PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOT

PENGALIHAN FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KOTA
MALANG
Dian Lisna Wati
[email protected]
ABSTRAK:
Jumlah penduduk yang meningkat dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang
pesat berdampak pada kebutuhan lahan, seperti permukiman, industry, jasa sehingga
terjadi alih fungsi lahan pertanian karena lahan terbatas. Tidak terkecuali di Kota
Malang. Di kota ini sudah banyak daerah-daerah yang dulunya digunakan sebagai
lahan pertanian kini telah berubah menjadi bangunan-bangunan seperti pertokoan,
bank, sekolah, kantor dan lain sebagainya. Hal ini berakibat pada berkurangnya
produksi pertanian di Kota Malang bahkan dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerugian sosial. Selain itu, tempat peresapan air di Kota Malang ini
menjadi berkurang dan tergantikan oeleh bangunan-bangunan yang menutupi tanah
sebagai tempat resapan air. Oleh sebab itu, perlu adanya pemberlakuan peraturan
untuk mencegah semakin sedikitnya lahan pertanian di Kota Malang sehingga
produksi pertanian dan daerah peresapan air di Kota Malang tidak akan berkurang.
Kata kunci: penggunaan lahan, alih fungsi lahan.

PENDAHULUAN
Pertumbuhan suatu kota akan berimplikasi terhadap peningkatan

kebutuhan lahan yang digunakan untuk mewadahi kegiatan penduduk. Sejak
manusia pertama kali menempati bumi, lahan sudah menjadi salah satu unsur
utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Di atas lahan ini penduduk
melakukan kegiatannya baik secara individu maupun kelompok. Karena semua
aktivitas dilakukan di atas lahan, maka akan terjadi persaingan penggunaan lahan.
Kecenderungan dari persaingan ini menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan,
terutama di daerah hinterland di mana lahan persawahan masih tersedia cukup
luas.
Selain itu, seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban
manusia, penguasaan dan penggunaan lahan mulai terusik. Keterusikan ini akhirnya
menimbulkan kompleksitas permasalahan akibat pertambahan jumlah penduduk,
penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang
semula berfungsi sebagai media bercocok tanam (pertanian), berangsur-angsur
berubah menjadi multifungsi pemanfaatan.
Di Kota Malang sendiri tidak luput dari adanya perubahan
fungsi lahan-lahan pertanian. Sebenarnya Kota Malang sebagian besar
penduduk memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat

ini, sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan
penting dalam perekonomian


sebagai penyedia lapangan kerja, dan

penyediaan pangan. Namun akhir-akhir ini banyak yang lahan pertanian
mulai berubah fungsi. Alih fungsi lahan banyak terjadi di daerah Klojen.
Namun daerah-daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun,
dan Blimbing juga sudah menunjukan alih fungsi lahan yang pesat.
Berkembangnya perumahan, sektor industri dan pariwisata yang tidak
dapat dibendung menjadi penyebab utama alih fungsi lahan di daerah
ini.
Perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi
nonpertanian yang kemudian dikenal dengan istilah alih fungsi (konversi) lahan
(Iqbal dan Sumaryanto, 2007), kian waktu kian meningkat. Khusus untuk di Kota
Malang, fenomena ini tentunya dapat mendatangkan permasalahan yang serius di
kemudian hari, jika tidak diantisipasi secara serius dari sekarang. Implikasinya,
alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas
penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan
kerugian sosial.
Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian
menyangkut dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspekaspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik

masyarakat. Arah perubahan ini secara langsung atau tidak langsung
akan berdampak terhadap pergeseran kondisi ekonomi, tata ruang
pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan pertanian wilayah dan
nasional (Winoto, 2005).
Masalah alih fungsi lahan dapat diatasi bila pemerintah daerah
sangat ketat dalam hal penataan ruang. Pemerintah harus tegas dalam
melarang

pembangunan

perumahan

dan

industri

yang

hendak


menggunakan lahan di kawasan pertanian. Alih fungsi lahan dapat
dicegah dengan menjadikan sektor pertanian sebagai lapangan usaha
yang menarik dan bergengsi secara alami. Alih fungsi lahan yang terjadi
tanpa kendali dapat menimbulkan persoalan ketahanan pangan,
lingkungan dan ketenagakerjaan (Syahyuti dkk, 2007).

Oleh karena itu, selain untuk melihat laju alih fungsi lahan
penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui daerah pertanian mana
saja yang mengalami alih fungsi dan dampaknya terhadap kecukupan
pangan serta apa saja yang menjadi motivasi atau faktor yang
mendorong masyarakat mengalihfungsikan lahan serta strategi apa saja
yang dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya pengalihan fungsi
lahan pertanian.
Faktor yang Mempengaruhi Pengalihfungsian Lahan di Kota Malang
Permasalahan lingkungan tidak pernah terlepas dari tindakan
para agen atau manusia yang melakukan pembangunan tanpa
memperhatikan tata ruang terbuka hijau yang sebenarnya sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan. Padahal sawah itu
sangat membantu produksi pangan yang sangat dibutuhkan oleh para
manusia.

Angka alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian dari tahun
ke tahun semakin meningkat tajam. Sensus pertanian 2003 menyebutkan
selama periode 2000-2002 total luas tanah sawah di Indonesia yang
dikonversi ke penggunaan lain mencapai 563.000 hektar atau rata-rata
187,7 ribu hektar per tahun. Dengan luas sawah 7,75 juta hektar pada
tahun 2002, pengurangan luas sawah akibat konversi lahan mencapai
7,27% selama 3 tahun atau rata-rata 2, 42% per tahun (Badan Pusat
Statistik (BPS), 2004).
Di Kota Malang, Jawa Timur yang luas wilayah sebesar 110,06
km² dari tahun ke tahun terus menyusut karena beralihfungsi lahan
pertanian menjadi kawasan perumahan (permukiman) maupun sebagai
kawasan yang digunakan untuk perekonomian. Kepala Dinas Pertanian
Kota Malang Ninik Suryantini, Selasa, mengakui, tahun 2007 luas lahan
pertanian di daerah itu mencapai 1.550 hektar, tahun 2009 menyusut
menjadi 1.400 hektar dan tahun ini tinggal 1.300 hektare (Sukarelawati,
2012). Di Kecamatan Klojen yang merupakan pusat kota sudah tidak
ada lagi persawahan yang diakibatkan oleh pembangunan sarana umum

yang terus bertambah. Sedangkan di daerah Lowokwaru memiliki lahan
pertanian dengan rincian jenis sawah yang dominan adalah sawah irigasi

tehnis seluas 1.523,343 ha dan sederhana non tehnis seluas 6.918,156
ha. Sawah dapat difungsikan sebagai lahan pertanian dengan hasil utama
padi. Lokasi persawahan terdapat di wilayah Merjosari, Tunggulwulung,
Tasikmadu. (Website Kecamatan Lowokwaru, 2014)
Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus
meningkat

seiring

dengan

peningkatan

jumlah

penduduk

dan

perkembangan struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit

dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan
jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang
tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif.
Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.
Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri
di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut
menjadi

semakin

kondusif

untuk

pengembangan

industri

dan


pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan
oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya
meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat
merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo
(1996) menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan
penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan
guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.
Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang
paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan
oleh :
1. Kepadatan penduduk di kota yang mempunyai agroekosistem dominan sawah
pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering,
sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.
2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah yang
memungkinkan untuk membangun sektor industri.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah
persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering
4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan
sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana

pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa) ekosistem
pertaniannya dominan areal persawahan.
Sedangkan menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke
penggunaan nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor.
Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan
sawah yaitu:
1. Faktor Eksternal.
Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal.
Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan.
Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian. Kelemahan pada aspekregulasi atau peraturan itu sendiri
terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran,
dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi.
Menurut penelitian yang dilakukan, faktor yang paling
mempengaruhi pengalihan fungsi lahan pertanian yang ada di Kota

Malang adalah pertumbuhan pada sektor perekonoman dan industri yang
membutuhkan banyak lahan untuk melakukan kegiatannya. Banyak
sekali bangunan yang dibangun untuk pabrik-pabrik dan pertokoan.
Disetiap daerah sudah banyak toko-toko mulai dari yang sederhana
sampai yang sudah modern seperti mall yang semakin banyak di bangun
di Kota Malang.
Selain faktor di dari sektor industri dan perdagangan faktor
yang paling mempengaruhi adalah bertambahnya penduduk yang

menjadikan penduduk memerlukan lahan untuk perumahan. Salah satu
contoh kongkritnya seperti di daerah Sumbersari dan daerah Candi
dulunya adalah lahan persawahan namun sekarang ini telah berubah
menjadi daerah pemukiman warga yang sangat padat. Hal ini
disebabkan

oleh

daerah

ini


berdekatan

dengan

tempat-tempat

pendidikan sehingga warganya melihat potensi untuk dijadikan tempat
kos dan usaha di bidang kebutuhan bahan makan.
Faktor terpenting penyebab maraknya alih fungsi tanah pertanian ke
nonpertanian lainya adalah lemahnya Law Enforcement (penegakan hukum)
dalam pengendalian alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Sebetulnya
pemerintah telah banyak membuat kebijakan untuk pengendalian alih fungsi tanah
pertanian, khususnya tanah sawah sebagai tanah produksi padi. Akan tetapi
hingga kini implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal, selain itu
ditambah dengan lemahnya koordinasi antara Departemen Pertanian, Dewan
Perencanaan Wilayah dengan pembuat kebijakan. Terkait dengan itu, Nasoetion
(2003) mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga kendala mendasar yang
menjadi alasan mengapa peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana,
yaitu :
1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang
terjadinya alih fungsi lahan, tetapi di sisi lain justru mendorong terjadinya alih
fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan
sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah
pertanian.
2. Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan pengendaliah alih fungsi
lahan baru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap perusahaanperusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan
merubah lahan pertanian ke nonpertanian. Oleh karena itu, perubahan
penggunaan

lahan

sawah

ke

nonpertanian

yang

dilakukan

secara

individual/perorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut,
dimana perubahan lahan yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat
luas.

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan
mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam
pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi
teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan
untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.
Sehubungan dengan tiga kendala di atas, tidak efektifnya peraturan yang
telah ada, juga dipengaruhi oleh : (1) lemahnya sistem administrasi tanah; (2)
kurang kuatnya koordinasi antar lembaga terkait; dan (3) belum memasyarakatnya
mekanisme implementasi tata ruang wilayah.
Dampak dari Perubahan Fungsi Lahan Pertanian di Kota Malang
Alih fungsi lahan merupakan beralihnya fungsi penggunaan lahan dari
sektor pertanian ke sektor non pertanian. Alih fungsi lahan tersebut secara
langsung mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada di Kota Malang. Dampak
alih fungsi lahan pertanian antara lain sistem ketahan pangan yang akan menjadi
terganggu. Secara umum di Kota Malang masih memiliki ketahanan pangan yang
baik. Dengan adanya alih fungsi lahan yang sekarang ini banyak terjadi di daerahdaerah bukan tidak mungkin Kota Malang yang tadinya surplus beras menjadi
kekurangan beras. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko(2006)
terkonsentrasinya pembangunan perumahan dan industri di Pulau Jawa, di satu
sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor nonpertanian seperti jasa
konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang
kurang menguntungkan. Dampak negatif tersebut antara lain:
a. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang
mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan
pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian
ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan
meningkatkan angka pengangguran.
b. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan menjadi
tidak optimal pemanfaatannya.

c. Berkurangnya ekosistem sawah di Jawa khususnya di Kota Malang sedangkan
pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti
di Kalimantan Tengah, tidak menunjukkan dampak positif.
d. Bahwa alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran-pengangguran baru
di sektor pertanian, hal ini dikarenakan pada waktu terjadi alih fungsi lahan ke
sektor non pertanian maka sebagian orang akan kehilangan mata pencaharian
baru. Sementara sektor lain belum tentu dapat menerimanya karena kurangnya
keahlian yang ada.
d. Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian mungkin
dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan. Ini terjadi karena sebagian
dari mereka akan kehilangan mata pencahariaanya sehingga pendapatan
mereka secara otomatis juga akan hilang
Selain dampak tersebut dengan adanya alih fungsi lahan dari sektor
pertanian ke non pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai bencana
seperti banjir, tanah longsor, kekeringan. Ini dikarenakan kurangnya daerah
resapan air karena banyak berdirinya bangunan-bangunan yang tadinya
merupakan lahan pertanian.

Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kota Malang
Agar pengendalian terhadap upaya alih fungsi lahan pertanian
dapat efektif dan efisien di suatu wilayah, Priyono(2011) memberikan
strategi sebagai berikut:
a. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang dibuat harus pro rakyat, artinya
kebijakan tersebut benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat,
sehingga rakyat merasa nyaman hidup dengan keluarganya maupun
selalu mau/memperhatikan ajakan pemerintah untuk menyukseskan
pembangunan, tidak mudah tergoda adanya hasrat untuk mengkonversi
tanah pertanian.
Kebijakan

yang

tidak

berat

sebelah

contohnya

yang

menyangkut perimbangan perolehan anggaran dari pusat harus

proporsional dapat ditinjau dari aspek potensi sumberdaya (alam,
energy, manusia), potensi rawan keamanan, potensi kwalitas SDMnya,
potensi

geografis

pengembangan
ekonomi

wilayah,

IPTEKSnya,

(pasar,

potensi
potensi

sarana/prasarana

rawan

bencana,

pengembangan

transportasi,

potensi

infrastruktur

komunikasi

dll).

Kebijakan disini benar-benar untuk rakyat, artinya bukan hanya untuk
kalangan pengusaha atau pegawai saja.
b. Instrumen Hukum
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal : (1) .Mencabut
sekaligus mengganti Peraturan perrundang-undangan yang tidak sesuai
kondisi kebutuhan petani serta dengan mencantumkan sangsi yang tegas
dan berat bagi pelanggarnya; (2). Penerapan pengendalian secara ketat
khususnya tentang perijinan perubahan alih fungsi lahan pertanian dan
pengelolaannya harus sesuai RTRW; (3). Menerapkan sangsi yang tegas
dan berat bagi pelanggarnya misal pelanggaran RTRW dll; (4).
Memberikan sangsi yang jauh lebih berat bagi pelanggarnya dari
kalangan

aparat

pemerintah/penegak

hukum

antara

lain

yang

menyangkut perijinan, perubahan status tanah, dll; (5). Membuat
Undang-Undang yang memberikan jaminan kekuatan yang memadai
dan

sederajat

bagi

organisasi

petani

dalam

hubungannya

(memperjuangkan haknya) dengan fihak pemerintah dan organisasi lain
yang menyangkut setiap pengambilan keputusan, khususnya yang
menyangkut kebutuhan petani.
c. Instrumen Ekonomi
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan : (1).
Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan harga dan keberadaan
stok barang kebutuhan petani; (2). Kebijakan yang menyangkut jaminan
kestabilan system distribusi (penyaluran) barang kebutuhan petani; (3).
Kebijakan yang menyangkut jaminan social tenaga kerja (asuransi
kerugian hasil pertanian sepertti gagal panen atau anjloknya harga,
asuransi kecelakaan kerja pertanian, asuransi pendidikan keluarga

petani, asuransi kesehatan keluarga petani dll); (4). Kebijakan yang
menyangkut: pemberian insentif setiap panen hasil pertanian bagi petani
penggarap atau buruh tani; dan pemberian desinsentif bagi fiihak yang
berminat dalam alih fungsi lahan pertanian; (5). Kebijakan yang
menyangkut pemberian keringanan pajak khususnya sarana produksi
pertanian dan penjualan hasil pertanian dalam negeri.
d. Instrumen Sosial dan Politik
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal pembuatan : (1)
Kebijakan pemasyarakatan dan upayanya pemakaian kembali produk
alam Indonesia , khususnya produk pertanian ke semua lapisan (seluruh)
masyarakat; (2) Kebijakan pemasyarakaran bahaya dan pencegahannya
dalam pembuatan dan pemakaian produk yang merugikan kehidupan
petani beserta keluarganya bahkan dapat merusak lingkungan; (4)
Pemeloporan secara pro aktif gerakan penghijauan setiap jengkal tanah
oleh

pemerintah

dan

tokoh/lembaga

swadaya

masyarakat;

(5).Pemeloporan gerakan secara pro aktif dan pembentukan satgas sadar
lingkungan dimulai dari RT hingga ke pusat.
e. Instrumen Pendidikan dan IPTEKS
Perlu diupayakan secara kongkrit dalam hal penerapan : (1). Pemberian
pen-didikan bermoral bangsa Indonesia, ilmu, ketrampilan dan seni yang memadai dan efektif tentang pengelolaan usaha pertanian yang prospektif yang dapat
dimanfaatkan dan dinikmati bagi konsumen; dan (2) .Pemberian ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna yang sesuai dan terjangkau oleh
kemampuan petani seperti budidaya tanaman hias, sayuran, dan sebagainya di
lahan sempit.
Dengan adanya strategi-strategi ini diharapkan Kota Malang dapat
mempertahankan lahan pertanian sehingga tidak berubah fungsinya. Selain itu,
swasembada pangan juga terus terjamin baik untuk memenuhi kebutuhan di Kota
Malang sendiri maupun daerah lain dan tanaman-tanaman pertanian tidak akan
punah. Berkaitan dengan infiltrasi, diharapkan semakin banyak daerah peresapan
air sehingga banjir yang biasanya menjadi masalah serius di Kota Malang akan
teratasi.

Kesimpulan
Dari Hasil penelitian, dapat dapat diketahui bahwa lahan pertanian adalah
lahan yang ditunjukan atau cacok untuk di jadikan

lahan usaha tani untuk

memproduksi tanaman pertanian. Sedangkan Alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah diartikan sebagai perubahan untuk
penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah
jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Di Kota Malang sendiri tidak luput dari adanya perubahan fungsi lahan
lahan pertanian. Alih fungsi lahan banyak terjadi di daerah Klojen. Namun
daerah-daerah lain seperti Kedungkandang, Lowokwaru, Sukun, dan Blimbing
juga sudah menunjukan alih fungsi lahan yang pesat. tahun 2007 luas lahan
pertanian di daerah itu mencapai 1.550 hektar, tahun 2009 menyusut menjadi
1.400 hektar dan tahun ini tinggal 1.300 hektare Berkembangnya perumahan,
sektor industri dan pariwisata yang tidak dapat dibendung menjadi penyebab
utama alih fungsi lahan di daerah ini.
Faktor yang paling mempengaruhi pengalihan fungsi lahan pertanian di
Kota Malang antara lain pertumbuhan pada sektor perekonoman dan industri yang
membutuhkan banyak lahan untuk melakukan kegiatannya. Banyak sekali
bangunan yang dibangun untuk pabrik-pabrik dan pertokoan. Selain itu
bertambahnya penduduk yang menjadikan penduduk memerlukan lahan untuk
perumahan semakin banyak . Salah satu contoh kongkritnya seperti di daerah
Sumbersari dan daerah Candi dulunya adalah lahan persawahan namun sekarang
ini telah berubah menjadi daerah pemukiman warga yang sangat padat. Faktor
terpenting penyebab maraknya alih fungsi tanah pertanian ke nonpertanian lainya
adalah lemahnya Law Enforcement (penegakan hukum) dalam pengendalian alih
fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Sebetulnya pemerintah telah banyak
membuat kebijakan untuk pengendalian alih fungsi tanah pertanian untuk
implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal sebab lemahnya
koordinasi dari pemerintah sendiri.

Dampak dari adanya perubahan fungsi lahan ini adalah Berkurangnya
luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang lambat lau akan
mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan pangan
serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke
nonpertanian; Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana
pengairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya; Berkurangnya ekosistem sawah
di Jawa; pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian dan Jumlah angka
kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian mungkin dapat bertambah
karena adanya alih fungsi lahan ini. Hal ini terjadi karena sebagian dari mereka
akan kehilangan mata pencahariaanya sehingga pendapatan mereka secara
otomatis juga akan hilang. Selain itu, alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke
non pertanian juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai bencana seperti banjir,
tanah longsor, kekeringan. Ini dikarenakan kurangnya daerah resapan air karena
banyak berdirinya bangunan-bangunan yang tadinya merupakan lahan pertanian.
Strategi yang diterapkan untuk mencegah terjadinya pengalihan fungsi
lahan pertanian di Kota Malang antara lain pemerintah harus menetapkan
Kebijakan yang pro rakyat dan tidak berat, Penerapan pengendalian secara ketat
khususnya tentang perijinan perubahan alih fungsi lahan pertanian dan
pengelolaannya, Kebijakan yang menyangkut jaminan kestabilan harga dan
keberadaan stok barang kebutuhan petani, memeloporan secara pro aktif gerakan
penghijauan setiap jengkal tanah oleh pemerintah dan tokoh/lembaga swadaya
masyarakat dan Pemberian ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang
sesuai dan terjangkau oleh kemampuan petani. Dengan adanya strategi-strategi ini
diharapkan Kota Malang dapat mempertahankan lahan pertanian sehingga tidak
berubah fungsinya
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang ada maka dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan pencatatan secara sistematis mengenai kegiatan alih fungsi
lahan pertanian yang terjadi melalui perangkat perangkat desa dan dapat secara
jelas diketahui seberapa besar kegiatan tersebut telah terjadi sehingga dapat

dilakukan penanggulangan secara tepat terhadap kegiatan alih fungsi lahan
yang marak terjadi.
2) Melakukan upaya intensifikasi pertanian agar lahan dapat berproduksi secara
optimal sehingga keberlangsungan usaha pertanian dapat terus berlangsung
sehingga kebutuhanakan pangan (beras) dan kesejahteraan petani dapat
terjamin.
3) Perlu adanya sosialisasi mengenai perundang-undangan tentang alih fungsi
lahan pertanian dan penindakan secara tegas terhadap pelanggaran, mengingat
hal tersebut dapat berdampak pada stabilitas nasional mengenai pengadaan
pangan yang sifatnya sangat vital.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistika. 2004. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Indonesia.
Iqbal, Muhammad dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi
Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipan Masyarakat. Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebikjakan Pertanian. Bogor.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak dan Pola
Pemanfaatannya. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian.
Kecamatan Lowokwaru. 2014. Profil Kec. Lowokwaru. (Online)
(http://keclowokwaru.malangkota.go.id/gambaran-umum/) diakses
Oktober 2014.

10

Lestari, T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup
Petani. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. (Online)
(http://kolokiumkpmipb.wordpress.com) diakses 10 Oktober 2014.
Nasoetion, L.I. 2003. Konversi Lahan Pertanian : Aspek Hukum dan
Implementasinya. Dalam Kurnia dkk. (eds). Makalah Seminar
Nasional “Multifungsi Lahan Sawah dan Konversi Lahan Pertanian”.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah danAgroklimat, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Priyono. 2011. Alih Fungsi Lahan Pertanian Merupakan Suatu Kebutuhan
Atau Tantangan. Bengkulu: Prosiding Seminar Nasional Budidaya
Pertanian.
Sukarelawati, Endang. 2012. Lahan Pertanian di Kota Malang Terus
Menyusut. (Online)

(https://www.google.com/search?q=
%2FLahan+Pertanian+di+Kota+Malang+Terus+Menyusut++
+ANTARA+JATIM++
+Portal+Berita+Daerah+Jawa+Timur.htm&ie=utf-8&oe=utf-) diakses
10 oktober 2014.
Sumaryanto, Syahyuti, Saptana dan B. Irawan. 2007. Masalah Pertanahan
di Indonesia dan Implikasinya terhadap Tindak Lanjut Pembaruan
Agraria. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya
Terhadap Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Bogor:
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Winoto, J. 2005. Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Tanah Pertanian dan
Implementasinya. Makalah Seminar “Penanganan Konversi Lahan
danPencapaian Lahan Pertanian Abadi”, Kerjasama Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Pusat Studi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (Institut Pertanian Bogor).
Jakarta.
Witjaksono, 2006. Alih Fungsi Lahan : Suatu Tinjauan Sosiologis.
Prosiding Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumber Daya
Lahan dan Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian dan Ford Foundation.