HUKUM TANAH AGRARIA PENGELOLAAN TANAH DI

Sistem bagi hasil pertanian di Desa Tiudan, Tulungagung
(Digunakan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Agraria)

Oleh:
Umi Lutviani (12040284046)
Prodi S1 Pendidikan Sejarah B

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Sistem
bagi hasil pertanian di Desa Tiudan, Tulungagung”. Tugas ini dimaksudkan untuk
melengkapi tugas mata kuliah Sejarah Agraria. Dengan selesainya tugas ini, turut
melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1.


Bapak Drs. Sumarno, M.Hum selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah;

2.

Bapak Agus Trilaksana, M.Hum selaku Dosen Sejarah Agraria;

3.

Bapak Abdul Ngadi selaku narasumber di Desa Tiudan, Tulungagung;

4.

Pihak lain yang mendukung kelancaran pembuatan paper;
Dengan terselesainya tugas ini diharapkan memberi manfaat, baik bagi

penyusun maupun pembaca. Namun, kami masih menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca supaya kami dapat memperbaiki dalam menyelesaikan
tugas lain selanjutnya.


Surabaya, 20 April 2014
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Pengambilan Data
BAB II KAJIAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
A. Tahapan Pengolahan Tanah Pertanian
B. Sistem Bagi Hasil Pertanian
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agraria sering dikaitkan dengan corak kehidupan suatu masyarakat yang
berkenaan dengan kegiatan yang bertumpu pada sektor pertanian. Banyak tahapan
yang dilakukan dalam pertanian untuk memperoleh hasil bumi. Hasil bumi di
daerah Tiudan, Tulungagung berupa padi. Kemungkinan tahapan yang dilakukan
dalam pengolahan tanah pertanian di daerah Tiudan tidak jauh beda dengan daerah
lainnya, antara lain: pembibitan, ngluku (membajak sawah), penanaman hingga
panen padi. Dari tahapan tersebut biasanya pemilik tanah meminta bantuan
kepada seseorang (menjadi buruh tani) untuk mengolah tanah pertaniannya.
Seorang buruh dalam melakukan pekerjaannya mengolah tanah pertanian
diberikan imbalan atau yang dikenal dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pemilik tanah kepada buruh tani
sebagai pengganti usaha dalam mengolah tanah tergantung pada tahapan apa yang
dilakukan buruh tani tersebut.Bentuk imbalan yang diterima oleh buruh tani
biasanya berupa hasil bumi ataupun uang.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumasan masalah
bahwa bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan dalam pertanian di desa
Tiudan, Tulungagung?
C. Tujuan
Dengan memperhatikan rumusan masalah, tujuan adanya pembuatan tugas ini
adalah untuk mengetahui sistem bagi hasil beserta bentuk imbalan yang diterima
oleh buruh tani sebagai pengganti usahanya dalam mengolah tanah.
D. Manfaat
1) Bagi penulis

 Penulis dapat memahami tahapan pertanian hingga mulai dari awal
pembibitan hingga panen;
 Memberikan wawasan dalam bermasyarakat, terutama pertanian sebagai
sarana mata pencaharian mayoritas penduduk di pedesaan;
 Mendapatkan wawasan mengenai permasalahan agraria di suatu lingkup
desa dan penerapan pengolahan lahan pertanian.
2) Bagi masyarakat
 Mentransferkan ilmu yang dimiliki untuk dikaji atau dipelajari kaum
akademi dalam studinya.
E. Metode Pengumpulan Data

1) Observasi
Metode pengumpulan data yang pertama adalah observasi yang dilakukan
dengan di salah satu lahan pertanian di desa Tiudan, kecamatan Gondang,
Tulungagung yang mayoritas menghasilkan komoditas berupa padi/beras.
2) Wawancara
Dalam mengumpulkan inforasi terkait dengan sektor pertanian di Desa
Tiudan, Tulungagung juga dilakukan wawancara kepada seorang penduduk desa
yang bernama Bapak Abdul Ngadi. Dengan adanya wawancara ini, dimaksudkan
dapat menambah informasi faktual mengenai kondisi pertanian di desa tersebut,
termasuk berkaitan dalam pembagian hasil.
3) Sumber lain
Selain sumber berupa wawancara maupun observasi juga diperlukan sumber
primer sebagai salah satu sarana penunjang dalam pengumpulan data sekaligus
menambah informasi yang didapat dari buku.

BAB II
KAJIAN TEORI
Perjanjian bagi hasil adalah suatu bentuk perjanjian antara pemilik tanah
pertanian dengan pihak lain sebagai penggarap dimana penggarap diperkenankan
mengusahakan tanah itu dengan pembagian hasilnya menurut imbangan yang

telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Perjanjian bagi hasil semula diatur menurut hukum adat setempat. Imbangan
pembagian hasilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak. Pada
umumnya, pembagian hasil tersebut tidak menguntungkan pihak penggarap,
karena tanah yang tersedia untuk dibagihasilkan tidak seimbang dengan jumlah
petani yang memerlukan tanah garapan.
Mengingat bahwa golongan penggarap bagi hasil itu biasanya golongan
ekonomi lemah dan selalu dirugikan, maka dalam rangka melindungi mereka
dikeluarkan UU No. 2 tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil. UU ini
mengharuskan agar pihak yang membuat perjanjian bagi hasil dibuat secara
tertulis, dengan maksud agar mudah mengawasi dan mengadakan tindakan
terhadap perjanjian bagi hasil yang merugikan penggarapannya.

BAB III
PEMBAHASAN
A. TahapanPengolahan Tanah Pertanian
Pengolahan tanah pertanian berdasarkan hasil informasi di daerah desa Tiudan,
Tulungagung mempunyai beberapa tahapan, diantaranya:
a. Pembibitan
Pembibitan pada pertanian di desa Tiudan adalah deder winih. Winih yang

digunakan berasal dari padi yang sudah kering dan direndam dalam air. Kemudian
winih tersebut ditiriskan dan disimpan dalam karung selama dua hari. Winih yang
dibutuhkan per tanah 100 ru adalah ± 20 kg. Ukuran 1 ru ± 14,25 m2.
b. Membajak sawah
Dalam keseharian disebut dengan ngluku. Sebelumnya dilakukan dengan
tenaga hewan seperti sapi, tetapisekarang dilakukan dengan tenaga mesin dan
kemudian di cangkul.
c. Penanaman
Bibit atau winihselanjutnya dibanjar atau disebar. Setelah berusia 25 hari
ditanam. Setiap sekitar 20 cm, diberi bibit 4 buah. Selang waktu tujuh hari
dilakukan pemupukan dengan pupuk anorganik dengan cara disebar. 20 hari
kemudian diberi pupuk organik. Pemberian pupuk organik dilakukan sebanyak
sekali ketika padi berusia 25 hari. Sedangkan pemberian pupuk anorganik
sebanyak 2 atau 3 kali hingga padi belum berbuah.
Tahapan selanjutnya adalah matun,yaitu mencabuti gulma disekitar tanaman
padi yang menghambat pertumbuhannya. Dilakukan setelah padi mengalami usia
tanam 2 minggu dan ketika usia 40 hari. Agar memperoleh hasil tanam yang baik,
dilakukan penyemprotan.
d. Panen


Panen merupakan tahap terakhir dalam sistem pengolahan tanah pertanian.
Dilakukan ketika padi berusia 100 hari dengan menggunakan clurit dan kemudian
digeblok (memisahkan biji dengan dahannya).
B. SistemBagiHasilPertanian
Tahapan pengolahan tanah biasanya tidak dilakukan oleh pemilik tanah, tetapi
meminta bantuan atau menyuruh seseorang untuk menggarap tanah yang
dimilikinya tersebut.Di desa Tiudan, biasanya pemilih tanah menyuruh buruh tani
dalam tahapan ngluku, penanaman hingga panen. Bentuk pembagian hasilnya
dengan memberikan uang (upah) kecuali tahapan panen yang memberikan dengan
wujud hasil bumi (padi). Di desa Tiudan, dalam tahapan panen antara pemilik
tanah dan buruh tani mendapat hasil 10:1. Sehingga misal padi yang dihasilkan
sebanyak 10 karung, maka buruh mendapatkan hasil sebanyak 1 karung. Apabila
buruh yang diminta dalam tahap panen sebanyak 2 orang, maka masing-masing
mendapatkan ½ karung.
Sistem bagi hasil antara pemilik dan buruh tani tersebut dilakukan tidak secara
tertulis dalam pelaksanaannya, masih menggunakan cara lama yaitu dengan lisan
dan pembagian hasil tersebut telah disepakati antara kedua belah pihak secara
damai sebelum dilakukan panen. Pembagian dilakukan secara bersama-sama
antara kedua belah pihak di rumah pemilik tanah sehingga pemilik tanah dapat
mengawasi dan memberikan hasil secara langsung kepada buruh tani tersebut.


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Perjanjian

bagi

hasil

diatur

dalam

UU

No.

2


tahun

1960,

namundalampelaksanaannyamasihmenggunakancara lama, tanpa perjanjian
tertulis;
2) Tahapan pertanian yang dijalankan oleh penduduk desa Tiudan,
Tulungagung dimulai dari pembibitan hingga panen seperti yang dilakukan
oleh daerah lain pada umumnya;
3) Pembagian hasil bumi dalam bentuk padi dilakukan saat tahap panen.
Sedangkan tahap lainnya yang membutuhkan tenaga SDM, diberi dalam
bentuk uang.
B. Saran
Dalam penyelesaian tugas ini, penulis membuka kesempatan kepada pembaca
dalam memberikan saran baik dalam penulisan, penyusunan, maupun isi materi
pembahasan yang tentunya mempunyai banyak kekurangan ataupun kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Urip. 2006. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana.


LAMPIRAN