TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK Disusun O
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Teori Belajar
Dosen Pengampu : Dade Nurfalah, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Jumrahtul Aulyah
20138300824
2. Yuliana Dwi Wijayanti
20158300097
3. Menisa Buulolo
20158300103
4. Enung Nurjamilah
20158300263
5. Dede Firmansyah
20158300276
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Teori Belajar
Konstruktivistik”.
Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan syarat untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Teori Belajar. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Jakarta, 27 November 2016
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang...........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
3. Tujuan .......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Konstruktivistik ..................................................................................2
B. Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan ....................................................5
C. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dengan Kontruktivistik .............................7
D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik ...................................................................8
BAB III PENUTUP
1. Simpulan ...................................................................................................................10
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap individu di era global dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal,
kreatif dan mengadaptasikan diri ke dalam situasi global yang amat bervariasi dan cepat
berubah. Setiap individu dituntut melakukan customization. Setiap individu dituntut
memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan kompleks.
Sekompleks situasi-situasi yang penuh varian yang dihadapi. Individu harus memiliki
strategi adaptif. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki individu adalah
keterampilanintelektual, sosial, dan personal.
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun
pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean
Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
2.
3.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud teori belajar konstruktivistik?
b.
Bagaimana karakter manusia masa depan yang mampu diharapkan?
c.
Apa bedanya dengan pembelajaran tradisional?
d.
Bagaimana aplikasi pembelajaran konstruktivistik?
Tujuan
a.
Memahami teori belajar konstruktivistik,
b.
Mengetahui karakter manusia masa depan yang diharapkan,
c.
Membandingkan pembelajaran konstruktivistik dengan pembelajaran tradisional,
d.
Mengetahui aplikasi pembelajaran konstruktivistik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Konstruktivistik
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan
mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk prosesnya, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa
anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan
catatan siswa sendirilah yang menlis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme
adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya,
mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep
dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,
1992).
2
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai
dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan
renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kunstruksi kognitif seseorang
terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya.
Pengetahuan adalah suatu pembentukan yang terus menerus dilakukan oleh seseorang
yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang
yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki
pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan
pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka
sendiri.
Proses mengkonstruksi pengetahuan, manusia dapat mengetahui sesuatu dengan
menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya,
misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau merasakan, seseorang
dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan
melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan
objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan
tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi social, yang
terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan
pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya,
bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada
unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan system penghargaan dari luar.
Dalam proses mengkonstruksi pengetahuan menurut Von Galserfeld yaitu:
a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan,
c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman dari pada yang lainnya.
3
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah
konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimiliki. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur
penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
1. Tujuan dan Karakteristik Teori Konstruktivisme
Tujuan teori konstruktivisme adalah:
a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
b. Membantu siswa untuk mengembangkan perngertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:
a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalu
keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.
e. Mendorong pembelajar untuk bertanya atau berdialog dengan guru.
f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran
g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.
2. Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme
Lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis sebagai
berikut:
a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajaran harus memerhatikan
pengetahuan siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi
perubahan konsepsi pada diri siswa.
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
4
Dirancang
pembelajaran
yang
bermakna
bagi
siswa
sehingga
dapat
mengakomodasi perkembangan minat, bakat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa.
Dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama
siswa maupun dengan guru.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, diberikan
kesempatan untuk merefleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan teori) namun juga sikap
dan proses. Pembelajaran sains harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa
tentang kehidupan ilmuwan.
B. Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan
masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang
dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian,
tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap
aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri
dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses … (to) learn to be. Mampu melakukan
kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan
kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, bearti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun
kemudah tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai
dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan
gubahan Sang Pencipta.
Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di
samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan
apa yang dianggapnya benar dan perlu.
Tanggung jawab, berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi keputusan
serta tindakan sendiri.
5
Kolaborasi, berarti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri,
individu dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam
meningkatkan mutu kehidupan bersama.
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan diatas adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif didalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang
mengakui sentralitas peranan siswa didalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh
bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut
bertolak dari kajian-kajian kritikal dan empirik disamping pilihan masyarakat (Raka
Joni, 1990)
Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi
manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya
diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan
yang tepat memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki
karakteristik diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar
dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
1. Beberapa aspek tentang masalah kualitas manusia dalam pembangunan, yaitu
sebagai berikut:
a. Aspek fisik, yang berupa tingkat kesehatan tubuh dan kelengkapan anggota
tubuh.
b. Aspek kognitif, dalam hal ini tingkat kecerdasan dan pendidikan.
c. Aspek nonkognitif, yaitu kualitas kepribadian dan kualitas moral yang ada pada
diri seseorang.
2. Beberapa sifat kepribadian yang harus dibina dalam menghadapi era industrialisasi
yaitu sebagai berikut :
a. Sifat-sifat inovatif
b. Dorongan berprestasi
c. Dorongan afiliasi
d. Hemat
e. Moralitas yang baik
f. Memiliki tingkat kesehatan fisik yang baik
g. Pendidikan yang memadai
3. Koentjaraningrat mengajukan beberapa cara agar sifat kepribadian yang sudah
diuraikan diatas dapat tercipta, yaitu :
6
a. Memberi contoh yang baik
b. Memberi perangsang-perangsang yang cocok
c. Dengan persuasi dan penerangan
d. Dengan pembinaan dan pengasuhan suatu generasi baru sejak kecil
4. Berikut ini adalah cara-cara untuk menumbuhkan sifat-sifat yang diperlukan di
dalam usaha memajukan pembangunan:
a. Membentuk sifat inovatif
b. Membentuk dorongan berprestasi
c. Sarana komunikasi
d. Memberikan ajaran agama
e. Sifat hemat
f. Kedisiplinan
g. Membentuk dorongan afiliasi
C. Membandingkan Pembelajaran Tradisional dengan Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang
sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahas ciri–ciri pembelajaran tradisional atau
behavioristik dan ciri–ciri pembelajaran konstruktivistik.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori
behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran
melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon
sesuai dengan materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak
menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi
buku teks.
Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan
buku teks tersebut. Alternatif – alternatif perbedaan interpretasi diantara siswa terhadap
fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangakan. Siswa belajar dalam isolasi,
yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya
setiap hari.
Pembelajaran
konstruktivistik
membantu
siswa
menginternalisasi
dan
mentransfomasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan
baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif
baru. Pendekatan
konstruktivistik lebih luas untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang
dapat diungkapkan kembali atau apa yang diulang siswa terhadap pelajaran yang telah
7
diajarkan dengan cara menjawab soal – soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan
pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukannya.
Ada beberapa perbedaan mengenai pembelajaran karakteristik antara pembelajaran
tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai
berikut[1]:
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
a
Kurikulum di sajikan dari bagianbagian
menuju
keseluruhan
dengan
menekankan
pada
keterampilan- keterampilan dasar
Kurikulum disajikan mulai dari
keseluruhan menuju ke bagianbagian, dan lebih mendekatkan pada
konsep-konsep yang lebih luas.
b
Pembelajaran sangat taat pada Pembelajaran lebih mengharagai
kurikulum yang telah ditetapkan
pada pemunculan pertanyaan dan
ide-ide siswa.
c
Penilaian hasil belajar atau
pengetahuan siswa dipandang
sebagai
bagian
dari
pembelajaran
,dan
biasanya
dilakukan pada akhir pelajaran
dengan cara testing.
d
Siswa-siswa dipandang sebagai Siswa dipandang sebagai pemikir“kertas kosong” yang dapat pemikir yang dapat memunculkan
digoresi informasi oleh guru, dan teori-teori tentang dirinya
guru-guru
pada
umumnya
menggunakan cara didaktik dalam
menyampaikan informasi kepada
siswa.
e
Siswa-siswa biasanya bekerja Siswa-siswi banyak belajar
sendiri-sendiri, tanpa ada group bekerja dalam group proses
proses dalam belajar
Pengukuran proses dan hasil belajar
siswa terjalin didalam kesatuan
kegiatan pembelajaran, dengan cara
guru mengamati ha-hal yang sedang
dilakukan siswa ,serta melalui tugastugas pekerjaan.
dan
D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Aplikasi pembelajaran konstruktivistik dalam dunia pendidikan merupakan proses
aktif pelajar mengkonstruksi teks, dialog, pengalaman. Aplikatif teori belajar
konstruktivistik sebagai berikut [2]:
1. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelasjelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak
mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
8
guru dapat mengajar suatu materi kepada siswa dengan baik, namun seluruh atau
sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam
mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya
dengan usaha yang keras para siswa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami
suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang
dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri bukan ditanamkan oleh guru. Para
siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman
baru kedalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang
digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu.
4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing
konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan
atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi
menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat
konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat
situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
9
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri,
bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu
berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu
melihat kaitan antara ciri – ciri manusia tersebut, dengan praktek – praktek pendidikan
dan
pembelajaran
untuk
mewujudkannya.
Pandangan
konstruktivistik
yang
mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan
struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu,
pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan
tersebut secara optimal pada diri siswa.
Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu
konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru –
guru konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia atau siswa
untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa
secara optimal.
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Renika Cipta.
Daniel Muijs & David Reynolds. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Joni, Raka. 1992. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Mengajar. Jakarta: Dirjen
Dikti Dikbud.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: AR-Ruzz.
Suwardi. 2004. Ilmu Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Slavin. 1993. Cooperative Learning. Washington DC: National Education Association.
https://www.academia.edu/4614990/Teori_Belajar_Konstruktivistik diakses 24 November
2016 pukul 06.16
https://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/teori-belajar-aliran-konstruktivistik-oleh-abdulkarim/ diakses 24 November 2016 pukul 06.23
[1] Daniel Muijs & David Reynolds. 105.
[2] Paul Suparno. 61.
2
Di Susun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Teori Belajar
Dosen Pengampu : Dade Nurfalah, M.Pd
Disusun Oleh :
1. Jumrahtul Aulyah
20138300824
2. Yuliana Dwi Wijayanti
20158300097
3. Menisa Buulolo
20158300103
4. Enung Nurjamilah
20158300263
5. Dede Firmansyah
20158300276
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP KUSUMA NEGARA JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Teori Belajar
Konstruktivistik”.
Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan syarat untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Teori Belajar. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Jakarta, 27 November 2016
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang...........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah .....................................................................................................1
3. Tujuan .......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Konstruktivistik ..................................................................................2
B. Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan ....................................................5
C. Perbandingan Pembelajaran Tradisional dengan Kontruktivistik .............................7
D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik ...................................................................8
BAB III PENUTUP
1. Simpulan ...................................................................................................................10
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap individu di era global dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal,
kreatif dan mengadaptasikan diri ke dalam situasi global yang amat bervariasi dan cepat
berubah. Setiap individu dituntut melakukan customization. Setiap individu dituntut
memiliki daya nalar kreatif dan kepribadian yang tidak simpel, melainkan kompleks.
Sekompleks situasi-situasi yang penuh varian yang dihadapi. Individu harus memiliki
strategi adaptif. Untuk itu keterampilan yang harus dimiliki individu adalah
keterampilanintelektual, sosial, dan personal.
Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun
pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean
Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar
sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi
makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.
2.
3.
Rumusan Masalah
a.
Apa yang dimaksud teori belajar konstruktivistik?
b.
Bagaimana karakter manusia masa depan yang mampu diharapkan?
c.
Apa bedanya dengan pembelajaran tradisional?
d.
Bagaimana aplikasi pembelajaran konstruktivistik?
Tujuan
a.
Memahami teori belajar konstruktivistik,
b.
Mengetahui karakter manusia masa depan yang diharapkan,
c.
Membandingkan pembelajaran konstruktivistik dengan pembelajaran tradisional,
d.
Mengetahui aplikasi pembelajaran konstruktivistik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Konstruktivistik
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan
mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan
pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri
pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan
untuk prosesnya, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan siswa
anak tangga yang membawa siswa ke tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan
catatan siswa sendirilah yang menlis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna belajar menurut konstruktivisme
adalah aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina sendiri pengetahuannya,
mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep
dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,
1992).
2
Dalam mengkonstruksi pengetahuan tersebut peserta didik diharuskan mempunyai
dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya,
menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan yang ditemuinya, mengadakan
renungan, mengekspresikan ide dan gagasan sehingga diperoleh konstruksi yang baru.
Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kunstruksi kognitif seseorang
terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya.
Pengetahuan adalah suatu pembentukan yang terus menerus dilakukan oleh seseorang
yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang
yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki
pengetahuan tersebut. Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan
pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka
sendiri.
Proses mengkonstruksi pengetahuan, manusia dapat mengetahui sesuatu dengan
menggunakan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungannya,
misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, mambau, atau merasakan, seseorang
dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan
melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan
objek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan objek dan lingkungan
tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi social, yang
terbentuk baik dalam budaya kelas maupun diluar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan
pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya,
bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada
unjuk kerja atau prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan system penghargaan dari luar.
Dalam proses mengkonstruksi pengetahuan menurut Von Galserfeld yaitu:
a. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
b. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan
perbedaan,
c. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman dari pada yang lainnya.
3
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah
konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimiliki. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur
penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
1. Tujuan dan Karakteristik Teori Konstruktivisme
Tujuan teori konstruktivisme adalah:
a. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari
sendiri pertanyaannya.
b. Membantu siswa untuk mengembangkan perngertian dan pemahaman konsep
secara lengkap.
c. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Karakteristik pembelajaran konstruktivisme adalah:
a. Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan baru melalu
keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b. Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang pengetahuan.
c. Mendukung pembelajaran secara kooperatif.
d. Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh pembelajar.
e. Mendorong pembelajar untuk bertanya atau berdialog dengan guru.
f. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran
g. Mendorong proses inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.
2. Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivisme
Lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis sebagai
berikut:
a. Memerhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Siswa didorong untuk mengonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan
pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pembelajaran harus memerhatikan
pengetahuan siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi
perubahan konsepsi pada diri siswa.
b. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
4
Dirancang
pembelajaran
yang
bermakna
bagi
siswa
sehingga
dapat
mengakomodasi perkembangan minat, bakat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa.
Dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
c. Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama
siswa maupun dengan guru.
d. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, diberikan
kesempatan untuk merefleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan teori) namun juga sikap
dan proses. Pembelajaran sains harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa
tentang kehidupan ilmuwan.
B. Karakter Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan
masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang
dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian,
tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap
aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri
dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses … (to) learn to be. Mampu melakukan
kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan
kejayaan bangsanya (Raka Joni, 1990).
Kepekaan, bearti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya, maupun
kemudah tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu, mulai
dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan
gubahan Sang Pencipta.
Kemandirian, berarti kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri di
samping proses dan hasil berfikir orang lain, serta keberanian bertindak sesuai dengan
apa yang dianggapnya benar dan perlu.
Tanggung jawab, berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi keputusan
serta tindakan sendiri.
5
Kolaborasi, berarti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri,
individu dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam
meningkatkan mutu kehidupan bersama.
Langkah strategis bagi perwujudan tujuan diatas adalah adanya layanan ahli
kependidikan yang berhasil guna dan berdaya guna tinggi. Student active learning atau
pendekatan cara belajar siswa aktif didalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang
mengakui sentralitas peranan siswa didalam proses belajar, adalah landasan yang kokoh
bagi terbentuknya manusia-manusia masa depan yang diharapkan. Pilihan tersebut
bertolak dari kajian-kajian kritikal dan empirik disamping pilihan masyarakat (Raka
Joni, 1990)
Penerapan ajaran tut wuri handayani merupakan wujud nyata yang bermakna bagi
manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan. Untuk melaksanakannya
diperlukan penanganan yang memberikan perhatian terhadap aspek strategis pendekatan
yang tepat memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki
karakteristik diatas. Kajian terhadap teori belajar konstruktivistik dalam kegiatan belajar
dan pembelajaran memungkinkan menuju kepada tujuan tersebut.
1. Beberapa aspek tentang masalah kualitas manusia dalam pembangunan, yaitu
sebagai berikut:
a. Aspek fisik, yang berupa tingkat kesehatan tubuh dan kelengkapan anggota
tubuh.
b. Aspek kognitif, dalam hal ini tingkat kecerdasan dan pendidikan.
c. Aspek nonkognitif, yaitu kualitas kepribadian dan kualitas moral yang ada pada
diri seseorang.
2. Beberapa sifat kepribadian yang harus dibina dalam menghadapi era industrialisasi
yaitu sebagai berikut :
a. Sifat-sifat inovatif
b. Dorongan berprestasi
c. Dorongan afiliasi
d. Hemat
e. Moralitas yang baik
f. Memiliki tingkat kesehatan fisik yang baik
g. Pendidikan yang memadai
3. Koentjaraningrat mengajukan beberapa cara agar sifat kepribadian yang sudah
diuraikan diatas dapat tercipta, yaitu :
6
a. Memberi contoh yang baik
b. Memberi perangsang-perangsang yang cocok
c. Dengan persuasi dan penerangan
d. Dengan pembinaan dan pengasuhan suatu generasi baru sejak kecil
4. Berikut ini adalah cara-cara untuk menumbuhkan sifat-sifat yang diperlukan di
dalam usaha memajukan pembangunan:
a. Membentuk sifat inovatif
b. Membentuk dorongan berprestasi
c. Sarana komunikasi
d. Memberikan ajaran agama
e. Sifat hemat
f. Kedisiplinan
g. Membentuk dorongan afiliasi
C. Membandingkan Pembelajaran Tradisional dengan Konstruktivistik
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang
sesungguhnya. Pada bagian ini akan dibahas ciri–ciri pembelajaran tradisional atau
behavioristik dan ciri–ciri pembelajaran konstruktivistik.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori
behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran
melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon
sesuai dengan materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak
menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi
buku teks.
Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan guru, atau sama dengan
buku teks tersebut. Alternatif – alternatif perbedaan interpretasi diantara siswa terhadap
fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangakan. Siswa belajar dalam isolasi,
yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya
setiap hari.
Pembelajaran
konstruktivistik
membantu
siswa
menginternalisasi
dan
mentransfomasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan
baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif
baru. Pendekatan
konstruktivistik lebih luas untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang
dapat diungkapkan kembali atau apa yang diulang siswa terhadap pelajaran yang telah
7
diajarkan dengan cara menjawab soal – soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan
pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukannya.
Ada beberapa perbedaan mengenai pembelajaran karakteristik antara pembelajaran
tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai
berikut[1]:
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
a
Kurikulum di sajikan dari bagianbagian
menuju
keseluruhan
dengan
menekankan
pada
keterampilan- keterampilan dasar
Kurikulum disajikan mulai dari
keseluruhan menuju ke bagianbagian, dan lebih mendekatkan pada
konsep-konsep yang lebih luas.
b
Pembelajaran sangat taat pada Pembelajaran lebih mengharagai
kurikulum yang telah ditetapkan
pada pemunculan pertanyaan dan
ide-ide siswa.
c
Penilaian hasil belajar atau
pengetahuan siswa dipandang
sebagai
bagian
dari
pembelajaran
,dan
biasanya
dilakukan pada akhir pelajaran
dengan cara testing.
d
Siswa-siswa dipandang sebagai Siswa dipandang sebagai pemikir“kertas kosong” yang dapat pemikir yang dapat memunculkan
digoresi informasi oleh guru, dan teori-teori tentang dirinya
guru-guru
pada
umumnya
menggunakan cara didaktik dalam
menyampaikan informasi kepada
siswa.
e
Siswa-siswa biasanya bekerja Siswa-siswi banyak belajar
sendiri-sendiri, tanpa ada group bekerja dalam group proses
proses dalam belajar
Pengukuran proses dan hasil belajar
siswa terjalin didalam kesatuan
kegiatan pembelajaran, dengan cara
guru mengamati ha-hal yang sedang
dilakukan siswa ,serta melalui tugastugas pekerjaan.
dan
D. Aplikasi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Aplikasi pembelajaran konstruktivistik dalam dunia pendidikan merupakan proses
aktif pelajar mengkonstruksi teks, dialog, pengalaman. Aplikatif teori belajar
konstruktivistik sebagai berikut [2]:
1. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelasjelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak
mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang
8
guru dapat mengajar suatu materi kepada siswa dengan baik, namun seluruh atau
sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam
mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya
dengan usaha yang keras para siswa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami
suatu materi yang diajarkan.
2. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang
dibangun atau dikonstruksi para siswa sendiri bukan ditanamkan oleh guru. Para
siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman
baru kedalam kerangka kognitifnya.
3. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang
digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkan dan yang dibuat para siswa untuk mendukung model-model itu.
4. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing
konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan
atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi
menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat
konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
5. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
6. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
7. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai
dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat
situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
9
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Usaha mengembangkan manusia dan masyarakat yang memiliki kepekaan, mandiri,
bertanggung jawab, dapat mendidik dirinya sendiri sepanjang hayat, serta mampu
berkolaborasi dalam memecahkan masalah, diperlukan layanan pendidikan yang mampu
melihat kaitan antara ciri – ciri manusia tersebut, dengan praktek – praktek pendidikan
dan
pembelajaran
untuk
mewujudkannya.
Pandangan
konstruktivistik
yang
mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan
struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu,
pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan
tersebut secara optimal pada diri siswa.
Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada
pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, akan membentuk suatu
konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Guru –
guru konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri manusia atau siswa
untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran yang
dilakukannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa
secara optimal.
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Renika Cipta.
Daniel Muijs & David Reynolds. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Joni, Raka. 1992. Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Pendidikan Mengajar. Jakarta: Dirjen
Dikti Dikbud.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: AR-Ruzz.
Suwardi. 2004. Ilmu Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Slavin. 1993. Cooperative Learning. Washington DC: National Education Association.
https://www.academia.edu/4614990/Teori_Belajar_Konstruktivistik diakses 24 November
2016 pukul 06.16
https://kunjugi.wordpress.com/2012/07/02/teori-belajar-aliran-konstruktivistik-oleh-abdulkarim/ diakses 24 November 2016 pukul 06.23
[1] Daniel Muijs & David Reynolds. 105.
[2] Paul Suparno. 61.
2