan skor berdasarkan hasil tes prestasi belajar (Adiputra : 2012) dalam penelitian ini prestasi belajar terbatas pada hasil tes prestasi kognitif saja. kemampuan kognitif yang diukur dimulai dari C1 sampai C4 yang meliputi aspek hafalan, pemahaman, penerapan dan analisis. Peningkatan prestasi belajar siswa dilihat berdasarkan dari meningkatkan nilai post-test dibandingkan dengan pre-post-test. Peningkatan prestasi belajar siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes berupa pilihan ganda


(39)

sebanyak 30 soal yang akan dibagi menjadi 10 soal untuk masing-masing pertemuan.

K. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi

belajar model guided inquiry (inkuiri terbimbing) dengan prestasi prestasi menggunakan guided discovery learning.

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar

menggunakan model guided inquiry (inkuiri terbimbing) dengan prestasi prestasi menggunakan guided discovery learning.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah digunakan model guided inquiry dalam pembelajaran fisika. Hal ini diindikasikan dengan skor rata-rata gain ternormalisasi (<g>) pada kelas yang menggunakan model guided inquiry sebesar 0,71 dengan kategori tinggi.

2. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah digunakan model guided discovery learning dalam pembelajaran fisika. Hal ini diindikasikan dengan skor rata-rata gain ternormalisasi (<g>) pada kelas yang menggunakan model guided inquiry sebesar 0,52 dengan kategori sedang. 3. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, prestasi belajar siswa kelas guided inquiry

dan guided discovery learning mengalami perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelas ketiga. Kemudian selain itu juga, Peningkatan prestasi belajar pada kedua kelas eksperimen ini lebih besar jika dibandingkan kelas kontrol yang tidak menggunakan model keduanya. Dilihat dari skor gain ternormalisasi dari masing-masing kelas berikut, pada kelas guided inquiry 0,71 (kategori tinggi), kelas discovery learning 0,52 (kategori sedang), dan pada kelas kontrol sebesar 0,37 (kategori sedang). Hal ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran guided inquiry dan guided discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, prestasi belajar siswa kelas guided inquiry mengalami perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dan kelas guided discovery learning. Perbandingan peningkatan prestasi belajar siswa antara kelas guided inquiry dan guided discovery learning dapat dilihat dari skor


(41)

gain ternormalisasi, bahwa gain ternormalisasi kelas guided inquiry lebih besar jika dibandingkan dengan gain ternormalisasi dari kelas guided discovery learning, secara berturut-turut yaitu 0,71 (kategori tinggi) dengan 0,52 (kategori sedang). Dengan kata lain diantara kedua kelas ini terdapat selisih skor gain sebesar 0,19. Hal ini mengindikasikan bahwa model guided inquiry lebih dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Saran

Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dan guided discovery learning dalam pembelajaran di kelas belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini berpengaruh terhadap seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan kedua model tersebut. Oleh karena itu, pada peneliti selanjutnya agar mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas secara matang, terutama alokasi waktu dan kondisi siswa.


(42)

1 DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. (2012). Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Optimalisasi Pemahaman KonsepFisika Pada Siswa di SMA Negeri 4 Magelang, Jawa Tengah. Volume 4 Nomor 1 & 2. Tersedia :

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3 &cad=rja&ved=0CDgQFjAC&url=http%3A%2F%2Fjurnal.untan.ac.id% 2Findex.php%2Fjpdpb%2Farticle%2Fdownload%2F3365%2F3381&ei=B DBEUsGrA8n_rQflx4CYCA&usg=AFQjCNFktqMRVkWPZITNjniiF_z muuu1IQ&sig2=UtZ3JG80qNlutSfN6PBcjQ&bvm=bv.53217764,d.bmk. [26 September 2013]

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Armiyati. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan alam Dengan Menggunakan Metode Discovery. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Badudu. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. (2007). Teori Belajar & Pembelajaran.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Dahar, Ratna wilis . 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Dahlan. (1990). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri. (1994). Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Jakarta: Rineka Cipta.


(43)

2

Hake, Richard. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. [Online] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [21-05-2012]

Herdian. (2010). Model Pembelajaran Inkuiri. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/. [10 Mei 2012].

Karmin. (2008). Penggunaan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5a SDN Parungpanjang 04 Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor. Universitas Pendidikan Indenesia: Bandung.

Jacobsen, David A. (2009). Methods for Teaching (Terjemahan Achmad Fawaid & Khoirul Anam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jayadianta, Asep Kurnia. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Peristiwa Benda Padat Melalui Kegiatan Praktikum. Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia.

Munaf, Syambasri. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.

Qorri’ah. (2011). Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pembahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, Eman, dkk. (2004). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(44)

3

Sukmadinata, Nana S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivis. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Wahyudin. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Guided Inquiry terhadap Kemampuan Berfikir Formal dan Sikap Ilmiah Siswa. Tersedia: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6 &cad=rja&ved=0CFEQFjAF&url=http%3A%2F%2Fpasca.undiksha.ac.id %2Fejournal%2Findex.php%2Fjurnal_ipa%2Farticle%2Fdownload%2F48 6%2F278&ei=cvmDUqj1Ksn_rAfUrYHYBQ&usg=AFQjCNHtDlC0cG WPEUFmmR2DaUOGOUvEPQ&bvm=bv.56343320,d.bmk.

[14November 2013]

Wenning, Carl J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo[17-05-2012]

Wenning, Carl J. (2011). Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses. Journal of Physics Teacher Education Online, 6 (2), Summer 2011.

Winataputra, Udin S. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.


(45)

(1)

72

Hayati Dwiguna, 2013

Perbandingan Penggunaan Modeal Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestsi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fisika

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah digunakan model guided inquiry dalam pembelajaran fisika. Hal ini diindikasikan dengan skor rata-rata gain ternormalisasi (<g>) pada kelas yang menggunakan model guided inquiry sebesar 0,71 dengan kategori tinggi.

2. Prestasi belajar siswa mengalami peningkatan setelah digunakan model guided discovery learning dalam pembelajaran fisika. Hal ini diindikasikan dengan skor rata-rata gain ternormalisasi (<g>) pada kelas yang menggunakan model guided inquiry sebesar 0,52 dengan kategori sedang. 3. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, prestasi belajar siswa kelas guided inquiry

dan guided discovery learning mengalami perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kelas ketiga. Kemudian selain itu juga, Peningkatan prestasi belajar pada kedua kelas eksperimen ini lebih besar jika dibandingkan kelas kontrol yang tidak menggunakan model keduanya. Dilihat dari skor gain ternormalisasi dari masing-masing kelas berikut, pada kelas guided inquiry 0,71 (kategori tinggi), kelas discovery learning 0,52 (kategori sedang), dan pada kelas kontrol sebesar 0,37 (kategori sedang). Hal ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran guided inquiry dan guided discovery learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Berdasarkan uji-t yang dilakukan, prestasi belajar siswa kelas guided inquiry mengalami perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dan kelas guided discovery learning. Perbandingan peningkatan prestasi belajar siswa antara kelas guided inquiry dan guided discovery learning dapat dilihat dari skor


(2)

73

gain ternormalisasi, bahwa gain ternormalisasi kelas guided inquiry lebih besar jika dibandingkan dengan gain ternormalisasi dari kelas guided discovery learning, secara berturut-turut yaitu 0,71 (kategori tinggi) dengan 0,52 (kategori sedang). Dengan kata lain diantara kedua kelas ini terdapat selisih skor gain sebesar 0,19. Hal ini mengindikasikan bahwa model guided inquiry lebih dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

B. Saran

Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dan guided discovery learning dalam pembelajaran di kelas belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini berpengaruh terhadap seberapa besar peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan kedua model tersebut. Oleh karena itu, pada peneliti selanjutnya agar mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas secara matang, terutama alokasi waktu dan kondisi siswa.


(3)

1

Hayati Dwiguna, 2013

Perbandingan Penggunaan Modeal Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestsi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fisika

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arief, M. (2012). Pembelajaran Berbasis Inkuiri Untuk Optimalisasi Pemahaman KonsepFisika Pada Siswa di SMA Negeri 4 Magelang, Jawa Tengah. Volume 4 Nomor 1 & 2. Tersedia :

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3 &cad=rja&ved=0CDgQFjAC&url=http%3A%2F%2Fjurnal.untan.ac.id% 2Findex.php%2Fjpdpb%2Farticle%2Fdownload%2F3365%2F3381&ei=B DBEUsGrA8n_rQflx4CYCA&usg=AFQjCNFktqMRVkWPZITNjniiF_z muuu1IQ&sig2=UtZ3JG80qNlutSfN6PBcjQ&bvm=bv.53217764,d.bmk. [26 September 2013]

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI). Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Armiyati. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan alam Dengan Menggunakan Metode Discovery. Pontianak: Universitas Tanjungpura.

Badudu. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Baharuddin dan Wahyuni, Esa Nur. (2007). Teori Belajar & Pembelajaran.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Dahar, Ratna wilis . 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Dahlan. (1990). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Usaha Nasional, Surabaya

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Syaiful Bahri. (1994). Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Jakarta: Rineka Cipta.


(4)

Hake, Richard. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. [Online] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [21-05-2012]

Herdian. (2010). Model Pembelajaran Inkuiri. [Online]. Tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/. [10 Mei 2012].

Karmin. (2008). Penggunaan Metode Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5a SDN Parungpanjang 04 Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor. Universitas Pendidikan Indenesia: Bandung.

Jacobsen, David A. (2009). Methods for Teaching (Terjemahan Achmad Fawaid & Khoirul Anam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jayadianta, Asep Kurnia. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Peristiwa Benda Padat Melalui Kegiatan Praktikum. Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia.

Munaf, Syambasri. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Universitas Pendidikan Indonesia : Bandung.

Qorri’ah. (2011). Penggunaan Metode Guided Discovery Learning Untuk

Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pembahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Roestiyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media.

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, Eman, dkk. (2004). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

3

Hayati Dwiguna, 2013

Perbandingan Penggunaan Modeal Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) Dan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Prestsi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Fisika

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sukmadinata, Nana S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivis. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Wahyudin. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Guided Inquiry terhadap Kemampuan Berfikir Formal dan Sikap Ilmiah Siswa. Tersedia: https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6 &cad=rja&ved=0CFEQFjAF&url=http%3A%2F%2Fpasca.undiksha.ac.id %2Fejournal%2Findex.php%2Fjurnal_ipa%2Farticle%2Fdownload%2F48 6%2F278&ei=cvmDUqj1Ksn_rAfUrYHYBQ&usg=AFQjCNHtDlC0cG WPEUFmmR2DaUOGOUvEPQ&bvm=bv.56343320,d.bmk.

[14November 2013]

Wenning, Carl J. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo[17-05-2012]

Wenning, Carl J. (2011). Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses. Journal of Physics Teacher Education Online, 6 (2), Summer 2011.

Winataputra, Udin S. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh model inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep listrik dinamis

1 11 68

Pengaruh Model Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMP Pada Konsep Tekanan

1 7 199

Pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa SMA pada konsep gerak melingkar beraturan

1 18 0

Pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) terhadap hasil belajar siswa Pada materi litosfer

6 18 182

PERBANDINGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E(LC3E)

0 7 59

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY Penggunaan Model Pembelajaran Guided Discovery Inquiry Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD N 1 Sanggrahan Pada Materi Perubahan Lingkungan Tahun Ajaran 2012/2013.

0 2 15

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY Penggunaan Model Pembelajaran Guided Discovery Inquiry Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD N 1 Sanggrahan Pada Materi Perubahan Lingkungan Tahun Ajaran 2012/2013.

0 2 9

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA.

1 4 44

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS 4 SD

1 1 8

Meningkatkan Kemampuan Generalisasi Matematis Melalui Discovery Learning dan Model Pembelajaran Peer Led Guided Inquiry

0 0 10