FAKTOR KEPEMIMPINAN DALAM PEMBENTUKAN KA

FAKTOR KEPEMIMPINAN DALAM
PEMBENTUKAN KARAKTER PROFESIONAL
TENAGA KEPENDIDIKAN
TRIWAHYU BUDIUTOMO
Dosen FKIP-UCY
triwahyu_bu@yahoo.com
Abstract
Professional attitude of education staff is constituted with wholehearted
services to students. This paper aims to confirm it. As proofed, the concept of
professional in general as well as in education demands the realization of infull internal human potential in achieving work goals. These services can not
be achieved unless there is an external stimulation of which is identified as
leadership in educational institution of the work place. A leader is the key to
create work circumstances that support wholehearted service. For this,
agency leader needs an inventory about the internal problems faced in the
context of the professionalization of education staff in accordance with the
areas of their unique services. Standardization services to suit their specific
function should also include adjustments to the reward system, reward and
punishment, with the level of service at each level of education.
Keywords: leadership, factors, staff, character, professional
A. Pendahuluan
Guru dan dosen adalah unsur utama sumber daya manusia dalam

proses pendidikan. Kedua tenaga pendidikan memegang tugas ganda yaitu
sebagai pengajar dan pendidik di masing-masing jenjang pendidikan.
Sebagai pengajar mereka bertugas mewujudkan bahan pelajaran dalam
peningkatan kemampuan, ketrampilan dan sikap anak didik. Sebagai
pendidik, guru dan dosen bertugas membimbing dan membina anak didik
agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri.
Djamarah (2002:27) berpendapat bahwa baik mengajar maupun
mendidik merupakan tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga
profesional. Karena itu, tugas berat sebagai seorang guru pada dasarnya
hanya dapat dilaksanakan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional
yang tinggi. Guru memegang peran sentral dalam proses belajar mengajar,
sehingga mutu pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan
yang dimiliki guru dalam menjalankan tugasnya. Aqib
(2002:35)
mendukung guru sebagai faktor penentu bagi keberhasilan pendidikan di
sekolah. Guru merupakan sentral serta sumber kegiatan belajar mengajar.

Faktor Kepemimpinan Dalam Pembentukan Karakter Profesional Tenaga Kependidikan

Dalam uraian lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakan unsur

berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah.
Djamarah dan Aqib dalam penyataannya tentang tenaga kependidikan
bisa disimpulkan kepada arti penting pemahaman dan sikap mereka sendiri
akan profesi dalam dunia pendidikan. Pemahaman dan sikap itu dipengaruhi
dengan banyak hal. Walgito (2001:115) sikap yang ada pada seseorang
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis dan psikologis, serta
faktor eksternal yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, normanorma, dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam
masyarakat. Salah satu faktor internal lain adalah konsep diri guru.
Rogers menjelaskan lebih lanjut, individu mengevaluasi setiap pengalaman
dalam kaitannya dengan konsep diri. Orang ingin melakukan perilaku
dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya. Mereka yang mempunyai
konsep diri yang kuat dan positif akan memandang dunia dengan cara
yang berbeda dengan orang yang mempunyai konsep diri yang lemah. (Rita L.
Atkinson, dkk., 1993:169)
Dunia pendidikan berkaitan dengan pelayanan terhadap peserta didik
untuk dapat hidup yang lebih baik setelah dilayani. Guru dan dosen sebagai
tenaga kependidikan harus menyadari dirinya berkewajiban akan pemberian
layanan yang baik. Layanan seperti itu tidak bisa terjadi kecuali ukuran
profesional mereka berasal dari keyakinan diri mereka sendiri untuk selalu
memberikan layanan sepenuh hati kepada penggunanya. Pelayanan sepenuh

hati seorang profesional yang bisa membedakan kualitas pelayanan satu
dari yang lainnya. Patton (1997, 20) kemudian menjelaskan bahwa layanan
sepenuh hati itu tidak bisa lepas dari dorongan pribadi untuk bersikap 4P;
Passionate, Progressive, Proactive dan Positive.
Tulisan ini bertujuan penegasan terhadap sikap profesional bagi
tenaga kependidikan yang didasari dengan layanan sepenuh hati. Hal itu bisa
dibuktikan dengan konsep profesional secara umum maupun dalam
pendidikan yang mengehendaki perwujudan seluruh potensi internal
manusia dalam pencapaian tujuan kerja. Layanan tersebut tidak tercapai
kecuali ada dorongan eksternal yang diidentifikasi salah satunya adalah
kepemimpinan institusi pendidikan tempat bekerja.
B. Pengertian Profesi
Secara bahasa, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian, ketrampilan dan kejuruan tertentu (KBBI v. 1.4). dalam
penjelasannya tentang profesi, McCully (1969, 130) menyitir pengertiannya
dari sebuah kamus sebagai berikut;

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

59


Triwahyu Budiutomo

… a vacation in which professed knowledge of some department of
learning or science is used in its application to the affairs of others
or in the practice of an art founded upon it.
Kedua pengertian di atas memiliki kesamaan dalam memandang ilmu
pengetahuan sebagai dasar dalam profesi. Unsur profesi berupa teknik dan
prosedur intelektual yang telah dipelajari dan dikuasai secara sengaja
sehingga mampu mempraktekkannya.
Definisi bahasa ternyata masih dianggap kurang karena tidak
membedakan antara seorang teknisi dari profesional karena. Secara
terminologi kemudian profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang
mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada
pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang
dimaksudkan adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen untuk melakukan perbuatan praktis. (Danim, 2002: 20-21).
Sahertian (1997) menyatakan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu
pernyataan atau janji terbuka pada suatu jabatan atau pelayanan karena
orang tersebut merasa terpanggil untuk menyambut pekerjaan itu.

Danim (2002: 22) menunjukkan tiga pilar pokok yang ditunjukkan
untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Pengetahuan, adalah segala fenomena yang diketahui yang disistematikan
sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol, dan daya
aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna
kapasitas yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian
bermakna penguasaan substansi keilmuan, yang dapat dijadikan acuan dalam
bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu
untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik,
mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau
memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus,
berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan
formal, khusus perguruan tinggi.
Westby-Gibson (1965) memerinci ciri-ciri keprofesian antara lain
sebagai berikut
1. Pengakuan oleh masyarakat bahwa layanan tertentu hanya dapat
dilakukan dengan rangkaian pekerjaan yang dikategorikan sebagai suatu
profesi. Ketentuan layanan bidang pendidikan sudah tidak perlu
dipersoalkan lagi, akan tetapi tidak demikian halnya dengan keunikan
kualifikasi pemangku-pemangku jabatannya; mulai dari taman kanakkanak sampai dengan perguruan tinggi dapat ditemukan tenaga-tenaga


60

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

Faktor Kepemimpinan Dalam Pembentukan Karakter Profesional Tenaga Kependidikan

kependidikan yang sebenarnya tidak menunjukan kualifikasi yang unik
sebagai tenaga kependidikan.
2. Lintas disiplin ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur
yang unik.
3. Persiapan yang sengaja dan sistematis sebelum orang dapat melaksanakan
pekerjaan profesional. Terhadapnya seperangkat teknik dan prosedur
yang dilandasi oleh sejumlah bidang ilmu memang logis
mempersyaratkan pre-service.
4. Sistem rekrutmen yang menyaring pekerja berkompeten saja yang
dipebolehkan dalam operasionalisasi.
5. Organisasi profesional menjadi wadah yang melindungi kepentingan
anggotanya dari persaingan dari kelompok eksternal dengan
meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat termasuk perilaku dan

etika profesional para anggotanya.
Teknik dan ketrampilan perlu dilengkapi dengan sikap mental yang dalam
terhadap apa yang dijabat atau dilayani adalah unsur pokok dalam pengertian
profesi. Mental itu penting karena mempertajam kepekaan terhadap
kompleksitas implikasi karirnya termasuk hubungan sosial yang ada di
dalamnya. Pekerja profesional bermental memiliki spirit moral filosofis
tertentu di dalam menyikapi serta melaksanakan kompleksitas pekerjaannya
melalui hatinya.
C. Tenaga Kependidikan Sebagai Profesional
Guru dan dosen sebagai tenaga pendidikan menjadi jantung dalam
mengelola
kegiatan
pendidikan.
Keberhasilan
pendidikan
yang
diselenggarakan tergantung pada kemampuan mereka sebagai tenaga
pendidikan. Peran kunci tersebut dapat diemban apabila ia memiliki tingkat
profesional yang tinggi.
Cakupan yang luas dalam pengertian tenaga pendidikan hingga semua

mereka yang terlibat dan bekerja di dunia pendidikan tak terbatas pada guru
dan dosen memerlukan kehati-hatian dalam mengukur profesonalisme.
Meski bekerja dalam satu institusi, ternyata keunikan masing-masing
pekerjaan-pekerjaan harus dielaborasi lebih lanjut. Istilah tenaga
kependidikan menjadi sangat kompleks mulai dari guru yang diangkat secara
darurat untuk mengisi kebutuhan SD di pedalaman yang belum tersentuh
sampai profesor dalam pendidikan tinggi yang stabil.
Penilaian profesionalisme tenaga kependidikan; khususnya guru dan
dosen; dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat
pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

61

Triwahyu Budiutomo

tempat dia menjadi pendidik. Kedua, penguasaan guru dan dosen terhadap
materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, mengelola siswa,
melakukan tugas-tugas bimbingan, dan lain-lain.
Semiawan (1991) melihat bahwa di Indonesia guru profesional jenjang

dasar menengah masih dalam tingkat kesenjangannya, mulai dari yang tidak
kompeten sampai yang berkompeten. Ia membagi hirarki profesi tenaga
kependidikan, yaitu: tenaga profesional, tenaga semi profesional, dan tenaga
para profesional.
(1) Tenaga profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi
pendidikan sekurang-kurangnya S1 (atau yang setara) dan memiliki
wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan atau pengajaran.
(2) Tenaga semi profesional merupakan tenaga kependidikan yang
berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau yang setara yang
telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan
konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang
profesionalnya baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian,
maupun pengendalian pendidikan atau pengajaran.
(3) Tenaga para profesional merupakan tenaga kependidikan yang
berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D2 ke bawah, yang
memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan
pengendalian pendidikan / pengajaran. (Danim, 2002: 31)
Semiawan menyetujui apa yang dikemukakan oleh Windam (1988)
yang mengklasifikasikan derajat profesional tenaga kependidikan menjadi

tiga kategori yaitu : (1) kualifikasi penuh (2) kualifikasi sebagian dan (3)
tanpa kualifikasi. Windam menjelaskan masing-masing kategori sebagai
berikut :
1.

Qualified, possessing the academic and teacher training attainment
appropriate the assigned level and type of teaching.

2. Under qualified, posssessing neither the academic nor the teacher
training appropriate to the level of assignment
3. Unqualified, possesing neither the academic nor the teacher training
attainment appropriate to the level of assignment.
Pencapaian tingkatan profesional di bidang pendidikan memerlukan
beberapa karakter yang harus dipenuhi. Richey (1962) menjelaskannya
sebagai profesi adalah:

62

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014


Faktor Kepemimpinan Dalam Pembentukan Karakter Profesional Tenaga Kependidikan

1. Komitmen dari para guru bahwa jabatan itu mengharuskan pengikutnya
menjunjung tinggi martabat kemanusiaan lebih daripada mencari
keuntungan sendiri,
2. Profesi mensyaratkan anggotanya mengikuti pendidikan profesional
dalam jangka waktu tertentu,
3. keharusan untuk peningkatan pengetahuan agar tumbuh terus menerus
dalam jabatannya,
4. keharusan untuk memiliki kode etik jabatan,
5. keharusan berkemampuan intelektual untuk menjawab permasalahan,
6. keinginan untuk belajar terus menerus sesuai bidang keahlian,
7. partisipasi sebagai anggota suatu organisasi profesi,
8. Pandangan karir dan jabatan sebagai pekerjaan.
Departemen Pendidikan Nasional selanjutnya menjabarkan bahwa
tenaga kependidikan adalah instructional leader. Untuk itu, tenaga
kependidikan yang professional harus memiliki 10 kompetensi yakni :
1. Mengembangkan kepribadian
2. Menguasai landasan kependidikan
3. Menguasai bahan pengajaran
4. Menyusun program pengajaran
5. Melaksanakan program pengajaran
6. Menilai hasil dan proses belajar mengajar
7. Menyelenggarakan program bimbingan
8. Menyelenggarakan administrasi sekolah
9. Kerja sama dengan sejawat dan masyarakat
10. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Kemampuan profesional guru dan dosen kemudian tidak berbeda jauh
dengan pengertian umumnya. Tenaga kependidikan tidak hanya ditakar dari
kemampuan intelektual melainkan juga keunggulan aspek moral, keamanan,
ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, dan keluasan wawasan. Hal itu ditandai
dengan semangat keterbukaan profesional, keluasan dan diversifikasi layanan
dalam melaksanakan profesi kependidikannya. Semua itu menghendaki
tenaga kependidikan bekerja melayani peserta didik sepenuh hati.
D. Pemimpin Sebagai Faktor Peningkatan Karakter Profesional
Karakter profesional bersifat teknis intelektual bisa didorong melalui
pendidikan maupun pelatihan. Upaya pendidikan dan pelatihan terus

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

63

Triwahyu Budiutomo

menerus dengan kontinuitas yang konsisten bisa memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kemampuan teknis tenaga kependidikan. Namun
profesionalisme menghendaki pembentukan karakter menyeluruh. Mental,
moralitas dan nilai fiolosofis yang berkembang menjadi karakter yang
berpengaruh besar terhadap derajat profesional guru dan dosen yang bekerja
sepenuh hati. Peningkatan karakter non-teknis ini hasilnya tidak sebanding
dengan pengaruhnya pada karakter yang bersifat teknis melalui pendiodikan
dan pelatihan. Faktor-faktor on-site saat bekerja secara alamiah lebih
berperan
dalam memotivasi peningkatan profesionalisme tenaga
kependidikan.
Pendorong on-site yang bisa diidentifikasi adalah pemimpin yang
menjadi atasan. Karakter pemimpin pendidikan kemudian akan
mempengaruhi kondisi lingkungan organisasi tempat pendidikan yang juga
mempengaruhi terhadap peningkatan karakter profesional guru dan dosen
selama bekerja sepenuh hati.
Dirawat dkk.(1983, 33-36) mendefinisikan kepemimpinan pendidikan
sebagai suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir,
dan menggerakkan orang-orang
lain yang ada hubungan
dengan
pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,
agar supaya kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efesien dan
efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran. Bagi
Hendyat Soetopo dkk.(t.t., 272), kepemimpinan pendidikan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk
mencapai tujuan pendidikan secara bebas dan suka rela. Bartky (1956, 4-5)
lebih ringkas mengartikannya sebagai, "…
the education leadership
involves influencing people engaged in training mind."
Secara definitif, pemimpin bisa digeneralisasikan, namun seiring
dengan keunikan tiap individu manusia, ia mempunyai sifat, kebiasaan,
temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. Tingkah laku
dan gayanya lah yang membedakan dirinya dari orang lain. Sifat bawaan itu
pasti mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya, sehingga muncul lah
beberapa tipe kepemimpinan. Siagian kemudian membagi dengan 5 tipe
kepemimpinan, yaitu;
1. kepemimpinan Otokratik adalah seseorang yang sangat egois dimana
melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan
organisasional seperti kekuasaan yang tidak perlu dibagi yang berakibat
kepada ketergantungan penuh para anggota organisasi. Tipe itu akan
menonjolkan ke-akuannya dalam pengambilan keputusan, kurang
menghargai anggota, berorientasi pada penyelesaian tugas.
64

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

Faktor Kepemimpinan Dalam Pembentukan Karakter Profesional Tenaga Kependidikan

2. Kepemimpinan Paternalistik memiliki beberapa faktor, yaitu; ikatan
primordial kuat, exented family system, kehidupan bermasyarakat
komunal, hubungan yang intim. Pemimpin berperan sebagai bapak yang
bersifat melindungi dan layak menjadi tempat bertanya dan memperoleh
petunjuk. Kelemahannya, tidak ada komunikasi interaktif karena bawahan
menerima segala tugas, perintah dan petunjuk dari pemimpin tipe ini
dengan penuh kepatuhan.
3. Kepemimpinan Kharismatik, dimana ada keyakinan bahwa orang-orang
tertentu memiliki kekuatan ajaib di luar nalar dalam menyelesaikan
masalah. Karena itu, perilaku pemimpin tidak mungkin dijelaskan secara
ilmiah
4. Kepemimpinan Laissez Faire. Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi
kepemimpinannya, ia berasumsi bahwa semua anggota sudah tahu
tentang fungsi-fungsi, tanggung jawab, dan tugas masing-masing dalam
organisasi. Bawahan terdiri dari orang-orang dewasa yang mengetahui
masing-masing pekerjaannya sehingga organisasi
berjalan
lancar
dengan sendirinya. Ia tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi
dalam kehidupan organisasional. Sikapnya permisif dengan perlakuan
terhadap anggota organisasi sebagai rekan sekerja. Keberadaan pemimpin
dianggap karena kebutuhan struktur dan hirarki organisasi.
5. Kepemimpinan Demokratik.
Pempimpin tipe ini memandang
peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan
komponen sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.
Burhanuddin mengutip Elsbree (1994,64) menegaskan bahwa syaratsyarat kepemimpinan pendidikan yang baik meliputi;
1. personality,
atau totalitas karakteristik-karakteristik individual.
Pengertian ini dipakai untuk menunjukkan pengaruh totaltas
kepribadian itu terhadap orang lain. Melaui sifat-sifat kepribadian
tersebut seseorang dapat memperoleh pengakuan dari orang lain dan
sekaligus menjadi penentu bagi kepemimpinannya.
2. purposes,
Sebagai pemimpin kelompoknya, ia harus dapat
memikirkan, merumuskan tujuan organisasi (sekolah) secara teliti serta
menginformasikannya kepada para anggota agar mereka dapat dalam
proses kerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
3. knowledge, dan Suatu kelompok akan menaruh kepercayaan pada
sang pemimpin,
apabila mereka menyadari bahwa otoritas
kepemimpinannya dilengkapi dengan skop pengetahuan yang luas dan
mampu memberikan keputusan-keputusan yang mantap.
Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

65

Triwahyu Budiutomo

4. profesional skills. Pemimpin harus memiliki keterampilan-keterampilan
profesional yang efektif dalam fungsi-fungsi administrasi pendidikan

Sedang sifat-sifat yang diperlukan dalam kepemimpinan pendidikan menurut
Ngalim Purwanto (1993, 55-57) adalah; rendah hati dan sederhana, suka
menolong, sabar dan memiliki kestabilan emosi, percaya kepada diri sendiri,
jujur, adil dan dapat dipercaya, keahlian dalam jabatan. Menurut Mulyasa
(2004, 98-120) bahwa peran fungsi dan tugas pemimpin pendidikan adalah
1. Pendidik, pemimpin harus menciptakan iklim sekolah yang kondusif,
memberi nasehat kepada warga sekolah, memberi dorongan kepada
sekuruh
tenaga
kependidikan,
serta
melaksanakan
model
pembelajaran yang menarik
2. Pengelola, pemimpin harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif,
memberi kesempatan kepada para tenaga pendidikan untuk
meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga
kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
3. Administrator, pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola
kurikulum, mengelola
administrasi
peserta
didik,
mengelola
administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana,
mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan.
4. Supervisor, pemimpin harus mampu melakukan berbagai pengawasan
dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrolagar kegiatan
pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.
5. Kepemimpinan, pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan
pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas.
6. Pembaharu inovasi, pempimpin memiliki strategi yang tepat untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari
gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberi teladan kepada
seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan modelmodel pembelajaran yang inovatif.
7. Motivator, pemimpin harus memiliki
strategi yang tepat untuk
memberi motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan
berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui
pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dan
penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat
sumber belajar.
66

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

Faktor Kepemimpinan Dalam Pembentukan Karakter Profesional Tenaga Kependidikan

Semua perbedaan tipologi dan karakter masing-masing pemimpin bisa
menimbulkan situasi dan kondisi lingkungan kerja dengan keunikan masingmasing. Hubungan interaksi organisasi berubah formal ketika terjadi
perubahan pemimpin dari satu tipe ke yang lain atau sebaliknya. Kebijakan
dan bentuk reward dan punishment terhadap kesungguhan kerja para tenaga
pendidik dari pemimpin mungkin berubah ketika karakter demokratik
seorang pemimpin daripada pemimpin yang berjiwa otokratik. Pemimpin
yang mengerti akan kesungguhan tenaga pendidik bisa memberikan
lingkungan yang mendorong para tenaga kependidikan bekerja melayani
peserta didik lebih baik dari yang lalu dengan sepenuh hati.
E. Penutup
Sebagai langkah awal dalam pembentuk lingkungan kerja yang
memotivasi tenaga kependidikan untuk bekerja sepenuh hati, pemimpin
lembaga perlu menginventarisir masalah-masalah intern yang dihadapi
dalam rangka profesionalisasi tenaga kependidikan. Identifikasi bidangbidang layanan unik yang mampu mereka berikan kepada peserta didik
selaku pengguna kemudian direncanakan serta diimplementasikan dalam
berbagai aktivitas bagi pemantapan kompetensi dalam variasi jabatan
profesional kependidikan yang ada.
Standarisasi layanan yang sesuai dengan fungsi spesifik yang mampu
dilaksanakan oleh tenaga kependidikan profesional – mulai dengan tingkatan
kematangan yang paling rendah sampai dengan tingkatan tertinggi – juga
harus harus ditetapakan oleh pemimpin, pemangku serta perumus kebijakan.
Sistem imbalan yang berlaku juga perlu ditinjau kembali dengan penyesuaian
tingkat layanan pada masing-masing jenjang pendidikan. Semua itu
memerlukan pemimpin institusi pendidikan yang kredibel guna mengawal
perjalanan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Baltus Rita K. dkk. Personal Psychology For Life And Work, New York: Mc
GrawHill Book Company, 1983.
Bartky, John A. Administration as Education Leadership. USA: Stanford
University Press, 1956.
Burhanuddin. Analisis Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Dirawat dkk. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: UsahaNasional, 1983.
Djamarah, Syaiful B. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) versi 1.4.

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014

67

Triwahyu Budiutomo

McCully, C.H. Challenge for Change in Counselor Education. Minneapolis:
Burgess Publishing Co., 1969.
Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks
Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: Remaja Rosda Karya Offset,
2004.
Patton, Patricia. EQ (Kecerdasan Emosional) di Tempat Kerja. Jakarta:
Pustaka Delapratasa, 1997.
Purwanto, Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosda Karya Offset, 1993.
Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003.
Soetopo, Hendyat. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional, t.t.
Walgito, Bimo. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Westby-Gibson, D. Social Perspective on Education. N.Y. : Wiley and Sons,
1965.
Zainal, Aqib. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan,
2002.

68

Jurnal Ulumuddin Volume 4, Nomor 1, Juni 2014