GENDER DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

GENDER DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Rita Andri Ani
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri jurai siwo metro
E-mail : ritaandriani31@gmail.com
Abstrak
Saat ini isu gender menjadi bahan pembicaraan dalam masyarakat bahkan dikalangan
akademisi juga membicarakannya seperti tentang kesetaraan peran,hak dan kesempatan laki-laki
maupun wanita. Perempuan masih terlinggal pendidikan dibandingkan laki-laki, dalam pendidikan
Gender juga menjadi bahan persoalan dalam masyarakat seperti membeda-bedakan antara
pendidikan laki-laki dan perempuan. Orang tua menjadi salah satu faktor utama sekaligus
pendidikan pertama untuk mendukung dan menghantarkan anaknya agar mendapat pendidikan yang
lebih baik. Pendidikan tidak hanya didapatkan disekolah tetapi juga dapat diperoleh dari orang tua
dan dilingkungan sekitar. Adanya sosialisasi dalam masyarakat berperan baik agar dapat
menumbuhkan kesadaran tentang kesetaraan gender dan keadilan dalam memperoleh pendidikan
tanpa melihat laki-laki ataupun perempuan. Karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan dan merupakan suatu proses kehidupan untuk mengembangkan diri tiap individu
untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupannya. hal tersebut juga dijelaskan dalam pendidikan
islam.
Kata kunci: Gender, Pendidikan , Kesetaraan, Keadilan
Abstract

Currently gender issues into the subject in society and even among academics as well as talk
about equal roles, rights and opportunities of men and women. Women still terlinggal education
than men, in education Gender also be a material issue in society as discriminating between the
education of men and women. Parents become one of the main factors at the same time the first
study to support and deliver their children to get a better education. Education is not only found in
schools but can also be obtained from the parents and the environment around. Socialization in the
community acted properly in order to be able to raise awareness about gender equality and equity
in education regardless of male or female. Because education is a very important thing in life and is
a process of life to develop within each individual to be able to live and perpetuate his life. that
thing also been worded deep islamic education.

Key word: Gender, Education, Equivalence, justice
A.Pendahuluan
Gender menjadi bahan perbincangan di koran,jurnal, televisi dan lainya. Saat ini sudah masuk
kedalam dunia pendidikan yag berbasis gender. Pendidikan merupakan faktor utama dalam
mewujudkan keadilan gender dalam lingkungan sekitar kita. Dalam sebuah pendidikan nantinya
akan memberikan tentang artinya sebuah nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
Keadilan gender saat ini sangat di butuhkan sekali. Kebijakan juga sering muncul dengan
kaitanya tradisi dalam masyarakat sekitar. Sepeti halnya masyarakat yang membicarakan
bahwasanya pedidikan perempuan sangat minim sekali dibandingkan dengan laki-laki karena para

orangtua dari wanita yang tidak mempunyai biaya untuk anaknya sekolah maka dari itu orangtua
perempuan menikahkan anaknya agar tidak bergantung pada orangtuanya atau mencari pekerjaan
sendiri. Mereka tidak bisa mendapakan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan.
Kebijakan mengenai gender mainstreaming / pengarusutamaan gender (PUG) diatur melalui
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 yang berisi tentang bahwa penyusunan program pembangunan nasional
maupun program pembangunan daerah harus disusun dalam perspektif gender. Berarti kaedilan
dalam gender menjadi kunci utama dalam hal pembangunan dalm beberapa bidang seperti bidang
pendidikan itu sendiri. Pendidikan berperan penting dalam mewujudkan pembangunan, kesetaraan,
kedamaian. Pendidikan yang tidak diskiminatif akan mempunyai mamfaat untuk menyetarakn
hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Pemberdayaan dalam bidang ekonomi maupun sosial sangat penting dalam penididikan.
Pendidikan juga sangat penting untuk merubah status seseorang dalam hidupnya. Pembangunan
sumber daya dalam bidang pendidikan sangatlah kurang. Meskipun pemerintah telah
menyelenggarakan pemberantasan huruf buta.
Dalam agama islam gender juga dijelaskan namun didalam agama islam gender lebih
menekankan antara hak laki-laki maupun perempuan yang sudah dijelaskan dalam Alquran dan
Assunah.
Ketimpangan gender dalam pendidikan biasanya seperti buta huruf, ikut berparsitisipasi
dalam sekolah dan tingginya pendidikan ditentukan oleh jenis kelamin laki-laki maupun
perempuann. Dalam kehidupan saat ini sekolah merupakan suatu keharusan dan perintah juga sudah

menetapkan peraturan tentang pendidikan. Karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi
perkembangan anak kemungkinan tidak didapatkan dalam keluarga maupun lingkungan
masyarakat.

B.Pengertian Gender
Para ahli mengartikan gender berbeda mulai dari segi biologis,sosial maupun perannya.
gender sendiri memiliki arti perbedaan antara laki-laki dan perempuan baik dari jenis kelamin
maupun peran fungsi sosial.
Istilah gender dalam penelitian ini merujuk pada arti jenis kelamin antara laki laki dan
perempuan, serta berbicara mengenai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Adapun istilah
dari kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin1. Secara umum, pengertian
gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan
tingkah laku. Dalam women studies Ensiklopedia dijelaskan bahwa gender adalah peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat2
Dari segi sejarah pengertian gender pertama muncul dibedakan oleh sosiolog berasal dari
Inggris, yaitu Ann Oakley yang membedakan pengertian gender dan seks. Seks adalah perbedaan
jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan yang berhubungan dengan ciri-ciri biologis dari lakilaki dan perempuan3.
Selain itu para ahli seperti Mansour Fakih juga membedakan antara gender dan seks (jenis
kelamin). Pengertian seks lebih menekankan pada sifat atau pembagian dua jenis kelamin manusia

berdasarkan ciri biologis yang ada, tidak berubah dan tidak dapat diubah. karena dinyatakan sebagai
ketetapan Tuhan atau ‘kodrat’. seperti pengertian gender sendiri adalah suatu sifat yang ada pada
laki-laki atau perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan.
Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa
berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke
kelas yang lain, itulah yang disebut dengan gender 4. Jadi gender juga diartikan sebagai jenis
kelamin sosial,sedangkan sex adalah jenis kelamin biologis. Maksudnya adalah dalam gender ada
perbedaan kedudukan, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial.
Perbedaan pengertian gender secara sosial menumbuhkan perbedaan tugas tanggung jawab,
fungsi dan bahkan lokasi dimana tempat manusi melakukan kegiatan. Dengan kata lain gender

1 John M. Echols dan Hassan Sadhily, Kamus English-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1983),
hal. 256. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.
2 Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Shalehah, ed. Hasan M. Noer (Jakarta: Permadani, 2004), hal. 234. Ar-Raniry:
International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.
3 Ratna Saptari dan Bigritte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi
Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 19970, hal. 89, Dlam jurnal Ar-Rairy: International Journal of Islamic Studies Vol.
1,No.2, Desember 2014.
4 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 8-9.Dalam

jurnal MUWAZAH,mursidah,vol.5 no.2,desember 2013.

merupakan perbedaan tugas laki-laki dan perempuan yang dibentuk atau dibuat dan bersifat
fleksibel sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
C.Pendidikan Agama Islam
Ajaran islam juga menjunjung tinggi nilai persamaan dan kesetaraan baik laki-laki maupun
perempuan dan semuanya merupakan hamba Allah Swt yang sama-sama baiknya dihadapannya.
ajaran islam juga menjelaskan tentang aturan sebagaimana kita hidup dan berperilaku terhadap
masyarakat, orang tua, serta aturan tentang kesetaraan laki-laki maupun perempuan dalam Alquran
dan Assunah yang akan menjadikan pedoman bagi umat islam. Alquran dan Assunah akan
memberikan jawaban dari pertanyaan tentang kedudukan perempuan dan laki-laki, periaku keadilan
dan disebutkan dalam Alquran dan Assunah bahwa agama islam tidak berpihak pada perempuan
saja.
Pendidikan berasal dari kata “didik”, dengan awalan “pe” dan akhiran “kan”, mempunyai arti
“perbuatan” (hal, cara dan sebagainya). Pendidikan pada dasarnya berasal dari bahasa yunani, yaitu
“paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dan bahasa Inggris yaitu
“education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. sedangkan bahasa arab biasa dikenal
dengan “Tarbiyah” yang berarti pendidikan5.
Sebuah tahapan pembelajaran pendidikan Akhlak yang sebagian besar menggunakan metode,
hafalan, ceramah, dan mencatat sehingga peserta didik merasakan bosan dalam proses

pembelajaran. Materi pembelajaran yang sangat banyak dan hanya menyampaikan rangkumannya
saja oleh guru, sehingga sering kali peserta didik mengalami kebingungan dalam memahami sebuah
materi pembelajaran. Bahkan sering kali guru tidak mempedulikan potensi peserta didik karena
untuk memenuhi target kurikulum. Guru menyampaikan materi dengan cepat, banyak, dan seakan
mengharuskan peserta didik untuk memahami sendiri materi yang disampaikan. keadaan seperti ini
sangat tidak baik sehingga peserta didik kesusahan untuk memenuhi hasil belajar yang diinginkan6.
Kata pendidik bagi masyarakat awam umumnya langsung berkaitan dengan masalah sekolah.
padahal pendidikan tidak hanya didapatkan disekolah saja tetapi dilingkungan keluarga dan
masyarakat. Pendidikan itu sendiri memiliki arti yaitu sebuah proses pembelajaran dimana peserta
didik mampu atau dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Pada dasarnya Pendidikan adalah sebuah proses dengan cara-cara agar seseorang dapat
memperoleh ilmu pengetahuan, pemahaman, dan bagaimana bersikap baik yang sesuai dengan
keperluan. Secara luas

pendidikan merupakan sebuah tahapan pengembangan potensi-potensi

5 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.1.dalam Jurnal Edukasi
Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.
6 Dedi Wahyudi , Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan Program
Prezi,hal.2.


dalam diri seseorang dan tingkah laku manusia,dan juga proses yang akan digunakan dalam
kehidupan7.
Saat ini dibutuhkan adanya pengarusutamaan kesetaraan gender melalui pembelajaran
pendidikan agama Islam karena kebanyakan kehidupan Muslim menunjukkan realitas aktual
ketimpangan faktual sebagai berikut pertama, pola relasi laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat Muslim di Jawa misalnya, merupakan cerminan dari sistem pengetahuan tentang relasi
laki-laki dan perempuan yang terserap dari budaya Jawa dan tafsir ajaran agama yang
disosialisasikan melalui sentral pendidikan yaitu pesantren, madrasah dan sekolah8. Kedua,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak diwarnai
oleh gaya kepemimpinan paternalistik. Banyak pesantren yang menggunakan kitab ‘Uqûd alLujjayn yang mengungkapkan hak dan kewajiban suami istri dengan proporsi yang tidak seimbang9.
Didalam Alquran dijelaskan bahwasanya tugas manusia adalah sebagai khalifah dibumi10 dan
dijelaskan pula bahwasanya, Tuhan tidak membeda-bedakan perempuan atau laki-laki. Semuanya
memiliki tugas yang sama yaitu mempertanggung jawabkan sebagai khalifah dibumi ini.
Salah satu tujuan yang terpenting dari pembangunan gender ialah dengan meningkatkan
kwalitas hidup perempuan. Semua itu dapat ditempuh melelui dengan metode meningkatkan
pendidikan dan kesehatan. Bagi seorang perempuan pendidikan tinggi dapat memiliki sisi positif.
Selain dapat memberdayakan diri pendidikan juga dapat membebaskan dari permasalahan budaya
sering menggantungkan laki-laki. Dengan pendidikan yang lebih baik, perempuan diharapkan
mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya guna untuk kepentingan

dirinya sendiri dan orang lain.
Disamping itu juga, R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, mengatakan bahwa dalam pengertian
lebih luas, mengajar mencakup segala kegiatan menciptakan suasana agar para siswa belajar.
Pengertian belajar ini cukup luas, mencakup sebuah usaha guru mendorong atau menarahkan siswa
agar belajar, menata ruang dan tempat duduk siswa, mengelompokkan siswa, menciptakan berbagai
kegiatan kelompok, memberikan berbagai bentuk tugas, membantu siswa-siswa yang lambat,
memberikan pengayaan kepada siswa yang pandai, dan lain-lain. Kegiatan belajar-mengajar,
memang merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab siswa melakukan kegiatan belajar
karena guru mengajar, atau guru mengajar agar siswa belajar11
7 Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. XV, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), hal.10.dalam Jurnal Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2,
Nomor 1, Januari 2016.
8 Umar, Argumen Kesetaraan Gender, dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kesetaraan Gender,hal 56,Volume 1. Nomor 1. 2006.
9 Susilaningsih dan Agus M. Najib, ed. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, (Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijogo dan McGill IISEP, 2004), hlm. 4.dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kesetaraan Gender,Volume 1. Nomor 1. 2006.
10 lihat QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165.
11 R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 42.
dalam Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.


Gender dalam islam lebih menekankan antara hak laki-laki dan perempuan. Seperti seseorang
yang memiliki kewajiban mengurus rumah tangga dan anaknya sebaik-baiknya. Dengan kata lain
pekerjaan orang tua atau profesi tidak menghalangi tanggung jawab. Dalam hal rumah tangga dan
anak-anak merupakan tanggung jawab utama seorang istri. Suami, istri dan anak-anak sama-sama
untuk mendapatkan tempat tinggal yang nyaman. Semua pihak dapat menikmati ketenangan,
ketentraman dan kekeluargaan, disamping perhatian dan kasih sayang. Bagi seorang istri, walaupun
ikut adil dalam menjalankan kegiatan yang bersifat profesional, rumah tetap menjadi tempat
terindah bagi dirinya beserta keluarganya12.
Kaum liberalisme memandang hukum islam telah melakukan kesalahan epistimologi,
sehingga bias gender kaum liberalis lebih menganut pembangunan fiqh dan re-interpretasi termasuk
metode ijtihad fiqh yang dipandang lebih menuntut kepada historical. Bahkan kelompok fiqh liberal
sepeti gambaran progresif menafikan teori ushul fiqh yang dibangun oleh imam Syafi‟iy dan imam
Hanafi sebagai pelopor metode penemuan fiqh yang komprehensif. Pendekatan hermeneutik,
antropologi, sosiologi, filsafat sains dan tekhnologi lebih relevan menjawab persoalan gender13
Jika dari analisa dari sudut gender seakan-akan Islam tidak bermuatan gender. Apabila
dipikirkan kehadiran Islam ke atas dunia salah satunya adalah untuk mengangkat derajat kaum
perempuan. Ada beberapa bukti sejarah yang menunjukan Islam mempunyai tanggapan yang baik
pada permaslahan gender. Diantaranya ketika Nabi Muhammad SAW belum diutus sebagai Rasul di
tanah Arab kaum perempuan merupakan warganegara tidak berarti, bahkan memiliki anak

perempuan menjadi aib, perempuan tidak mendapatkan warisan.

Namun tradisi ini langsung

dihilangkan setelah Islam datang, menjadikan kaum perempuan yang bermartabat, mendapatkan
warisan. Di samping itu Islam mewajibkan perempuan menutup aurat, pembatasan laki-laki
menikahi perempuan dan masih banyak lagi14.
Dalam konteks universal, perempuan dan laki-laki dituntut memiliki peran sosial, budaya,
negara yang sama. Demikian juga halnya dalam Islam tidak hanya menuntut kaum laki-laki saja
yang melakukan perubahan dan tanggung jawab sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan, kaum
perempuan juga dituntut berpartisipasi. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah dan alIsra: “OrangOrang yang percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan saling
membantu dalam kerja-kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran” 15.

12 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 243.dalam jurnal
Substantia,Ernita Dewi: Kesetaraan Gender dalam Islam,Volume 16 Nomor 2, Oktober 2014.
13 Hulwati,MEMAHAMI KESETARAAN GENDER DALAM FIQH: Analisis Teori Evolusi Kontinuitas
Fiqh,Hulwati / Kafa‟ah : Jurnal Ilmiah Kajian Gender, hal 27, Vol. V No. 1 Tahun 2015.
14 Hulwati,Memahami Kesetaraan Gender Dalam Fiqh,Hal. 24 , Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V No. 1
Tahun 2015.
15 lihat dalam (Q.S. At-Taubah ayat 7).


B.Ketimpangan Dan Keadilan Gender Dalam Pendidikan
Kesetaraan gender artinya kesamaan antara kondisi perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh haknya agar dapat berperan dan ikut hadir dalam bidang politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan. Kesetaraan gender juga menghapus kejahatan dan ketidakadilan dalam laki-laki
maupun perempuan. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan
maupun laki-laki.
Perbedaan identitas berdasarkan gender tersebut sudah ada sebelum seseorang itu lahir.
Sehingga ketika dia dilahirkan ke dunia ini, dia sudah langsung masuk ke dalam satu lingkungan
yang menyambut dengan serangkaian tuntutan peran gender. Sehingga seseorang terpaksa
menerima identitas gender yang sudah disiapkan untuknya dan menerimanya sebagai sesuatu hal
yang benar, yang alami dan yang baik. Akibatnya jika terjadi penyimpangan terhadap peran gender
yang sudah menjadi bagian dari landasan cultural masyarakat dima adia hidup, maka masyarakat
bagaimana menilai hal tersebut sebagai sesuatu yang negative bahkan mungkin sebagai penentang
terhadap budaya
Perbedaan gender pada prinsipnya adalah sesuatu yang wajar dan merupakan sunnatullah
sebagai sebuah fenomena kebudayaan. Perbedaan itu tidak akan menjadikan suatu masalah jika
tidak menimbulkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan tersebut melahirkan
berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki terutama kepada kaum perempuan16
Dalam menumbuhkan kesetaraan dan keadilan gender maka harus menghindari terjadinya
deskriminasi antara laki-laki dan perempuan supaya mereka memiliki kebebasan, kesempatan untuk
ikut serta dalam berbagai bidang serta memperoleh manfaat dalam pembangunan masyarakat.
Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan banyak merugikan perempuan, hal tersebut dapat
dilihat, anak perempuan cenderung putus sekolah ketika keuangan keluarga tidak mencukupi,
perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga, selain itu pendidikan yang
rendah pada perempuan dapat mengakibatkan banyaknya yang memilih pada pekerjaan informal
dengan gaji minim.
Peryataan yang dimukan dikarenakan telah terjadi banyaknya ketimpangan gender di
masyarakat yang dipikirkan tumbuh karena terdapat bias gender dalam pendidikan. Diantara aspek
yang menunjukkan adanya bias gender dalam pendidikan dapat dilihat pada perumusan kurikulum
dan juga rendahnya kualitas pendidikan. Implementasi kurikulum pendidikan sendiri terdapat dalam
buku ajar yang digunakan di sekolah-sekolah. Realitas yang ada, dalam kurikulum pendidikan
(agama ataupun umum) masih terdapat banyak hal yang menonjolkan laki-laki berada pada sektor
16 Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006, hal. 25, dalam Jurnal
MUWÂZÂH,Pendidikan Berbasis Kesetaraan dan Keadilan Gender , Vol. 5, No. 2, Desember 2013.

publik sementara perempuan berada pada sektor domestik. Dengan kata lain, kurikulum yang
memuat bahan ajar bagi siswa belum bernuansa neutral gender baik dalam gambar ataupun ilustrasi
kalimat yang dipakai dalam penjelasan materi17
Ketimpangan gender dalam pendidikan, antara lain berwujud kesenjangan memperoleh
kesempatan yang sesuai pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Semakin tinggi jenjang
pendidikan, semakin luas kesenjangannya. Kesenjangan ini pada pergantianya membawa berbedaan
penghasilan rata-rata laki-laki dan perempuan
Tujuan dari Millenium Development Goals (MDG) adalah mendorong kesetaraan gender
dan pemberdayaan perempuan dengan menghapus kesenjangan gender. Untuk memenuhi hal
tersebut, yaitu salah satunya dengan cara meningkatkan kemampuan kelembagaan pendidikan
dalam mengelola dan menyampaikan pendidikan berwawasan gender sehingga dapat meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang kesetaraan gender18.
Kesenjangan fungsi sosial dan tanggung jawab dapat mengakibatkan terjadinya kejahatan
atau deskriminasi. Menempatkan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ketimpangan
gender tidak hanya disosialisasikan disekolah saja tetapi orang tua atau lingkungan keluarga juga
sangat berperan penting untuk menumbuhkan pemikiran anak tentang gender.
Rendahnya kualitas pendidikan diakibatkan oleh adanya diskriminasi gender dalam dunia
pendidikan. Ada empat aspek yang disorot oleh Departemen Pendidikan Nasional mengenai
permasalahan gender dalam dunia pendidikan yaitu akses, partisipasi, proses pembelaran dan
penguasaan. Yang dimaksud dengan aspek akses adalah fasilitas pendidikan yang sulit dicapai. Di
lingkungan masyarakat yang masih tradisional, umumnya orang tua segan mengirimkan anak
perempuannya ke sekolah yang jauh karena mengkhawatirkan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu
banyak anak perempuan yang ‘terpaksa’ tinggal di rumah. Belum lagi beban tugas rumah tangga
yang banyak dibebankan pada anak perempuan membuat mereka sulit meninggalkan rumah.
Akumulasi dari faktor faktor ini membuat anak perempuan banyak yang cepat meninggalkan
bangku sekolah19.
Sejak diterbitkannya Inpres Nomor 9 tahun 2000, banyak cara-cara yang sudah ditempuh oleh
pemerintah pusat maupun daerah untuk meningkatkan kesadaran dan kepekaan gender dalam
program-programnya, khususnya di lingkungan wilayahnya. Kebijakan-kebijakan yang ada telah
banyak berorientasi pada Pengarus Utamaan Gender (PUG), sehingga cukup banyak pula
penyempurnaan atau perubahan aturan-aturan perundangan di daerah yang tidak bias gender dan
17 Dina Ampera ,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD , Jurnal
Tabularasa PPS Unimed Vol.9 No.2, Desember 2012 hal. 232.
18 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), “Laporan Perkembangan Pencapaian Millenium
Development Goals Indonesia 2007,” Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, (2007), Dalam jurnal
studi gender dan anak,Herien Puspitawati,Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010.
19 Dina Ampera,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD,hal.232233,Jurnal Tabularasa Pps Unimed Vol.9 No.2, Desember 2012.

mengandung diskriminasi pada perempuan. Hal ini dilaksanakan guna meningkatkan kedudukan
dan peran perempuan diberbagai bidang kehidupan. Ada beberapa indikator diskriminasi gender
yang terjadi di suatu negara maupun daerah, yaitu: 1). Marjinalisasi adalah penyingkiran yang
terjadi pada perempuan dibidang ekonomi, sosial, budaya, politik maupun hukum. 2). Subordinasi
artinya penaklukan atau diposisikan setelah kaum laki-laki. 3). Stereotip negatif yaitu pencitraan
negatif terhadap perempuan, seperti cengeng, penggoda, sumber kriminalitas, yang berujung pada
berbagai bentuk ketidakadilan terhadap perempuan. 4). Beban ganda yaitu kesempatan perempuan
untuk bekerja diluar rumah tidak mengurangi kerjanya sebagai pekerja domesti. 5). Kekerasan
terhadap perempuan, dapat berupa kekerasan secara verbal (kekerasan fisik) maupun non-verbal
(kekerasan secara psikis)20.
Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan
hubungannya dengan system sosial. Sosialisasi menitikberatkan pada masalah individu dan
kelompok. Oleh karena itu, proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang21
Orang tua juga dapat mengarjarkan atau menanamkan pikiran kepada anaknya agar
membiasakan pola pikir tentang bahwasanya pekerjaan seperti mencuci, menyapu, dan memasak itu
bukan hanya tugas perempuan saja. Tetapi bisa dikerjakan baik laki-laki maupun perempuan.maka
dari itu sosialisasi berperan sangat penting. Proses sosialisasi pada peran gender tersebut
dilaksanakan melalui berbagai cara, dari mulai perbedaan pemilihan warna pakaian, accessories,
permainan, perlakuan dan sebagainya, yang kesemuanya diarahkan untuk mendukung dan
memberikan gambaran proses pembentukkan seseorang menjadi seorang laki-laki atau seorang
perempuan sesuai dengan ketentuan sosial budaya setempat.
Gambaran objektif tentang perbedaan pendidikan, di satu sisi, dan kesenjangan gender di lain
sisi, menjadikan isu penting yang selama ini yang hanya sekedar berakar pada masalah sosial
budaya. penataan sosial-budaya merupakan suatu dasar bagi berlangsungnya struktur yang
diskriminatif dan bias gender dan perempuan berada pada posisi subordinat. Struktur ini menjadi
penyebab timbulnya ketidakadilan gender dan ketimpangan pendidikan bagi kaum perempuan22
Secara luas, mengajar dapat diartikan sebagai suatu kegiatan keorganisasian atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan mengaitkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau
dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya
kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu
perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
20 Abdul Hasan, dan Ulfa Matoka, Analisis Kesetaraan Gender Dalam Penguatan Kelembagaan, hal.36, Jurnal
Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016.
21 Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 1998),
hal. 109,dalam Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.
22 Wahyu Widodo. Analisis Pendidikan Berwawasan Gender Di Propinsi Jawa,hal. 122, Jurnal HUMANITY,
Volume 1, Nomor 2, Maret 2006.

Pengertian mengajar seperti ini memberikan arah bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah
menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan
adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Guru dalam hal ini mejadi
membimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif, itu merupakan tugas
seorang guru tidak boleh mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam
lingkungan proses belajar-mengajar, termasuk bagaimana dirinya sendiri, keadaan siswa, alat-alat
peraga atau media, metode dan sumber-sumber belajar lainnya.
Pengalaman tugas orang tua kemudian diturunkan kepada seorang anak remaja karena belum
memahami tentang gender mereka membedakan tugas antara anak remaja laki-laki dan perempuan
berdasarkan jenis kelamin. Pengetahuan orang tua bahwa pekerjaan anak remaja laki-laki berbeda
dengan pekerjaan anak perempuan. Pemahaman tersebut membuat orang tua memberikan pekerjaan
yang berada di luar rumah kepada anak remaja laki-laki sedangkan tugas anak perempuan
mengerjakan pekerjaan yang ada di dalam rumah. Pembagian tugas kepada anak remaja laki-laki
dan perempuan berdasarkan jenis kelamin tersebut karena orang tua belum mengerti tentang konsep
kesetaraan gender dibidang pekerjaan23.
Sedangkan laki laki diperankan sebagai sosok yang pantas dan berkewajiban mencari nafkah
(diluar) untuk keluarganya. Kondisi sebaliknya bisa berlaku bisa berlaku pada struktur sosial
budaya yang lain, dimana perempuan yang lebih efektif untuk bekerja dan berkewajiban mencari
nafkah (uang) diluar rumah. Sedangkan laki laki berkewajiban mengasuh anak. Pada kenyataannya
peran sosial yang membedakan peran laki laki dan perempuan.
Munculnya anggapan yang menyudutkan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) bentuk fisik laki-laki dan fisik perempuan, dimana
fisik perempuan dikatakan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja;
(2) perempuan adalah makhluk yang berperasaan halus, lemah-lembut, suka merapikan, dan
melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Faktor-faktor tersebut mengakar dengan sangat kuat,
sehingga perempuan selalu diberikan pekerjaan yang ringan atau yang bersifat pekerjaan melayani
dan merawat. Meskipun demikian, pekerjaan melayani dan merawat telah mengekang keberadaan
kaum perempuan dalam kurungan domestisasi, sedangkan kaum laki-laki bebas lepas menguasai,
merancang, mengisi dunia publik yang lebar dengan beragam warna24.
Kurikulum memang harus dibuat, disusun dengan proses tertentu. Negara yang memiliki
undangundang pendidikan nasional mempunyai kepentingan untuk menyusun kurikulum tersebut
berdasarkan amanat yang ada di dalam undang-undang tersebut. Untuk menyusun kurikulum
23 Uris Udau,Pemahaman Orang Tua Tentang Gender Dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak Remaja DI
Desa Long Payau,hal 72-73,eJournal Sosiatri, Volume 1, Nomor ,4 ,2013.
24 Nurlian Harmona Daulay, Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani Ladang,hal.77,
Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2.

nasional, sudah barang tentu ada lembaga tertentu yang telah diberikan tugas dan tanggung jawab
untuk menyusun atau mengembangkan kurikulum yang akan digunakan secara nasional. Ada
beberapa pemangku kepentingan yang menurut David G. Amstrong yang biasanya dilibatkan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: Curriculum specialist (spesialis kurikulum, ahli kurikulum);
Teacher/instructors (guru/instruktur); Learners (peserta didik); Principals/corporate unit supervisors
(kepala sekolah/unit pengawas sekolah); Central office administrators/corporeate administrators
(administrator kantor pusat/administrator perusahaan; Special experts (ahli special); Lay public
representatives (perwakilan masyarakat umum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum adalah
proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum
developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar
dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Berbagai faktor seperti
politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi berpengaruh dalam proses pengembangan
kurikulum. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum terarah awal
untuk memberi petunjuk jelas apakah kurikulum yang dikembangkan tersebut kurikulum dalam
pandangan tradisional atau modern25.
Secara umum, kurikulum pendidikan masih sarat dengan ideologi patriarki. Hal ini dapat
dilihat dari beragam aspek, misalnya dari struktur dan kultur atau secara umum dari guru,
lingkungan pembelajaran, serta dari buku-buku teks. Komposisi guru di sekolah misalnya,
menunjukkan sesungguhnya dunia pendidikan kita masih bias gender. keadaan ini pun semakin
diperburuk oleh kenyataan bahwa banyak buku teks pelajaran masih menampilkan teks dan
sekaligus gambar-gambar yang bias gender. Peran perempuan di sektor domestik, dan peran lakilaki di sektor publik. Mestinya, guru sebagai agen perubahan mempunyai sikap yang reorientasi
pada kesetaraan dan keadilan gender.
Lembaga pendidikan yang memperjuangkan kesetaraan gender akan mencantumkan upaya
kesetaraan gender ini sebagai bagian dari visi dan misinya, yang kemudian akan terimplementasi
melalui kurikulum beserta komponen-komponennya. Kurikulum merupakan unsur utama
terlaksananya pengarusutamaan gender dalam pendidikan
Keadilan dan kesetaraan adalah suatu gagasan utama yang memiliki tujuan yaitu untuk
mencapai kesejahteraan, membangun sebuah keharmonisan dalam bermasyarakat, dan bernegara.
dalam memenuhi kesetaraan dan keaadilan gender maka pendidikan sangat diperlukan untuk
memenuhi dasar pendidikan yaitu menghantarkan setiap individu atau rakyat untuk mendapatkan
pendidikan sehingga dapat disebut sebagai pendidikan kerakyatan.

25 A.C. Ornstein & F.P. Hunkins, Curriculum: foundations, principles, and issues, Fourth edition, New York:
Pearson education Inc, hal. 76, dalam Jurnal MUWÂZÂH, Vol. 5, No. 2, Desember 2013.

E.Solusi
Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jalur pendidikan terdiri
atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Statistik
Pendidikan, 2010).26
Lingkungan keluarga dapat dikatakan sebagai tempat pertama pembentukan sikap seseorang.
Oleh karena itu, orang tua dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengasuh sangat
tergantung pada pemahanan mereka terhadap gender. Dalam memberikan pola asuh orang tua sering
menyamakan gender dan jenis kelamin,

sebenarnya pada hakikatnya kedua kata tersebut

mengandung makna yang berbeda seks adalah perbedaan fisik yang secara kodrat membedakan
laki-laki dan perempuan, sedangkan konsep gender adalah perbedaan status social yang dibuat oleh
manusia dan menjadi darah daging dalam masyarakat.
Tiap individu dalam memandang kesetaraan dan keadilan gender dapat memiliki pemahaman
yang berbeda meskipun mempunyai latar belakang budaya yang sama. Pemahaman yang berbeda
ini disebabkan karena selain manusia itu merupakan individu yang unik dan individual differences,
individu-individu tersebut memiliki faktor-faktor berbeda yang mempengaruhi konsep berpikir dan
mempersepsikan suatu pengalaman, termasuk pula pengalaman mengenai budaya Bali dihubungkan
dengan pemaknaan terhadap kesetaraan dan keadilan gender27.
Orang tua berperan besar dalam membentuk seseorang menjadi maskulin dan feminim karena
gender adalah hasil dari sosialisasi yang diberikan kepada anak remaja laki-laki dan perempuan
melalui pola asuh bukan didasari perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu sangat penting orang tua
memahami perbedaan konsep gender dengan jenis kelamin supaya tidak terjadi perbedaan
perlakuan atau mengistimewakan salah satu jenis kelamin, karena pemahaman orang tua akan
terlihat pada perlakuan dan bagaimana cara orang tua memberikan pemahaman nilai kepada anak
remaja laki-laki dan perempuan berkaitan dengan tugas dan fungsinya dalam keluarga maupun
masyarakat28.
Dengan cara memberikan sosialisasi kepada anak sejak dini oleh orang tua akan lebih efektif
karena orag tua yang selalu berada dimana-mana dengan anak. Dan orang tualah yang yang
26 Rahmi Fitrianti & Habibullah,Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan, Jurnal Sosiokonsepsia Vol. 17,
2012.
27 Widayani dan Hartati, Kesetaraan dan keadilan gender dalam pandangan perempuan Bali, hal 151,Jurnal
Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014.
28 Uris Udau,Pemahaman Orang Tua Tentang Gender Dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak Remaja DI
Desa Long Payau,hal 72-73,eJournal Sosiatri, Volume 1, Nomor ,4 ,2013.
No. 01

seharusnya menjadi peran terpenting selain lingkungan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya.
Dan agar tidak terjadinya deskriminasi maka pendidikan berperan sangat penting untuk
menumbuhkan kesadarannya mungkin bisa juga melalui sosialisasi yang diberikan oleh orang tua
sendiri ataupun dalam lingkungan masyarakat.
Selain didalam keluarga pendidikan juga bisa didapatkan disekolah karena sekolah
merupakan suatu lembaga diman adanya proses atau cara bersosialisai selain dengan keluarga
sehingga dapat mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Pendidikan dimasyarakat
merupakn pendidikan diluar sekolah yaitu dapat memperoleh penetahuan secara langsung
beradaptasi dengan lingkunganya sendiri dan dapat bermanfaat untuk kehidupanya didalam
masyarakat.
F. Simpulan
bahwa pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang dan pendidikan
tidak hanya disekolah melainkan dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, baik orang terdekat,
ataupun lembaga-lembaga yang ada, dengan tujuan untuk merubah atau mengasah potensi yang
dimiliki atau kebiasaan-kebiasaan tidak baik menjadi kebiasaan baik yang terjadi dalam hidup
seseorang. Sebagai orang tua sebaiknya mengarahkan anaknya untuk menjadi yang lebih baik dan
memberikan sosialisasi tentang peran gender dalam anak. Dan tingginya angka diskriminasi ratarata disebabkan oleh pendidikan yang sangat rendah yang mengakibatkan kejahatan. Tugas
seorang manusia merupakan sebagai khalifah dibumi yang harus dipertanggung jawabkan kepada
Tuhan. Dan tidak memandang baik itu perempuan maupun laki-laki karena semuanya sama yang
membedakan adalah peran dan haknya. Pendidikan juga sangat penting dalam menentukan masa
depan seseorang.[.]
REFERENSI
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997),
243.dalam jurnal Substantia,Ernita Dewi: Kesetaraan Gender dalam Islam,Volume 16
Nomor 2, Oktober 2014.
Abdul Hasan, dan Ulfa Matoka, Analisis Kesetaraan Gender Dalam Penguatan Kelembagaan,
hal.36, Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016.
A.C. Ornstein & F.P. Hunkins, Curriculum: foundations, principles, and issues, Fourth edition, New
York: Pearson education Inc, hal. 76, dalam Jurnal MUWÂZÂH, Vol. 5, No. 2, Desember
2013.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), “Laporan Perkembangan Pencapaian
Millenium Development Goals Indonesia 2007,” Kementerian Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional, (2007), Dalam
Puspitawati,Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010.

jurnal

studi

gender

dan

anak,Herien

Dedi Wahyudi , Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak Dengan
Program Prezi,hal.2.
Dina Ampera ,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL PGSD ,
Jurnal Tabularasa PPS Unimed Vol.9 No.2, Desember 2012 hal. 232.
Dina Ampera,Kajian Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan Di Sekolah Dasar Mitra PPL
PGSD,hal.232-233,Jurnal TABULARASA PPS UNIMED Vol.9 No.2, Desember 2012.
Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Shalehah, ed. Hasan M. Noer (Jakarta: Permadani, 2004), hal. 234.
Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2, Desember 2014.
Hulwati,Memahami Kesetaraan Gender Dalam Fiqh,Hal. 24 , Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. V
No. 1 Tahun 2015.
Hulwati,MEMAHAMI KESETARAAN GENDER DALAM FIQH: Analisis Teori Evolusi
Kontinuitas Fiqh,Hulwati / Kafa‟ah : Jurnal Ilmiah Kajian Gender, hal 27, Vol. V No. 1
Tahun 2015.
John M. Echols dan Hassan Sadhily, Kamus English-Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1983), hal. 256. Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1, No.2,
Desember 2014.
lihat dalam (Q.S. At-Taubah ayat 7).
lihat QS. Al-Baqarah/2: 30, dan QS. Al-an’am/6: 165.
Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal. 89.Dalam jurnal MUWAZAH,mursidah,vol.5 no.2,desember 2013.
Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. XV, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), hal.10.dalam Jurnal Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi
Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Refika
Aditama, 1998), hal. 109,dalam Ar-Raniry: International Journal of Islamic Studies Vol. 1,
No.2, Desember 2014.
Nurlian Harmona Daulay, Kesetaraan Gender Dalam Pembagian Kerja Pada Keluarga Petani
Ladang,hal.77, Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2.
Rahmi Fitrianti & Habibullah,Ketidaksetaraan Gender Dalam Pendidikan, Jurnal Sosiokonsepsia
Vol. 17, No. 01 2012.
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Cet. II, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hal. 42. dalam Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 1, Januari 2016.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal.1.dalam Jurnal
Edukasi Muhammad Ichsan: Psikologi Pendidikan dan Ilmu Mengajar ,Vol 2, Nomor 1,
Januari 2016.

Ratna Saptari dan Bigritte Holzner, Perempuan Kerja Dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar
Studi Perempuan (Jakarta: Kalyana Mitra, 19970, hal. 89, Dlam jurnal Ar-Rairy:
International Journal of Islamic Studies Vol. 1,No.2, Desember 2014.
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2006, hal. 25, dalam Jurnal
MUWÂZÂH,Pendidikan Berbasis Kesetaraan dan Keadilan Gender , Vol. 5, No. 2,
Desember 2013.
Susilaningsih dan Agus M. Najib, ed. Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam, (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijogo dan McGill IISEP, 2004), hlm. 4.dalam jurnal Tadrîs,Mohammad
MuchlisSolichin ,Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,Volume 1. Nomor 1.
2006.
Umar, Argumen Kesetaraan Gender, dalam jurnal Tadrîs,Mohammad MuchlisSolichin ,Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender,hal 56,Volume 1. Nomor 1. 2006.
Uris Udau,Pemahaman Orang Tua Tentang Gender Dalam Menerapkan Pola Asuh Kepada Anak
Remaja DI Desa Long Payau,hal 72-73,eJournal Sosiatri, Volume 1, Nomor ,4 ,2013.
Wahyu Widodo. Analisis Pendidikan Berwawasan Gender Di Propinsi Jawa,hal. 122, Jurnal
HUMANITY, Volume 1, Nomor 2, Maret 2006.
Widayani dan Hartati, Kesetaraan dan keadilan gender dalam pandangan perempuan Bali, hal
151,Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014.