TEORI BELAJAR IVAN PETROVICH PAVLOV (1)

TEORI BELAJAR IVAN PETROVICH PAVLOV (TEORI CLASSIC
CONDITIONING)

Eksperimen yang Dilakukan oleh Ivan Pavlov
Penemuan Pavlov yang sangat menetukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya
tentang refleks berkondisi (conditioned reflex). Dengan penemuannya ini Pavlov meletakkan
dasar-dasar behaviorisme, sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian mengenai
proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
Adapun jalannya eksperimen tentang refleks berkondisi yang dilakukan Pavlov adalah
sebagai berikut :
Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai binatang percobaan. Anjing itu diikat dan dioperasi
pada bagian rahangnya sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap air liur yang keluar dapat ditampung
dan diukur jumlahnya. Pavlov kemudian menekan sebuah tombol dan keluarlah semangkuk
makanan di hadapan anjing percobaan. Sebagai reaksi atas munculnya makanan, anjing itu
mengeluarkan air liur yang dapat terlihat dengan jelas pada alat pengukur. Makanan yang keluar
disebut sebagai rangsangan tak berkondisi (unconditional stimulus) dan aiu liur yang keluar
setelah anjing melihat makanan disebut reflek tak berkondisi (unconditioned reflek), karena
setiap anjing akan melakukan reflek yang sama (mengeluarkan air liur) kalau melihat rangsangan
yang sama pula (makanan). Kemudian dalam percobaan selanjutnya Pavlov membunyikan
sebuah bel setiap kali ia hendak mengeluarkan makan. Dengan demikian anjing akan mendengar
bel dahulu sebelum ia melihat makanan muncul di depannya. Percobaan ini dilakukan berkalikali dan selama itu keluarnya air liur selalu diamati. Mula-mula air liur hanya keluar setelah

anjing melihat makanan (refleks tak terkondisi), tetapi lama kelamaan aiu liur sudah keluar pada
waktu anjing baru mendengar bel. Keluarnya air liur setelah anjing mendengar bel disebut
sebagai reflek berkondisi (conditioned reflex), karena reflek itu merupakan hasil latihan yang
terus menerus dan hanya anjing yang sudah mendapat latihan itu saja yang dapat melakukannya.
Bunyi bel merupakan rangsang berkondisi (conditioned stimulus). Kalau latihan itu diteruskan,
maka pada waktu keluarnya aiu liur setelah anjing mendengar bunyi bel akan tetap terjadi
walaupun tidak ada lagi makanan yang mengikuti bunyi bel itu. Dengan kata lain, refleks
berkondisi akan bertahan walaupun rangsang tak berkondisi tidak ada lagi. Pada tingkat yang
lebih lanjut, bunyi bel didahului oleh sebuah lampu yang menyala, maka lama kelamaan aiu liur
sudah keluar setelah anjing melihat nyala lampu walaupun ia tidak mendengar bel atau melihat
makanan sesudahnya. Demikian satu rangsang berkondisi dapat dihubungkan dengan rangsang
berkondisi lainnya sehingga binatang percobaan tetap dapat mempertahankan refleks berkondisi
walaupun rangsang tak berkondisi tidak lagi diberikan. Tentu saja tidak adanya rangsang tak
berkondisi hanya bisa dilakukan sampai pada taraf tertentu, karena kalau terlalu lama tidak ada
rangsang tak berkondisi, binatang percobaan itu tidak akan mendapat imbalan (reward) atas
refleks yang sudah dilakukannya dan karena itu redleks itu makin lama akan makin menghilang
dan terjadilah ekstinksi atau proses penghapusan refleks (extiction).

Hasil Dari Eksperimen Ivan Pavlov
Dari hasil eksperimen dengan menggunakan anjing tersebut, Pavlov akhirnya menemukan

beberapa hukum pengkondisian, antara lain:
1. Pemerolehan/Penguasaan (acquisition)
Pemerolehan atau penguasaan bagaimana individu mempelajari sesuatu gerak balas atau
respon baru, membuat pasangan stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat berulang-ulang
hingga muncul respons bersyarat atau yang disebut acquisition atau acquisition training (latihan
untuk memperoleh sesuatu).
Para peneliti sering kali membuat stimulus netral bersamaan dengan stimulus bersyarat atau
berbeda beberapa detik selisih waktu pemberiannya dan segera menghentikan secara serempak.
Prosedur ini biasanya disebut dengan pengkondisian secara serempak. Prosedur ini lebih
sederhana dan efektif dalam melatih orang atau hewan. Kadang peneliti juga menggunakan
prosedur yang berbeda, yakni dengan menghentikan stimulus netral terlebih dahulu sebelum
stimulus tak bersyarat, walaupun prosedur ini jarang digunakan dalam pengkondisian.
Memasangkan stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat selama latihan untuk memperoleh
sesuatu akan berfungsi sebagai penguat atau reinforcement bagi respons bersyarat.
2. Generalisasi (generalizatition)
Rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas yang sama. Pavlov menggunakan
bunyi loceng yang berlainan nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini menunjukkan
bahawa organisme telah terlazim, dengan dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan
menghasilkan gerak balas terlazim (air liur) walaupun rangsangan itu berlainan atau hampir
sama.

Contoh : anak kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan memberikan respons rasa
takut pada setiap anjing. Tapi melalui penguatan dan pemadaman diferensial, rentang stimulus
rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing yang galak saja.
3. Diskriminasi (Discrimination)
Diskriminasi berlaku apabila individu berkenaan dapat membedakan atau mendiskriminasi
antara rangsangan yang dikemukakan dan memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas.
Contoh : Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan memberi respon rasa takut pada
setiap anjing, tapi ketika anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa takut anak
itu menjadi berkurang
4. Pemadaman/penghapusan (extinction)
Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim tidak diikuti dengan rangsangan tak
terlazim, lama-kelamaan individu/organisme itu tidak akan bertindak balas. Setelah respons itu
terbentuk, maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan bersyaratnya dan
dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk
beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak mempunyai pengut/reinforce dan besar
kemungkinan respons bersyarat itu akan menurun jumlah pemunculannya dan akan semakin
sering tak terlihat seperti penelitian sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan
pemandaan (extinction). Beberapa respons bersyarat akan hilang secara perlahan-lahan atau
hilang sama sekali untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita pernah menjumpai
realitas respons emosi bersyarat.

Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang biasa bermain bersama. Pada
saat mereka menginjak dewasa, menjadi seorang gadis dan pemuda, tiba-tiba tumbuh perasaan

cinta pada diri pemuda kepada gadis tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada saat
pemuda teman sejak kecilnya itu menyatakan cintanya, gadis tersebut menolak dengan alasan
perasaan kepada pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena pemuda itu sangat mencintai
sang gadis, dengan menggunakan berbagai cara yang dapat membahagaikan, ia berusaha untuk
mengambil hati gadis itu agar menerima cintanya. Misalnya, dengan selalu memberikan
perhatian, memberikan segala yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya. Ketika perhatian
dan kebaikannya kepada gadis tersebut dilakukan berulang-ulang maka pada suatu saat hati sang
gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima cinta pemuda tersebut.
Hukum-hukum belajar menurut Pavlov, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang
sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
Kesimpulan yang didapat dari percobaan Ivan Pavlov adalah bahwa tingkah laku sebenarnya
tidak lain daripada rangkaian refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang terjadi setelah adanya

proses kondisioning (conditioning prosess) di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan
dengan rangsang-rangsang tak berkondisi lama kelamaan dihubungkan dengan rangsang
berkondisi.

Implikasi Teori Classic Conditioning
Penerapan prinsip-prinsip kondisioning klasik dalam kelas, antara lain :
1. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas-tugas belajar,
Contoh: Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok daripada individu, banyak
siswa yang akan memiliki respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara
individual, yang mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain, contoh
lainnya adalah membuat kegiatan membaca
menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang membaca yang nyaman dan enak serta
menarik.
2. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau
menekan,
Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi
pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa
yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah siswa untuk
membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk ditempat, kemudian
berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di

depan seluruh murid di kelas.
3. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga
mereka dapat membedakan dan menggeneralisasi secara tepat.

Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian masuk sebuah perguruan
tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka
lakukan.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN PEMANFAATAN SARANA BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN SISWA KELAS XI AKUNTANSI SMK WIYATA KARYA NATAR TAHUN PELAJARAN 2010/2011

10 119 78

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MINAT BACA TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 WAY

18 108 89

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62