TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora formosa HASIL TRANSPLANTASI DI PERAIRAN SAWAPUDO KECAMATAN SOROPIA Survival Rate of Coral Acropora formosa as Transplantation Results in Sawapudo Waters Soropia District

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

E- ISSN 2503-0396

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora formosa HASIL
TRANSPLANTASI DI PERAIRAN SAWAPUDO KECAMATAN SOROPIA
Survival Rate of Coral Acropora formosa as Transplantation Results in Sawapudo
Waters Soropia District
Febry Hisbullah Nurman1, Baru Sadarun2, dan Ratna Diyah Palupi3
1,2,3

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Kampus Hijau Bumi Tridharma Anduanohu Kendari 93232
1
Email : febry_MSP66@yahoo.com

Abstrak
Pengambilan dalam penelitian ini pada bulan September sampai Oktober 2013 di Perairan Sawapudo. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup karang hasil transplantasi mengetahui
dan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kelangsungan hidup karang. Metode penentuan titik stasiun
penelitian secara purposif yaitu dibagi dalam 2 stasiun (kedalaman 3 dan 7 m). Hasil dari penelitian ini

persentase tingkat kelangsungan hidup karang A. formosa yang ditransplantasi di kedalaman 3 dan 7 m tidak
menunjukkan adanya perbedaan yaitu sebesar 70,83%. Sedangkan persentase tingkat kelangsungan hidup
karang transplan pada meja kontrol menunjukkan hasil sedikit lebih rendah (66,67%). Faktor yang dominan
memengaruhi tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasi adalah penutupan algae, sedimentasi, dan
ukuran fragmen karang dengan cabang yang berbeda. Kedalaman 7 m merupakan kedalaman yang baik bagi
karang transplan untuk melakukan adaptasi fragmen karang terhadap lingkungan.
Kata kunci : Acropora Formosa, Perairan Sawapudo, Tingkat Kelangsungan Hidup, Transplantasi Karang

Abstract
The data research was carried out in September to October 2013 in the Sawapudo waters. The purpose of this
study was to determine the survival rate and the factors that affect the survival rate of transplant outcomes coral
reef type A. formosa in the Sawapudo waters of the Soropia District. Method the determination of the point of
the research station and purposively determined for the two stations are at a depth of 3 m and 7 m. The
percentages of survival rate on coral A. formosa transplanted at a depth of 3 m and 7 m did not show any
difference in the amount of 70.83 %. While the survival rate of transplants at the control desk or 66.67 %
without treatment. The dominant factor affecting the survival rate of coral transplanted that is filamentous algae
cover, sediment, and rock fragment size with different branches . Based study showed that the depth of 7 m is a
good depth for transplants in terms of adaptation of coral fragments.
Keywords : Coral Acropora Formosa, Sawapudo Waters, Survival rate, Transplantation Coral


Pendahuluan
Terumbu karang merupakan suatu
ekosistem parairan laut yang sangat produktif,
kaya akan keanekaragaman hayati laut, dan
merupakan panorama di dasar laut yang indah.
Ekosistem ini memiliki peranan yang sangat
besar baik secara langsung maupun tidak
langsung. Peranan terumbu karang secara
langsung antara lain sebagai obyek wisata
bahari, sarana pendidikan dan penelitian, serta
farmasi. Sedangkan peranan secara tidak
langsung yaitu sebagai pelindung pantai dari
degradasi dan abrasi, pemecah gelombang,
sumber keanekaragaman hayati (tempat
pembesaran, tempat mencari makan, serta

tempat memijah bagi biota penghuni terumbu
karang), dan merupakan sumber plasma nutfah
(Haris, 2008).
Sebagian besar tipe terumbu karang di

Perairan Sawapudo berbentuk karang tepi
(fringing reef). Sayangnya tingginya potensi
dan manfaat ekosistem ini tidak diimbangi
dengan
pengelolaan
secara
optimal.
Berdasarkan pengamatan di lapangan telah
terjadi kerusakan terumbu karang di perairan ini
yang didominasi karena faktor antropogenik.
Usaha pengelolaan dan restorasi terumbu
karang di wilayah ini jika tidak segera
dilakukan akan dapat meningkatkan degradasi

http://ojs.uho.ac.id/index.php/JSL

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

ekosistem di wilayah tersebut. Berbagai teknik
dan upaya telah dilakukan untuk memperbaiki

dan merehabilitasi terumbu karang (Ketjulan,
2013). Teknik rehabilitasi yang telah dikenal
dan telah diterapkan di beberapa daerah di
dunia adalah transplantasi karang (Edwards dan
Clark, 1998). Transplantasi karang dapat
diartikan sebagai pemindahan sebagian dari
suatu spesimen karang ke tempat lain dengan
menggunakan substrat buatan ataupun substrat
yang telah ada di lokasi penanaman (Sadarun,
1999). Transplantasi bertujuan mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah
mengalami kerusakan atau memperbaiki daerah
terumbu karang yang telah rusak (Harriot dan
Fisk, 1988). Pada perkembangan selanjutnya
transplantasi karang ini bertujuan untuk budi
daya karang sebagai kebutuhan keperluan
hiasan aquarium laut.
Kegiatan
monitoring
dalam

transplantasi terumbu karang sangatlah
diperlukan.
Hal
ini
berguna
untuk
memperkecil kematian fragmen karang hasil
transplantasi.
Oleh karena itu informasi
mengenai persentase tingkat kelangsungan
hidup dan faktor-faktor yang memengaruhi
keberhasilan tingkat kelangsungan hidup
karang transplan perlu diketahui. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kelangsungan hidup fragmen karang yang
ditransplantasi di Perairan Sawapudo dan
mengetahui faktor–faktor yang menyebabkan
kematian fragmen karang. Manfaat dari
penelitian ini adalah adanya informasi yang
dapat memberi gambaran keberhasilan

transplantasi karang, khususnya karang jenis
A. formosa di Perairan Sawapudo.
Bahan dan Metode
Pengambilan data penelitian ini
dilaksanakan pada bulan September sampai
Oktober 2013. Penelitian ini bertempat di
Perairan Sawapudo yang secara administrasi
terletak di Kecamatan Soropia Kabupaten
Konawe. Metode penentuan titik stasiun
secara purposif, yaitu berdasarkan letak bibit
karang, kondisi perairan, dan aman dari
aktifitas masyarakat. Stasiun pengamatan
ditentukan berjumlah 2 titik, yaitu stasiun I
kedalaman 3 m (koordinat 122,61018o BT dan
03,89703o LS) dan stasiun II kedalaman 7 m
(koordinat 122,61002oBT dan 03,89700o LS).
Peta
lokasi
titik
stasiun

penelitian
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Perairan
Sawapudo
Alat yang digunakan dalam penelitian di
lapangan terbagi dua yaitu peralatan dalam
pengamatan tingkat kelangsungan hidup
karang seperti peralatan scuba, termometer
raksa, GPS, Handrefraktometer, secchi disk,
layangan arus, stopwatch, sediment trap, dan
kamera digital bawah air. Peralatan dalam
pembuatan meja transplantasi karang seperti
tali pancing, kerangka pipa, rangka, tali sigma,
pipa paralone, kertas label, dan wadah sampel.
Penentuan jenis karang uji yang akan
ditransplantasi yaitu dari Genus Acropora,
Spesies
A. formosa. Penetuan jenis karang
ini berdasarkan survey pendahuluan di lokasi

penelitian. Diketahui jenis karang ini cukup
melimpah di Perairan Sawapudo dan berkoloni
besar sehingga cocok dijadikan bibit. Harriott
dan Fisk (1998) menyatakan bahwa karang
Acropora branching sangat cocok digunakan
sebagai fragmen karang untuk kegiatan
transplantasi
karena
memiliki
tingkat
ketahanan
hidup
yang
tinggi
dan
pertumbuhannya relatif cepat.
Bibit karang uji jenis A. formosa diambil
dengan cara memotong karang mulai dari tunas
(ujung tungkai) kebawah sepanjang ± 7 cm
dengan menggunakan gunting baja (Sadarun

dkk, 2006). Transplantasi karang dilakukan
menggunakan meja transplantasi yang terbuat
dari konstruksi pipa yang berisikan campuran
semen yang berukuran 100 x 50 cm dengan
tinggi kaki 40 cm. Sebagai tempat melekatnya
fragmen karang digunakan substrat semen yang
berdiameter 10 cm dan tebal 3 cm dengan pipa
kecil terpasang di tengah substrat semen. Pipa
tersebut berfungsi untuk meletakkan fragmen
karang dengan cara diikat menggunakan cable
ties. Pengikatan ini dimaksudkan agar karang
transplan tidak mudah terlepas dari substrat
semen karena terkena hempasan gelombang
dan arus.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

120

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125


Meja transplantasi yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 5 buah, 2 buah diletakkan
masing-masing pada kedalaman 3 dan 7 m
sebagai meja perlakuan dan 1 buah meja
diletakkan di kedalaman 3 m sebagai kontrol.
Perlakuan tersebut meliputi perawatan atau
pembersihan rangka, media, dan fragmen karang
dari alga atau kotoran lain yang menempel pada
fragmen karang maupun meja transplantasi.
Jumlah fragmen karang yang digunakan
sebanyak 60 buah dengan perincian tiap meja
transplantasi sebanyak 12 fragmen karang.
Pengamatan kondisi karang yang
ditransplantasi mencakup lama pengeluaran
lendir, waktu penyembuhan, perhitungan
persentase tingkat kelangsungan hidup, serta
mendiskripsikan
faktor-faktor
yang

memengaruhi tingkat kelangsungan hidup
fragmen karang. Pengamatan lama pengeluaran
lendir dan lama penyembuhan luka dilakukan
setiap hari selama dua minggu dimulai sejak hari
pertama pemotongan. Pengamatan tingkat
kelangsungan hidup selanjutnya dilakukan setiap
minggu selama 2 bulan.
Parameter lingkungan yang diukur selama
penelitian meliputi beberapa parameter fisika
dan kimia oseanografi yaitu suhu, laju
sedimentasi,
kecerahan,
kecepatan
arus
permukaan, salinitas, pH, dan nutrien.
Menghitung tingkat Kelangsungan
hidup karang yang ditransplantasi digunakan
rumus (Sadarun dkk, 2006).
N-1
x100(%)
SR =
N2
Keterangan :
SR = Tingkat Kelangsungan Hidup Karang yang
Ditransplantasi (%)
N1 = Jumlah Karang yang Hidup pada Akhir
Pengamatan
N2 = Jumlah Karang yang Hidup pada Awal
Pengamatan
Laju sedimentasi dinyatakan dalam
mg/cm2/hari (Roger et al. 1994 dalam Partini,
2009).
Pengamatan
dilakukan
dengan
mengambil sedimen yang terperangkap dalam
sediment trap yang dipasang pada saat awal
penelitian dan kemudian diambil pada akhir
penelitian. Perhitungan laju sedimentasi
dilakukan dengan menggunakan rumus :
BS
LS =
Jumlah hari X πr 2
Keterangan :
LS = Laju Sedimentasi (mg/cm2/hari)
BS = Berat Kering sedimen (mg)

π = Konstanta (3.14)
r = Jari Jari Lingkarang Sediment trap (cm)
Hasil dan Pembahasan
Pengeluaran lendir merupakan salah satu
indikasi bahwa karang yang ditransplantasi dalam
keadaan stress. Lendir yang dikeluarkan oleh
karang merupakan bentuk adaptasi terhadap
lingkungannya. Karang akan lama mengeluarkan
lendir apabila berada pada kondisi lingkungan
yang kurang mendukung untuk pertumbuhan-nya.
Pengeluaran lendir bermanfaat bagi karang untuk
melindungi diri dari kondisi luar yang tak stabil
dan akan kembali normal setelah pengaruh
tersebut sudah hilang (Johan, 2008).
Berdasarkan Gambar 2 dan 3 menunjukkan
hasil bahwa waktu pengeluaran lendir dan
penyembuhan luka pada karang transplan lebih
cepat terjadi pada kedalaman 7 m dibanding 3 m.
Hal tersebut mengandung arti bahwa kedalaman 7
m merupakan tempat terbaik karang transpan
melakukan proses penyembuhan setelah
dilakukan pemotongan. Kestabilan kondisi fisik
lingkungan dan kesamaan kondisi lingkungan
dengan induk karang transplan diduga sebagai
penyebab cepatnya fragmen karang melakukan
proses penyembuhan pada kedalaman ini. Proses
ini diperkuat dengan ditemukannya 3 fragmen
karang yang mengalami kematian di kedalaman 3
m setelah karang berhenti dari penyembuhan luka.
Kematian ini dikarenakan fragmen karang yang
merupakan juvenil karang tidak mampu
beradaptasi terhadap perubahan kondisi fisik
lingkungan perairan yang berbeda dengan habitat
induknya).
Pengamatan waktu penyembuhan luka
pada fragmen karang yang ditransplantasikan
merupakan indikator awal bahwa bekas patahan
akibat
pemotongan
karang
yang
ditransplantasikan sudah tidak terlihat lagi.
Setelah penyembuhan luka terhenti, maka
fragmen karang siap melakukan pertumbuhan
sampai nanti akhirnya tumbuh menjadi koloni
karang dewasa. Hasil ini sedikit berbeda dengan
penelitian Johan (2008) yang melakukan
penelitian di gugusan Pulau Pari Kepulauan
Seribu, menyebutkan bahwa karang dengan jenis
yang sama (A. formosa) baru kembali sembuh
dari stressnya setelah hari ke-7 sampai 8. Lebih
lanjut Johan (2008) mengemukakan bahwa
lamanya karang mengalami stress sangat
bergantung pada lokasi transplantasi. Hal tersebut
dikarenakan proses penyembuhan fragmen karang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

121

Hari Pengamatan

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10A11A12 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10B11B12
Kode Sampel

Lama Pengeluaran Lendir

Lama Penyembuhan Luka

D12

D11

D9

D10

D8

D7

D6

D5

D4

D3

D2

D1

C12

C11

C9

C10

C8

C7

C6

C5

C4

C3

C2

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

C1

Hari Pengamatan

Gambar 2. Waktu Pengeluaran Lendir dan Penyembuhan Luka Fragmen Karang (kedalaman 3 m)

Kode Sampel

Lama Pengeluaran Lendir

Lama Penyembuhan Luka

Gambar 3. Waktu Pengeluaran Lendir dan Penyembuhan Luka Fragmen Karang (kedalaman 7 m)
Pengamatan tingkat kelangsungan hidup
karang A. formosa yang ditransplantasikan pada
dua kedalaman yang berbeda menunjukkan
tingkat keberhasilan hidup yang tinggi. Secara
keseluruhan, persentase tingkat kelangsungan
hidup karang transplan di lokasi penelitian
menunjukkan hasil yang sama pada dua
kedalaman berbeda, yaitu sebesar 70,83%
sampai akhir penelitian (Gambar 4). Kegiatan
transplantasi ini dapat dikatakan berhasil karena
hasilnya di atas 50% (Harriot and Fisk, 1988),
yang mengadung arti bahwa lebih dari setengah
karang yang ditransplantasi
mengalami
pertumbuhan.
Keberhasilan tingkat kelangsungan
hidup pada penelitian ini juga karena lokasi
penanaman (transplantasi) tidak jauh dari lokasi
pengambilan bibit (fragmen) yang disesuaikan
dengan kedalamannya. Sehingga pengaruh buruk
akibat
perubahan
lingkungan
terutama
kedalaman dan parameter kualitas air tidak

begitu berpengaruh pada spesimen yang
ditransplantasi. Apalagi bibit yang diambil di
sekitar perairan Sawapudo dapat tergolong
sebagai bibit yang sehat karena bibit terlihat
cerah, tanpa ada luka dengan kondisi polip yang
masih baik. Selain itu, induk dari bibit itu sendiri
memiliki rumpun yang besar.
Berdasarkan pengamatan tiap minggu
hasil transplantasi karang di kedalaman 3 m
menunjukkan hasil bahwa kematian karang baru
terjadi pada minggu kedua sebanyak 3 buah.
Minggu ketiga dan keempat masing-masing
mengalami kematian sebanyak 1 buah. Minggu
terakhir pengamatan karang yang ditransplantasi
mengalami kematian sebanyak 2 buah atau
tingkat kelangsungan hidup karang sebesar
70,83%. Berdasarkan pengamatan secara visual,
fragmen karang yang mengalami kematian di
kedalaman 3 m disebabkan oleh tertutupnya
karang oleh filamentous alga dan partikel
sedimen.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

122

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

Tingkat Kelangsungan
Hidup (%)

100
80
60
40
20
0
I

II

III

IV

V

VI

VII

Minggu Pengamatan
Kedalaman 3 Meter

Kedalaman 7 Meter

Rak Kontrol

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan Hidup Karang A. formosa hasil transplantasi pada Kedalaman 3 m,
7 m, serta Rak Kontrol.
Kematian fragmen karang A. formosa
yang ditransplantasi pada kedalaman 7 m pada
minggu pertama sampai minggu ketiga masih
belum terjadi. Kematian baru terjadi pada
minggu keempat sebanyak 1 buah. Kematian
pada minggu selanjutnya menunjukkan hasil
yang signifikan, yaitu karang yang mati
sebanyak 4 buah. Kematian fragmen karang
yang mati secara massal di minggu keempat
dikarenakan pada waktu ini terjadi penurunan
suhu secara mendadak (Tabel 1). Hal ini dapat
meningkatkan stress pada karang transplan
hingga menyebabkan kematian. Kematian
karang karena pengaruh faktor ini dicirikan
dengan pemutihan karang secara menyeluruh.
Karang
yang
putih
(bleaching)
mengindikasikan zooxanthella pada jaringan
karang telah keluar/mati. Berkurangnya
zooxanthella ini dapat berakibat berkurangnya
suplai makanan sebagai hasil dari fotosistesis
alga bersel satu ini untuk biota karang.
Pengamatan pada minggu keenam kematian
fragmen karang bertambah sebanyak 2 buah
sehingga total kematian fragmen karang
menjadi 7 buah dengan tingkat kelangsungan
hidup mencapai 70,83% sampai akhir
pengamatan.
Hasil tingkat kelangsungan hidup jika
dibandingkan dengan karang transplan pada
meja kontrol menunjukkan hasil yang tidak
terlalu signifikan. Hasil pengamatan tingkat
kelangsungan hidup pada meja kontrol sampai
pada akhir pengamatan sebesar 66,67%.
Berbedaan yang terjadi antara meja kontrol
dengan meja perlakuan adalah pada saat

dimulainya kematian karang transplan.
Kematian karang pada meja kontrol terjadi
sejak minggu pertama atau pada saat karang
berhenti dari proses penyembuhan luka.
Kematian fragmen karang pada meja
kontrol dicirikan dengan memudarnya fragmen
karang yang menandakan zooxanthellae pada
karang sudah mati, selain itu kematian karang
disebabkan oleh tertutupnya fragmen karang
oleh filamentous alga, dan umumnya kematian
fragmen karang sebagian besar terjadi pada
fragmen karang yang memiliki cabang 1 dan 2.
Fragmen karang yang memiliki bercabangan
sedikit mengandung arti bahwa biota
karang/polip karang yang terdapat pada
fragmen karang tersebut jumlahnya sedikit dan
zooxanthella yang bersibiosis juga sedikit pula.
Besar kecilnya jumlah zooxanthella dan jumlah
polip dapat memengaruhi ketahanan karang
untuk menerima pengaruh dari luar.
Suhu
memengaruhi
kecepatan
metabolisme, reproduksi, dan perombakan
bentuk luar dari karang (Sadarun dkk, 2006).
Suhu yang relatif konstan sangat baik untuk
pertumbuhan biota karang. Sebaliknya
perubahan suhu secara tiba-tiba dapat
menyebabkan stress pada karang yang dapat
berdampak kematian. Hal ini terjadi pada
kedalaman 7 m di lokasi penelitian. Kematian
karang secara mendadak terjadi pada minggu
kelima, dimana 4 fragmen karang mengalami
pemutihan dan mati. Menurut tomascik et al.
(1997) mengemukakan bahwa terumbu karang
pada suatu lokasi hanya dapat mentolerir
perubahan suhu sekitar 2-3oC.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

123

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

Parameter lain yang dapat menyebabkan
kematian
karang
adalah
sedimentasi.
Berdasarkan kedalaman, laju sedimentasi pada
kedalaman 3 m lebih tinggi dibanding
kedalaman 7 m. Laju sedimentasi di lokasi
penelitian masuk dalam level sedang hingga
bahaya (Pastorok dan Bilyard, 1985 dalam
Supriharyono, 2000), walaupun berdasarkan
nilainya laju sedimentasi di kedalaman 7 m
masih tergolong lebih rendah (Tabel 1).
Partikel sedimen akan teraduk di kolom
perairan dengan adanya kekuatan arus.
Selanjutnya partikel sedimen ini nantinya
dapat menutupi polip karang. Polip karang
yang tertutup sedimen akan menghambat
zooxanthella
untuk
berfotosintesis
(Supriharyono, 2000). Selain itu pengadukan
dari partikel sedimen juga berpengaruh
terhadap kecerahan perairan yang dapat
menghambat masuknya sinar matahari. Sinar
matahari ini dibutuhkan zooxanthella untuk
melakukan proses fotosintesis. Menurut
Wibisono (2005) menyatakan bahwa selain
ukuran partikel sedimen, arus juga berperan
penting dalam distribusi sedimen secara
vertikal maupun horizontal. Makin kecil
ukuran partikel yang akan diendapan maka
pengaruh arus laut akan semakin besar.
Tabel 1. Pengukuran parameter fisik-kimia
perairan
Parameter
Suhu
- 3m
- 7m
Kecerahan
Kecepatan arus
Laju sedimentasi
- 3m
- 7m
Salinitas
pH
Nutrien
- nitrat
- fosfat

Satuan

Rata-rata/
Kisaran

°C

%
m/detik
mg/ cm2/ hari

30
29
100
0,0354-0,0465

Ppt
-

28,3818
10,1130
32-33
8-9

mg/l
mg/l

0,0316
0,0060

Proses kematian fragmen karang dapat
dibuktikan dengan pengamatan visual dengan
ditemukannya partikel sedimen menempel
pada karang yang mati. Partini (2009)
menyatakan bahwa kematian karang terjadi
karena sedimen yang menutupi permukaan
karang tidak seimbang dengan kemampuan
karang untuk memindahkan sedimen sedimen
tersebut.

Penempelan alga juga merupakan salah
satu faktor kematian fragmen karang.
Filamentous alga tumbuh subur di lokasi
penelitian. Filamentous alga adalah jenis alga
yang berbentuk filamen atau seperti benang.
Tumbuhnya alga ini dapat mengancam
keberadaan karang transplan dalam hal
kompetisi
ruang
maupun
makanan.
Pengamatan transplantasi karang yang
dilakukan tiap minggu menunjukkan hasil
bahwa penutupan alga di kedalaman 3 dan 7 m
yang menyebabkan kematian pada fragmen
karang terjadi sejak minggu kedua. Sedangkan
pada meja kontrol penutupan alga jenis ini
mengakibatkan kematian karang sejak minggu
pertama. Meja kontrol yang merupakan meja
transplantasi tanpa perlakuan membuat
filamentous alga dapat tumbuh subur karena
tidak dilakukan pembersihan tiap minggunya.
Berdasarkan hasil pengamatan secara
visual, filamentous alga tumbuh subur pada
substrat semen dan menutupi fragmen karang
sehingga menyebabkan penggunaan energi
yang berlebih bagi karang untuk bersaing
dengan filamentous alga ini. Ketersediaan
nutrien di perairan merupakan salah satu faktor
yang mendukung pertumbuhan alga yang tidak
diinginkan ini.
Perbedaan
ukuran
serta
jumlah
percabangan dari bibit karang juga merupakan
salah satu faktor penghambat keberhasilan
transplantasi. Sebagian besar karang yang mati
memiliki jumlah percabangan 1-2 dan ukuran
yang lebih pendek. Semakin kecil dan sedikit
percabangan akan berpengaruh terhadap
jumlah polip karang dan zooxanthellae. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap daya tahan
karang untuk beradaptasi dan menerima
dampak dari luar sehingga memengaruhi
tingkat kelangsungan hidupnya. Menurut
Herdiana (2001) bahwa ukuran karang yang
lebih besar cenderung akan memiliki
kelangsungan hidup yang lebih baik
dibandingkan dengan ukuran kecil.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Persentase tingkat kelangsungan hidup
karang A. formosa yang ditransplantasi di
kedalaman 3 dan 7 m sebesar 70,83%.
Sedangkan tingkat kelangsungan hidup
karang transplan pada meja kontrol sebesar
66,67%.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

124

Sapa Laut November 2017. Vol. 2(4): 119-125

2. Faktor penghambat yang memengaruhi
tingkat kelangsungan hidup karang A.
formosa yang ditransplantasi adalah
penutupan
filamentous
alga,
laju
sedimentasi, suhu, dan ukuran fragmen
karang dengan cabang yang berbeda.
3. Kedalaman 7 m adalah kedalaman terbaik
fragmen karang A. formosa untuk pulih dari
luka bekas pemotongan saat transplantasi.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih Penulis sampaikan
kepada pinpinan dan staf Bintang Samudera
atas segala fasilitas yang diberikan selama
pengambilan data penelitian di lapangan.
Daftar Pustaka
Clark, S., dan A.J. Edwards. 1995. Coral
Transplantation as an aid to reef
rehabilitation: evaluation of a case study
in the Maldive Islands. Springer-Verlag.
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.
Elisnawaty. 2000. Studi Kondisi Terumbu
Karang Berdasarkan Distribusi Jenis
Ikan Chaetodontidae Sebagai Bio
Indikator di Perairan Pulau Barang
Lompo Sulawesi Selatan. Skripsi.
Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan Jurusan Perikanan Fakultas
Pertanian Unhalu. Kendari
Haris, A. 2008. Transplantasi Karang
Acroporidae pada Substrat Alami.
Jurnal Penelitian Perikanan dan
Kelautan. Vol X (12) :33-42.
Harriot, V.J. and D.A. Fisk. 1988. Coral
Transplation As Reef Management
Option. Proceedings Of the 6th
International Coral Reef Syimposium 2:
375-379p.
Herdiana Y. 2001. Respon Pertumbuhan Serta
Keberhasilan
Transplantasi
Koral
Terhadap Ukuran Fragmen dan Posisi
Penanaman Pada Dua Spesies Karang
Acropora microphtalma (Verrill, 1869)
dan Acropora Intermedia (Brook, 1891)
Di Perairan Pelau Pari, Kepulauan
Seribu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 102 hal.
Johan,
O.2001.
Tingkat
Keberhasilan
Transplantasi Karang Batu pada Lokasi
Berbeda di Gugusan Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Ketjulan, R. 2013. Kelangsungan Hidup
Karang (Acropora formosa) pada Area
yang Telah Mengalami Kerusakan di
Perairan Pulau Hari. Jurnal Mina Laut,
Vol (01): 1-6.
Partini. 2009. Efek Sedimentasi Terhadap
Terumbu Karang Di Pantai Timur
Kabupaten Bintan. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 99 hal.
Sadarun, Nezon E, Wardono S, Fandy Y A,
Nuriadi L. 2006. Pedoman Pelaksanaan
Transplantasi Karang. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Sadarun. 1999. Transplantasi Karang Batu Di
Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Tesis.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 67p.
Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang. Djambatan. Jakarta.
118 hal.
Tomscik T., Mah A J., Nontji A., Moosa
M.K., 1997. The Ecology of Indonesian
Seas. Periplus Editions. 1387 p.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu
Kelautan. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.

Tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa (Nurman et al.)

125