PENGARUH SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN FURNITURE DI SURABAYA.

(1)

DI SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh : Mira Triana Dewi 0513115037/FE/AK

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB

PAJAK PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN FURNITURE

DI SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Oleh :

Mira Triana Dewi 0513115037/FE/AK

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

PENGARUH SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DAN

SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN FURNITURE

DI SURABAYA

Yang diajukan Mira Triana Dewi 0513115037/FE/AK

Telah disetujui untuk ujian lisan oleh:

Pembimbing Utama

Drs. Ec. H. E. Achsan, Ak Tanggal : ………...

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi NIP. 030194437


(4)

PENGARUH SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN FURNITURE DI SURABAYA

Oleh Mira Triana Dewi 0513115037/FE/AK

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa timur Pada Tanggal 21 Mei 2010

Pembimbing Utama Tim Penguji : Ketua

Drs. Ec. H. E. Achsan, Ak Drs. Ec. H. E. Achsan, Ak

Sekretaris

Dra. Ec. Sari Andayani, MAks Anggota

Dra. Erry Andhaniwati, MAks

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanudin N, MM NIP. 030217167


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga mendapatkan kemudahan di dalam menyusun skripsi ini dengan judul ”Pengaruh Sosialisasi

Perpajakan dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Furniture di Surabaya” dapat penulis selesaikan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak, Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak, Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak, Drs. EC. H. E. Achsan, Ak, selaku Dosen Pembimbing Utama yang memberikan bimbingan, saran dan dukungan tenaga, waktu dan pikiran hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen khususnya Fakultas Ekonomi yang telah banyak membantu serta mendidik penulis selama di bangku kuliah.

5. Pimpinan dan Staff dari 22 perusahaan Furniture sebagai sample yang telah meluangkan waktu untuk wawancara dan pengisian kuesioner hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(6)

ii

6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan banyak dukungan, semangat baik material maupun spiritual selama mengikuti kuliah hingga penulisan skripsi ini selesai.

7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan ini masih banyak kekurangannya sehingga kritik dan saran yang membangun selalu penulis nantikan. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, Mei 2010


(7)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Pajak ... 11

2.2.1.1. Pengertian Pajak ... 11

2.2.1.2. Fungsi Pajak ... 12

2.2.1.3. Pengelompokan Pajak ... 14

2.2.1.4. Tarif Pajak ... 15

2.2.1.5. Wajib Pajak ... 16 2.2.1.6. Pemungutan Pajak dan Pemotongan Pajak . 17


(8)

Pajak ... 18

2.2.1.8. Arti Penting Pajak Bagi Negara dan Masyarakat ... 22

2.2.1.9. Pihak dan Aspek Yang Terkait Dalam Sistem Perpajakan ... 23

2.2.1.10.Kendala-Kendala Penerapan Sistem Perpajakan ... 25

2.2.2. Sosialisasi ... 27

2.2.2.1.Pengertian Sosialisasi ... 27

2.2.2.2.Jenis Sosialisasi ... 27

2.2.2.3.Tipe Sosialisasi ... 28

2.2.2.4.Pola Sosialisasi ... 29

2.2.2.5.Proses Sosialisasi ... 30

2.2.2.6.Sosialisasi Peraturan Perpajakan ... 34

2.2.3. Sanksi Perpajakan ... 35

2.2.4. Kepatuhan Wajiab Pajak ... 36

2.2.5. Pengaruh Sosialisasi Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 38

2.2.6. Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 39

2.3. Kerangka Konseptual ... 40

2.4. Hipotesis ... 40 BAB III METODE PENELITIAN


(9)

3.2.1. Populasi ... 42

3.2.2. Sampel ... 42

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.3.1. Jenis dan Sumber Data ... 44

3.3.2. Pengumpulan Data ... 44

3.4. Teknik Analisis Data ... 45

3.4.1. Uji Kualitas Data ... 45

3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 46

3.4.3. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 48

3.4.3.1.Teknik Analisis ... 48

3.4.3.2.Uji Hipotesis ... 49

3.4.3.3.Uji F ... 49

3.4.3.4.Uji t ... 50

BAB IV HASIL PENELITITAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 51

4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 52

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 56

4.2.1. Gambaran Umum Penelitian ... 56

4.2.2. Deskripsi Variabel Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1) . 58 4.2.3. Deskripsi Variabel Sanksi Perpajakan (X2) ... 60

4.2.4. Deskripsi Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) ... 62

4.3. Deskripsi Hasil Pengujian ... 63


(10)

4.3.1.1.Pengujian Validitas ... 63

4.3.1.2.Hasil Pengujian Reliabilitas ... 67

4.3.1.3.Hasil Pengujian Normalitas ... 67

4.3.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 69

4.3.2.1.Uji Multikolinieritas ... 69

4.3.2.2.Uji Heteroskedastisitas ... 69

4.3.2.3.Uji Autokorelasi ... 70

4.3.3. Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda ... 71

4.3.4. Uji Hipotesis ... 72

4.3.4.1.Uji Kecocokan Model ... 72

4.3.4.2.Pengujian Hipotesis Pengaruh Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1) dan Sanksi Perpajakan (X2) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y) ... 73

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

4.4.1. Implikasi Hasil Penelitian ... 77

4.5. Perbedaan Penelitian Yang Dilakukan Sekaran dengan Penelitian Terdahulu ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarakan Usia ... 56

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarakan Pendidikan Terakhir ... 57

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarakan Pekerjaan ... 58

Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responen untuk Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1) ... 58

Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responen untuk Sanksi Perpajakan (X2) ... 60

Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responen untuk Kepatuhan Wajib Pajak (Y) ... 62

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Validitas untuk Varibel Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1) ... 64

Tabel 4.9. Hasil Pengujian Validitas untuk Variabel Sanksi Perpajakan (X2) ... 64

Tabel 4.10. Hasil Pengujian Validitas untuk Variabel Sanksi Perpajakan Setelah Eliminasi (X2) ... 65

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Validitas untuk Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) ... 66

Tabel 4.12. Hasil Pengujian Validitas untuk Variabel Kepatuhan Wajib Pajak Setelah Eliminasi (Y) ... 66

Tabel 4.13. Hasil Uji Reliabilitas ... 67

Tabel 4.14. Hasil Uji Normalitas ... 68

Tabel 4.15. Hasil Uji Multikolinieritas ... 69


(12)

Tabel 4.17. Hasil Pengujian Anova ... 73 Tabel 4.18. Hasil Pengujian Regresi ... 73


(13)

(14)

x Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Variabel Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1)

Lampiran 3. Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Variabel Sanksi Perpajakan (X2)

Lampiran 4. Rekapitulasi Jawaban Responden untuk Variabel Keputusan Wajib Pajak (Y)

Lampiran 5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1)

Lampiran 6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Sanksi Perpajakan (X2) Lampiran 7 Hasil Pengujian Validitas Variabel Sanksi Perpajakan (X2)

Eliminasi

Lampiran 8 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Lampiran 9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Eliminasi

Lampiran 10 Hasil Pengujian Reliabilitas Lampiran 11 Input Data

Lampiran 12 Hasil Pengujian Normalitas

Lampiran 13 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Lampiran 14 Hasil Pengujian Heterokedastisitas Lampiran 15 Tabel Durbin Watson


(15)

Mira Triana Dewi Abstraksi

Pembangunan adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara spiritual maupun material. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut tentu diperlukan perhatian terhadap masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu dana terbesar untuk membiayai pembangunan tersebut berasal dari penerimaan pajak. Terhimpunnya dana dari sektor perpajakan dimaksimalkan dengan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi. Untuk meningkatkan dan menetapkan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, maka dilakukan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan dan penggunaan akan pajak. Pendayagunaan aparatur pemerintah sangat penting dalam pengelolaan pendapatan dan menggali sumber pendapatan guna membiayai pembangunan. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji sosialisasi peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan berpngaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Populasi dlam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan furniture kayu sebagai wajib pajak di Surabaya yang berjumlah 22 perusahaan (Disperindag Jatim). Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh, karena semua anggota populasi yang berjumlah 22 perusahaan digunakan sebagai sampel. Teknik analisis pada penelitian ini menggunakna teknik regresi linier berganda dengan uji hipotesis menggunana uji F dan t.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa model regresi yang digunakan tidak cocok untuk menguji hipotesis yang diajukan, karena nilai Fhitung yang diperoleh sebesar 3,300 dengan taraf signifikan sebesar 0,059. Karena taraf signifikansi yang lebih besar dari 0,05, maka variabel sosialisasi peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan berpengaruh terahadap kepatuhan wajib pajak. Kata kunci: sosialisasi peraturan perpajakan, sanksi perpajakan, kepatuhan

wajib pajak


(16)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara spiritual maupun material. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut tentu diperlukan perhatian terhadap masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu dana terbesar untuk membiayai pembangunan tersebut berasal dari penerimaan pajak. Terhimpunnya dana dari sektor perpajakan dimaksimalkan dengan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi.

Dalam usaha mencapai tujuan pembangunan tersebut, pemerintah menciptakan tahap – tahap pelaksanaannya, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pengawasan, dan evaluasi dengan tidak mengecilkan arti peran dari pokok – pokok lainnya dalam berpartisipasi mensukseskan pembangunan nasional.

Untuk meningkatkan dan menetapkan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, maka dilakukan pendayagunaan aparatur pemerintah, yang pelaksanaan dan penggunaannya juga diperlukan adanya pengawasan yang ketat agar pembangunan nasional berjalan dengan baik. Pendayagunaan aparatur pemerintah sangat penting dalam pengelolaan


(17)

pendapatan untuk menggali sumber pendapatan guna membiayai pembangunan.

Dalam membiayai pembangunan salah satu upaya pemerintah adalah menyerap dari sektor pajak, meskipun tidak kalah pentingnya pemasukan dari berbagai sektor pendapatan yang lain.

Perpajakan tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang-undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system menjadi self

assessment system. Official assessment system merupakan sistem

pemungutan yang memberi wewenang kepada Fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Self assessment system merupakan suatu pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang. Peranan pembukuan/ akuntansi sangat penting karena informasi keuangan yang dihasilkan dari proses pembukuan, diperlukan untuk keperluan menghitung pajak terutang dan verifikasi, serta pemeriksaan dan investasi terhadap kebenaran penghitungan jumlah pajak terutang.

Reformasi peraturan perpajakan harus dilakukan secara cermat dan jangan sampai ada peraturan yang saling bertentangan. Karena kompleksitas meningkatkan ketidakpastian bagi pembayar pajak, yang selanjutnya mendorong ketidakpatuhan (Westat dalam Jackson et al., 1986). Hasil


(18)

penelitian Milliron (1988) menunjukkan bahwa Ambiguitas dalam peraturan perpajakan berkorelasi positif dengan ketidakpatuhan dalam pajak.

Seperti diketahui bersama bahwa sampai saat ini persepsi masyarakat khususnya dunia usaha mengenai pajak masih negatif. Pajak masih menjadi momok bagi banyak orang. Hal ini dipicu oleh trauma masa lalu, yaitu pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui pelayanan umum seperti membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat (Judisseno, 1997 dalam Suardikha, 2006:1).

Di samping itu, dilihat dari pandangan kebanyakan orang yang menilai pajak dari sisi aparatnya adalah sebagai hantu yang ditakuti, bahkan orang cenderung enggan untuk berurusan dengan mereka (Media Indonesia, 2005). Di sisi lain fiskus terjerat dalam melakukan berbagai upaya demi pemasukan pajak yang lebih besar terkadang menciptakan kesan terlalu mengada-ada dan tidak mengindahkan peraturan yang ada. Di samping itu, produk peraturan di bawah undang-undang beberapa kali dibuat atau diubah yang kesannya hanya untuk kepentingan sepihak. (Suardikha, 2006:3)

Hal ini tentu ironis akibat sikap yang muncul dari segelintir aparat pemerintah/pajak termasuk Wajib Pajak yang tidak terpuji. Kesan ini jelas akan menyulitkan pihak fiskus dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Hal


(19)

ini merupakan kondisi yang sulit karena di satu sisi aparat pajak dihujat habis-habisan dan di sisi lain pemerintah terus meminta agar penerimaan pajak meningkat. Kondisi inilah yang menimbulkan gagasan perlunya reformasi perpajakan. Gagasan ini telah digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1983 untuk mengantisipasi serangkaian perubahan dinamis masyarakat secara keseluruhan, termasuk dunia usaha yang berimplikasi betapa pentingnya seperangkat aturan perpajakan yang mengikat warga negara untuk mematuhinya (Cahjono, 2000). Selanjutnya, sejak lima tahun yang lalu telah dilakukan modernisasi sistem perpajakan seiring dengan perkembangan masyarakat, khususnya dunia usaha yang makin modern (Media Indonesia, 2005).

Dengan digulirkannya reformasi dibidang perpajakan yang ditandai dengan diundangkannya Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Perubahan Atas Undang – Undang Nomer 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Disamping itu juga Undang – Undang Nomer 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomer 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Dari Undang – Undang tersebut terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam perpajakan.

Adanya perubahan menimbulkan akses yang besar bagi wajib pajak. Salah satunya adalah menurunnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak akan kewajibannya karena dasarnya atau ada kecenderungan wajib pajak merasa keberatan kalau harta yang telah dikumpulkan atau diperoleh sebagian disetorkan kepada negara. Sehingga untuk mengantisipasi hal


(20)

tersebut diperlukan suatu perangkat untuk menggugah kepatuhan wajib pajak. Perangkat tersebut dapat berupa sosialisasi yang diberikan kepada wajib pajak akan kesadaran wajib pajak dalam hal pembayaran pajak.

Kesadaran untuk menjadi wajib pajak yang patuh merupakan salah satu kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak termasuk tertib terhadap hukum perpajakan dimana disebutkan hukum perpajakan tidak pandang bulu dan tidak luput dari perkecualian baik dimana saja serta siapa saja semua sama berdasarkan ketentuan hukum perpajakan yang berlaku untuk menghindari sanksi administrasi yang akan merugikan wajib pajak sendiri.

Berdasarkan data kanwil, tingkat kepatuhan wajib pajak perorangan sebanyak 51 persen per Juli 2008. Maksudnya, dari semua wajib pajak perorangan yang ada di Surabaya, baru setengah saja yang patuh membayar pajak. Sedangkan badan yang patuh membayar pajak baru 42 persennya. Tidak hanya itu, masyarakat Surabaya yang menjadi wajib pajak penghasilan atau PPH 21 baru 40 persen yang tidak membayar pajaknya. Jumlah wajib pajak terdaftar tahun 2009 sebanyak 15,91 juta. Selama 5 tahun terakhir jumlah pemilik NPWP terus mengalami kenaikan. Tahun 2005 sebanyak 4,35 juta, tahun 2006 sebanyak 4,82 juta, tahun 2007 sebanyak 7,13 juta, tahun 2008 sebanyak 10,68 juta dan tahun 2009 sebanyak 15,91 juta. Namun secara dalam persentase kepatuhan wajib pajak terhadap pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pada tahun 2008 meningkat dibandingkan 2007 lalu. Masih belum diketahui pula berapa


(21)

jumlah NPWP baru. Pada tahun 2007 lalu, NPWP meningkat hingga 104 persen. Jika tahun sebelumnya hanya 130 ribu NPWP untuk Pajak Penghasilan orang pribadi (PPH OP), maka pada tahun 2008 jumlah NPWP naik menjadi 136 ribu.

Kesadaran untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul disetiap kalbu wajib pajak yang hidup bernasyarakat. Dengan demikian, maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan wajib pajak itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita – cita rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil dan makmur dalam lingkup nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat/penduduk harus sadar bahwa kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingannya sendiri dari generasi ke generasi.

Industri kayu adalah salah satu industri argo yang cukup peotensial untuk dikembangkan di Jatim. Selain termasuk industri padat karya dan bisa menyerap tenaga kerja yang kebih banyak, industri ini juga termasuk dalam komoditas ekspor andalan Jatim. Salah satu contoh industri yang dikembangkan adalah industri meubel atau barang dari kayu. Industri meubel dari kayu Jatim menduduki peringkat kelima dari seluruh komoditas yang ada. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menunjukkan


(22)

bahwa ekspor kayu dan barang dari kayu bulan Mei 2009 mencapai US$ 44,275 juta. Meningkat sekitar 1,32 % dibanding bulan April 2009 sebesar US$ 43, 697 juta. Hal ini menunjukkan potensi ekspor meubel Jatim cukup besar, seiring banyaknya industri meubel luar negeri yang tutup akibat krisis. Indonesia khususnya Jatim, mempunyai potensi yang besar, karena melimpahnya bahan baku. Sementara industri meubel luar masih harus mengekspor bahan baku produksinya. Kondisi ini menjadi salah satu keunggulan Indonesia khususnya Jatim sebagai produsen meubel (furniture).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penyusunan skripsi ini memilih judul “ Pengaruh Sosialisasi Peraturan Perpajakan dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Furniture di Surabaya“.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah sosialisasi peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya ?

2. Apakah sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya ?


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah:

1. Sosialisasi peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa tentang perpajakan. 2. Memperoleh pengetahuan tentang usaha peningkatan pajak khususnya

kewajiban sebagai wajib pajak.

3. Sebagai bahan masukan yang dapat dipertimbangkan oleh dinas yang mengurusi Pajak.


(24)

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

A. Kurniawan (2006)

1. Judul: Pengaruh Sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Kudus

2. Perumusan Masalah: Bagaimanakah pengaruh sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap kepatuhan wajib pajak serta seberapa besar pengaruh sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap kepatuhan wajib pajak ?.

3. Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan tingkat sosialisasi pajak bumi dan bangunan sebesar 70,25% (tinggi) dan tingkat kepatuhan wajib pajak sebesar 75,70% (tinggi). Melalui analisis regresi diperoleh Fhitung sebesar 23,829 lebih besar dari Ftabel dengan taraf signifikan sebesar 3,938. Sosialisasi pajak bumi dan bangunan memberikan sumbangan 19,6% sedangkan 80,4% adalah faktor – faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak yang tidak diungkap dalam penelitian ini.

4. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan ada pengaruh yang positif antara sosialisasi pajak bumi dan bangunan


(25)

B. Siahaan (2006)

1. Judul: Pengaruh Sanksi Perpajakan, Dukungan Lingkungan Perusahaan dan Gender Terhadap Perilaku Kepatuhan Pembayar Pajak

2. Perumusan Masalah: apakah sanksi perpajakan, dukungan lingkungan perusahaan dan gender berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan pembayar pajak ?

3. Hasil Penelitian: Hasil regresi menunjukkan bahwa sanksi perpajakan, dukungan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan pembayar pajak. Hal ini terlihat dari nilai t hitung > t tabel (7,611>1,684) dan nilai P sebesar 0,000 (P<0,05). Selain itu rata-rata tingkat kepatuhan laki-laki 7,7241 lebih kecil daripada tingkat kepatuhan perempuan sebesar 20,5556.

4. Kesimpulan: Dalam konteks perpajakan, sanksi perpajakan baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, dipercaya dapat meredakan penghindaran pajak atau meningkatkan perilaku


(26)

kepatuhan. Tetapi para ahli perilaku meningkatkan bahwa pengaruh sanksi bisa hanya bersifat sementara. Sanksi yang terlalu berat dapat menimbulkan efek negatif, yaitu munculnya kebencian dan balas dendam, yang justru dikhawatirkan mendorong terjadinya pengindaraan pajak.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pajak

2.2.1.1.Pengertian Pajak

Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain (Kurniawan, 2006:6):

1. Definisi pajak menurut Usman dan Subroto :

Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang – undangan yang hasilnya digunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan pada pembayaran sedangkan pelaksanaannya dimana perlu dipaksakan.

2. Definisi menurut Rahmad Soemitro :

Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tidak mendapat jasa timbal ( kontra prestasi ), yang secara langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(27)

3. Definisi pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja :

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang dan barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma – norma hukum guna menutup biaya produksi barang – barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Pajak merupakan kontribusi masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam membangun negaranya, yaitu membangun sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat itu sendiri.

2.2.1.2.Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2003:2) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi

budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regulered (mengatur). Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintahn berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan lain-lain.


(28)

Fungsi Regulared (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonom, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah :

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah

2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)yang tinggi pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan

3. Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga akhirnya dapat memperbesar devisa negara. 4. Pajak Penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil

tertentu seperti semen, industri rokok, industri baja dan lain-lain.

5. Pembebasan Pajak Penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh sehubungan dengan transaksi dengan anggota, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia


(29)

6. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik inverstor asing agar mananamkan modalnya di Indonesia

2.2.1.3.Pengelompokan Pajak

Berikut pengelompokan pajak berdasarkan golongan, sifat dan pemungutnya (Kurniawan, 2006:7):

1. Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya (Mardiasmo, 2003:5): a. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya (Mardiasmo, 2003:5):

a. Pajak Subyektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.

b. Pajak Obyektif, adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN, PBB.


(30)

a. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPh, PBB.

b. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame.

2.2.1.4.Tarif Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang diperlukan dua unsur yaitu : tarif pajak dan dasar pengenaan pajak tarif pajak berupa angka atau persentase tertentu. (Resmi, 2003 : 13)

Jenis-Jenis tarif pajak dibedakan menjadi tarif tetap, tarif proporsional (sebanding), tarif progresif dan tarif degresif (menurun).

1. Tarif Tetap

Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak

2. Tarif Proporsional

Tarif proporsional adalah tarif berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar pengenaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak yang terhutang dengan kenaikan yang proposional atau sebanding


(31)

3. Tarif Progresif

Tarif progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak

4. Tarif degresif

Tarif degresif atau menurun adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.

2.2.1.5.Wajib Pajak

Di dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pengertian Wajib pajak sebagaimana tersurat dalam pasal 1 angka 1 KUP yang berbunyi (Mardijiono, 2003:30):

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu“.

Pengertian wajib pajak ini adalah pengertian menurut ketentuan formal perpajakan, yaitu suatu ketentuan yang menjamin bahwa pelaksanaan ketentuan yang menjamin bahwa pelaksanaan ketentuan material akan menjadi suatu kenyataan yang baik dan benar. Dalam ketentuan formal ini, menganggap siapa saja yang ditunjuk untuk melakukan kewajiban perpajakan adalah sebagai wajib pajak termasuk mereka yang ditunjuk sebagai pemungut atau pemotong pajak tertentu.


(32)

Pengertian “tertentu” mengandung maksud bahwa mereka sebenarnya bukan wajib pajak, namun dalam pelaksanaan hukum pajak dengan pertimbangan-pertimbangan khusus (misalnya demi kemudahan, ekonomis, efisiensi, dan pembayaran pajak yang tepat waktu), maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ditunjuk untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sebagai “seolah-olah” wajib pajak. Karena hanya “seolah-olah”, maka penerbitan surat pajak yang kurang dibayar dengan ditambah sanksi adiministrasi (SKPKB) terhadap segala kekurangan dalam pelaksanaan pemungutan atau pemotongan pajak, harus dikeluarkan dengan ekstra hati-hati agar tidak ada objek pajak semu yang dikenakan pajak. (Mardijiono, 2003:30)

Pengertian wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan formal tersebut dengan sendirinya tidak sama dengan pengertian yang terkandung dalam ketentuan materialnya. Ketentuan material (misalnya Undang-undang PPh) memang tidak menyebutkan pengertian wajib pajak secara tersurat dalam pasal-pasalnya.

2.2.1.6.Pemungutan Pajak dan Pemotongan Pajak

Pemungutan pajak dan pemotongan pajak adalah subjek atau orang/badan yang melakukan pemungutan pajak atau pemotongan pajak yang wajib untuk (Mardijiono, 2003:31):

1. Melakukan pemungutan dan atau pemotongan pajak dari pihak ketiga 2. Menyetorkan hasil pemungutan pajak dan atau pemotongan pajak


(33)

3. Melaporkan segala perbuatan pemungutan dan atau pemotongan serta penyetoran pajak sebagai hasil pemungutan dan atau pemotongan tersebut ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.

Dilihat dari timbulnya kewajiban pemungutan dan pemotongan ini ada dua yaitu (Mardijiono, 2003:31):

1. Kewajiban memotong pajak karena penunjukkan oleh undang-undang, yaitu sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1), pasal 23 ayat (1), pasal 26 ayat (1) UU PPh untuk pemotongan pajak.

2. Kewajiban Pemungutan pajak berdasarkan penunjukkan dari Menteri Keuangan atau Direktorat Jenderal pajak sesuai amanah undang-undang yaitu pasal 22 ayat (1) UU PPh untuk pemungutan pajak dan pasal 23 ayat (3) UU PPh untuk pemotongan pajak (yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai wajib pajak).

3. Kewajiban memotong pajak atas dasar peraturan pemerintah RI sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang yakni pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pph.

2.2.1.7.Asas - Asas Yang Mendukung Pemugutan Pajak

Beberapa asas - asas yang mendukung hak negara untuk memungut pajak dari rakyat adalah (Resmi, 2003:5):


(34)

 Asas Keadilan

a. Menurut Teori yang mendasari Pengertianya : 1. Asas Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan pada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

2. Asas Certainty

Penetapan pajak hendaknya tidak sewenang-wenang, jadi wajib pajak harus mengetahui kapan membayar dan batas waktu pembayaran.

3. Asas Convenience Of Payment

Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak, misalnya saat memperoleh penghasilan.

4. Asas Economy

Secara ekonomi, biaya pemungutan dan pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul.

b. Teori yang memisahkan hak negara memungut pajak (Resmi, 2003:5) 1. Teori Asuransi

Adalah termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dari segala kepentingan: keselamatan dan kemanan jiwa, dan juga harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian asuransi (pertanggungjawaban), untuk melindungi orang dan kepentingan tersebut diperlukan pembayaran premi.


(35)

2. Teori Kepentingan

Teori ini dalam ajaranya yang semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk

3. Teori Gaya Pikul

Teori ini mengandung kesimpulan bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta-hartanya

4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak / Teori Bhakti

Teori ini berlawanan dengan teori sebelumnya, yang tidak mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan warganya, maka teori ini mandasarkan pada paham Organische Staatsleer. Paham ini mengajarkan bahwa karena sifat suatu negara maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak

5. Teori Gaya Beli

Teori ini tidak mepersoalkan asal mula negara memungut pajak, melainkan hanya melihat pada efeknya, dan memandang efek yang baik itn sebagai dasar keadilannya

 Asas Manfaat

Pengenaan pajak hendaknya seimbang dengan keuntungan (manfaat) yang didapat wajib pajak dari jasa-jasa publik yang diberikan pemerintah.Berdasar kriteria ini, maka pajak dikatakan adil bila seseorang yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari jasa-jasa publik yang dihasilkan oleh pemerintah dikenakan proporsi lebih besar.


(36)

 Asas Pembuatan Undang-undang a.Asas Yuridis

Untuk menyatakan suatu keadilan, hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu pemungutan pajak harus didasarkan undang-undang yaitu UUD 1945 pasal 23 ayat (2).

b..Asas Ekonomis

Asas ini menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat terus meningkat. Untuk itu pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghanbat kelancaran ekonomi.

c.Asas Finansial

Berkaitan dengan fungsi budgeter yakni memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Sehubungan dengan itu agar diperoleh hasil yang besar maka biaya pemungutannya harus sekecil-kecilnya.

 Asas yuridikasi pemungutan pajak a.Asas Tempat tinggal

Negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan wajib pajak berdasar tempat tinggal wajib pajak. Wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri (UU Pajak Penghasilan pasal 4)


(37)

b. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setap orng asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.

c. Asas Sumber

Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenai pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal.

2.2.1.8.Arti Penting Pajak bagi Negara dan Masyarakat

Dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan negara yang paling potensial. Bahkan, saat ini sektor pajak memberikan kontribusi yang terbesar dalam APBN. Penerimaan dari sektor pajak ini merupakan penerimaan dalam negeri dan penerimaan sektor lainnya selanjutnya digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang disebut sebagai fungsi budgeteir (Ilyas, 2003 dalam Suardikha, 2006:5).

Seperti diuraikan di atas bahwa pajak merupakan kontribusi masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam membangun negaranya, yaitu membangun sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat itu


(38)

sendiri. Dengan kontribusi ini masyarakat berhak untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah (Judisseno, 1997 dalam Suardikha, 2006:6). Di pihak lain, tidak boleh dilupakan bahwa pajak memang merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sinilah letak pentingnya pajak bagi masyarakat sebagai Wajib Pajak.

2.2.1.9.Pihak dan Aspek yang terkait dalam Sistem Perpajakan

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat pembayar pajak sebagai Wajib Pajak merupakan pihak-pihak yang terkait langsung dalam sistem perpajakan. Jalinan kedua belah pihak ini harus harmonis di dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang optimal. Pemerintah mempunyai fungsi penting dalam sistem perpajakan, yaitu sebagai pemrakarsa terjalinnya hubungan antara masyarakat/Wajib Pajak dan pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dalam pemungutan pajak.

Bentuk jalinan hubungan antara pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat/Wajib Pajak diatur dalam Undang-Undang Perpajakan agar tiap-tiap pihak mempunyai interpretasi yang sama mengenai sistem perpajakan yang sedang dijalankan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Ciri-ciri umum jalinan antara pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat/Wajib Pajak dalam sistem perpajakan (Judisseno, 1997) adalah sebagai berikut:

1. Adanya peralihan kekayaan dari pihak masyarakat kepada kas negara 2. Tidak ada jasa balik dari negara secara langsung


(39)

3. Digunakan untuk kepentingan umum 4. Diatur dalam undang-undang.

undang yang mengatur tentang pajak adalah Undang-Undang Perpajakan. Dalam penyusunan Undang-Undang-Undang-Undang Perpajakan ini secara umum selalu diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:

1. Adanya jaminan pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara yang berjalan lancar.

Acuan yang paling utama dalam pemungutan pajak pada era modern saat ini adalah mempertimbangkan masalah bukti nyata dan praktisnya pelaksanaan pemungutan pajak. Hal ini bukan berarti mekanisme pemungutannya tidak memperhatikan teori dan asas pemungutan pajak secara universal dalam rangka pencapaian tujuan pemungutan pajak tersebut.

2. Adanya jaminan hukum yang tegas bagi para Wajib Pajak.

Kepastian hukum mutlak diperlukan sebagai jaminan keadilan yang sifatnya dua arah, yaitu jaminan keadilan bagi masyarakat dan jaminan keadilan bagi negara.

3. Adanya jaminan kerahasiaan mengenai orang pribadi ataupun badan sebagai Wajib Pajak.

Walaupun pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak mempunyai wewenang untuk memeriksa sesuai dengan pasal 29, ayat 1, Undang-Undang No. 6, Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan


(40)

Undang-Undang No. 16, Tahun 2000, kerahasiaan orang pribadi ataupun badan sebagai Wajib Pajak harus tetap dijaga agar tidak terjadi suatu hal yang merugikan Wajib Pajak tersebut.

2.2.1.10.Kendala-Kendala Penerapan Sistem Perpajakan

Kendala-kendala yang timbul dalam suatu sistem perpajakan adalah bagaimana menciptakan sistem yang dapat menghasilkan suatu pengertian yang baik antara masyarakat sebagai pembayar pajak/wajib pajak dan pemerintah selaku pembuat peraturan dan Undang-Undang Perpajakan (Judisseno,1997 dalam Suardikha, 2006:8). Pemerintah selaku fiskus pajak merencanakan dan menggodok Undang-Undang Perpajakan atas dasar dan prinsip perpajakan yang seadil-adilnya, yang memiliki dan manfaat, baik bagi masyarakat maupun bagi negara itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya selaku perancang dan pembuat Undang-Undang Perpajakan, pemerintah harus membuat peraturan itu sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti dan dapat ditafsirkan secara jelas. Jika produk peraturan yang dibuat sulit dimengerti oleh masyarakat, otomatis akan timbul suatu bentuk perlawanan pajak, yang cara, bentuk, dan dalihnya bisa bermacam-macam.

Pemerintah juga wajib memberikan pengertian kepada masyarakat, memberikan bimbingan dan penyuluhan, serta menerbitkan buku-buku, peraturan, prosedur, perhitungan pajak, dan informasi lainnya tentang perpajakan. Dalam hal program bimbingan dan penyuluhan sering timbul kendala sedikitnya aparat yang dapat melakukan/menanganinya. Hal ini sering dimanfaatkan oleh para usahawan untuk menyelenggarakan


(41)

berbagai seminar perpajakan dengan mengundang pakar di bidang ini. Akan tetapi, sangat disayangkan biasanya produk seminar semacam ini sangat mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. (Suardikha, 2006:9)

Penyebaran informasi tentang pajak harus seluas-luasnya dengan biaya yang semurah-murahnya. Tujuan utama penyebaran informasi pajak adalah untuk memberikan pengertian dan kesadaran bagi masyarakat luas sehingga masyarakat sadar untuk berpartisipasi aktif dalam membayar pajak. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi tersebut, yaitu jangan sampai ada kesan bahwa perpajakan adalah suatu hal yang eksklusif dan mahal, melainkan perpajakan adalah suatu kewajiban moral yang harus segera dipenuhi dengan kesadaran yang tinggi, baik oleh aparat pajak maupun masyarakat sebagai pembayar pajak/wajib pajak demi pembangunan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera. Di samping itu, penyampian informasi dapat dilakukan dengan cara mengadakan dan memperbanyak buku panduan perpajakan bagi masyarakat secara gratis atau kalaupun dijual harganya mesti dapat dijangkau oleh masyarakat banyak. Agar cara ini betul-betul dapat bermanfaat, usahakan agar bahasa, ungkapan, serta terminologi khusus yang digunakan dalam buku panduan perpajakan dapat mudah dimengerti oleh pembacanya. Dengan perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini informasi juga dapat disampaikan dengan mudah dan cepat melalui teknologi informasi tersebut. (Suardikha, 2006:9).


(42)

2.2.2. Sosialisasi

2.2.2.1. Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.

2.2.2.2. Jenis Sosialisasi

Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.

1. Sosialisasi primer

Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang


(43)

lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya. 2. Sosialisasi sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

2.2.2.3.Tipe Sosialisasi

Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut :


(44)

1. Formal

Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.

2. Informal

Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses sosialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

2.2.2.4.Pola Sosialisasi

Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.


(45)

1. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. 2. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola

di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

2.2.2.5.Proses Sosialisasi

Terdapat beberapa proses sosialisasi menurut beberapa pakar sosialisasi yang terdapat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat, yaitu:

1. Menurut Mead

Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.

a. Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga


(46)

anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

b. Tahap meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)

c. Tahap siap bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang


(47)

lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerjasama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

d. Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2. Menurut Cooley

Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui


(48)

interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut

looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.

1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.

Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.

Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.

3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut. Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa


(49)

penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

2.2.2.6.Sosialisasi Peraturan Perpajakan

Dengan diundangkannya undang – undang tentang perpajakan oleh pemerintah, dimana pemerintah mengadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya dibidang perpajakan sehingga mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.

Keadaan untuk menjadi wajib pajak dan memenuhi segala kewajibannya perlu dibina sehingga timbul disetiap kalbu rakyat / penduduk yang hidup bermasyarakat. Dengan demikian maka roda pemerintahan akan berlangsung lancar demi kepentingan rakyat / penduduk itu sendiri dan lancarnya roda pemerintahan akan melancarkan pula tercapainya keseluruhan cita – cita rakyat / penduduk hidup dalam negara yang adil makmur dalam lingkup nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945. Setiap rakyat harus sadar bahwa kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan bukanlah untuk pihak lain, tetapi untuk melancarkan jalannya roda pemerintahan yang mengurusi segala kepentingan rakyat sendiri. Jadi sadar berkorban dan pengorbanan itu adalah untuk kepentingan sendiri dari generasi ke generasi.


(50)

Masih cukup banyak rakyat yang tidak sadar akan kewajiban – kewajibannya, yang seharusnya mereka malu bahwa untuk kepentingannya mereka enggan memenuhi kewajibannya yang hanya setahun sekali dan jumlahnya tidak seberapa. Dapat diumpamakan bahwa mereka yang hidup demikian adalah bagaikan benalu yang ingin hidup secara menumpang pada kehidupan orang lain yang sadar akan kewajibannya. Mereka yang tidak sadar untuk memenuhi kewajiban dalam pembayaran pajak seakan – akan buta atau menutup mata akan adanya sarana dan prasarana yang mereka gunakan setiap hari. Mereka buta atau sengaja membutakan diri terhadap segala sesuatu yang mereka perlukan.

Untuk meningkatkan atau menimbulkan kesadaran akan kewajiban dalam hal pembayaran pajak diperlukan suatu sosialisasi. Sosialisasi dilakukan sekiranya dapat langsung mengenai sasaran yaitu wajib pajak. Sehingga diharapkan mereka sadar akan kewajibannya.

2.2.3. Sanksi Perpajakan

Pengertian sanksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:782), didefinisikan sebagai tanggungan (tindakan-tindakan, hukuman, dan sebagainya). Dengan demikian, menurut Mardiasmo dalam skripsi Ayu (2008), saksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau di taati, di patuhi, sanksi tersebut mencakup sanksi administrasi dan sanksi pidana. Atau dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.


(51)

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang hanya diancam sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi diidentifikasi merupakan salah satu cara untuk membentuk perilaku (Robbins, 2001:43).

2.2.4. Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:654) kepatuhan mempunyai pengertian tunduk atau patuh pada aturan aturan atau ajaran -.ajaran. Sedangkan pengertian yang lain, kepatuhan adalah menampilkan suatu tindakan karena diminta oleh orang lain meskipun anda tidak ingin melakukannya (Sears, dkk, 1991:103) dalam skirpsi Ayu (2008). Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketektuan – ketentuan atau aturan - aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.

Istilah yang dipergunakan di UU KUP adalah wajib pajak dengan kriteria tertentu telah dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak denagn kriteria tertentu sebagai “turunan” dari peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 syarat menjadi wajib patuh adalah :


(52)

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dalam 3 tahun terakhir.

2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Janurai sampai November tidak lebih dari 3 masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT masa-masa pajak berikutnya.

4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember.

Pembayaran pajak memerlukan informasi yang berkaitan dengan pelaporan pajak perusahaan, baik itu pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak-pajak lainnya. Ketersediaan infromasi yang lengkap yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan pelaporan pajak yang selanjutnya mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak. (Siahaan, 2006:111)

Sebagai warga negara kita semua harus menyadari kewajiban-kewajiban kita terhadap negara sebagai imbalan atas perlindungan dan hak–hak yang diberikan negara terhadap kita. Dengan lain perkataan “tidak sepatutnya kita menerima atau menuntut berbagai hak dari negara, sedangkan kita mengabaikan kewajiban–kewajiban kita terhadap negara“. Sebagai insan Pancasila kita harus pandai menerima dan pandai pula memberi dan ini namanya “pandai bergotong royong dan dalam kehidupan bermasyarakat“. Kita menghendaki agar negara menciptakan bagi kita semua kehidupan yang adil makmur lahiriah batiniah dan kita harus


(53)

mewujudkan kewajiban-kewajiban kita terhadap negara dengan sebaik-baiknya. Negara telah memberikan hasil-hasil pembangunan melalui kegiatan pemerintahan yang meliputi segala bidang ekonomi, ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan sehingga kehidupan kita semua menjadi maju dan berkembang dalam suatu negara yang aman dan kuat bebas dari segala gangguan dan rongrongan dan untuk itu kita harus sadar akan kewajiban-kewajiban kita semua terhadap negara, terutama dalam soal pembiayaannya, karena semua hasil pembangunan harus dibiayai. Salah satu kewajiban kita dalam hal ini ialah sadar dan penuh tanggung jawab menyerahkan sejumlah uang pajak yang diatur oleh undang-undang. (Kurniawan, 2006:17)

Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai fungsi penting dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, karena mendapat sesuatu hak dan kekuasaan negara, wajar menyerahkan sebagian dari kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak (bagian umum UU No 12 Th 1985). (Kurniawan, 2006:18)

2.2.5. Pengaruh Sosialisasi Peraturan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Nagin (1990) dalam Siahaan (2006:105) berargumentasi bahwa pelatihan dan pengalaman akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Senada dengan pendapat tersebut, Robbins (1990) dalam Siahaan


(54)

(2006:106) menyatakan bahwa kemampuan dan pengalaman yang cukup akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menghadapi ketidakpastian dan kesulitan yang dihadapi di tempat kerjanya. Selanjutnya, sikap manajemen terhadap keinginan untk meminimalisasi pajak juga akan mempengaruhi kepatuhan perusahaan. Sikap ini akan mempengaruhi sumber daya yang tersedia bagi pembayar pajak, prioritas atas permintaan informasi pajak, dan tingkat komunikasi antara departemen pajak dan pengambil keputusan strategis.

2.2.6. Pengaruh Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang hanya diancam sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi diidentifikasi merupakan salah satu cara untuk membentuk perilaku (Robbins, 2001:43). Beratnya sanksi perpajakan diharapkan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan adanya pelanggaran peraturan perpajakan, atau dengan kata lain mendorong peningkatan kepatuhan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Witte dan Woodburry (1985) dalam Siahaan (2006:105), menemukan bahwa beratnya sanksi


(55)

perpajakan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Jones (1985) dalam Siahaan (2006:105) menemukan bahwa wajib pajak lebih sensitif terhadap besar kecilnya sanksi dibanding kemungkinan terdeteksi.

Dalam konteks perpajakan, sanksi perpajakan baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, dipercaya dapat meredakan penghindaran pajak atau meningkatkan perilaku kepatuhan. Tetapi para ahli perilaku meningkatkan bahwa pengaruh sanksi bisa hanya bersifat sementara. Sanksi yang terlalu berat dapat menimbulkan efek negatif, yaitu munculnya kebencian dan balas dendam, yang justru dikhawatirkan mendorong terjadinya pengindaraan pajak. (Siahaan, 2006:110)

2.3. Kerangka Pikir

Sosialisasi Peraturan Perpajakan

(X1)

Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Regresi Linier Berganda Sanksi Perpajakan

(X2)

2.4. Hipotesis

1. Sosialisasi peraturan perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya.

2. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya.


(56)

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Variabel Sosialisasi Peraturan Perpajakan (X1)

Adalah sebuah proses penanaman atau pengetahuan mengenai suatu peraturan baru perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Dalam hal ini wajib pajak diberikan kepercayaan dalam melaksanakan kewajiban serta memenuhi haknya dibidang perpajakan.

2.Variabel Sanksi Perpajakan (X2)

jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti atau di taati, di patuhi. Dengan kata lain merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

3.Variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Didefinisikan sebagai suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan – ketentuan atau aturan - aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan.

Tipe skala yang digunakan adalah skala interval dan teknik

pengukuran yang digunakan adalah Skala Likert artinya penskalaan yang

meminta responden untuk memberikan penilaian terhadap sejumlah


(57)

pertanyaan tentang variabel yang diteliti yang terukur melalui 5 skala sikap yang pada kedua sisinya ditutup dengan kata sifat. Jawaban dengan nilai 5 berarti sangat setuju. Nilai 1 berarti sangat tidak setuju

1 5

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan furniture kayu sebagai wajib pajak di Surabaya yang

berjumlah 22 perusahaan. (Disperindag Jatim).

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56). Karena jumlah populasi yang

sedikit, maka sampel ini disebut sebagai Sampling Jenuh, yaitu teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini juga sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil (kurang dari 30 orang). Istilah lain dari sampling jenuh ini adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Berdasarkan hal tersebut maka sampel dan kriteria yang mengisi kusioner adalah dalam penelitian ini yaitu para pimpinan/accounting/tax departement dari perusahaan - perusahaan


(58)

furniture di Surabaya yang berjumlah 22 perusahaan yang terdaftar di Disperindag Jatim , perusahaan tersebut antara lain:

1. CV. Mandiri Pratama

2. CV. Rudi Dan Co

3. C & H

4. UD. Oscar

5. Karya Sejati

6. UD. Skala

7. Dwi Jaya

8. CV. Kapuas Raya

9. CV. Usaha Kita Bersama

10.PT. Actus Sari Murni

11.PT. Surabaya Press Board

12.UD. Rukun

13.PT. Golden Pharos Ltd

14.CV. Sumber Makmur

15.CV. Cahaya Furanindo

16.CV. Mekar Jaya Abadi

17.CV. Kapuas Raya

18.Kelinci Mas

19.PT. Perwira Tamaraya Abadi

20.PT. Sogaya Megah Lestari

21.UD. Triliun Makmur


(59)

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang dikumpulkan atau diperoleh secara langsung dengan menggunakan metode kuesioner dan sumber atau lembaga yang terkait. Dalam penelitian ini sumber data berasal dari para pimpinan perusahaan furniture yang ada di surabaya yang terdaftar di Disperindag Jatim

3.3.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah karena pada umumnya data yang dikumpulkan harus valid untuk digunakan dalam penelitian ini digunakan beberapa metode dalam membantu pengumpulan data yang lengkap sehingga dapat mendukung landasan teori, memudahkan analisa dalam rangka pemecahan masalah. Adapun teknik yang digunakan adalah :

a. Wawancara

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab langsung kepada responden, dalam penelitian ini wawancara ditujukan kepada para pimpinan/accounting/tax departement dari 22 perusahaan furniture yang berada di Surabaya.

b. Kuesioner

Teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi dengan batas yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang mengisi kuesioner adalah para pimpinan/accounting/tax departement dari 22 perusahaan furniture di Surabaya yang menangani masalah perpajakan.


(60)

3.4. Teknik Analisis Data 3.4.1. Uji Kualitas Data

Ada dua konsep untuk mengukur kualitas data, yaitu : validitas dan reliabilitas. Artinya suatu konsep penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang bias jika datanya kurang reliabel dan kurang valid.

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur itu (kuesionar) mengukur apa yang diinginkan. Valid atau tidaknya alat ukur tersebut dapat diuji dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing-masing butir pertanyaan dengan skor total yang diperoleh dari penjumlahan semua skor pertanyaan. Apabila korelasi antara skor total dengan skor masing-masing pertanyaan signifikan (ditunjukkan dengan taraf signifikan < 0,05), maka dapat dikatakan bahwa alat pengukur tersebut mempunyai validitas (Sumarsono, 2002:31).

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dapat dipahami melalui ide dasar konsep tersebut yaitu konsistensi. Peneliti dapat mengevaluasi instrumen penelitian berdasarkan perspektif dan teknik yang berbeda walaupun gejalanya sama. Pengukurannya menggunakan indeks numerik yang disebut

dengan koefisien. Uji reliabilitas menggunakan Cronbach's Alpha,

dimana instrumen dianggap reliabel apabila memiliki Cronbach's Alpha


(61)

3. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal atau tidak dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode Kolmogrov Smirnov atau metode Shapiro Wilk (Sumarsono, 2002:40). Nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusi adalah tidak normal (simetris). Dan nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusi adalah normal (simetris).

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.

3.4.2. Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (1999:153) persamaan regresi harus bersifat

BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan

melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan pengambilan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi diantaranya tiga asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda yaitu:

a. Tidak ada multikolinearitas

b. Tidak ada autokorelasi


(62)

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias.

1. Multikolinearitas

Uji asumsi multikolinieritas digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi. Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinieritas yaitu dengan melihat besarnya nilai Variance

Inflation Factor (VIF). VIF ini dapat dihitung dengan rumus :

Tolerance 1 VIF

Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih

yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. dengan nilai VIF dibawah 10, maka tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2001:57).

2. Heteroskedasitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas (Santoso, 2002:208). Hal ini bisa diidentifikasi

dengan menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan

seluruh variabel bebas dimana nilai probabilitas yang diperoleh harus lebih besar dari 0,05.


(63)

3. Autokorelasi

Uji Autokolerasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linear ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada perode t-1 (sebelumnya). Model

regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokolerasi. Uji

Autokolerasi dilakukan dengan Uji Durbin – Watson yang digunakan

untuk autokolerasi tingkat satu dan mensyaratkan adanya intercept

(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi di antara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut : H0 : tidak ada autokolerasi (r = 0)

HA : ada autokolerasi (r ≠ 0)

3.4.3. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.3.1. Teknik Analisis

Untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas yang diuji terhadap variabel terikat maka diadakan analisa uji statistik regresi linear berganda dengan persamaan:

Y = bo+ b1.X1 + b2.X2 + ei

Y : Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak

X1 : Sosialisasi Peraturan Perpajakan

X2 : Sanksi Perpajakan

bo : Konstanta

b : Koefisien regresi untuk variabel X


(64)

3.4.3.2.Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis dilakukan dengan ujiF dan uji t sebagai berikut:

3.4.3.2.1. Uji F

Pengujian hipotesis penelitian pengaruh simultan variabel (X1, X2,

dan X3) terhadap Y digunakan uji F dengan prosedur sebagai berikut :

1. H0 : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel terikat

dengan variabel bebas secara simultan)

Ha : b1  0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel terikat dengan

variabel bebas secara simultan)

2. Dalam penelitian digunakan tingkat signifikasi 0,05

3. Dengan F hitung sebesar :

) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R Fhit     Keterangan :

Fhit = hasil F hitung

n = banyaknya sampel

R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel

4. Dari uraian di atas, maka diberikan hipotesis statistik sebagai berikut:

Ho diterima jika Fhitung  Ftabel


(65)

3.4.3.2.2. Uji t

Pengujian hipotesis penelitian pengaruh parsial variabel (X1, X2, dan

X3) terhadap Y digunakan uji t dengan prosedur sebagai berikut :

1. Ho : b1 = 0 (tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel

terikat dengan variabel bebas secara parsial)

Ho : b1  0 (ada pengaruh yang nyata antara variabel terikat dengan

variabel bebas secara parsial)

2. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,05

3. Dengan nilai t hitung :

)

( j

j hit

b Se

b

t

Keterangan :

thit = t hasil perhitungan

bj = koefisien regresi

Se(bj) = Simpangan baku untuk masing-masing koefisien regresi

4. Dalam kritis Ho melalui kurva distribusi t student dua sisi :

Ho diterima jika –t tabel  t hitung  t tabel


(66)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Kota Surabaya mempunyai legenda asal-usul namanya. Konon terjadi pertempuran antara dua binatang yaitu Sura (nama sejenis ikan) dan Baya (buaya) untuk memperebutkan daerah kekuasaan, yang berakhir dengan meninggalnya kedua binatang tersebut pada tempat yang sama pula sehingga dari tempat ini lahirlah sebutan “SURABAYA”. Sudah berabad-abad lampau yang secara evaluasi mengalami perubahan nama dari U.iung Galuh menjadi Surabaya. Surabaya mula-mula berwujud suatu kampung kecil yang terletak di muara Kali Brantas tempat temuan para pedagang, lama-kelamaan berkembang menjadi kota sederhana, suatu tempat konsentrasi penduduk dengan segala aktifitas sosial ekonominya (Sumber : Informasi Surabaya, BAPPEDA KOTAMADYA DAERAH TK II SURABAYA: 1993). Sekarang Surabaya menjadi kota terbesar nomer dua setelah ibu kota Jakarta dan merupakan provinsi Jawa Timur.

Letak Geografi

Surabaya terletak pada :

Garis Bujur Timur 112036” sampai 112054” Garis Lintang Selatan  704”


(67)

Daerahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3-6 meter di atas permukaan air laut, kecuali sebelah selatan dengan ketinggian 25-30 meter diatas permukaan laut.

Batas Daerah Administratif

Sebelah Utara : Selat Madura Sebelah Timur : Selat Madura Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Tiada duanya sebuah kota di Indonesia dan kemungkinan diseluruh dunia sebuah kota mendapatkan julukan KOTA PAHLAWAN. Predikat ini memiliki suatu sebab dan latar belakang sejarah khususnya Kota Surabaya yang telah memperoleh pengakuan resmi dari pemerintah Republik Indonesia maupun pengakuan dari pemerintah dan masyarakat dunia luar lainnya. Penduduk Surabaya yang lazimnya disebut AREK SUROBOYO memiliki andil yang besar dalam perjuangan tempo dulu dalam merebut kemerdekaan dari kekuasaan penjajah yang berhasil dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan andil perjuanagna tersebut ditunjukkan arek-arek Suroboyo lagi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diperolehnya dari serangan pasukan Inggris dibawah pimpinan Brig. Jendral Mallaby. Peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa 10 November 1945 yang telah dinyatakan resmi oleh pemerintah Republik Indonesia


(68)

sebagai Hari Pahlawan. Tempat-tempat bersejarah dan monument-monumen perjuangan dan lain-lain yang tersebar hamper diseluruh sudut dan pusat Kota Surabaya adalah bukti sejarah bagi Kota Surabaya dengan semboyan “RELA MATI” daripada dijajah kembali.

Kota Surabaya juga disebut Kota INDARMADI yaitu sebagai kota industri, kota dagang, kota maritim dan kota pendidikan.

 Kota Industri

Berbagai macam tempat industri yang ada di Kota Surabaya mulai dari pabrik-pabrik besar yang memproduksi rokok, sabun, barang-barang elektronik, mesin-mesin besar, minyak goreng, gelas, plastik, alat-alat kosmetik, obat-obatan hampir sebagian besar terdapat di daerah Rungkut yang terkenal dengan sebutan kawasan SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Di Kota Surabaya juga terdapat industri-industri lainnya yaitu industri-industri makanan, minuman, tembakau, tekstil, kulit, kayu, kertas, furniture, kimia, farmasi, karet, besi dan baja.

 Kota Dagang

Kota Surabaya dari dulu terkenal dengan sebutan Kota Dagang, ini terbukti dengan kawasan di sekitar Kembang Jepun dari dulu sampai sekarang menjadi pusat perdagangan di kota ini. Selain itu banyak pula pusat-pusat perbelanjaan yang ada di kota ini.


(69)

Sebagai Kota Maritim yang didukung oleh letak Pelabuhan Tanjung Perak yang berada pada lokasi yang terlindung dan strategis. Luas daerah administratif pelabuhan Tanjung Perak kira-kira seluas 760 ha dan terdapat aktifitas pembuatan dan perbaikan kapal yang terkenal dengan sebutan PT. PAL.

 Kota Pendidikan

Di Kota Surabaya terdapat banyak perguruan tinggi baik milik pemerintah seperti ITS (Institute Teknologi Surabaya), UNAIR (Universitas Airlangga) maupun yang dikelola oleh swasta.

Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur. Disamping itu, Surabaya juga merupakan sebagai salah satu pusat industri dan pusat perdagangan di Indonesia. Termasuk salah satunya adalah industri furniture. Perkembangan industri furniture di Indonesia berdasarkan data statistik dinas perindustrian mengenai furniture secara garis besarnya dapat dikatakan pada 5 tahun terakhir dalam kondisi yang naik turun. Dapat dilihat pada tahun2003-2004 industri furniture di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 33,47%.

Pada tahun 2004-2005 industri furniture di Indonesia mengalami sedikit penurunan sebesar 3,45% saja, selanjutnya industri ini juga mengalami penurunan di tahun berikutnya yaitu sebesar 4,72%.


(1)

77

alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi diidentifikasi merupakan salah satu cara untuk membentuk perilaku (Robbins, 2001:43). Beratnya sanksi perpajakan diharapkan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan adanya pelanggaran peraturan perpajakan, atau dengan kata lain mendorong peningkatan kepatuhan. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Witte dan Woodburry (1985) dalam Siahaan (2006:105), menemukan bahwa beratnya sanksi perpajakan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Jackson dan Jones (1985) dalam Siahaan (2006:105) menemukan bahwa wajib pajak lebih sensitif terhadap besar kecilnya sanksi dibanding kemungkinan terdeteksi. Dalam konteks perpajakan, sanksi perpajakan baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, dipercaya dapat meredakan penghindaran pajak atau meningkatkan perilaku kepatuhan. Tetapi para ahli perilaku meningkatkan bahwa pengaruh sanksi bisa hanya bersifat sementara. Sanksi yang terlalu berat dapat menimbulkan efek negatif, yaitu munculnya kebencian dan balas dendam, yang justru dikhawatirkan mendorong terjadinya pengindaraan pajak. (Siahaan, 2006:110)

4.4.1. Implikasi Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini maka diharapkan kepada instansi yang mengatur tentang perpajakan lebih mensosialisasikan lagi tentang peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan agar para wajib pajak dapat lebih memahami tentang peraturan perpajakan dan sanksi tentang perpajakan


(2)

78

apabila wjib pajak terlambat dalam membayar pajak sehingga apabila para wajib pajak patuh dalam membayar pajak dapat meningkatkan pendapatan negara dan wajib pajak tidak perlu mendapat saksi karena telah membayar pajak tepat waktu..

4.5. Perbedaan Penelitian Yang Dilakukan Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Variabel Hasil

Dhani Kurniawan (2006)

“Pengaruh Sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Kudus”

Variabel Bebas : Sosialisasi perpajakan (X1)

Variabel Terikat : Kepatuhan wajib pajak (Y)

Sosialisasi pajak bumi dan bangunan dan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak Fadjar O.P. Siahaan (2006) “Pengaruh Sanksi Perpajakan, Dukungan Lingkungan Perusahaan dan Gender Terhadap Perilaku Kepatuhan Pembayar Pajak”. Variabel Bebas:

Sanksi Perpajakan (X1) Dukungan Lingkungan dan gender (X2) Variabel Terikat : Perilaku kepatuhan pembayar wajib pajak (Y) Sanksi perpajakan, dukungan lingkungan perusahaan berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan pembayar pajak

Mira Triana D (2010)

“Pengaruh

Sosisalisasi peraturan perpajakan dan Saksi perpajakan terhadap Kepatuhan wajib pajak pada Perusahaan-perusahaan Furniture di Surabaya”. Variabel Bebas: Sosialisasi peraturan perpajakan (X1) Sanksi perpajakan(X2) Variabel Terikat: Kepatuhan wajib pajak (Y) Variabel sosialisasi peraturan perpajakan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dan variabel sanksi perpajakan

berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak Sumber : Penelitian Terdahulu


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah mengetahui permasalahan, meneliti dan membahas hasil penelitian tentang pengaruh sosialisasi peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan terhadap wajib pajak, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan hipotesis penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Sosialisasi peraturan perpajakan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya

b. Sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak pada perusahaan-perusahaan furniture di Surabaya

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maupun kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

a. Bagi para wajib pajak

Hendaknya lebih aktif lagi dalam mencari informasi yang berkaitan dengan pajak terutama perusahaan – perusahaan furniture, selain itu jika


(4)

ada permasalahan yang terkait dengan pajak sebaiknya segera melaporkan ke pihak yang berwenang sehingga tidak mendapatkan sanksi pajak.

b. Bagi Pemerintah

Hendaknya lebih sering mengadakan sosialisasi tentang Perpajakan kepada pengusaha-pengusaha furniture agar para wajib pajak memiliki pemahaman yang cukup untuk keberhasilan penerimaan pajak PBB pemerintah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anonim, 2008, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian Dan Skripsi Jurusan Akuntansi,

Ghozali, 2001, Aplikasi Analisis Multivarrate dengan program SPSS, edisi 11, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gujarati, Damodar, 1999. Ekonometrika Dasar, Cetakan keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hartanty, Ida Ayu Puspita; 2008; Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak Tentang Sanksi dan Palayanan Pemerintah Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak; Skripsi Fakultas Ekonomi Akuntansi UPN Veteran Jawa Timur.

Kurniawan, Dhani, 2006, Pengaruh Sosialisasi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di Kabupaten Kudus, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Univeritas Negeri Semarang.

Resmi; Siti;2003; Perpajakan Teori & Kasus; Penerbit Salemba Empat.

Robbins, Stephen P., 2001, Organizational Behavior: Concepts, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Santoso, Singgih. 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan 5, Penerbit CV. Alphabeta, Bandung.

Sumarsono, 2002, Metode Penelitian Akuntansi, Penerbit UPN “Veteran” Jawa Timur.

Jurnal:

Mardijiono, Djoned Gunadi, 2003, Wajib Pajak, Pemotongan Pajak – Pemungutan Pajak dan Penanggunah Pajak, Jurnal Perpajakan Inonesia, Vol.3, No.2, September.

Siahaan, Fadjar O.P., 2006, Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Dukungan Lingkungan Perusahaan dan Gender Terhadap Perilaku Kepatuhan Pembayar Pajak, JABM Vol.13, No.1, April.

Suardikha, I Made Sadha, 2006, Pengaruh Sistem Perpajakan Yang Kondusif Terhadap Dunia Usaha, Jurnal Perpajakan Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana.


(6)

Non Buku:

http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat http://web.bisnis.com/umum/sosial


Dokumen yang terkait

KEPATUHAN WAJIB PAJAK MELALUI SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, PENGETAHUAN PAJAK DAN PELAYANAN FISKUS.

0 7 16

PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, MOTIVASI DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Empiris pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Temanggung)

0 12 109

ANALISIS PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, ANALISIS PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, DAN PELAYANAN FISKUS TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL MELATI DI KOTA Y

0 4 18

PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN KONDISI LINGKUNGAN Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Perpajakan, Sanksi Perpajakan, Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Oran

0 6 18

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PENGETAHUAN PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Perpajakan, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ( Studi Kasus Pada Wajib Paja

0 3 18

PENGARUH SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

1 6 24

PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

1 1 17

PENGARUH PEMAHAMAN PERATURAN PERPAJAKAN, KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS PELAYANAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - Perbanas Institutional Repository

0 0 17

PENGARUH SOSIALISASI PERATURAN PERPAJAKAN DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN FURNITURE DI SURABAYA SKRIPSI

0 1 23

PENGARUH MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, KESADARAN PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK - repository perpustakaan

0 2 26