PENGARUH MACAM DAN WAKTU APLIKASI AGENSI

PENGARUH MACAM DAN WAKTU APLIKASI AGENSIA HAYATI TERHADAP
PENYAKIT KAPANG KELABU PADA STROBERI LEPAS PANEN
(THE EFFECT OF KINDS AND APPLICATION TIME OF BIOLOGICAL AGENTS
ON GREY MOLD OF POSTHATVEST STRAWBERRY)
Oleh:
Ika Permatasari, Loekas Soesanto, dan Mulyo Wachjadi
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Kontak: lukassus26@gmail.com
(Diterima:……………….., disetujui: …………………)
ABSTRACT
This research aimed at knowing kinds of biological agents and its application time
on grey mold of postgharvest strawberry. The laboratory research was carried out with
prepared strawberry from strawberry plantation at Serang, Purbalingga. Completely
Randomized Design was used in in vitro test repeated five times and Randomized Block
Design arranged by factorial was used in vivo one repeated twice. In in vitro test, kinds of
biological agents were used, i.e., aquadest as a control, Pseudomonas fluorescens P32 or
P60, Bacillus subtillis, and local isolate B. subtilis. In in vivo test, the first factor tested
was kinds of the agent and the second one was application time, i.e., wounded and dipped
for 1, 3, or 5 min then stored in either cold or room temperatures, dipped for 1, 3, or 5
min and then wounded and stored in either cold or room temperatures. Variables observed
were inhibition zone, inhibition level, mycelial dry weight, incubation period, attact area,

disease intensity, waste index, soften level, sugar content, and organoleptic test. Result of
the research showed that the best biological agent to control Botrytis cinerea eiter in vitro
or in vivo tests was B. subtilis local isolate with inhibition zone, inhibition level,
incubation period, and attact area of 0.74 cm, 68.67%, 1.5 days, and 1.68 cm 2,
respectively. The best application time was all times stored in cold temperature compared
to room temperature with decreasing incubation period, attact area, disease intensity, and
waste index each of 100%. The treatments did not affect strawberry aroma, taste, or color.
Key words: Grey mold, Posyharvest strawberry, Biological agents, Application time.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis agensia hayati dan waktu
aplikasinya terhadap penyakit kapang abu-abu pada stroberi lepas panen. Penelitian di
laboratorium dilakukan dengan stroberi yang disiapkan dari pertanaman stroberi di
Serang, Purbalingga. Pada uji in vitro, digunakan Rancangan Acak Lengkap yang diulang
lima kali, sedang pada uji in vivo menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diatur
faktorial dan diulang dua kali. Pada uji in vitro, jenis agensia hayati yang digunakan
adalah akuades sebagai kontrol, Pseudomonas fluorescens P32 atau P60, Bacillus subtilis,
dan B. subtilis isolat lokal. Pada uji in vivo, faktor pertama yang diuji adalah jenis
agensia hayati dan faktor kedua adalah waktu aplikasi, yaitu dilukai dan dicelup selama
1, 3, atau 5 menit kemudian disimpan baik dalam suhu dingin atau suhu kamar, dicelup
selama 1, 3, atau 5 menit dan kemudian dilukai dan disimpan pada kedua suhu tersebut.


1

Peubah yang diamati adalah zona hambatan, aras penghambatan, berat kering miselium,
masa inkubasi, daerah terserang, intensitas penyakit, indeks sampah, aras kelunakan,
kandungan gula, dan uji organoleptis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agensia
hayati terbaik untuk mengendalikan Botrytis cinerea baik pada uji in vitro atau in vivo
adalah B. subtilis isolat lokal dengan zona hambatan, aras penghambatan, masa inkubasi,
dan daerah terserang masing-masing adalah 0,74 cm, 86,87%, 1,5 hari, dan 1,68 cm 2.
Waktu aplikasi terbaik adalah semua waktu yang disimpan pada suhu dingin bila
dibandingkan dengan suhu kamar, dengan penurunan masa inkubasi, daerah terserang,
intensitas penyakit, dan indeks sampah masing-masing 100%. Semua perlakuan tidak
memengaruhi aroma, rasa, dan warna stroberi.
Kata kunci: Kapang abu-abu, Stroberi lepas panen, Agensia hayati, Waktu aplikasi.
PENDAHULUAN
Stroberi (Fragaria vesca L.) merupakan buah memiliki warna, bentuk, dan rasa
yang menjadi daya tarik tersendiri serta disukai oleh banyak kalangan umur dan
masyarakat. Buah ini mulai dikenal masyarakat Indonesia seiring dengan berkembangnya
sentra produksi sayuran dan hortikultura di beberapa daerah yang sudah mengubah
usahanya ke budidaya stroberi (Syarifah, 2006).

Faktor pembatas dalam budidaya dan peningkatan produksi stroberi di antaranya
penyakit kapang kelabu, yang disebabkan oleh Botrytis cinerea Pers.:Fr. (Maas, 1998).
Penyakit kapang kelabu merupakan penyakit penting pada stroberi lepas panen sejak
dipetik, selama pengangkutan hingga disimpan di ruang penyimpanan sebelum dijual ke
pasar, karena dapat menurunkan kuantitas dan kualitas buah (Blacharski et al., 2000).
Pada tahun 1994, penyakit ini menyebabkan kerugian hingga mencapai 7 juta dolar di
Selandia Baru (Pyke et al., 1994).
Pengendalian penyakit dengan pencelupan buah ke larutan fungisida sintetis
masih sering dilakukan, sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia apabila
dikonsumsi. Hal ini karena fungisida sintetis pada buah sukar terurai dan menjadi residu
di dalam tubuh manusia (Pyke et al., 1994). Adanya bahaya fungisida dan meningkatnya
permintaan konsumen untuk mengurangi residu pestisida dalam bahan pangan,
melatarbelakangi dipilihnya cara pengendalian penyakit yang aman, efektif, dan ramah
lingkungan, antara lain dengan menggunakan agensia hayati, misalnya P. fluorescens dan
Bacillus sp. (Baker dan Cook, 1983; Pyke et al., 1994; Gould et al., 1996; Paul et al.,
2007) dan suhu rendah dalam penyimpanan buah (Eckert, 1975; Soesanto, 2006).

2

Penggunaan gabungan agensia hayati dan waktu aplikasi, untuk mengendalikan

penyakit kapang kelabu belum pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh macam dan waktu aplikasi agensia hayati terhadap penyakit
kapang kelabu pada stroberi lepas panen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
(1) pengaruh macam, (2) waktu aplikasi, dan (3) pengaruh penggabungannya pada suhu
dingin yang terbaik untuk menekan penyakit kapang kelabu pada stroberi lepas panen.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto selama tiga bulan, mulai bulan Mei 2007
sampai dengan Juli 2007.
Penyiapan bahan penelitian
Buah stroberi varietas Oso Grande diperoleh dari pertanaman stroberi di Desa
Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Buah dipetik sehomogen
mungkin dengan keseragaman umur, warna, ukuran, dan letak buah pada tanaman. Buah
kemudian dipilah dan dipilih, dan diletakkan dalam keranjang plastik di suhu dingin
untuk keperluan lebih lanjut.
Penyiapan agensia hayati
Isolat P. fluorescens P60 (Soesanto dan Termorshuizen, 2001) dan P. fluorescens
P32 (koleksi Loekas Soesanto) disiapkan pada medium King’s B (Schaad, 1980). Biakan
diinkubasi pada suhu kamar selama 2-3 hari, kemudian dipanen dengan menambahkan 10

ml akuades dan kepadatannya dihitung dengan metode pengenceran hingga delapan kali.
Pada pengenceran terakhir, bakteri ditumbuhkan pada medium yang sama dan diinkubasi
selama 18 jam. Jumlah bakteri yang tumbuh dihitung dan dikalikan dengan faktor
pengenceran. Sementara itu, suspensi bakteri disentrifus dengan kecepatan 2.000 rpm
selama 10 menit, disaring, dan supernatan yang dihasilkan yang akan digunakan.
Isolat B. subtilis (koleksi Darini Sri Utami) dan Bacillus sp., yang diisolasi dari
permukaan daun stroberi sehat yang kering dan yang setelah dilakukan uji katalase dan
reaksi Gram (Sutedjo et al., 1996), dibiakkan pada medium NA dan diinkubasi selama 2-

3

3 hari pada suhu kamar. Perlakuan berikutnya seperti yang dilakukan pada isolat P.
fluorescens di atas.
Penyiapan isolat patogen
Isolat patogen kapang abu-abu, B. cinerea, diisolasi dari buah stroberi bergejala
penyakit kapang abu-abu dari lapang, ditumbuhkan pada medium PDA yang ditambah
streptomosin 0,125 g/L medium, dan diinkubasi pada suhu kamar selama 7 hari. Biakan
yang tumbuh memenuhi cawan Petri yang kemudian digunakan dalam penelitian ini.
Uji penghambatan in vitro
Pengujian dilakukan dengan memasangkan jamur patogen B. cinerea di satu sisi

berjarak 3 cm dari tepi cawan Petri pada medium PDA dengan agensia hayati di sisi lain
pada jarak yang sama. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) diulang 5 kali. Faktor yang dicoba adalah A0 = B. cinerea >< Kontrol (akuades),
A = B. cinerea >< P. fluorescens P32, B = B. cinerea >< P. fluorescens P60, C = B.
cinerea >< B. subtilis, dan D = B. cinerea >< Bacillus sp. isolat lokal.
Uji penghambatan in vivo
Pengujian dilakukan dengan menginokulasi permukaan buah stroberi yang
disterilkan dengan alkohol 70%. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama bakteri antagonis, yaitu PO =
Kontrol (akuades), A= Ekstrak P. fluorescens P32 (kepadatan 1,15 x 1012 upk ml-1), B =
Ekstrak P. fluorescens P60 (kepadatan 1,30 x 1012 upk ml-1), C = Ekstrak B. subtilis
(kepadatan 1,69 x 1012 upk ml-1), dan D = Ekstrak Bacillus sp. isolat lokal (kepadatan
1,74 x 1012 upk ml-1). Faktor kedua adalah gabungan waktu aplikasi dan suhu, yaitu W1 =
dilukai, dicelup 1 menit, suhu dingin; W2 = dilukai, dicelup 3 menit, suhu dingin; W3 =
dilukai, dicelup 5 menit, suhu dingin; W4 = dilukai, dicelup 1 menit, suhu kamar; W5 =
dilukai, dicelup 3 menit, suhu kamar; W6 = dilukai, dicelup 5 menit, suhu kamar; W7 =
dicelup 1 menit, dilukai, suhu dingin; W8 = dicelup 3 menit, dilukai, suhu dingin; W9 =
dicelup 5 menit, dilukai, suhu dingin; W10 = dicelup 1 menit, dilukai, suhu kamar; W11
= dicelup 3 menit, dilukai, suhu kamar; dan W12 = dicelup 5 menit, dilukai, suhu kamar.
Jumlah unit gabungan 49 perlakuan dengan ulangan 2 kali, sehingga diperoleh 98 unit

percobaan.
Uji inderawi

4

Uji inderawi dilakukan terhadap stroberi yang diperlakukan dengan gabungan
macam dan waktu aplikasi agensia hayati, yang meliputi aroma, rasa, dan warna, yang
dilakukan di akhir penelitian.
Peubah dan Pengukuran
Peubah yang di pada uji in vitro adalah tingkat penghambatan, zona hambatan,
dan berat kering miselium jamur. Pengamatan tingkat penghambatan dilakukan dengan
cara mengukur jejari koloni yang berlawanan dengan pusat koloni antagonis (r1) dan yang
menuju

pusat koloni

antagonis

(r2) setiap


hari, kemudian

dihitung

tingkat

penghambatannya dengan rumus (Martoredjo et al., 2001): I = {(r1-r2)/r1} x 100, dengan I
= tingkat penghambatan antagonis (%), r1 = jejari koloni yang berlawanan dengan pusat
koloni antagonis, dan r2 = jejari koloni yang menuju pusat koloni antagonis. Berat kering
miselium dihitung apabila salah satu koloni sudah memenuhi cawan Petri, dengan
meneteskan 20 mL HCl 1%, dipanaskan pada penangas air, disaring menggunakan kertas
saring, dicuci dengan air steril, dikeringkan dalam inkubator pada suhu 300C selama 24
jam, dan ditimbang sebanyak 2 kali dengan timbangan analisis, dalam satuan mg.
Peubah yang diamati pada uji in vivo adalah masa inkubasi, luas serangan,
intensitas serangan, indeks sampah, tingkat kelunakan, dan kadar gula. Luas serangan
diukur dalam satuan mm2, menggunakan kertas milimeter pada akhir pengamatan (hari
ke-3). Intensitas serangan diukur dengan satuan persen (%) menggunakan rumus menurut
Sukardi dan Permadi (1990) dan dihitung di akhir pengamatan. Indeks sampah diukur
dengan satuan gram, menggunakan rumus perbandingan berat terserang dengan berat
total (Soesanto, 1989) dan dihitung di akhir pengamatan. Tingkat kelunakan dihitung

dengan satuan mm/g/10s menggunakan penetrometer di akhir pengamatan. Kadar gula
diukur dengan satuan

0

Brix menggunakan refraktometer di akhir pengamatan.

Pengukuran peubah pada uji inderawi pada hari ke-3, oleh 15 panelis, meliputi aroma,
warna, dan rasa.
Analisis Data
Data pada uji in vitro dan in vivo dianalisis menggunakan uji F dan bila
menunjukkan hasil yang berbeda dilanjutkan dengan DMRT taraf kesalahan 5%. Data
pada inderawi dibandingkan dengan nilai tabel pengujian pembedaan dengan taraf
kesalahan 5% (Soekarto, 1985).

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji penghambatan in vitro
Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa rerata tingkat penghambatan antagonis

terkecil nampak pada kontrol, sedangkan rerata terbesar pada perlakuan dengan Bacillus
sp. isolat stroberi lokal. Perlakuan dengan B. subtilis dan Bacillus sp. isolat stroberi lokal
tidak menunjukkan perbedaan, artinya bahwa B. subtilis dan Bacillus sp. isolat stroberi
lokal memiliki kemampuan sama dalam menekan pertumbuhan kapang B. cinerea in
vitro.
Tabel 1. Rerata tingkat penghambatan antagonis, zona hambatan, dan berat kering
miselium B. cinerea in vitro pada hari ke-3 pengamatan
Perlakuan

Rerata
Tingkat penghambatan Zona hambatan Berat kering miselium
antagonis (%)
(cm)
(mg)
A0
00,00 c
0,00 d
0,26 a
A
27,33 b

0,24 c
0,37 a
B
27,33 b
0,44 b
0,31 a
C
57,33 a
0,60 ab
0,49 a
D
68,67 a
0,74 a
0,06 a
Keterangan: Angka diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata menurut
DMRT pada taraf kesalahan 5%. Data tingkat penghambatan antagonis,
zona hambatan, dan berat kering miselium yang dianalisis merupakan data
hasil transformasi arc sin (x + 0,5)1/2. A0 = B. cinerea >< Kontrol (akuades),
A = B. cinerea >< P. fluorescens P32, B = B. cinerea >< P. fluorescens P60,
C = B. cinerea >< B. subtilis, dan D = B. cinerea >< Bacillus sp. isolat
lokal.
Rerata tingkat penghambatan antagonis tertinggi pada uji in vitro nampak pada
Bacillus sp. isolat stroberi lokal sebesar 68,67%. Diduga antagonis tersebut telah
beradaptasi dengan patogen pada habitat yang sama, sehingga memiliki kemampuan
tertinggi dibanding dengan antagonis lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Paul et al.
(1996) dan Gould et al. (2007), yang menyatakan bahwa bakteri yang diisolasi dari tanah
maupun permukaan bunga dan daun, efektif dalam mengendalikan B. cinerea.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa rerata zona hambatan terkecil nampak
pada kontrol, sedangkan terbesar pada Bacillus sp. isolat stroberi lokal. Tingginya zona
hambatan tersebut sesuai tingkat penghambatan Bacillus sp. isolat stroberi lokal, yang
menunjukkan perbedaan dengan kontrol. Hal ini diduga karena Bacillus sp. cepat
6

beradaptasi dengan medium tumbuh, sehingga pertumbuhannya optimum. Pertumbuhan
yang optimum akan mendukung produksi antibiotika, sehingga makin banyak jumlah
antibiotika yang dihasilkan, makin besar pula kemampuan bakteri tersebut menghambat
pertumbuhan kapang B. cinerea in vitro. Hal ini sesuai pendapat Vidaver et al. (1972
dalam Fravel, 1988), bahwa produksi antibiotika oleh bakteri in vitro dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain kandungan nutrisi, kedalaman, dan umur medium tumbuh
pada cawan Petri, jumlah inokulum bakteri, dan suhu lingkungan.
Pada Tabel 1, rerata berat kering miselium pada kontrol maupun perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan. Hal ini diduga pertumbuhan kapang secara aerial yang tidak
seragam dipengaruhi oleh keefektifan agensia hayati, sesuai dengan pendapat Angkat
(2005). Meskipun demikian, rerata berat kering miselium terkecil terdapat pada perlakuan
dengan Bacillus sp. isolat stroberi lokal, yang memiliki rerata tingkat penghambatan
antagonis dan zona hambatan terbesar dibandingkan perlakuan yang lain. Semakin kecil
nilai berat kering miselium, maka nilai tingkat penghambatan antagonis dan zona
hambatan semakin besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Leisinger dan Margraff (1979
dalam Rokhlani, 2005), bahwa bakteri antagonis akan menghasilkan komponen
antijamur, sehingga pertumbuhan kapang B. cinerea in vitro terhambat, termasuk
miselium, yang pertumbuhannya dapat dilihat pada medium buatan.
Uji penghambatan in vivo
Pengaruh perlakuan terhadap komponen penyakit
Berdasarkan Tabel 2, perlakuan agensia hayati memengaruhi masa inkubasi,
tingkat kelunakan, dan luas serangan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh luka buatan pada
saat perlakuan dan faktor ketahanan buah, suhu dan kelembapan, serta perbedaan jumlah
bakteri yang digunakan, yang mengakibatkan jumlah metabolit sekunder yang berbeda.
Sesuai dengan pendapat Rustam et al. (1993), bahwa semakin banyak jumlah bakteri
yang terdapat dalam suspensi, semakin tinggi pula kemampuannya dalam menekan
pertumbuhan kapang.
Tabel 2. Pengaruh macam agensia hayati terhadap komponen peubah yang diamati
Perlakuan
Masa
inkubasi
(hari)

Luas
serangan
(cm2)

Rerata
Intensitas
Indeks
serangan
sampah
(%)
(g)

7

Tingkat
kelunakan
(mm/g/10s)

Kadar
gula
(brix)

A
B
C
D

1,2 a
1,4 b
1,4 bc
1,5 c

3,795 b
3,991 b
3,622 b
1,680 a

29,868 a
30,521 a
31,146 a
25,348 a

0,3367 a
0,3460 a
0,3324 a
0,3398 a

93,8 a
106,0 b
100,2 ab
102,9 b

39,4 a
35,2 a
34,4 a
39,8 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
DMRT 5%, A = Pf. P32, B = Pf. P60, C = Bs., D = B. sp. isolat stroberi
lokal. Data luas serangan dan indeks sampah hasil transformasi √x+0,5 dan
intensitas serangan ke arc sin √x+0,5.
Luka buatan pada buah yang diperlakukan juga mendukung infeksi patogen yang juga
memengaruhi masa inkubasinya (Soesanto, 2006). Suhu pada saat perlakuan berkisar
antara 23-280C sangat mendukung pertumbuhan patogen pascapanen, sehingga laju
pertumbuhannya juga semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sommer (1992),
bahwa patogen pascapanen tumbuh optimum pada kisaran suhu 20-250C.
Perlakuan agensia hayati tidak memengaruhi intensitas serangan dan indeks
sampah. Hal ini diduga karena metabolit sekunder yang dihasilkan agensia hayati makin
berkurang meskipun melekat, tetapi tidak bekerja sepenuhnya yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan maupun ketahanan buah itu sendiri. Buah masih tetap melangsungkan
respirasi hingga terjadi penuaan karena adanya pematangan, pelunakan, perubahan warna
dan tekstur, dan akhirnya mati (Muchtadi, 1992). Selain itu, nilai indeks sampah juga
dipengaruhi oleh adanya periode laten. Seiring dengan pematangan buah, patogen akan
berkecambah dan melakukan penetrasi ke jaringan buah, yang didukung ketersediaan
nutrisi serta kandungan etilen yang dihasilkan akibat pelukaan buah (Soesanto, 2006)
Berdasarkan Tabel 3., perlakuan waktu aplikasi memengaruhi masa inkubasi, luas
serangan, intensitas serangan, dan indeks sampah. Perlakuan waktu aplikasi pada suhu
dingin dapat memperlambat masa inkubasi, menurunkan luas dan intensitas serangan,
serta indeks sampah sebesar 100%. Hal ini disebabkan suhu rendah kurang mendukung
bagi perkembangan patogen, karena dapat menghambat laju pertumbuhan dan
penyebaran organisme penyebab busuk, sehingga melambatkan masa inkubasi,
menghasilkan luas serangan rendah, dan intensitas serangan rendah pula (Wills et al.,
1981; Mitchell, 1992; Muchtadi, 1992). Selain itu, suhu dingin dapat menghambat
produksi etilen yang dihasilkan oleh pematangan buah dan luka pada buah yang
diperlakukan. Etilen dapat merangsang pematangan lebih awal, sehingga menyebabkan

8

produk lebih rentan terhadap serangan patogen lepas panen, karena etilen akan
memengaruhi perkembangan patogen tersebut (Soesanto, 2006).
Berdasarkan Tabel 4., gabungan agensia hayati dan waktu aplikasi memengaruhi
masa inkubasi, luas serangan, intensitas serangan, tingkat kelunakan, dan indeks sampah.
Perlakuan gabungan agensia hayati dan waktu aplikasi pada suhu dingin dapat
memperlambat masa inkubasi, menurunkan luas dan intensitas serangan, serta indeks
sampah sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa suhu berperan penting terhadap
proses infeksi patogen.
Tabel 3. Pengaruh waktu aplikasi agensia hayati terhadap komponen peubah yang diamati
Perlakuan

W1
W2
W3
W4
W5
W6
W7
W8
W9
W10
W11
W12

Masa
inkubasi
(hari)
>3 a
>3 a
>3 a
2,9 cd
2,4 b
2,9 cd
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 d
2,8 c
2,5 b

Luas
serangan
(cm2)
0,000 a
0,000 a
0,000 a
7,251 cd
7,283 cd
5,376 bc
0,000 a
0,000 a
0,000 a
6,289 bcd
8,564 d
4,504 b

Rerata
Intensitas
Indeks
Tingkat
serangan
sampah
kelunakan
(%)
(g)
(mm/g/10s)
0,000 a 0,0000 a
76,5 a
0,000 a
0,0000 a
72,8 a
0,000 a
0,0000 a
80,6 ab
58,250 c
0,6464 b
118,5 cd
42,813 b
0,6585 b
127,4 d
71,355 d 0,7143 bc
106,5 c
0,000 a
0,0000 a
92,6 b
0,000 a
0,0000 a
81,9 ab
0,000 a
0,0000 a
83,8 ab
59,063 c
0,6333 b
130,5 d
68,125 d
0,7855 c
120,8 d
51,043 c
0,6270 b
117,1 cd

Kadar
gula
(brix)
37,5 a
38,1 a
28,8 a
38,1 a
38,8 a
33,1 a
38,8 a
36,3 a
39,4 a
40,6 a
35,6 a
41,3 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut DMRT
5%, W1 = dilukai, dicelup 1 menit, suhu dingin; W2 = dilukai, dicelup 3
menit, suhu dingin; W3 = dilukai, dicelup 5 menit, suhu dingin; W4 =
dilukai, dicelup 1 menit, suhu kamar; W5 = dilukai, dicelup 3 menit, suhu
kamar; W6 = dilukai, dicelup 5 menit, suhu kamar; W7 = dicelup 1 menit,
dilukai, suhu dingin; W8 = dicelup 3 menit, dilukai, suhu dingin; W9 =
dicelup 5 menit, dilukai, suhu dingin; W10 = dicelup 1 menit, dilukai, suhu
kamar; W11 = dicelup 3 menit, dilukai, suhu kamar; dan W12 = dicelup 5
menit, dilukai, suhu kamar. Data luas serangan dan indeks sampah
ditransformasi √x+0,5 dan intensitas serangan ke arc sin √x+0,5.
Gabungan perlakuan agensia hayati dan waktu aplikasi pada suhu dingin tidak
memiliki masa inkubasi, yang akhirnya berpengaruh pada nilai luas serangan, intensitas
penyakit, dan indeks sampah, karena suhu dingin menghambat pertumbuhan dan
perkembangan patogen, sehingga tidak terjadi infeksi (Eckert, 1975; Sommer, 1992).
9

Selain itu, agensia hayati diduga masih tetap beraktivitas dalam mengendalikan patogen
pada suhu rendah meskipun dalam batas minimum untuk pertumbuhannya. Suhu
minimum untuk pertumbuhan Bacillus spp. berkisar 5-200C (Goto, 1992) dan
Pseudomonas spp. 4-250C (Domsch et al., 1993), sedangkan suhu rendah yang digunakan
pada uji in vivo sebesar 14 0C.
Teknik aplikasi antara dilukai dahulu baru dicelup ke dalam ekstrak agensia hayati
atau dicelup ke dalam ekstrak agensia hayati kemudian dilukai dan disimpan pada suhu
kamar tidak memberikan pengaruh pada nilai intensitas serangan. Hal ini diduga adanya
infeksi patogen yang terjadi sebelum buah diperlakukan. Pengendalian hayati sukar
diterapkan terhadap infeksi laten pada bebuahan lepas panen karena patogen jauh sudah
berada di dalam buah, dan akan berkembang seiring dengan pematangan buah dan
apabila kondisi lingkungan mendukung patogen untuk mengadakan pertumbuhan
selanjutnya (Eckert, 1975).
Tabel 4. Pengaruh macam dan waktu aplikasi agensia hayati terhadap komponen peubah
yang diamati
Perlakuan

KTRL
AW1
AW2
AW3
AW4
AW5
AW6
AW7
AW8
AW9
AW10
AW11
AW12
BW1
BW2
BW3
BW4
BW5
BW6
BW7
BW8
BW9
BW10

Masa
Inkubasi
(hari)
3,0 e
>3 a
>3 a
>3 a
2,5 d
1,0 b
2,5 d
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
3,0 e
2,0 c
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
2,5 d
3,0 e
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e

Luas
Serangan
(cm2)
26,725 k
0,000 a
0,000 a
0,000 a
8,500 defghij
8,400 defghij
8,875 efghij
0,000 a
0,000 a
0,000 a
5,340 bcdefghi
10,290 hij
4,140 bcdefg
0,000 a
0,000 a
0,000 a
10,815 ij
12,275 j
3,940 bcdef
0,000 a
0,000 a
0,000 a
7,625 defghij

Intensitas
Serangan
(%)
95,00 i
0,00 a
0,00 a
0,00 a
33,00 bc
27,50 b
93,75 i
0,00 a
0,00 a
0,00 a
50,00 def
87,50 hi
66,67 fg
0,00 a
0,00 a
0,00 a
75,00 gh
60,00 efg
50,00 def
0,00 a
0,00 a
0,00 a
65,00 fg

10

Rerata
Indeks
Sampah
(g)
0,9385 h
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,6585 bcde
0,6515 bcde
0,8850 fgh
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,5440 bc
0,7240 cdefg
0,5770 bc
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,7160 cdefg
0,8335 defgh
0,5840 bc
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,7130 cdef

Tingkat
Kelunakan
(mm/g/10s)
170,0 p
64,0 abc
53,0 a
60,0 ab
98,5 defghijkl
128,0 lmno
103,0 defghijhklmn
93,5 cdefghijk
92,5 cdefghijk
76,0 abcde
137,5 o
112,5 hijklmno
107,5 efghijklmno
89,5 bcdefghij
75,0 abcd
88,0 bcdefghi
120,0 jklmno
134,0 no
102,5 defghijklm
112,5 hijklmno
80,5 abcdef
86,0 bcdefgh
137,5 o

Kadar
Gula
(brix)
50,0 a
37,5 a
40,0 a
35,0 a
35,0 a
42,5 a
42,5 a
37,5 a
40,0 a
42,5 a
40,0 a
37,5 a
42,5 a
35,0 a
37,5 a
22,5 a
35,0 a
37,5 a
32,5 a
40,0 a
35,0 a
37,5 a
37,5 a

BW11
BW12
CW1
CW2
CW3
CW4
CW5
CW6
CW7
CW8
CW9
CW10
CW11
CW12
DW1
DW2
DW3
DW4
DW5
DW6
DW7
DW8
DW9
DW10
DW11
DW12

3,0 e
2,0 c
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
3,0 e
3,0 e
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
2,0 c
3,0 e
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
3,0 e
3,0 e
>3 a
>3 a
>3 a
3,0 e
3,0 e
3,0 e

8,740 fghij
4,500 bcdefgh
0,000 a
0,000 a
0,000 a
5,375 cdefghi
5,140 bcdefghi
6,375 cdefghij
0,000 a
0,000 a
0,000 a
9,250 fghij
9,400 ghij
7,925 defghij
0,000 a
0,000 a
0,000 a
4,315 bcde
3,315 bcde
2,315 abc
0,000 a
0,000 a
0,000 a
2,940 bcd
5,825 cdefghi
1,450 ab

60,00 efg
56,25 def
0,00 a
0,00 a
0,00 a
75,00 gh
40,00 bcd
75,00 gh
0,00 a
0,00 a
0,00 a
65,00 fg
75,00 gh
43,75 cde
0,00 a
0,00 a
0,00 a
50,00 cde
43,75 cde
66,67 fg
0,00 a
0,00 a
0,00 a
56,25 def
50,00 def
37,50 bcd

0,6670 bcde
0,6390 bcd
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,5045 b
0,6130 bc
0,7025 cdef
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,5720 bc
0,9060 gh
0,6910 bcdef
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,7065 bc
0,5360 bc
0,6855 bcde
0,0000 a
0,0000 a
0,0000 a
0,7040 cdef
0,8450 efgh
0,6010 bc

129,0 lmno
118,0 ijklmno
72,5 abcd
78,5 abcdef
82,5 abcdefgh
125,5 lmno
112,0 ghijklmno
101,5 defghijkl
81,0 abcdefg
76,5 abcde
90,5 bcdefghijk
127,0 lmno
121,5 klmno
133,0 mno
80,0 abcdef
84,5 bcdefgh
92,0 cdefghijk
130,0 o
135,5 o
119,0 ijklmno
83,5 abcdefgh
78,0 abcde
82,5 abcdefgh
120,0 jklmno
120,0 jklmno
110,0 fghijklmno

35,0 a
37,5 a
40,0 a
35,0 a
22,5 a
44,5 a
35,0 a
22,5 a
35,0 a
32,5 a
32,5 a
42,5 a
32,5 a
40,0 a
37,5 a
40,0 a
35,0 a
40,0 a
40,0 a
35,0 a
42,5 a
37,5 a
45,0 a
42,5 a
37,5 a
45,0 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda nyata menurut DMRT
5%. KTRL = kontrol, suhu kamar; A = Pf P32; B = Pf P60; C = Bs; D = B.
sp. isolat lokal. W1 = dilukai, dicelup 1 menit, suhu dingin; W2 = dilukai,
dicelup 3 menit, suhu dingin; W3 = dilukai, dicelup 5 menit, suhu dingin;
W4 = dilukai, dicelup 1 menit, suhu kamar; W5 = dilukai, dicelup 3 menit,
suhu kamar; W6 = dilukai, dicelup 5 menit, suhu kamar; W7 = dicelup 1
menit, dilukai, suhu dingin; W8 = dicelup 3 menit, dilukai, suhu dingin; W9
= dicelup 5 menit, dilukai, suhu dingin; W10 = dicelup 1 menit, dilukai,
suhu kamar; W11 = dicelup 3 menit, dilukai, suhu kamar; dan W12 =
dicelup 5 menit, dilukai, suhu kamar. Data luas serangan dan indeks sampah
ditransformasi √x+0,5 dan intensitas serangan ke arc sin √x+0,5.
2. Pengaruh perlakuan terhadap komponen pematangan buah
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan agensia hayati memengaruhi tingkat
kelunakan buah stroberi (Tabel 2.). Hal ini dikaitkan dengan kemampuan agensia hayati
dalam menghambat perbesaran luas serangan, yang juga menghambat laju respirasi.
Penghambatan pertumbuhan patogen pada buah akan mengurangi laju respirasi
(Soesanto, 2006). Selain itu, kelunakan buah diduga disebabkan adanya luka mekanis
yang memacu respirasi dan mengakibatkan peningkatan produksi panas yang
11

dikeluarkan. Lebih lanjut, Soesanto (2006) menjelasakan bahwa panas tersebut akan
memacu pematangan buah lebih awal.
Berdasarkan Tabel 3. dan 4., perlakuan waktu aplikasi serta gabungannya dengan
agensia hayati memengaruhi tingkat kelunakan. Peranan suhu dingin diduga dapat
mengurangi tingkat kelunakan buah dibanding pada suhu kamar. Suhu rendah mampu
menghambat laju transpirasi buah dan metabolisme secara umum, di samping
menghambat pertumbuhan patogen yang dapat memacu produksi etilen, sehingga dapat
mencegah kehilangan kualitas dalam hal penampilan dan tekstur, seperti pelunakan buah,
hilangnya kerenyahan, dan kandungan jus (Kader, 1992).
Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan agensia hayati, waktu aplikasi, maupun
gabungannya tidak memengaruhi kadar gula buah stroberi (Tabel 2, 3, dan 4). Hal ini
diduga tidak terjadi peningkatan kandungan gula pada buah tak-klimak. Saat buah
stroberi dipanen sebelum masak seluruhnya, buah tersebut akan berubah warna dan
menjadi lunak selama pematangan. Kandungan asam akan menurun, tetapi peningkatan
gula dalam jumlah besar tidak terjadi karena tidak tersedianya cadangan pati saat panen
(Sommer, 1992). Menurut pendapat Hastuti dan Ari (1998), penurunan kadar asam total
disebabkan adanya pemakaian asam pada respirasi, sedangkan pada buah tak-klimak,
respirasi berjalan lambat, sehingga penurunan kadar asam total kemungkinan berjalan
lambat pula.
Uji inderawi
Perlakuan agensia hayati, waktu aplikasi, maupun gabungan keduanya pada
umumnya tidak memengaruhi warna, aroma, dan rasa buah stroberi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Agensia hayati terbaik dalam menekan B. cinerea in vitro dan in vivo adalah Bacillus
sp. isolat stroberi lokal, dengan tingkat penghambatan antagonis, zona hambatan,
masa inkubasi, dan luas serangan masing-masing sebesar 68,67%, 0,74 cm, 1,5 hari,
dan 1,680 cm2.

12

2. Waktu aplikasi agensia hayati serta gabungannya pada suhu dingin mampu
memperlambat masa inkubasi serta menurunkan intensitas serangan, indeks sampah,
dan luas serangan masing-masing sebesar 100% dibanding pada suhu kamar.
3. Penginokulasian B. cinerea tidak berpengaruh terhadap nilai kadar gula buah pada
perlakuan macam dan waktu aplikasi agensia hayati, maupun gabungannya.
4. Gabungan perlakuan macam dan waktu aplikasi agensia hayati tidak memengaruhi
aroma, rasa, dan warna buah stroberi.
Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai macam agensia hayati, waktu, dan teknik
aplikasi lain yang berpengaruh terhadap penyakit kapang kelabu pada pada stroberi
lepas panen.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi penggunaan agensia hayati secara in
planta.
DAFTAR PUSTAKA
Angkat, S.E. 2005. Pengaruh Macam dan Waktu Aplikasi Fungisida Nabati terhadap
Perkembangan Penyakit Antraknosa pada Pisang (Musa paradisiaca) Kultivar
Susu Lepas Panen. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 60 hal. (Tidak dipublikasikan).
Blacharski, R.W, J.A. Bartz, C.L Xiao and D.E Legard. 2000. Control of Postharvest
Botrytis Fruit Rot With Preharvest Fungicide Applications in Annual Strawberry.
(On-line). http://strawberry.ifas.ufl.edu/publications/control of postharvest.
botrytis.htm diakses 13 November 2006.
Baker, K.F. and R.J. Cook. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of Plant
Pathogens. American Phytopathological Society, St. Paul, Minnessota. 538 pp.
Domsch, K.H., W. Gams, and T.H Anderson. 1993. Compendium of Soil Fungi. Volume I.
IHW-Verlag. Eching. 859 pp.
Eckert, J.W. 1975. Patologi Pasca Panen. Pp. 627-663. Dalam: Er.B. Pantastico (Ed.).
Fisiologi Pascapanen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayursayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan oleh Kamariyani. 1989. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta. 906 hal.
Fravel, 1988
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press Inc., San
Diego, California. 342 pp.
Gould, A.B., D.Y. Kobayashi, and M.S. Bergen. 1996. Identification of Bacteria for
Biological Control of Botrytis cinerea on Petunia Using a Petal Disk Assay. (Online). The American Phytopathological Society. http:// www.apsnet.org/pd/
SEARCH/1996/PD_80_1029.asp diakses 30 Agustus 2007.

13

Hastuti, P. dan Ari M. 1998. Perubahan Sifat Kimia dan Kesenangan Konsumen terhadap
Salak Pondoh Selama Penyimpanan pada Suhu Dingin. Prosiding Seminar
Penelitian Pasca Panen Pertanian. Bogor, 1-2 Februari 1998.
Kader, A.A. 1992. Postharvest Biology and Technology: An Overview. Pp. 15-20. In:
A.A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of
California, California.
Maas. 1998. Compendium of Strawberry Disease. Second Edition. The American
Phytopathological Society, St. Paul, Minessota. 98 pp.
Martoredjo, T., C. Sumardiyono, dan E.H. Astuti. 2001. Kajian Pengendalian Hayati
Penyakit Kapang Hijau pada Buah Jeruk dengan Trichoderma sp. Prosiding
Kongres XIV dan Seminar Nasional PFI. Bogor. Hal. 354-356.
Mitchell, F.G. 1992. Cooling Horticultural Commodities: Need for Coolng. Pp. 53- 56.
In: A.A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University
of California, California.
Muchtadi, D. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor. 189 hal.
Paul, B., A. Benoît, L. Chapuis, A. Chereyathmanjiyil, and I. Masih. 2007. Biological
Control of Botrytis cinerea Causing Grey Mould Disease of Grapevine and
Elicitation of Stilbene Phytoalexin (Resveratrol) by a Soil Bacterium. (On-line).
http://www.u-bourgogne.fr/IUVV/paul98.html diakses 30 Agustus 2007.
Pyke, N.B., P.A.G Elmer, K.G. Tate, P.N. Wood, L.H. Cheah, I.C Harvey, K.S.H. BoydWilson, and R. Balasubrahmanian. 1994. Biological Control of Botrytis cinerea in
kiwifruit:
problems
and
progress.
(On-line).
http://www.
hornet.co.nz/publication/proceeding/ifoam/ifoam45.htm diakses tanggal 14
November 2006.
Rokhlani. 2005. Potensi Pseudomonas fluorescens P60, Trichoderma harzianum, dan
Gliocladium sp. dalam menekan Fusarium oxysporum f. sp. gladioli In Vitro dan
In Planta. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 58 hal. (Tidak dipublikasikan).
Rustam, A. Hanafiah, Darnetti, dan Nasrun. 1993. Pengaruh Konsentrasi Bakteri
Antagonis Pseudomonas fluorescens Untuk Menekan Pertumbuhan Jamur
Patogen Rhozoctonia Solani Penyebab Penyakit Rebah Kecambah Bibit Tomat.
Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta, 6-8
September 1993.
Shcaad, N.W. 1980. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic Bacteria.
Bacterialogical Committe of the American Phytophatological Society, St.Paul,
Minnesota. 67 pp.
Soekarto, S.I. 1985. Penilaian Organoleptis untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharata Karya Aksara, Jakarta. 87 hal.
Soesanto, L. 1989. Pengaruh Umur Petik Buah Apel terhadap Perkembangan Penyakit
Antraknosa. Tesis. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
(Tidak dipublikasikan).
Soesanto, L. dan A.J. Termorshuizen. 2001. Potensi Pseudomonas fluorescens P60
sebagai agensia hayati jamur-jamur patogen tular-tanah. Prosiding Kongres XIV
dan Seminar Nasional PFI, Bogor. Hal. 183-186.
Soesanto, L. 2006. Ilmu Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius, Yogyakarta.
268 hal.

14

Sommer, N.F. 1992. Principles of Disease Suppression by Handling Practise. Pp. 109116. In: A.A. Kader (Ed.). Postharvest Technology of Horticultural Crops.
University of California, California.
Sukardi A. dan Permadi. 1990. Evaluasi kultivar cabai (Capsicum sp.) terhadap
antraknosa dan bercak daun Cercospora (Cercospora capsici). Bulletin Penelitian
Hortikultur 18:94-101.
Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, dan RD.S. Sastroatmojo. 1996. Mikrobiologi Tanah.
Rineka Cipta, Jakarta. 446 hal.
Syarifah. 2006. Israel Sukses Kembangkan Stroberi. (On-line). Pikiran Rakyat.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/08/cakrawala/profil 01 .htm
di-akses 30 Agustus 2007.
Wills, R.H.H., T.H. Lee, D. Graham, W.B. Meglasson, and E.G. Hall. 1981. Postharvest:
An Introduction to Phsyiology and Handling of Fruit and Vegetables. New South
Wales University Press. New South Wales. 161 hal.

15