ENERGI BARU TERBARUKAN PANAS BUMI DI IND

ENERGI BARU TERBARUKAN PANAS BUMI DI INDONESIA:
“MEMAKSIMALKAN POTENSI SETELAH TERBITNYA
UU PANAS BUMI“
Seiring meningkatnya kebutuhan energi nasional dan merebaknya isu-isu lingkungan,
Indonesia harus mengembangkan dan menambah investasi untuk energi panas bumi. Lokasi
Indonesia yang berada di ”ring of fire” dunia dengan banyaknya gunung api disamping
memberikan dampak yang berbahaya juga memberikan anugerah akan tersedianya energi
yang ramah lingkungan yaitu panas bumi. Sebagai daerah vulkanik, potensi panas bumi
Indonesia mampu membantu mengatasi krisis energi terutama energi listrik, terdapat
disepanjang jalur Pulau Sumatera, Pulau Jawa, NTT, NTB, hingga kepulauan di Laut Banda,
Halmahera, Pulau Sulawesi dan sebagian Kalimantan.
Indonesia termasuk dalam jalur banyak gunung berapi sehingga memiliki potensi
sumber daya panas terbesar di dunia, yaitu: sumber cadangan (13.296 GWe) dan cadangan
(15.687 GWe) dengan total 29, 163 GWe yang tersebar di 276 daerah titik potential panas
bumi. Namun saat ini pemanfaatannya hanya mencapai 1.341 GWe (4,5%).
Seperti yang telah dibahas oleh berbagai sumber bahwa energi panas bumi memiliki
banyak keunggulan.Keunggulannya antara lain, energi panas bumi termasuk Energi Baru
Terbarukan (EBK). Tidak seperti energi fosil yang akan habis jika telah digunakan, panas
bumi merupakan energi yang dapat diperbaharui.Energi panas bumi pun tergolong bersih
bahkan tergolong paling bersih jika dibandingkan minyak bumi, batu bara dan nuklir.
Keunggulan lainnya adalah background sejarah panas bumi itu sendiri,

Kegiatan eksplorasi panas bumi Indonesia telah dimulai sejak zaman pemerintahan
Hindia Belanda. Saat itu Indonesia memulai kegiatan eksplorasi panas buminya di
Lapangan Kamojang. Maka PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi)
Kamojang lah yang menjadi PLTP pertama di Indonesia. Jika meneropong lebih jauh,
mungkin kita akan lebih banyak menemukan kelebihan energi potensial ini.
Menurut Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi Panas Bumi adalah sumber
energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama
mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan

dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses
penambangan.

Setelah disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Panasbumi sebagai undangundang, diharapkan pemanfaatan panasbumi lebih berkembangkan dan meningkat sehingga
dapat menjadi sumber energi pengganti energi fosil. Dan setelah disahkannya UU ini maka
UU No.27 tahun 2003 sudah tidak berlaku.

KENDALA SEBELUM TERBITNYA UU
Kendala pertama ialah investasi awal yang sangat besar. Memang tidak dapat
dipungkiri, tidak jauh berbeda dengan Industri Minyak Bumi, Industri panas bumi juga
merupakan Industri yang padat modal. Pemanfaatan energi panas bumi memang tidak mudah.

Energi panas bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah
permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya". Investasi untuk menggali energi
panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan berisiko tinggi, sehingga
membutuhkan membutuhkan dana besar untuki nvestasi.

Kendala kedua, keterbatasan kebijakan dan regulasi untuk mendukung Undangundang Panas Bumi. Undang-Undang No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi serta Peraturan
Pemerintah No 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi belum sepenuhnya
menampung kebutuhan perkembangan dan pengelolahan sumber daya panas bumi bagi
keberlangsungan pemenuhan kebutuhan energi nasional.
Kendala ketiga ialah letak lokasi panas bumi itu sendiri. Sebagian besar lokasi
panas bumi terletak di wilayah hutan lindung, yang keberadaannya dilindungi dan
akan tergolong bentuk penebangan liar jika kegiatan eksplorasi panas bumi ini tetap
dilakukan. Di sisi lain, adanya potensi panas bumi di suatu daerah biasanya di
pegunungan dan terpencil-sering tak bisa dimanfaatkan karena kebutuhan listrik di
daerah itu sedikit sehingga belum ekonomis untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan
energi panas bumi tersebut.

Kendala keempat Sumber Daya Manusia yang kurang memadai. Lemahnya
kemampuan lokal dalam bidang pengkajian sumberdaya, pembuatan peralatan, konstruksi,
serta mengjalankan dan merawat fasilitas pembangkit panas bumi, serta terbatasnya

kemampuan institusional untuk merencanakan pengembangan energi panas bumi dan
melibatkan para pengembang.

Kendala kelima datang dari PLN yang kurang agresif terjun langsung membeli listrik
dari pengembang panas bumi serta kurangnya insentif dan mekanisme harga yang sesuai
dengan manfaat bagi lingkungan hidup untuk melakukan investasi terutama dengan risiko
lebih tinggi di wilayah panas bumi yang belum dieksplorasi. Dalam pembangkitan listrik,
harga jual per kWh yang ditetapkan PLN dinilai terialu murah sehingga tak sebanding dengan
biaya eksplorasi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dalam
hat ini, PLN tidak bisa disalahkan karena tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah masih
di bawah harga komersial, yaitu tuluh sen dollar AS per kWh.
Kendala keenam adalah akibat sifat panas yang "site specific" kondisi geologis
setempat. Karakter produksi dan kualitas produksi akan berbeda dari satu area ke area yang
lain. Penurunan produksi yang cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang
harus ditanggung oleh pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang
baik, dapat menimbulkan banyak masalah di pembangkit. Misainya, kandungan gas yang
tinggi mengakibatkan investasi lebih besar di hilir atau pembangkitnya.


Kendala kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga menyebabkan timbulnya

kepanikan dan penentangan dibeberapa daerah.

UNDANG UNDANG PANAS BUMI
Meski banyak tantangan, panas bumi tetap menjadi prioritas pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan listrik serta menjadi bagian penting strategi pertumbuhan
rendah karbon.

Dengan dikeluarkannya UU No.21 Tahun 2014 tentang yang mengatur regulasi
pengelolaan panas bumi maka secara spesifik telah mampu menjawab sebagian besar
masalah tentang pengembangan dan pengelolahan sumber daya panas bumi. Untuk masalah
lokasi panas bumi terletak di wilayah hutan lindung, hutan konservasi, dan konservasi
perairan sudah diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU No. Tahun 2014, dimana kegiatan ekplorasi
maupun eksploitasi bisa tetap dilakukan asalkan sesuai dengan asas pemanfaatan dan
prosedur yang berlaku.
Masalah harga, selama ini harga panas bumi itu terlalu murah yaitu USD 7 sen per
Kwh, padahal untuk melakukan pengeboran beresiko. Sekarang setelah Peraturan Menteri
ESDM No. 17 Tahun 2014 Tentang Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTP Dan Uap Panas
Bumi. Dimana dilakukan pembagian yaitu wilayah satu disekitar USD 11-15 sen per Kwh.
Untuk diwilayah dua itu USD 17-23 sen per Kwh kemudian di wilayah tiga USD 25-29 sen
per Kwh. Dengan adanya regulasi yang memberi jaminan pembelian listrik dengan harga

yang cukup kompetitif diharapkan akan menarik minat investor.
Terkait dengan masalah investasi awal yang sangat besar, Bank Dunia
mendukung Indonesia mencapai sasarannya melalui strategi yang terbagi dalam dua
cara. Pertama, Bank Dunia membantu pemerintah Indonesia melakukan reformasi
untuk meningkatkan investasi di sektor energi panas bumi. Proyek Geothermal Power
Generation Development yang didanai hibah dari Global Environment Facility
mendukung Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral melakukan perbaikan
kebijakan dan regulasi. Pada saat yang sama, Bank Dunia juga membantu
menstimulasi investasi dengan memberi dukungan langsung bagi pengembang public
dan swasta. Ini termasuk investasi Geothermal Clean Energy Investment Project yang
baru disetujui untuk mendukung Pertamina Geothermal Energy (PGE). Menurut
Stefan Koeberle, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, “Proyek
penting ini merupakan proyek pertama di kawasan Asia Timur yang didanai
mekanisme Clean Technology Fund”.

SOLUSI JANGKA PANJANG
Pemerintah bersama Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) dan pengusaha
yang bergerak di sektor ketenagalistrikan akan segera mengatasi hambatan pengembangan

wilayah kerja panas bumi secara terintegrasi. Pengembangan panas bumi hingga kini

terkendala beberapa persoalan, antara lain tumpang tindih lahan, penolakan masyarakat, dan
lainnya.
Sosialisasi
Di balik optimisme tentang proyek eksplorasi panas bumi ada sejumlah persoalan
yang terus menjadi gunung es, seperti kebijakan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW),
kebijakan tata kelola hutan, dan hak warga untuk memperoleh penjelasan dan informasi yang
cukup sebelum proyek dilaksanakan atau biasa disebut sebagai FPIC (free prior informed
concern). Sejauh ini belum ada masyarakat yang mendapatkan informasi proyek secara
lengkap, baik manfaat dan risikonya. Namun sekarang masalah Seperti yang sudah di atur
dalam UU No.21 tahun 2014 pasal 65

Sosialisasi yang selama ini dilakukan hanya sebatas dilakukan diperguruan tinggi dan
instansi terkait sedangkan sosialisasi secara langsung pada masyarakat hanya sebatas izin
untuk mengadakan survei saja. Dampaknya, informasi soal pembangunan PLTP tersebut
menjadi simpang-siur. Pemerintah dan pihak terkait seharusnya menyosialisasikan rencana
pembangunan PLTP Panas Bumi . Sebab, kurangnya informasi memunculkan berbagai
macam pertanyaan dibenak warga. banyak warga yang mempertanyakan akan seperti apa
proyek tersebut nantinya. Selain itu, warga juga mengkhawatirkan risiko dan efek samping
pembangunan PLTP tersebut.
Seharusnya penenuhan hak mendapat informasi tentang proyek kepada warga

sudah dilakukan jauh-jauh hari. Hal telah menjadi prasyarat wajib pelaksanaan proyek
sebagaimana diatur oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, bukan sekadar
ritual sosialisasi biasa, sebelum masyarakat menyatakan ya atau tidak terhadap proyek
yang dibangun di wilayahnya, mereka harus mendapatkan informasi yang berimbang
dan mencukupi.
Berdasar laporan dilapangan, kesempatan masyarakat untuk mendapatkan
informasi keberadaan proyek pertambangan panas bumi masih sangat minim.
Sebagian besar peserta sosialisasi berasal dari perwakilan pemerintah (baik sipil
maupun militer), akademisi, dan perusahaan-perusahaan yang terkait. Masyarakat

yang tinggal di sekitar area proyek belum mendapatkan ruang yang memadai. Hal itu
menunjukkan arah kebijakan banyak perusahaan masih sebatas lobi-lobi di tingkat elit
untuk “mengamankan” proyek mereka. Kelompok-kelompok warga yang dianggap
kritis cenderung dihindari.
Oleh sebab itu, sosialisasi pemanfaatannya sangat diperlukan agar masyarakat dan
instansi terkait dapat mengenalinya jika suatu perusahaan yang ditunjuk turun bekerja di
lapangan. Selain itu warga bisa mendapatkan hak atas informasi untuk mengakses informasi
tentang kebijakan dan progress report pelaksanaan eksplorasi energi panas bumi. Karena itu
perlu dilakukan sosialisasi terhadap pengembangan energi baru terbarukan dan tidak hanya
melihat dari sudut pandang bisnis. Selain itu, diperlukan juga koordinasi antar kementerian,

pemda dan masyarakat.
Setelah dikeluarkannya UU panas bumi, seperti yang sudah di atur dalam UU No.21
tahun 2014 pasal 65 tentang peran serta masyarakat, diharapkan agar masyarakat dapat turut
ikut serta dalam pengembangan energi baru terbarukan ini.
Tumpang Tindih Lahan
Masalah tumpang tindih lahan sudah terjadi dari waktu ke waktu dan terkait peraturan
yang bertentangan antara satu kementerian dan kementerian lainnya. Sejumlah kementerian,
baik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kementerian lainnya harus
di dorong untuk mempunyai sense of urgency (sadar atas perlunya pengembangan panas
bumi).
Perizinan
Pada rancangan revisi UU Panas Bumi ini, pada Bab II tentang penyelenggaraan
panas bumi pasal 5 disebutkan penyelenggaraan panas bumi oleh pemerintah dilakukan
terhadap panas bumi yang berada pada lintas wilayah provinsi (untuk pemerintah pusat),
lintas kabupaten/kota (pemerintah provinsi), di dalam wilayah kabupaten/kota (pemerintah
kabupaten/kota), kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan
konservasi, dan wilayah laut lebih dari 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas.
Namun berdasarkan Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, semua
kegiatan non-kehutanan hanya dapat dilakukan di hutan lindung dan hutan produksi.


Sementara itu, dalam Peraturan Menteri P.18 Tahun 2011 juga mengatur tata cara izin pinjam
pakai untuk kegiatan non-kehutanan.
Jika sebelum keluarnya UU No.21 tahun 2014 untuk potensi panas bumi ada di dalam
hutan lindung atau cagar alam, pengurusan izin bisa mencapai tiga tahun dengan jumlah lebih
dari 50 perizinan yang harus diurus. Di luar kawasan lindung, 6-7 bulan izin sudah bisa terbit.
Setelah keluarnya UU kementerian yang terkait yaitu Kementerian ESDM dan Kementerian
Kehutanan menyepakati target penyelesaian perizinan pengusahaan panas bumi di kawasan
hutan lindung mulai 1 bulan hingga 7 bulan.
Sementara itu pada hutan konservasi belum ada langkah terkait untuk mempercepat
dalam masalah perizinan. Padahal potensi panas bumi banyak di sana. Sehingga para investor
mengharapkan kejelasan dan tindak lanjut dari pemerintah untuk memberikan solusi
terintegrasi untuk pengusahaan dan pengembangan panas bumi.
Sumberdaya Manusia
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida
Mulyana mengungkapkan, penghambat proyek listrik energi baru tidak melulu soal izin atau
birokrasi.
Indonesia saat ini masih kekurangan tenaga profesional dibidang panas bumi. Sumber
Daya Manusia untuk sektor kelistrikan panas bumi sedikit sekali jumlahnya selain itu jumlah
rig (alat bor) jumlahnya terbatas karena terjadi tumpang tindih penggunaanya dengan
perusahaan minyak. Untuk mengebor sumur panas bumi tidak mudah perlu orang ahli,

sementara SDM-nya banyak di industri Migas.
Padahal, saat ini pemanfaatan energi panas bumi sedang didorong maju sebagai
sumber energi terbarukan untuk pengganti bahan bakar minyak (BBM) di masa depan.
Untuk itu, perlu langkah yang harus dilakukan yaitu mempromosikan dan memperkenalkan
panas bumi ke mahasiswa di universitas-universitas di seluruh Indonesia, supaya mahasiswa
pada tertarik bekerja di bidang pemanfaatan panas bumi.
Sangat disayangkan karena masih langkanya SDM Geothermal di Indonesia, oleh
sebab itu, Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia yang membuka fakultas tekonologi mineral

jurusan teknik pertambangan harus memikirkan dan juga siap untuk melahirkan lulusanlulusan yang andal pada bidang geothermal ini.
Untuk membekali mahasiswa lulusan baru agar siap pakai di dunia kerja, Kementerian
ESDM telah bekerja sama dengan perusahaan pengembang Panas Bumi untuk memberi
kesempatan kerja magang pada para mahasiswa agar mereka punya skill begitu lulus.
Selain itu

Pemerintah Indonesia juga telah melakukan kerjasama dengan

pemerintah New Zealand melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk
mengembangkan sumber daya manusia di bidang energi terbarukan, khususnya panas
bumi melalui paket kebijakan pelatihan dan workshop yang berdurasi dua tahun.

Pelatihan dan workshop itu rencananya difasilitasi oleh Auckland Uniservices
yang membagikan pengalaman dan pelatihan bagi operator dan enginer pembangkit
listrik panas bumi (PLTP) Indonesia. Paket pelatihan itu bertujuan agar geologis asal
Indonesia dapat meningkatkan efisiensi eksplorasi energi panas bumi. Untuk
memfasilitasi pengembangan panas bumi Auckland Uniservices telah menggandeng
mitra lokal Indonesia yakni melalui Asosiasi Panas Bumi Indonesia (Indonesia
Geothermal Association/Inaga).
Dengan adanya kerjasama dengan negara lain seharusnya pemerintah lebih
intensif dan bergerak cepat yaitu dengan melakukan konsolidasi dengan instansi –
instansi terkait. Karena pada 2015 akan ada Masyakat Ekonomi ASEAN (MEA)
nantinya tenaga kerja asing dipermudah untuk bekerja di negara lain. Sehingga sangat
disayangkan, jika nanti untuk tenaga kerja, Indonesia juga impor dari negara lain. Kita
punya SDM, lulusan SMA terbaik diambil, kita latih mereka, on job training, dalam
1-2 tahun kita akan punya operator mumpuni yang bisa dipakai semuanya, dan tidak
ada alasan untuk tidak berhasil.