PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA.

(1)

INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh:

Khumaedah Khasanah 0905778

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA

Oleh

Khumaedah Khasanah

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam

© Khumaedah Khasanah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA

Oleh :

Khumaedah Khasanah NIM. 0905778

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I,

Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si NIP. 196204261987031002

Pembimbing II,

Drs. Dedi Sasmita, M.Si NIP. 196506151998031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 196807031992032001


(4)

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN INTERACTIVE DEMONSTRATION DALAM

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMA Khumaedah Khasanah

NIM. 0905778

Pembimbing I : Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si Pembimbing II : Drs. Dedi Sasmita, M.Si

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI ABSTRAK

Pembelajaran fisika yang dikehendaki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ialah pembelajaran melalui proses penemuan dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan bahwa sebagian besar pembelajaran fisika untuk kelas XI dilaksanakan dengan metode ceramah. Dalam metode ceramah pembelajaran berlangsung satu arah dan lebih menekankan penyampaian materi pembelajaran, akibatnya proses pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa, hal ini dilihat dari hasil belajar siswa yang rendah dari hasil nilai ulangan siswa kelas XI IPA pada Ujian Akhir Semester (UAS) tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 68,3% siswa masih berada di bawah KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa masih tergolong rendah. Pembelajaran dengan inquiry dapat dijadikan solusi dari permasalahan tersebut. Interactive demonstration dan guided inquiry merupakan model pembelajaran inquiry sederhana yang dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pencarian pengetahuan secara aktif yang dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dan untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih signifikan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 5 salah satu SMA negeri di kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 orang siswa pada masing-masing kelas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi experiment dengan menggunakan the static group pretest-posttest design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa meningkat dengan peningkatan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi yaitu sebesar 0,75 dan 0,70. Pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry lebih signifikan dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dibandingkan model pembelajaran interactive demonstration dengan taraf signifikansi 1%.


(5)

COMPARISON OF MODEL APPLICATION LEARNING OF GUIDED INQUIRY WITH INTERACTIVE DEMONSTRATION IN IMPROVING STUDENT ACHIEVEMENT LEARNING PHYSICS IN SENIOR HIGH

SCHOOL

Khumaedah Khasanah NIM. 0905778

Supervisor I : Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si Supervisor II : Drs. Dedi Sasmita, M.Si

Department of Physical Education, FPMIPA-UPI

ABSTRAK

Desired learning physics Education Unit Level Curriculum (SBC) is learning through the discovery process and emphasizes providing direct learning experiences so as to improve learning achievement. Based on preliminary studies it was found that most of the learning of physics for class XI conducted by the lecture method. In the lecture method of learning takes place in one direction and further emphasize the delivery of learning materials, the consequences this learning become less meaningful for students, it is seen from the results of a low student test scores from the class XI science student at the End Semester Examination (UAS) academic year 2012 / 2013 as much as 68,3 % the test scores of student still under KKM, so it can be said that student achievement is still low. With inquiry learning can be used as a solution to these problems. Interactive demonstration and guided inquiry is simple inquiry learning model that emphasizes the learning process actively search for knowledge that can be used as an alternative to improve student achievement. The purpose of this study to improve student achievement and to know which one is more significant in improving student achievement. Samples were students of class XI IPA2 and XI IPA5 high school in Bandung academic year 2012/2013, amounting to 40 students in each class. This study uses a quasi-experiment study using the static group pretest and post-test design. The results showed that student achievement increased with an increase in the average value of the normalized gain of 0.75 and 0.70. On inquiry-oriented science learning, guided inquiry learning model is more significant in improving student achievement compared learning model interactive demonstration with a significance level of 1%.


(6)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH………...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah... 7

D. Variabel Penelitian ... 7

E. Hipotesis Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional... 7

G. Tujuan Penelitian ... 9

H. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Model Pembelajaran... 10

B. Model Pembelajaran Inquiry ... 11

C. Penerapan Model Pembelajaran guided inquiry ...18

D. Penerapan Model Pembelajaran Interactive Demonstration... 20

E. Prestasi Belajar Siswa ...24

F. Keterkaitan Model Pembelajaran dengan Prestasi Belajar siswa. ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Metode... 31

B. Desain Penelitian ... 31

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32


(7)

vi

E. Pelaksanaan Penelitian ...36

F. Teknik Pengambilan Data ... 40

G. Teknik Pengolahan Data ...41

H. Hasil Uji Coba Instrumen... 44

I. Teknik Pengolahan Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Analisis Data Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan sebagaimana tercantum dalam (BSNP, 2006:159) hal itu diperkuat oleh Bruner (dalam Dahar,1988:108) menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan dapat bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampun berpikir secara bebas, dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Fisika pada tingkat SMA/MA merupakan salah satu cabang IPA yang penting untuk diajarkan sebagai suatu mata pelajaran tersendiri karena memberikan bekal ilmu kepada peserta didik dan menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari Sebagaimana yang tercantum dalam Permendiknas tentang standar isi (BSNP, 2006:159)

Berdasarkan standar isi pembelajaran Fisika di sekolah, khususnya pada jenjang SMA, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran Fisika ialah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas:2006):

1. Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

2. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain

3. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis


(9)

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif

5. Menguasai konsep dan prinsip Fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada butir tiga dikatakan bahwa tujuan pembelajaran fisika diantaranya mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis sehingga siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah melalui belajar penemuan agar pembelajaran lebih bermakna pada siswa. pada butir kelima dikatakan pula bahwa tujuan pembelajaran fisika ialah agar peserta didik menguasai konsep fisika. Mengingat pentingnya kedua keterampilan tersebut, maka sudah seyogyanya proses pembelajaran fisika di sekolah dikelola sedemikian rupa sehingga mampu memfasilitasi peserta didik untuk memupuk dan mengembangkan keterampilan pemecahan masalah melalui belajar penemuan dan menguasai konsep fisika yang dipelajarinya.

Dari beberapa tujuan pembelajaran diatas menunjukan bahwa salah satu kemampuan yang harus dilatihkan dalam pembelajaran fisika adalah kemampuan memecahkan masalah melalui belajar penemuan agar pembelajaran lebih bermakna pada siswa. Salah satu metode pembelajaran yang dipandang sesuai untuk mengembangkan pemecahan masalah dan penguasan konsep siswa adalah metode praktikum. Woolnough & Allsop (dalam Syam, Hendi dan Dede: 2007), mengemukan empat alasan mengenai pentingnya kegiatan praktikum sains, yaitu : Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar sains. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang materi pelajaran. Kegiatan praktikum memberi kesempatan bagi siswa untuk menemukan taori, dan membuktikan teori.


(10)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi,wawancara dan penyebaran angket terhadap kelas X1 di salah satu SMA di Kota Bandung dari hasil angket menunjukan bahwa sebanyak 52,94% siswa menyatakan mereka menyukai fisika dan sebanyak 47,05% siswa menyatakan tidak menyukai fisika, dari hasil wawancara dengan 3 orang siswa, mereka mengatakan menyukai fisika karena banyak hal menarik yang mereka bisa temukan tetapi mereka merasa bosan dengan pembelajaran dengan ceramah, sedangkan dari siswa yang tidak menyukai fisika mereka menyatakan terlalu banyak rumus dan materi yang harus dihapalkan selain itu dari hasil angket menunjukan 76,40% mereka menyatakan dalam pembelajaran fisika lebih menyukai metode demonstrasi dan 82,35% menyatakan lebih menyukai kegiatan praktikum daripada dengan menggunakan metode ceramah, dari hasil wawancara mereka menyatakan materi yang diajarkan dengan menggunakan metode praktikum atau demonstrasi lebih mudah untuk dipahami, lebih menarik dan pembelajaran fisika di sekolah menjadi lebih konkrit. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan terlihat dalam pembelajaran sangat kental dengan metode ceramah sedangkan siswa cenderung pasif, siswa hanya menerima informasi dari guru tanpa mengetahui makna dari informasi tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan angket yang mereka isi terbukti banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika yaitu 63% siswa menyatakan mengalami kesulitan dalam memahami konsep fisika, Selain itu sebesar 68,5% menyatakan bahwa setiap ulangan harian prestasi belajar mereka selalu dibawah KKM. Berdasarkan Nilai ulangan siswa kelas XI IPA pada Ujian Akhir Semester (UAS) tahun ajaran 2012/2013. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 67,6 dengan nilai tertinggi sebesar 87 dan nilai terendah sebesar 23, sedangkan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh pihak sekolah tersebut adalah 75. Adapun 68,3% siswa masih berada di bawah KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa masih tergolong rendah.

Selain dengan menyebarkan angket, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran fisika di sekolah tersebut Hasil wawancara dengan guru fisika di sekolah tersebut, informasi yang diperoleh yaitu: 1. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah ceramah. 2. Pembelajaran dengan


(11)

menggunakan demonstrasi baru dilakukan sebanyak dua kali dan pembelajaran dengan praktikum di laboratorium sangat jarang dilakukan hal ini dikarenakan keterbatasan alat yang ada di sekolah 3. Pada Ujian Akhir Semester (UAS) 68,3% siswa dikelas yang diobservasi nilai pada saat ujian akhir sekolah (UAS) belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yang telah ditetapkan sekolah menurut beliau hal ini karena kurangnya kesiapan siswa untuk belajar menghadapi ujian.

Berdasarkan hasil pengamatan studi pendahuluan di atas, untuk meningkatkan penguasaan konsep serta mengembangkan keterampilan pemecahan masalah melalui belajar penemuan dan pada proses pembelajarannya menggunakan kegiatan praktikum sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika yang diharapkan maka diperlukan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikemas sedemikian rupa sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk mendapatkan/mencapai kedua kompetensi ini secara maksimal. Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi siswa belajar melalui belajar penemuan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran inquiry

Pembelajaran berbasis inquiry dipandang sesuai untuk proses pembelajaran fisika dan sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika. Departemen Pendidikan Nasional tahun 2006 menyatakan “pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menambahkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah...” selain itu menurut Mohamad Amien (1987:vii) dalam (Nugraha:2011), belajar melalui proses mencari dan menemukan (inkuiri) memungkinkan siswa untuk menggunakan segala potensinya, terutama proses mentalnya untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA serta dapat melatih proses mental lainnya yang mencirikan seorang ilmuwan. Sehingga pembelajaran berbasis inquiry dipandang sesuai untuk suatu proses pembelajaran fisika, karena dalam pembelajaran ini siswa diberi keleluasaan untuk mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran inkuiri menekankan pembelajaran melalui pengalaman. Inkuiri bermaksud mencari pola, menyiasati suatu fenomena yang berlaku di alam sekitar. Penemuan merupakan hasil inkuiri. Pembelajaran


(12)

secara inkuiri berlaku apabila konsep dan prinsip sains dilakukan dan ditemukan oleh siswa sendiri.

Pembelajaran inquiry merupakan model pembelajaran fisika yang perlu dikembangkan di sekolah dasar dan menengah. Dari aspek psikologi dan falsafah, mengajarkan Fisika dengan model pembelajaran inquiry memungkinkan siswa untuk menggunakan segala potensinya (kognitif, afektif, dan psikomotor), terutama proses mentalnya untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip Fisika, ditambah proses-proses mental lainnya yang memberikan ciri seorang dewasa yang sudah matang atau ciri-ciri seorang ilmuwan, sehingga memungkinkan siswa dapat menemukan konsep diri, kritis, kreatif dan sebagainya (Mazdarwan:2011). Inkuiri merupakan proses bertahap, bertingkat dan berkesinambungan dan dalam pembelajarannya harus disesuaikan dengan kemampuan siswa. Wenning (Wenning:2005) menyatakan bahwa :

Terdapat lima model pembelajaran bertingkat dalam kegiatan pembelajaran sains berorientasi inquiry yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab (guided inquiry lab, bounded inquiry lab, dan free inquiry lab), dan hypothetical inquiry (pure hypothetical inquiry dan apllied hypothetical inquiry).

Dari kelima model pembelajaran bertingkat dalam kegiatan pembelajaran sains berorientasi inquiry, pembelajaran inquiry yang sederhana yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan memecahkan masalah melalui belajar penemuan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dalam proses pembelajarannya melakukan kegiatan praktikum adalah model pembelajaran interactive demonstration dan model pembelajaran guided inquiry. Perbedaan dari kedua model pembelajaran tersebut terletak pada proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah melalui belajar penemuan yang dilakukan melakukan kegiatan praktikum. Pada guided inquiry proses yang dilakukan dalam pemecahan masalah melalui belajar penemuan yang dilakukan melakukan kegiatan praktikum dilakukan langsung oleh siswa sedangkan model pembelajaran interactive demonstration proses pembelajaran dengan menggunakan eksperimen yang dilakukan oleh guru melalui kegiatan demonstrasi, kemudian siswa memprediksi fenomena yang mungkin akan terjadi


(13)

dan penjelasan penyebab munculnya fenomena dengan bimbingan pertanyaan arahan dari guru.

Banyak penelitian menunjukan model pembelajaran guided inquiry dan interactive demonstration secara signifikan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bilgin (2009) dalam jurnalnya menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan pemahaman konsep dasar dan hasilnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran interactive demonstration dapat meningkatan motivasi belajar, pemahaman konsep fisika siswa dan prestasi belajar siswa (Rizal:2010; Rahmatullah:2012).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti ingin mengetahui model pembelajaran manakah yang efektif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa melalui belajar penemuan, Penelitian ini berjudul “Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry dengan Interactive Demonstration dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yang dirangkum dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran interactive demonstration ?

2. Bagaimana peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran guided inquiry?

3. Apakah ada perbedaan yang signifikan diantara model pembelajaran guided inquiry dengan interactive demonstration dalam meningkatkan prestasi belajar siswa?

C. Batasan Masalah


(14)

1. Prestasi belajar siswa yang dimaksud hanya meliputi aspek kognitif saja, karena disesuaikan dengan KD materi yang akan menjadi bahan ajar dalam penelitian yaitu KD 2.2 yaitu Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka kemampuan kognitif yang diukur yaitu dari kemampuan C1 sampai C4 yang meliputi aspek mengingat (knowledge) dinyatakan sebagai C1, memahami (comprehention) dinyatakan sebagai C2, menerapkan (application) dinyatakan sebagai C3 dan menganalisis (analysis) dinyatakan sebagaoi C4.

2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi fisika mengenai fluida statik yang meliputi tekanan hidrostatis, hukum pascal dan hukum Archimedes.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Model pembelajaran guided inquiry dan model pembelajaran interactive demonstration.

2. Variabel terikat : Prestasi belajar siswa.

E. Hipotesis

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui siswa belum pernah melakukan kegiatan pembelajaran berorientasi inquiry sehingga bisa diasumsikan ketika siswa belum pernah melakukan kegiatan pembelajaran berorientasi inquiry, ketika kita berikan pembelajaran inquiry akan banyak siswa yang mengalami kesulitan karena tidak terbiasa dengan pembelajaran tersebut sehingga pembelajaran tidak akan berlangsung efektif. Sehingga hipotesis penelitian yang saya gunakan yaitu tidak terdapat perbedaan peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan antara kelas yang diberikan model pembelajaran guided iquiry dengan kelas yang diberikan model pembelajaran interactive demonstration.


(15)

F. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang akan dijabarkan lebih rinci sehingga memperoleh persamaan persepsi :

1. Model pembelajaran Guided inquiry adalah proses kegiatan inkuiri yang sebagian besar proses perencanaannya di lakukan oleh guru. Guru mengidentifikasi permasalahan-permasalahan, dilanjutkan dengan diskusi secara luas. Kemudian, siswa melakukan kegiatan laboratorium mengikuti serangkaian petunjuk hasil diskusi (Wenning:2005). Keterlaksanaan proses pembelajaran pada model pembelajaran guided inquiry dianalisis berdasarkan pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

2. Model pembelajaran Interactive demonstration adalah proses kegiatan inkuiri yang kegiatan pembelajarnnya diawali dengan menunjukan suatu demostrasi atau fenomena kepada siswa dengan menggunakan media atau alat tertentu kemudian guru mengajukan pertanyaan untuk memunculkan tanggapan dari para siswa dan menarik kesimpulan. Selain itu pada model pembelajaran interactive demonstration, Siswa terlibat dalam penjelasan dan prediksi keputusan yang memungkinkan guru untuk memperoleh, mengidentifikasi, menghadapi, dan menyelesaikan konsepsi alternatif (wenning : 2005). Keterlaksanaan proses pembelajaran pada model pembelajaran interactive demonstration dianalisis berdasarkan pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

3. Prestasi belajar adalah hasil kemampuan penguasaan bahan pelajaran yang diperoleh siswa melalui proses belajar yang dinyatakan dengan skor berdasarkan hasil tes prestasi belajar (Adiputra : 2012) dalam penelitian ini prestasi belajar terbatas pada hasil tes prestasi kognitif saja. kemampuan kognitif yang diukur dimulai dari C1 sampai C4 yang meliputi aspek mengingat, memahami, mengaplikasikan dan menganalisis. Peningkatan prestasi belajar siswa dilihat berdasarkan dari meningkatkan nilai posttest


(16)

dibandingkan dengan pretest. Peningkatan prestasi belajar siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes berupa pilihan ganda.

4. Peningkatan prestasi belajar terlihat dari kenaikan skor tes prestasi belajar. Besarnya kenaikan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari perolehan gain nilai pretest dan posttest yang kemudian dianalisis nilai gain yang dinormalisasi. Gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang diperoleh siswa dari pretest dan posttest dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh (Hake:2002).

G. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran interactive demonstration.

2. Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran guided inquiry

3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan diantara model pembelajaran guided inquiry dengan interactive demonstration dalam meningkatkan prestasi belajar siswa

H. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, dan bagi peneliti

1. Bagi siswa, melalui kegiatan pembelajaran ini diharapkan prestasi belajar siswa dapat meningkat

2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai alternatif pelaksanaan pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran fisika

3. Bagi peneliti pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan rujukan untuk mengembangkan penelitian yang sejenis.


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment, atau eksperimen semu menurut Sukmadinata (2011:207) eksperimen semu digunakan berkenaan dengan pengontrolan variabel dimana sumber-sumber yang mempengaruhi validitas internal sulit di control, sehingga hasil penelitian bukan bentuk-bentuk dari variable yang dipilih oleh peneliti. Dengan kata lain, terdapat variable yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti sehingga metode ini dipandang cocok untuk penelitian pendidikan. Metode ini memiliki karakteristik yaitu mengkaji keadaan praktis suatu objek, yang didalamnya tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali variabel-variabel yang diteliti (Luhut Panggabean, 1996)

B. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan penerapan model interactive demonstration dengan guided inquiry yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga dibutuhkan dua kelas eksperimen yang akan diukur peningkatan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah the static group pretest-posttest design. The static group pretest-posttest design yaitu desain yang terdapat dua kelompok belajar yang diberi perlakuan berbeda dalam rumpun yang sejenis (Sukmadinata, 2011:209), Dalam desain ini, terdapat dua kelas eksperimen yang mendapat perlakuan (treatment) yang berbeda, tetapi alur yang digunakan sama yang diawali dengan pemberian pretest kemudian treatment dan di akhiri dengan posttest.


(18)

T1 = Tes awal (pretest). T2 = Tes akhir (posttest).

X1 = Perlakuan (treatment) 1, yaitu penerapan model pembelajaran guided inquiry

X2 = Perlakuan (treatment) 2, yaitu penerapan model pembelajaran interactive demonstration

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kelompok dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian (Sukmadinata,2011:250) sehingga Populasi yang akan digunakan adalah Seluruh Siswa kelas XI Salah Satu SMA di Kota Bandung

Sample adalah kelompok kecil yang secara nyata kita teliti dan ditarik kesimpulannya (Sukmadinata,2011:250) yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas dari keseluruhan populasi yang dipilih secara purposive sampling. Purposive sampling yaitu unit sample yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan dari penelitian (Margono,2004 :128), kriteria yang dimaksud disini yaitu kriteria yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan. Untuk tujuan penelitian ini, dua kelas yang dipilih kemudian di desain menjadi kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam melakukan penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

Pretest Treatment Posttest

T1 X1 T2

T1 X2 T2

Tabel 3.1

The Static Group Pretest-Posttest Design

(Sukmadinata, 2011 : 209) Keterangan :


(19)

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari melakukan kajian pustaka mengenai model pembelajaran Sains berorientasi inquiry yaitu model pembelajaran guided inquiry dan model pembelajaran interactive demonstrasi serta melakukan kajian pustaka mengenai prestasi belajar, menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat studi pendahuluan dan seterusnya yang akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Melakukan kajian pustaka mengenai model pembelajaran guided inquiry dan model pembelajaran interactive demonstrasi serta melakukan kajian pustaka mengenai prestasi belajar

b. Melakukan studi pendahuluan mengenai pembelajaran fisika di SMA melalui penyebaran angket dan wawancara dengan siswa dan salah satu guru mata pelajaran fisika.

c. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrument tes pada pokok bahasan yang dijadikan materi pembelajaran dalam penelitian

d. Membuat surat izin penelitian.

e. Menghubungi pihak sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. f. Menetukan sampel penelitian.

g. Mengkonsultasikan dan men-judgment instrumen penelitian kepada dosen pembimbing.

h. Melakukan uji coba instrumen yang sudah dikonsultasikan dan di judgment pada sekolah yang dijadikan tempat penelitian.

i. Menganalisis hasil uji coba instrument yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari memberikan pre-test, memberikan perlakuan (treatment) dan memberikan post-test yang akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Memberikan pre-test, untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan (treatment).


(20)

b. Memberikan Treatment atau perlakukan pada dua kelas eksperimen. Kelas yang pertama dengan model pembelajaran guided inquiry kemudian kelas yang kedua mendapat perlakukan dengan model pembelajaran Interactive demonstration, dalam kegiatan pembelajaran dibantu oleh observer untuk mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran.

c. Selama pembelajaran berlangsung, observer melakukan observasi terhadap keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sesuai dengan lembar observasi yang disediakan.

d. Memberikan post-test, untuk mengetahui kemampuan siswa setelah diberi perlakuan (treatment).

3. Tahap Akhir

Tahap akhir yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari mengolah data hasil penelitian, membahas dan menganalisis hasil penelitian membuat kesimpulan, memberikan saran terhadap aspek penelitian yang kurang serta menyusun laporan yang akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Mengolah data hasil penelitian.

b. Membahas dan menganalisis hasil penelitian. c. Membuat kesimpulan.

d. Memberikan saran terhadap aspek penelitian yang kurang. e. Menyusun laporan.


(21)

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Diagram Alur Penelitian

Studi pendahuluan

Menentukan sample penelitian Menyusun

RPP Menelaah

SK dan KD Studi

Literatur

Tahap Persiapan

Menyusun instrument penelitian

Menguji coba instrumen Menganalisis

uji instrumen dan merevisi

Pembahasan Pretest

Analisis Pengolahan data

Posttest Posttest

Treatment

(pembelajaran Inquiry dengan model pembelajaran interactive Demonstration)

Treatment

(pembelajaran Inquiry dengan model pembelajaran Guided inquiry)

Observasi aktivitas guru dan siswa Tahap Pelaksanaan

Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2 Pretest


(22)

E. Pelaksanaan Penelitian

Penerapan model pembelajaran interactive demonstration dan guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry di dua kelas eksperimen dilakukan dalam tiga pertemuan sesuai dengan jadwal mata pelajaran fisika yang berlaku di sekolah tempat penelitian yaitu setiap hari senin, selasa dan rabu. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan BAB III bahwa desain penelitian yang diterapkan pada penelitian ini yaitu static group pretest-posttest design, dimana pada kedua kelas eksperimen diterapkan dua jenis model pembelajaran yang berbeda dan masing-masing kelas eksperimen tersebut akan diberikan pretest dan posttest. Kegiatan pretest diberikan kepada kedua kelas eksperimen sebelum diterapkan dua jenis model pembelajaran sedangkan posttest diberikan kepada kedua kelas eksperimen setelah diterapkan dua jenis model pembelajaran yang berbeda. Kelas XI IPA2 menerapkan model pembelajaran guided inquiry sedangkan kelas XI IPA5 menerapkan model pembelajaran interactive demonstration.

Pertemuan ke- Hari/Tanggal pelaksanaan Materi Ajar

1 Rabu/ 8 Mei 2013 Tekanan Hidrostatis

2 Senin/ 13 Mei 2013 Hukum Pascal

3 Rabu/ 15 Mei 2013 Hukum Archimedes

Tabel 3.2


(23)

Pada pertemuan pertama penerapan kedua model pembelajaran, siswa diberikan pretest selama 15 menit, kemudian dilanjutkan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemunculan masalah berdasarkan pengalaman siswa. Setelah itu, siswa diminta untuk membuat prediksi mengenai hubungan antara kedalaman dan tekanan dan hubungan antara tekanan dan massa jenis zat cair, kemudian kegiatan pembelajaran untuk kedua jenis model pembelajaran dilanjutkan dengan aktivitas yang berbeda.

Untuk model pembelajaran interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa membuat prediksi, setiap siswa mendiskusikan prediksi dalam kelompok kecil, dan hasilnya disampaikan dalam forum kelas. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui demonstrasi pengukuran kedalaman dan melihat tekanan yang dihasilkan dengan menggunakan manometer oleh perwakilan siswa di depan kelas. Siswa mengolah data hasil pengamatan dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.

Untuk model pembelajaran guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa untuk membuat prediksi dan menuliskan pada lembar LKS. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui kegiatan praktikum langsung yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Siswa mengolah data hasil pengamatan kemudian siswa mempresentasikan hasil kegiatan praktikumnya dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses

Pertemuan ke- Hari/Tanggal pelaksanaan Materi Ajar 1 Selasa/ 7 Mei 2013 Tekanan Hidrostatis

2 Senin / 13 Mei 2013 Hukum Pascal

3 Selasa / 14 Mei 2013 Hukum Archimedes

Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian model pembelajaran Interactive demonstration


(24)

pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.

Pada pertemuan kedua penerapan kedua model pembelajaran pada materi hukum pascal, siswa diberikan pretest selama 15 menit, kemudian dilanjutkan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemunculan masalah berdasarkan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, siswa diminta untuk membuat prediksi mengenai bagaimana tekanan pada sistem yang tertutup, kemudian kegiatan pembelajaran untuk kedua jenis model pembelajaran dilanjutkan dengan aktivitas yang berbeda.

Untuk model pembelajaran interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa membuat prediksi, setiap siswa mendiskusikan prediksi dalam kelompok kecil, dan hasilnya disampaikan dalam forum kelas. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui demonstrasi pengukuran tekanan yang dihasilkan pada sistem yang tertutup dengan menggunakan aplikasi alat sederhana pompa hidrolik yang dibuat dari suntikan, demonstrasi dilakukan oleh perwakilan siswa di depan kelas. Siswa mengolah data hasil pengamatan dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.

Untuk model pembelajaran guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa untuk membuat prediksi dan menuliskan pada lembar LKS. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui kegiatan praktikum langsung yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Siswa mengolah data hasil pengamatan kemudian siswa mempresentasikan hasil kegiatan praktikumnya dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.

Pada pertemuan ketiga penerapan kedua model pembelajaran pada materi hukum archimedes, siswa diberikan pretest selama 15 menit, kemudian


(25)

dilanjutkan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemunculan masalah berdasarkan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, siswa diminta untuk membuat prediksi mengenai berat diudara dengan berat didalam zat cair dan hubungan antara gaya apung dengan volume benda yang tercelup. kemudian kegiatan pembelajaran untuk kedua jenis model pembelajaran dilanjutkan dengan aktivitas yang berbeda.

Untuk model pembelajaran interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa membuat prediksi, setiap siswa mendiskusikan prediksi dalam kelompok kecil, dan hasilnya disampaikan dalam forum kelas. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui demonstrasi pengukuran gaya apung dengan menggunakan dua jenis zat cair yang massa jenisnya berbeda, demonstrasi dilakukan oleh perwakilan siswa di depan kelas. Siswa mengolah data hasil pengamatan dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.

Untuk model pembelajaran guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan membimbing siswa untuk membuat prediksi dan menuliskan pada lembar LKS. Prediksi dari setiap kelompok dibuktikan melalui kegiatan praktikum langsung yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Siswa mengolah data hasil pengamatan kemudian siswa mempresentasikan hasil kegiatan praktikumnya dan kegiatan pembelajaran pun diakhiri dengan pengambilan kesimpulan oleh siswa, setelah seluruh proses pembelajaran terlaksana kemudian siswa diberikan postest untuk melihat pengingkatan prestasi belajar siswa.


(26)

F. Teknik Pengambilan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif.

1. Data Kuantitatif

Data kuantitatif dalam penelitian diperoleh melalui tes. Tes yang akan digunakan yaitu tes pilihan ganda (multiple choice items) yaitu suatu tes yang di susun dimana setiap pertanyaan tes disediakan alternatif jawaban yang dapat di pilih (Margono, 2004:170). Tes yang akan dilakukan yaitu tes awal (pretest) dan tes akhir ( posttest). Instrumen tes yang digunakan merupakan soal tes yang dapat mengukur prestasi belajar siswa, pengukuran prestasi belajar siswa dibatasi sampai kemampuan kognitif saja, kemampuan yang diukur dari C1 sampai C4 yang meliputi aspek mengingat, memahami, mengaplikasikan dan menganalisis

2. Data kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian diperoleh dengan teknik observasi. Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian (Margono, 2004:158). Penggambilan data kualitatif digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry dan model pembelajaran interactive demonstratin. Observasi keterlaksanaan model pembelajaran guided inquiry dengan model pembelajaran interactive demonstrasi bertujuan untuk melihat apakah tahapan-tahapan model pembelajaran telah dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam bentuk cheklist. Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cheklist pada tahapan-tahapan model pembelajaran yang dilakukan guru.


(27)

G. Teknik Pengolahan Data 1. Validitas

Validitas tes adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau ketepatan suatu instrument. Selain itu tes yang valid (absah = sah) adalah tes yang benar-benar mengukur apa yang hendak di ukur dan menunjukan tingkat ketepatan tes dalam mengukur sasaran yang hendak diukur (Munaf,2001:58). Dalam penelitian ini, besarnya koefisien kolerasi antara dua variabel dirumuskan :

  

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y X XY N rxy        

Tabel 3.4. Klasifikasi Validitas Butir Soal Nilai rxy Kriteria

0,81-1,00 Sangat Tinggi

0,6-0,79 Tinggi

0,41-0,59 Cukup

0,21-0,39 Rendah

0,00-0,20 Sangat Rendah

2. Reliabilitas

Menurut Munaf (2001:58) reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg/konsisten (tidak berubah-ubah). Dalam penelitian ini, metode yang akan di gunakan dalam menentukan reliabilitas instrumen tes ialah metode belah dua (split-half method). Dalam metode belah dua, instrumen tes di belah menjadi dua (ganjil dan genap) sehingga setiap siswa memperoleh dua macam skor yaitu skor yang diperoleh dari soal-soal bernomor ganjil dan skor yang diperoleh dari soal-soal bernomor genap. Skor total diperoleh dengan menjumlahkan skor ganjil dan skor genap. Untuk memperoleh nilai reliabilitas

(Arikunto :2012)


(28)

tes, skor ganjil kemudian dikorelasikan dengan skor genap dengan menggunakan koefisien korelasi ganjil-genap yang dikoreksi menjadi koefisien reliabilitas, Untuk menentukan koefisien reliabilitas, yaitu sebagai berikut : (Arikunto, 2012:74)

)

r

(1

r

2

r

1/2 1/2

1/2 1/2 11

Batasan Kriteria

0,80 <r11< 100 Sangat Tinggi 0,60 <r11< 0,80 Tinggi 0,41 <r11< 0,60 Cukup 0,20 <r11< 0,4 Rendah

< 0,20 Sangat Rendah

3. Daya Pembeda

Menurut Munaf (2001: 63) mengemukakan bahwa daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang termasuk kelompok tinggi dengan siswa yang termasuk kelompok rendah. Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke rendah. Kemudian ambil jumlah siswa dari kelompok atas dan jumlah siswa dari kelompok bawah. Kemudian hitung daya pembeda dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

J = Jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

Tabel 3.5. Interpretasi Realibilitas Tes

(Arikunto, 2012 :228) (Arikunto, 2012:75)


(29)

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab benar BB = banyaknya kelompok atas yang menjawab salah PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

Tabel 3.6. Interpretasi Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 – 0,20 Jelek

0,21 – 0,40 Cukup

0,41 – 0,70 Baik

0,71- 1,00 Baik Sekali

(Arikunto, 2012 :232) 1. Taraf Kesukaran

Munaf (2001:20) menyatakan taraf kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar atau salah suatu soal pada tingkat pemahaman tertentu. Tingkat kesukaran dinyatakan dalam bentuk indeks, semakin besar indeks tingkat kesukaran suatu butir soal semakin mudah butir soal tersebut. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, soal yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecdahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2012). Untuk menghitung taraf kemudahan akan digunakan rumus:

(Arikunto, 2012 :223) Keterangan :

P = Tingkat kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh jawaban siswa


(30)

Batasan Kategori 0,00 – 0,30 Soal sukar 0,31 – 0,70 Soal sedang 0,71 – 1,00 Soal mudah

H. Hasil Uji Coba Instrumen

Ujicoba instrumen dilakukan kepada siswa di sekolah yang sama yang tetapi pada jenjang kelas yang lebih tinggi yaitu di ujicobakan di kelas 3 yang sudah mendapatkan materi pelajaran yang akan diuji cobakan (fluida statis). Data hasil uji coba kemudian dianalisis meliputi uji validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas seperti yang dibahas sebelumnya.

Hasil analisis terhadap uji coba instrumen tes prestasi belajar siswa yang telah dilakukan, dirangkum pada tabel 3.8

= ∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

= 0,82484

=

= 0,904

Koefisien Reabilitas = 0,9094(sangat tinggi) Tabel 3.7

Kriteria Indeks Taraf Kesukaran


(31)

Tabel 3.8. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

No. Soal

Analisis Instrumen Tes Validitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Keterangan

Indeks Kategori Indeks Kategori Indeks Kategori

1 0,70279 Tinggi 0,27 Sukar 0,533 Baik digunakan

2 0,44193 Sedang 0,7 Sedang 0,267 Jelek digunakan

3 0,60625 Tinggi 0,733 Mudah 0,4 Baik digunakan

4 0,50193 Sedang 0,6 Sedang 0,667 Baik digunakan

5 0,43763 Sedang 0,3667 Sukar 0,467 Baik digunakan

6 0,51358 Sedang 0,73 Mudah 0,27 Jelek digunakan

7 0,65927 Tinggi 0,67 Sedang 0,4 Baik digunakan

8 0,4528 Sedang 0,667 Sedang 0,4 Sedang digunakan

9 0,6148 Tinggi 0,633 Sedang 0,73 Baik digunakan

10 0,36538 Rendah 0,733 Mudah 0,2 Jelek dibuang 11 0,54833 Sedang 0,733 Mudah 0,4 Baik digunakan

12 0,53973 Sedang 0,667 Sedang 0,4 Baik digunakan

13 0,4209 Sedang 0,77 Mudah 0,267 Jelek digunakan

14 0,52285 Sedang 0,733 Sedang 0,4 Baik digunakan

15 0,5379 Sedang 0,67 Mudah 0,4 Jelek digunakan

16 0,46597 Sedang 0,733 Mudah 0,333 Sedang digunakan

17 0,57513 Sedang 0,6 Sedang 0,5 Baik digunakan

18 0,24077 Rendah 0,8 Mudah 0,2 Jelek dibuang

19 0,58291 Sedang 0,6333 Sedang 0,333 Jelek digunakan

20 0,4202 Sedang 0,667 Mudah 0,4 Baik digunakan

21 0,41758 Sedang 0,47 Sedang 0,4 Baik digunakan

22 0,43248 Sedang 0,7 Mudah 0,3 Jelek digunakan

23 0,52902 Sedang 0,27 Sukar 0,4 Baik digunakan


(32)

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa terdapat 4 soal (14%) memiliki validitas yang rendah, 21 soal (72%) memiliki validitas yang sedang dan 4 soal (4%) memiliki validitas tinggi. Berdasarkan daya pembeda instrumen yang memenuhi kriteria dan layak untuk digunakan sebagai instrumen penelitian sebanyak 12 soal (41%), 3 soal (10%) memiliki kategori sedang dan 14 soal (48%) memiliki kategori baik. Dilihat dari tingkat kesukaran, sebanyak 3 soal (10%) memiliki kategori mudah, sebanyak 15 soal (51%) memiliki kategori sedang dan 11 soal (37%) memiliki kategori sukar. Berdasarkan reliabilitasnya, instrumen tes ini memiliki 0,9094 dengan kategori sangat tinggi.

Berdasarkan analisis di atas, maka sebanyak 24 butir soal tes dinyatakan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, 1 butir soal nomor 29 karena dipertimbangkan dalam pencapaian indikator pembelajaran maka butir sol tersebut diperbaiki dan 4 butir soal dibuang yaitu butir soal nomor 10, 18, 25, dan 27 Instrumen tes dapat dilihat pada lampiran dibawah ini

Tabel 3.9. Rincian Intrumen Tes Penelitian No Sub materi

pokok

Soal untuk tiap jenjang kognitif Jumlah soal/Materi

C1 C2 C3 C4

No. soal Jml soal No. soal Jml soal No. soal Jml soal No. soal Jml soal 1 Tekanan

Hidrostatis

1, 1 2,3, 4,5, 6, 7

6 8,9 1 10 1 10

2 Hukum Pascal

11,12 2 13 1 14, 15

3 16, 17

1 7 3 Hukum

Archimede s

28 1 19, 20, 21, 22

4 23, 24

2 25 2 8

Jumlah Soal tiap jenjang Kognitif

4 11 6 4 Total = 25 25 0,36282 Rendah 0,533 Sedang 0,267 Jelek dibuang 26 0,43592 Sedang 0,57 Sedang 0,333 Sedang digunakan

27 0,32416 Rendah 0,4 Sedang 0,3 Jelek dibuang

28 0,4792 Sedang 0,5 Sedang 0,5 Baik digunakan


(33)

I. Observasi Keterlaksananan

Data Hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaranguided inquiry dan interactive demonstration dianalisis berdasarkan pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa yang di amati oleh observer. Data hasil observasi dihitung dengan presentasi keterlaksanaan model pembelajarandengan menggunakan rumus :

Tabel 3.10. Kriteria Persentasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

K (%) Kriteria

0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < K < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < K < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < K < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < K < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

100 Seluruh kegiatan terlaksana

J. Teknik Pengolahan Data Hasil Penelitian

Adapun teknik pengolahan data yang akan digunakan yaitu sebagai berikut.

1. Data Skor Tes

Data untuk mengukur prestasi belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dari hasil pre-test sebelum diberikan perlakuan (treatment) pembelajaran dan hasil post-test setelah diberikan perlakuan (treatment) pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengolah data skor tes adalah sebagai berikut.


(34)

a. Penskoran

Skor ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi nilai satu dan jawaban yang salah diberi nilai nol. Pemberian skor menggunakan ketentuan sebagai berikut.

S = ∑ R

Munaf, (2001:44) Dengan:

R = jumlah jawaban yang benar S = jawaban siswa yang benar b. Menghitung rata-rata (mean)

Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dari skor pretest maupun skor posttest digunakan rumus sebagai berikut.

̅

Dengan:

̅ = rata-rata skor

= skor atau nilai siswa ke i = jumlah siswa

c. Menentukan nilai gain

Gain adalah selisih antara skor pretest dan skor posttest. Nilai gain dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Dengan:

G = gain; = skor posttest; = skor pretest

d. Menentukan nilai gain ternormalisasi

Gain ternormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin diperoleh siswa (Hake, 2002). Untuk menghitung nilai gain ternormalisasi digunakan persamaan (Hake, 2002) berikut.


(35)

1) Rata-rata gain yang dinormalisasi (<g>) dirumuskan sebagai berikut.

Dengan:

= rata-rata gain yang dinormalisasi

= rata-rata skor posttest

= rata-rata skor pretest

Nilai yang diperoleh kemudian diinterpretasikan pada tabel berikut.

Tabel 3.11 Interpretasi Gain yang dinormalisasi Gain Ternormalisasi Interpretasi

0,00 < h ≤ 0,30 Rendah

0,30 < h ≤ 0,70 Sedang

0,70 < h ≤1,00 Tinggi

(Hake, 2002) e. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat bahwa data yang diperoleh mempunyai perbedaan yang signifikan. Prosedur yang memungkinkan peneliti menerima atau menolak hipotesis nol, atau menentukan apakah data sampel berbeda dari hasil yang diharapkan disebut pengujian hipotesis (Margono,2004:194) Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan melalui pengolahan data gain setiap siswa. Untuk melakukan pengujian hipotesis penelitian dilakukan beberapa tahapan pengolahan data (Nurgana, 1985:20) dalam (Rizal:2010) yaitu: 1) Melakukan uji normalitas dari distribusi masing-masing kelas eksperimen. 2) Jika keduanya berdistribusi normal, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji homogenitas variansinya. 3) Jika kedua variansinya homogen, maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji t. 4) Jika salah satu atau dua distribusi dari data yang diperoleh tidak normal, maka pengolahan data selanjutnya menggunakan statistika tak parametrik dengan


(36)

menggunakan uji Wilcoxon. 5) Jika kedua distribusinya normal, tetapi variansinya tidak homogen maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji t’. 1) Uji Normalitas

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji normalitas adalah sebagai berikut.

- Menentukan banyak kelas (k) dengan rumus: k = 1 + 3,3 log n, n = jumlah siswa

Menentukan panjang kelas (p) dengan rumus:

, rentang = skor maksimum-skor minimum - Menghitung rata-rata dan standar deviasi

Rata-rata dihitung dengan menggunakan persamaan

̅

Sedangkan, standar deviasi dihitung dengan menggunakan persamaan

̅

Dengan:

̅ = rata-rata skor

= skor atau nilai siswa ke i = jumlah siswa

S = standar deviasi

- Menentukan nilai baku (z) dengan menggunakan rumus:

̅ bk = batas kelas

- Mencari luas daerah di bawah kurva normal (l) untuk setiap kelas interval dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

l = luas kelas interval

= luas daerah batas bawah kelas interval = luas daerah batas atas kelas interval


(37)

- Mencari frekuensi observasi (Oi) dengan menghitung banyaknya respon

yang termasuk pada interval yang telah ditentukan.

- Mencari frekuensi harapan Ei dengan menggunakan rumus: Ei = n x l

- Mencari harga Chi Kuadrat ( ) dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

hitung = Chi Kuadrat hasil perhitungan

- Membandingkan harga hitung dengan tabel

Jika hitung < tabel, maka data berdistribusi normal

Jika hitung > tabel, maka data tidak berdistribusi normal

Panggabean, (2001:134) 2) Uji Homogenitas

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan homogenitas adalah sebagai berikut.

- Menentukan varians dari dua sampel data yang diuji homogenitasnya. - Menghitung nilai F dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

= varians yang lebih besar

= varians yang lebih kecil

- Membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel

Jika Fhitung < Ftabel, maka data homogeny

Jika Fhitung > Ftabel, maka data tidak homogen

3) Uji Hipotesis (Uji-t)

Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji-t. untuk sampel besar (n > 30) persamaan yang digunakan adalah


(38)

Panggabean, (2001:149) = rata-rata gain kelas eksperimen1 = jumlah siswa

= rata-rata gain kelas eksperimen2 = jumlah siswa

= varians gain kelas eksperimen1 = varians gain kelas eksperimen2 Cara untuk membandingkan hasil thitung dengan ttabel adalah sebagai berikut.

- Menentukan derajat kebebasan (dk), dk =

- Melihat tabel distribusi t untuk tes satu ekor pada taraf signifikansi 0,01 atau kepercayaan 99%, sehingga akan diperoleh nila t dengan

persamaan - Kriteria hasil pengujian

thitung > ttabel maka Ho ditolak atau Ha diterima thitung < ttabel maka Ho diterima atau Ha ditolak 4) Uji-t’

Uji-t’ dilakukan jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut: - Tolak Ho jika t’>

, dan terima Ho jika terjadi

sebaliknya.

- Dengan: ; ; ;

5) Uji Wilcoxon

Uji Wilcoxon dilakukan jika data tidak berdistribusi normal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

- Membuat daftar rank dengan mengurutkan skor - Menghitung nilai W wilcoxon


(39)

- Nilai W adalah bilangan yang paling kecil dari jumlah rank positif dan jumlah rank negative. Bila jumlah rank positif sama dengan jumlah rank negatif, maka diambil salah satu saja.

- Menentukan nilai W dari daftar

Untuk jumlah siswa lebih dari 25orang, maka rumus yang digunakan untuk mencari nilai W adalah sebagai berikut.

- Membandingkan Whitung dengan Wtabel

Jika Whitung < Wtabel maka Ho ditolak

Jika Whitung > Wtabel maka Ho diterima

- Jika nilai W < W0,01( )n maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi

- Jika W >W0,01( )n , maka maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha) ditolak artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry tidak lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi

- Jika kedua perlakuan sama saja dengan α = 0,01, maka pengolahan data

dilanjutkan dengan α = 0,05.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari seluruh data yang diperoleh selama kegiatan penelitian telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung pada dua kelas yaitu XI IPA 2 dan XI IPA 5 yang berjudul “Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry dengan Interactive Demonstration dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA“ diperoleh kesimpulan sebagai berikut yang diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,75 dan memenuhi kategori tinggi.

2. Penerapan model pembelajaran interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,70 memenuhi kategori tinggi

3. Pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry secara signifikan lebih dapat meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstration dengan taraf signifikansi 1%.


(41)

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk implementasi dalam pembelajaran dikelas dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Siswa yang belum terbiasa dengan pembelajaran inquiry sebaiknya dilatihkan atau dibiasakan dengan pembelajaran inquiry terlebih dahulu, sehingga pada saat penerapan pembelajaran sains berorientasi inquiry siswa tidak merasa kebingungan sehingga kegiatan pembelajaran pun dapat terlaksana dengan efektif.

2. Pengelolaan kelas dan pengaturan waktu sebaiknya direncanakan dengan lebih baik lagi terutama pada model pembelajaran guided inquiry. Pembatasan waktu kegiatan siswa perlu diperhatikan, terutama ketika presentasi hasil percobaan, tidak harus memaksakan semua kelompok menyampaikan hasil percobaannya, cukup perwakilan beberapa kelompok saja.

3. Pembimbingan terhadap siswa dalam proses pembelajaran, terutama dalam kegiatan percobaan harus lebih baik.

4. Siswa yang belum terbiasa dengan LKS terbuka akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang disajikan, oleh karena itu perlu pengembangan LKS agar mudah diterima oleh siswa atau dilakukan pembiasaan kepada siswa sebelum proses pembelajaran.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aizah, NF. 2011. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Hasil belajar Ranah kognitif da gaya belajar. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan Akhdinirwanto, RW. 2011. Peningkatan motivasi belajar fisika melalui metode

demonstrasi pada siswa smp negeri 5 Wates. [online]. tersedia : http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/JP2F/article/download/121/108 [30-10-2012]

Andijosua.2013.Pengertian Model Pembelajaran. [online]. tersedia : http://andijosua.blogspot.com/2013/02/pengertian-model-pembelajaran.html [01-05-2013]

Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arvio, I. 2012. Pengertian prestasi belajar siswa. [online]. tersedia :

http://education-vionet.blogspot.com/2012/08/pengertian-prestasi-belajar-siswa.html [30-10-2012]

Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). 2006. Standar Isi.[online].tersedia : http://litbang.kemendikbud.go.id/content/BUKUST~1(4).pdf (30-10-2012) Bilgin, I. 2009. The effects of guided inquiry instruction incorporating a

cooperative learning approach on university students’ achievement of acid

and bases concepts and attitude toward guided inquiry instruction. Scientific Research and Essay Academic journal. [online] tersedia : http://www.academicjournals.org/sre/pdf/pdf2009/Oct/Bilgin.pdf

Dahar, RW . 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas

Djamarah, SB. Strategi Belajar Mengajar. 2010. Jakarta : Rineka Cipta

Hake, RR. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. [Online] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf [21-05-2012]


(43)

Hipni,R. 2011. Pengertian prestasi belajar. [online]. tersedia : http://hipni.blogspot.com/2011/10/pengertian-prestasi-belajar-definisi.html [30-0-2012]

Merritts, Dorothy, Robert Walter & Bob MacKay. (2010). Teaching with Interactive demonstration. [Online]. Tersedia : http://patentstorm.us/patents/7062412/claims.htm [20-03-2013]

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Mazdarwan.2011.Beberapa metode belajar Fisika. [online]. tersedia :

http://www.scribd.com/doc/77307110/Beberapa-Metode-Belajar-Fisika[12-05-2012]

Munaf, S. 2001. Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Nugraha, MG. 2011. Model pembelajaran inkuiri berbantuan simulasi komputer untuk meningkatkan penguasaan konsep dan korelasinya dengan keterampilan berpikir kritis siswa kelas xi pada pokok bahasan fluida statis. Tesis pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan

Olson, Steve. 2013. Inquiry Terjemahan. [online]. tersedia :

http://www.qitepscience.org/data/Buku%20Inquiry_Terjemahan.pdf [12-04-2013]

Rizal, R. 2010. Perbandingan efektivitas penerapan model pembelajaran discovery learning dengan interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa sma. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Sa’ud, US. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung ; Alfabeta

Sudarwanto.2011.Model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran. [online] tersedia:http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/model

pembelajaran-inkuiri-dalam-pembelajaran.html [12-05-2012]

Sudrajat,A.2011. Pembelajaran inkuiri. [online] Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/ [12-05-2012]


(44)

Sukmadinata, NS. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Syam, Hendi dan Dede. 2007. Praktikum Inkuiri. [online]. tersedia : http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/AHMAD_SA MSUDIN/BPF/inquiry_dan_praktikum_evadik.pdf [01-05-2013]

Taofik. 2010. penerapan metode pembelajaran demonstration dan experiment pada pembelajaran pekerjaan dasar konstruksi bangunan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan keaktifan pada peserta didik kelas x tgb program keahlian bangunan di smk negeri 2 surakarta. Skripsi FPMIPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA : tidak diterbitkan Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta : Prestasi Pustaka

Permata, E. 2012. Penerapan model pembelajaran Inkuiri terbimbing pada pembelajaran fisika SMA kelas X Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Mengetahui profil Keterampilan Proses Sains. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Wena, M. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara

Wenning, CJ. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [17-05-2012]

Wenning, CJ. (2012). The Levels of Inquiry model of Science Teaching. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [17-05-2012].

Zimrot, R dan Ashkenazi, G. (2007). Interactive lecture demonstrations: a tool for exploring and enhancing conceptual change. . [Online]. Tersedia :


(1)

53

- Nilai W adalah bilangan yang paling kecil dari jumlah rank positif dan jumlah rank negative. Bila jumlah rank positif sama dengan jumlah rank negatif, maka diambil salah satu saja.

- Menentukan nilai W dari daftar

Untuk jumlah siswa lebih dari 25orang, maka rumus yang digunakan untuk mencari nilai W adalah sebagai berikut.

- Membandingkan Whitung dengan Wtabel

Jika Whitung < Wtabel maka Ho ditolak

Jika Whitung > Wtabel maka Ho diterima

- Jika nilai W < W0,01( )n maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi

- Jika W >W0,01( )n , maka maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis

kerja (Ha) ditolak artinya pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry tidak lebih efektif dalam meningkatkan prestasi belajar fisika siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive demonstrasi

- Jika kedua perlakuan sama saja dengan α = 0,01, maka pengolahan data

dilanjutkan dengan α = 0,05.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dari seluruh data yang diperoleh selama kegiatan penelitian telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung pada dua kelas yaitu XI IPA 2 dan XI IPA 5 yang berjudul “Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry dengan Interactive Demonstration dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA“ diperoleh kesimpulan sebagai berikut yang diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran guided inquiry pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,75 dan memenuhi kategori tinggi.

2. Penerapan model pembelajaran interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,70 memenuhi kategori tinggi

3. Pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided

inquiry secara signifikan lebih dapat meningkatkan prestasi belajar fisika

siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran interactive


(3)

75

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk implementasi dalam pembelajaran dikelas dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Siswa yang belum terbiasa dengan pembelajaran inquiry sebaiknya dilatihkan atau dibiasakan dengan pembelajaran inquiry terlebih dahulu, sehingga pada saat penerapan pembelajaran sains berorientasi inquiry siswa tidak merasa kebingungan sehingga kegiatan pembelajaran pun dapat terlaksana dengan efektif.

2. Pengelolaan kelas dan pengaturan waktu sebaiknya direncanakan dengan lebih baik lagi terutama pada model pembelajaran guided inquiry. Pembatasan waktu kegiatan siswa perlu diperhatikan, terutama ketika presentasi hasil percobaan, tidak harus memaksakan semua kelompok menyampaikan hasil percobaannya, cukup perwakilan beberapa kelompok saja.

3. Pembimbingan terhadap siswa dalam proses pembelajaran, terutama dalam kegiatan percobaan harus lebih baik.

4. Siswa yang belum terbiasa dengan LKS terbuka akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang disajikan, oleh karena itu perlu pengembangan LKS agar mudah diterima oleh siswa atau dilakukan pembiasaan kepada siswa sebelum proses pembelajaran.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aizah, NF. 2011. Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Hasil belajar Ranah

kognitif da gaya belajar. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan

Akhdinirwanto, RW. 2011. Peningkatan motivasi belajar fisika melalui metode

demonstrasi pada siswa smp negeri 5 Wates. [online]. tersedia :

http://e-jurnal.ikippgrismg.ac.id/index.php/JP2F/article/download/121/108 [30-10-2012]

Andijosua.2013.Pengertian Model Pembelajaran. [online]. tersedia : http://andijosua.blogspot.com/2013/02/pengertian-model-pembelajaran.html [01-05-2013]

Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Arvio, I. 2012. Pengertian prestasi belajar siswa. [online]. tersedia :

http://education-vionet.blogspot.com/2012/08/pengertian-prestasi-belajar-siswa.html [30-10-2012]

Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). 2006. Standar Isi.[online].tersedia : http://litbang.kemendikbud.go.id/content/BUKUST~1(4).pdf (30-10-2012) Bilgin, I. 2009. The effects of guided inquiry instruction incorporating a

cooperative learning approach on university students’ achievement of acid and bases concepts and attitude toward guided inquiry instruction.

Scientific Research and Essay Academic journal. [online] tersedia : http://www.academicjournals.org/sre/pdf/pdf2009/Oct/Bilgin.pdf

Dahar, RW . 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah

Atas. Jakarta: Depdiknas

Djamarah, SB. Strategi Belajar Mengajar. 2010. Jakarta : Rineka Cipta

Hake, RR. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains

in Mechanic with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. [Online] Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf


(5)

[21-05-Hipni,R. 2011. Pengertian prestasi belajar. [online]. tersedia : http://hipni.blogspot.com/2011/10/pengertian-prestasi-belajar-definisi.html [30-0-2012]

Merritts, Dorothy, Robert Walter & Bob MacKay. (2010). Teaching with

Interactive demonstration. [Online]. Tersedia : http://patentstorm.us/patents/7062412/claims.htm [20-03-2013]

Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta Mazdarwan.2011.Beberapa metode belajar Fisika. [online]. tersedia :

http://www.scribd.com/doc/77307110/Beberapa-Metode-Belajar-Fisika[12-05-2012]

Munaf, S. 2001. Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Nugraha, MG. 2011. Model pembelajaran inkuiri berbantuan simulasi komputer

untuk meningkatkan penguasaan konsep dan korelasinya dengan keterampilan berpikir kritis siswa kelas xi pada pokok bahasan fluida statis. Tesis pada PPS UPI Bandung : tidak diterbitkan

Olson, Steve. 2013. Inquiry Terjemahan. [online]. tersedia :

http://www.qitepscience.org/data/Buku%20Inquiry_Terjemahan.pdf [12-04-2013]

Rizal, R. 2010. Perbandingan efektivitas penerapan model pembelajaran

discovery learning dengan interactive demonstration pada pembelajaran sains berorientasi inquiry dalam meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa sma. Skripsi FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Sa’ud, US. 2009. Inovasi Pendidikan. Bandung ; Alfabeta

Sudarwanto.2011.Model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran. [online] tersedia:http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/model

pembelajaran-inkuiri-dalam-pembelajaran.html [12-05-2012]

Sudrajat,A.2011. Pembelajaran inkuiri. [online] Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/ [12-05-2012]


(6)

Sukmadinata, NS. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Syam, Hendi dan Dede. 2007. Praktikum Inkuiri. [online]. tersedia : http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/AHMAD_SA MSUDIN/BPF/inquiry_dan_praktikum_evadik.pdf [01-05-2013]

Taofik. 2010. penerapan metode pembelajaran demonstration dan experiment

pada pembelajaran pekerjaan dasar konstruksi bangunan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan keaktifan pada peserta didik kelas x tgb program keahlian bangunan di smk negeri 2 surakarta. Skripsi FPMIPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA : tidak diterbitkan Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta : Prestasi Pustaka

Permata, E. 2012. Penerapan model pembelajaran Inkuiri terbimbing pada

pembelajaran fisika SMA kelas X Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Mengetahui profil Keterampilan Proses Sains. Skripsi FPMIPA UPI

Bandung : tidak diterbitkan.

Wena, M. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta : Bumi Aksara

Wenning, CJ. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and

inquiry processes. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online].

Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [17-05-2012]

Wenning, CJ. (2012). The Levels of Inquiry model of Science Teaching. Journal Of Physics Teacher Education Online. [Online]. Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [17-05-2012].

Zimrot, R dan Ashkenazi, G. (2007). Interactive lecture demonstrations: a tool

for exploring and enhancing conceptual change. . [Online]. Tersedia :

http://www.rsc.org/images/Ashkenazi%20paper2%20final_tcm18-85042.pdf [28-05-2013].