ANALISIS EKONOMI DALAM RANGKA PERCEPATAN

Makalah-Indoaqua 2007

1
ABSTRAK

ANALISIS EKONOMI DALAM RANGKA PERCEPATAN PENGAKTIFAN KEMBALI
TAMBAK TERBENGKALAI (IDLE) MELALUI “KAMPOENG VANNAMEI” UNTUK
MENGGUGAH INSAN PERBANKAN
Oleh :
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP*; Ir. Nonot Tri Waluyo dan Ir. Junaedi Ispinanto
Indonesia terdiri atas perairan yang berpotensi besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai
lahan kegiatan budidaya ikan/udang ataupun biota air lainnya. Namun kekayaan dan
keanekaragaman sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Besarnya
potensi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia dapat digunakan sebagai langkah
terobosan (breakthrough) dan penggerak utama (prime mover) untuk pertumbuhan ekonomi
nasional (Menteri Kelautan dan Perikanan RI, 2004). Program Departemen Kelautan Dan
Perikanan dengan pencarian strategi pencapaian target peningkatan produksi perikanan 20
persen per tahun menjadi fokus jajaran stakeholders bidang kelautan dan perikanan dimulai
tahun 2007. Produksi ikan hasil tangkapan di beberapa lokasi di Indonesia hampir mencapai
maximum sustainable yield, diakibatkan telah jenuhnya tingkat pemanfaatan penangkapan di
berbagai perairan dan bahkan telah terjadi penangkapan dengan tingkat yang berlebih (over

fishing). Oleh karenanya pembangunan perikanan budidaya perlu dioptimalkan untuk menjadi
tumpuan dalam pembangunan perikanan.
Model peningkatan produksi dengan system inti-plasma banyak mengalami kegagalan.
Berdasarkan kegagalan ini PT Central Proteinaprima (PT CP Prima) mengembangkan model
”kampoeng vannamei” khususnya untuk budidaya udang di tambak. Model kampoeng vannamei
mulai dijalankan tahun 2002 dengan menggarap tambak udang yang terbengkalai dan
identifikasi faktor kegagalan pembudidaya. Resiko kegagalan yang tinggi pada budidaya udang
antara lain disebabkan jenis udang yang dibudidayakan adalah windu yang rentan terhadap
penyakit, sistem tradisional dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah, teknologi
budidaya yang dimiliki pembudidaya rendah menyebabkan sangat sulit menerapkan sistem
intensif, dan kurangnya pengetahuan tentang budidaya yang baik dan benar. Mengacu pada
faktor kegagalan pembudidaya udang ini, model kampoeng vannamei yang dikembangkan PT
CP Prima diarahkan pada jenis udang vannamei, sistem budidaya tradisional ditingkatkan
menjadi semi intensif (up grade culture), sistem budidaya intensif diturunkan menjadi semi
intensif (down grade culture), penerapan Standart Operational Procedure (SOP) yang benar,
model pembinaan bukan berorientasi individu tetapi lebih pada pembinaan kawasan sehingga
aspek lingkungan lebih terjamin dan pembinaan dilakukan secara terus menerus serta
berkesinambungan (pendampingan). Program pendampingan pada pengusaha kecil seperti
pembudidaya tambak ini merupakan Social Corporate Responsibility bagi PT CP Prima
terutama dalam peningkatan kesempatan kerja, pendapatan petambak dan mengurangi konflik

social yang terjadi di masyarakat.
PT CP Prima berhasil menghidupkan kembali tambak terbengkalai. Hingga tahun 2007
ini sudah berhasil dibina 11 kawasan kampoeng vannamei di Jawa Timur, yang semula tidak ada
kegiatan budidaya menjadi sangat besar hasilnya mulai produksi, penerimaan dan keuntungan
Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

2

yang diperoleh pembudidaya. Berdasarkan hasil survey Program Studi Sosial Ekonomi
Perikanan dan Kelautan (PS-SEPK) Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang di
kawasan kampoeng vannamei, diperoleh data yang dianalisis dari aspek ekonomi baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Dari hasil analisis ekonomi (jangka pendek) diperoleh (1) Nilai
Rentabilitas usaha diatas suku bunga bank yang berlaku; (2) Break Event Point (BEP) dibawah
jumlah produksi aktual (menguntungkan). Sedangkan analisis ekonomi (jangka panjang)
diperoleh : (3) Melalui analisa peluang pasar, prospek pemasaran udang vannamei pada tahun
mendatang cukup baik jika dilihat dari permintaan udang dunia dan penawaran udang nasional;

(4) Nilai Net Present Value (NPV) yang positif; (5) Net B/C lebih dari satu; (6) Internal Rate Of
Return (IRR) yang melebihi suku bunga yang berlaku; dan (7) Pay Back Periode (PP) yang
sangat pendek.
Melihat keberhasilan model kampoeng vannamei baik dari aspek teknis maupun analisa
ekonomi serta masih banyaknya tambak terbengkalai di Indonesia yaitu di Jawa Timur
(Bangkalan, Sumenep, Gresik, Lamongan, Tuban), Sulawesi (Maros, Pangkep, Barru, Pinrang,
Bone, Bulukumba, dll), Jawa Tengah (mulai Demak-Kendal dan mulai Brebes-Tegal),
Kalimantan Timur masih terdapat 100.000 ha tidak produktif, maka untuk program percepatan
pengaktifan kembali tambak terbengkalai di Indonesia akan lebih efektif jika didukung oleh
pihak perbankan. Support perbankan sangat ditunggu, karena permasalahan pembudidaya
setelah mengalami kegagalan adalah tidak memiliki modal untuk mengatifkan kembali
tambaknya yang terbengkalai.

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

3


PENDAHULUAN
Indonesia terdiri atas perairan yang berpotensi besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai
lahan untuk kegiatan budidaya ikan/udang ataupun biota air lainnya. Namun kekayaan dan
keanekaragaman sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, baik di bidang
budidaya air tawar, air payau maupun air laut. Besarnya potensi sumber daya kelautan dan
perikanan di Indonesia dapat digunakan sebagai langkah terobosan (breakthrough) dan
penggerak utama (prime mover) untuk pertumbuhan ekonomi nasional, peningkatan kapasitas
pembudidaya dan nelayan serta masyarakat pesisir, peningkatan konsumsi dalam negeri dan
pengelolaan lingkungannya (Menteri Kelautan Dan Perikanan, 2004).
Pembangunan perikanan budidaya perlu dioptimalkan untuk menjadi tumpuan dalam
pembangunan perikanan mengingat produksi ikan hasil tangkapan yang hampir mencapai
maximum sustainable yield, diakibatkan telah jenuhnya tingkat pemanfaatan penangkapan di
berbagai perairan dan bahkan telah terjadi penangkapan dengan tingkat yang berlebih (over
fishing). Lebih lanjut Menteri Kelautan dan Perikanan menjelaskan bahwa, perkiraan potensi
sumber daya perikanan budidaya adalah sebesar 26.606.000 ha, yang terdiri atas potensi
budidaya laut 24.528.000 ha, air payau 913.000 ha dan air tawar 1.165.000 ha. Namun
pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 0,002% untuk budidaya laut,
45,42% untuk budidaya air payau dan 25,00% untuk budidaya air tawar. Berdasarkan angka
perkiraan tersebut, pembangunan Perikanan Budidaya diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang besar terhadap pembangunan nasional, khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia.
Masih pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan bahwa, hasil pembangunan perikanan
budidaya pada periode 2000-2003 cukup menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan areal, produksi, ekspor, konsumsi ikan dan jumlah pembudidaya ikan.
Perkembangan areal budidaya bertambah dari 594.176 Ha dan 80.919 unit pada tahun 1999
menjadi 730.090 Ha dan 315.000 unit pada tahun 2003, dengan laju pertumbuhan 5,3% dan
43,6% pertahun. Perkembangan areal budidaya tersebut berpengaruh pada produksi perikanan
budidaya. Peningkatan sebesar 8,4% dengan perbandingan 882.989 ton pada tahun 1999
menjadi 1.220.000 ton pada tahun 2003, juga dipengaruhi oleh adanya kecenderungan
Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

4

penerapan teknologi yang lebih maju yang dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas dari
produk perikanan budidaya. Konsumsi ikan per kapita per tahun serta jumlah pembudidaya ikan
meningkat masing-masing dari 21,22 kg/kap/tahun pada tahun 1999 menjadi 24,67 kg/kap/tahun

pada tahun 2003 serta dari 1,88 juta orang pada tahun 1999 menjadi 2,26 juta orang pada tahun
2003.
Pasca

pencapaian hasil diatas, upaya-upaya juga terus dilakukan dalam rangka

memberikan kontribusi yang besar dari perikanan budidaya terhadap pembangunan nasional,
khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia. Upaya tersebut dilakukan dengan kreatifitas
dari masing-masing stakeholders. Seperti yang dilakukan oleh salah satu perusahaan perikanan
swasta terbesar di Indonesia yaitu PT. CP Prima, dengan mengaktifkan kembali tambak
tradisional yang terbengkalai melalui model “kampoeng Vannamei” di daerah Lamongan, Gresik
dan Tuban (Triwaluyo, 2007). Model kampoeng vannamei ini merupakan tanggung jawab sosial
(Social Corporate Responsibility) PT CP Prima terhadap permasalahan masyarakat dalam hal ini
pembudidaya udang yang tambaknya terbengkalai. Model ini berhasil meningkatkan produksi
udang khususnya vannamei dan kesejahteraan pembudidaya udang, yang mempunyai dampak
positif terhadap pembangunan nasional, khususnya pemulihan perekonomian di Indonesia.
Perlu diketahui oleh semua stakehoders atau lembaga yang terkait lainnya seperti
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), insan Perbankan atau lembaga keuangan lainnya
bahwa masih banyak tambak terbengkalai yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi dari PT
CP Prima, tambak terbengkalai di Indonesia antara lain ada di daerah Jawa Timur (Bangkalan,

Sumenep, Gresik, Lamongan, Tuban), Sulawesi (Maros, Pangkep, Barru, Pinrang, Bone,
Bulukumba, dll), Jawa Tengah (mulai Demak-Kendal dan mulai Brebes-Tegal), Kalimantan
Timur juga masih terdapat 100.000 ha tidak produktif.
Dengan masih banyaknya tambak terbengkalai yang ada di Indonesia tersebut, maka
untuk mempercepat pengaktifan kembali kegiatan budidaya udang adalah dengan sinergi dari
berbagai stakeholders dan lembaga keuangan (perbankan). Beberapa stakeholders antara lain
DKP sebagai lembaga yang menaungi bidang perikanan, Perusahaan Perikanan Swasta (PT CP
Prima) yang mempunyai Standard Operational Procedure (SOP) yang telah memperhatikan
aspek lingkungan (bebas antibiotik) dan sudah teruji keberhasilannya, Perbankan sebagai
Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

5

lembaga keuangan yang dapat mendukung percepatan pengaktifan kembali tambak terbengkalai
dan Perguruan Tinggi (Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan/ PS-SEPK
Faperik Unibraw) sebagai lembaga ilmiah yang mendukung dalam hal kajian ilmiah baik dari

aspek sosial, ekonomi dan ekologi untuk keberlanjutan kegiatan atau program, seperti model
pengaktifan kembali tambak terbengkalai melalui model kampoeng vannamei ini. Sinergi dari
stakeholders tersebut akan dapat mempercepat program pengaktifan kembali.
Perlunya sinergi ini juga disampaikan oleh Koeshendrajana (2007) bahwa, permasalahan
mendasar untuk pencapaian target peningkatan produksi ikan 20 % per tahun adalah pada
sinkronisasi dan implementasi pelaksanaan kegiatan masing-masing institusi terkait secara
komprehensif dan konsisten. Untuk itu, diperlukan suatu tim yang mampu merekatkan,
melakukan sinergi dan implementasi atas kesepakatan-kesepakatan yang telah diperoleh. Salah
satu yang perlu di tindak lanjuti dari beberapa catatan yang diberikan oleh Koeshendrajana yang
berkaitan dengan tema makalah ini adalah (1) Upaya percepatan adopsi teknologi budidaya yang
telah dihasilkan; (2) Upaya penguatan modal bagi nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan
skala kecil; (3) Perubahan pengelolaan perikanan ke arah ko-manajemen.

TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Analisa ekonomi model kampoeng vannamei, binaan PT CP Prima
2. Menggugah insan perbankan dan stakeholders bidang budidaya dalam upaya percepatan
pengaktifan kembali tambak terbengkalai
3. Mendiskripsikan model kampoeng vannamei sebagai alternatif model yang mendukung
peningkatan produksi perikanan 20 persen khususnya komoditi udang vannamei.


Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

6

ANALISA EKONOMI MODEL KAMPOENG VANNAMEI
1. Analisis Peluang Pasar


Prospek/Peluang Pemasaran Produk (Udang)
Untuk mengetahui peluang pasar suatu komoditi termasuk udang dapat digunakan

metode trend kuadratik (Djarwanto,1982) dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + bX + cX2
Keterangan :
Y = estimasi jumlah permintaan udang tahun mendatang

X = jumlah permintaan aktual
Untuk memperoleh nilai a, b, c digunakan persamaan normal sebagai berikut
ΣY

= an + b ΣX + c ΣX2

Σ XY = a ΣX + b ΣX2 + c ΣX3
Σ X2Y = a ΣX2 + b ΣX3 + c ΣX4
Dalam perhitungan digunakan metode least squares, dimana X menunjukkan deviasi tahun yang
dinyatakan dengan …,-3,-2,-1,0,1,2,3,… atau….-3,-2,1,2,3…tergantung jumlah tahun genap
atau ganjil. Dengan demikian ΣX dan ΣX3 akan sama dengan nol, sehingga persamaan normal
tersebut dapat dinyatakan dengan :
ΣY

= an + c ΣX2

Σ XY = b ΣX2
Σ X2Y = a ΣX2 + c ΣX4
Nilai b dapat langsung dihitung dari persamaan normal kedua, sedangkan nilai a dan c secara
simultan dapat dihitung dari persamaan pertama dan ketiga.

a = nilai Y bila X = 0
b = trend increment
c = perubahan pada kecondongan per unit X, yaitu 1 tahun
Prospek atau peluang pemasaran udang dapat dilihat dari estimasi trend permintaan dan
penawaran udang pada waktu mendatang. Jika permintaan lebih besar dari penawaran artinya
masih baik prospek atau peluang ke depan. Dari data permintaan dan penawaran udang di dunia
mulai tahun 2004 sampai 2007 dapat dianalisa prospek atau peluang pemasaran udang pada

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

7

tahun mendatang misalnya mulai tahun 2009-2018. Data yang diperlukan dalam menganalisis
peluang pasar yaitu data permintaan dan penawaran beberapa tahun sebelumnya.
Data permintaan udang dunia dari berbagai negara tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini :
Tabel 2. Data Permintaan Udang Dunia Tahun 2004-2008 (ton)
Negara

Tahun
2006

2004
2005
2007
2008
US
587
597
689
760
838
Japan
298
288
300
302
304
EU
209
225
242
259
276
Others
227
238
250
263
276
Total
1.321
1.349
1.481
1.583
1.694
Sumber : FAO (2006) and GSOL (2006) Survey dalam Suryadjaya dan Koesmanto, 2007
Selanjutnya agar dapat dianalisa dengan formula trend kuadratik, maka beberapa data
yang diperlukan tampak pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Data Keperluan Formula Trend Kuadratik Permintaan Dunia Terhadap Komoditi
Udang
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Σ

Permintaan
1.321
1.349
1.481
1.583
1.694
7.328

X2
4
1
0
1
4
10

X
-2
-1
0
1
2
0

X4
16
1
0
1
16
34

XY
-2.642
-1.349
0
1.583
3.188
780

X2Y
5.284
1.349
0
1.583
6.376
14.592

Dengan menggunakan formula trend kuadratik, maka dapat diestimasi permintaan udang pada
tahun-tahun mendatang misalnya tahun 2007 sampai 2017, sebagai berikut:
780 = 10 b b = 78
7.328

= 5a + 10 c

x2

= 14.656

= 10 a + 20 c

14.592

= 10 a + 34 c

x1

= 14.592

= 10 a + 34 c
c = - 4,57

7.328

= 5 a + 10 c

7.328

= 5a + 10 (-4,57)
5a = 7.328 + 45,7 = 7373,7
a = 1474

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

8

Dengan demikian persamaan kuadratik :
Y = 1.474 + 78 (X) - 4,57 (X)2
Dari persamaan kuadratik tersebut dapat diestimasi permintaan tahun 2008 sampai dengan tahu
2018 seperti tampak pada Tabel berikut :
Tabel 4. Estimasi Permintaan Udang Tahun 2009 – 2017 (ton)
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018

Nilai
Var X
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Estimasi Permintaan

Permintaan

Y = 1.474 + 78 (3) + 8.947(3)2
Y = 1.474 + 78 (4) + 8.947(4)2
Y = 1.474 + 78 (5) + 8.947(5)2
Y = 1.474 + 78 (6) + 8.947(6)2
Y = 1.474 + 78 (7) + 8.947(7)2
Y = 1.474 + 78 (8) + 8.947(8)2
Y = 1.474 + 78 (9) + 8.947(9)2
Y = 1.474 + 78 (10) + 8.947(10)2
Y = 1.474 + 78 (11) + 8.947(11)2
Y = 1.474 + 78 (12) + 8.947(12)2

82.231
144.938
225.539
324.034
440.423
574.706
726.883
896.954
1.084.919
1.290.778

Perhitungan Estimasi Penawaran Udang tahun 2009-2018
Data penawaran udang dunia dari berbagai negara tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini :
Negara
2004
China
375
Thailand
325
Vietnam
290
South Central America
225
Indonesia
190
India
126
Others
325
Total
1.856
Sumber : Suryadjaya dan Koesmanto, 2007

2005
408
374
310
289
197
143
347
2.069

Tahun
2006
450
387
347
333
206
152
402
2.276

2007
493
435
383
362
216
166
466
2.521

2008
540
494
419
386
225
187
541
2.791

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

9

Tabel 5. Penawaran Udang Dunia Tahun 2004-2008 (ton)
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
Σ

Penawaran
1.856
2.069
2.276
2.521
2.791
11.513

X2
4
1
0
1
4
10

X
-2
-1
0
1
2
0

X4
16
1
0
1
16
34

XY
-3.712
-2.069
0
2.521
5.582
2.322

X2Y
7.424
2.069
0
2.521
11.164
23.178

Dengan menggunakan formula trend kuadratik, maka dapat diestimasi penawaran udang pada
tahun-tahun mendatang misalnya tahun 2007 sampai 2017.
2.322 = 10 b  b = 232,2
11.513 = 5a + 10 c

x2

 23.026 = 10 a + 20 c

23.178 = 10 a + 34 c

x1

 23.178 = 10 a + 34 c
-14 c = -152  C = 10,857

11.513 = 5 a + 10 c
= 5a + 10 (10,857) a = 21,714
Dengan demikian persamaan kuadratik :
Y = 21,714 + 232,2 (X) + 10,857 (X)2
Dari persamaan kuadratik tersebut dapat diestimasi penawaran tahun 2007 sampai dengan tahu
2017 seperti tampak pada Tabel berikut :
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018

Tabel 6. Estimasi Penawaran Udang Beku Tahun 2007 – 2017 (ton)
Estimasi Penawaran
Penawaran
2
Y = 21,714 + 232,2 (3) + 10,857 (3)
98.431,31
Y = 21,714 + 232,2 (4) + 10,857 (4)2
174.662,50
Y = 21,714 + 232,2 (5) + 10,857 (5)2
272.607,10
2
Y = 21,714 + 232,2 (6) + 10,857 (6)
392.266,90
Y = 21,714 + 232,2 (7) + 10,857 (7)2
533.640,10
2
Y = 21,714 + 232,2 (8) + 10,857 (8)
696.727,30
Y = 21,714 + 232,2 (9) + 10,857 (9)2
881.528,50
2
Y = 21,714 + 232,2 (10) + 10,857 (10)
1.088.044,00
2
Y = 21,714 + 232,2 (11) + 10,857 (11)
1.316.273,00
Y = 21,714 + 232,2 (12) + 10,857 (12)2
1.566.216,00

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

10

Analisis peluang pasar udang
Table 7. Selisih Estimasi Permintaan dan Penawaran Udang (peluang pasar) Tahun
2009-2018 (ton)
Tahun

Permintaan
Penawaran
(a)
(b)
2009
82.231
98.431,31
2010
144.938
174.662,50
2011
225.539
272.607,10
2012
324.034
392.266,90
2013
440.423
533.640,10
2014
574.706
696.727,30
2015
726.883
881.528,50
2016
896.954
1.088.044,00
2017
1.084.919
1.316.273,00
2018
1.290.778
1.566.216,00
Sumber : hasil analisis data global shrimp outlook, 2007

Peluang
(a-b)
-16.200,30
-29.724,50
-47.068,70
-68.232,90
-93.217,10
-122.021,00
-154.646,00
-191.090,00
-231.354,00
-275.438,00

Berdasarkan hasil perhitungan estimasi permintaan dan penawaran menunjukkan bahwa nilai
permintaan lebih kecil daripada nilai estimasi penawaran udang untuk tahun 2009-2018. Hal ini
menunjukkan bahwa komoditi udang mempunyai peluang pasar yang prospek nya tidak bagus.
Tidak adanya peluang pasar udang ditunjukkan oleh selisih antara permintaan dan penawaran.
Dengan cara perhitungan yang sama, jika peluang pasar udang dilihat dari permintaan
dunia dan penawaran udang Indonesia maka akan tampak sebagai berikut :
Table 7. Selisih Estimasi Permintaan dan Penawaran Udang (peluang pasar) Tahun
2009-2018 (ton)
Tahun

Permintaan Udang Penawaran Udang
Dunia
Indonesia
(a)
(b)
2009
82.231
202,6333
2010
144.938
220,9250
2011
225.539
240,3000
2012
324.034
260,7583
2013
440.423
282,3000
2014
574.706
304,9250
2015
726.883
328,6333
2016
896.954
353,4250
2017
1.084.919
379,3000
2018
1.290.778
406,2583
Sumber : hasil analisis data global shrimp outlook, 2007

Peluang
(a-b)
82.028,37
144.717,10
225.298,70
323.773,20
440.140,70
574.401,10
726.554,40
896.600,60
1.084.540,00
1.290.372,00

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

11

Secara grafik estimasi permintaan, penawaran udangan dunia dan penawaran udang nasional
dapat dilihat pada gambar berikut :

Peluang pasar yang besar jika dilihat dari permintaan udang dunia dengan penawaran udang
nasional, perlu diimbangi dengan jumlah peningkatan produksi. Dengan demikian, perlu strategi
peningkatan produksi udang misalnya melalui mengaktifkan tambak yang idle. Peningkatan
produksi yang tinggi perlu diimbangi juga dengan perluasan pasar baik ekspor maupun
domestik. Negara pengekspor udang seperti China, Thailand, Vietnam, South Central America,
dan lain-lain mempunyai kontribusi yang cukup besar dengan volume ekspor diatas negara
Indonesia sebagai pemasok kebutuhan udang dunia. Terobosan yang dapat dilakukan Indonesia
dalam merebut pangsa pasar udang di pasar internasional dan domestik antara lain : (1)
Meningkatkan kualitas udang dengan bebas antibiotik, (2) Memperluas jaringan pasar ekspor,
(3) Meningkatkan peran kelembagaan pemasaran yang ada di Indonesia untuk negosiasi dengan
negara pengimpor udang, (4) Meningkatkan peran perusahaan perikanan swasta dalam ekspor
udang, (5) Meningkatkan peran asosiasi perikanan dalam pemasaran ekspor, (6) Meningkatkan
peran Perguruan Tinggi dalam hal pemasaran domestik produk udang melalui program promosi
makan ikan, peningkatan nilai tambah produk perikanan, dan lain-lain, (7) Meningkatkan sinergi
stakeholders bidang perikanan.

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

12

2. Analisa Breakeven Point (BEP) dan Rentabilitas Usaha
Analisa Breakeven Point (BEP) adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. BEP dapat juga dikatakan
sebagai suatu kondisi dimana usaha tidak mengalami keuntungan dan kerugian (impas). BEP
digunakan untuk mengetahui seberapa besar jumlah produksi yang harus dihasilkan untuk
mengetahui kondisi impas.
FC
BEP (Q) = ---------P - VC
Dimana :
BEP (Q) = jumlah produk udang yang dihasilkan dan terjual pada kondisi impas
P

= harga jual per unit

VC

= variable cost atau biaya variabel (Rp/musim)

FC

= fixed cost atau biaya tetap (Rp/musim)

Data hasil survey bersama antara PT. CP Prima dengan Program Studi Sosial Ekonomi
Perikanan dan Kelautan (PS-SEPK) Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang berkaitan
dengan kampoeng vannamei binaan PT. CP Prima adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Nilai BEP dan Rentabilitas Kampoeng Vannamei
No

Uraian
Trad-plus

1
2
2
3

Modal Tetap
Penyusutan
Biaya Tetap
Biaya

4

Variabel
Total

5

Produksi
Harga
jual
per unit
BEP
Rentabilitas

150.000.000
5.720.000
7.220.000
19.740000

Lahan Beli
SemiSemi
intensif
intensif
Up-grade
150.000.000 150.000.000
8.920.000
9.320.000
11.220.000
11.720.000
78.600.000 127.000.000

Mardiono

Trad-plus

150.000.000
9.320.000
11.720.000
151.746.775

32.200.000
5.720.000
7.220.000
19.740.000

Lahan sewa
Semi
Semi
intensif
intensif upgrade
68.200.000
68.200.000
8.920.000
9.320.000
11.220.000
11.720.000
78.600.000 127.000.000

Mardiono
68.200.000
9.320.000
11.720.000
151.746.775

1.200 kg

4.000

6.250 kg

7.122

1.200

4.000

6.250 kg

7.122

25.000

35.000

35.000

44.250

25.000

35.000

35.000

44.250

844
2%

731
33 %

798
53 %

511
101

844
9%

731
74 %

798
117 %

511
222 %

Usaha

Sumber : Hasil analisis data kampoeng vannamei, 2007
Berdasarkan rumus BEP tersebut dan data dari kampoeng vannamei, maka dapat dihitung nilai
BEP kawasan Kampoeng Vannamei. Data masing-masing sistem budidaya nampak nlai BEP

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

13

antara lahan yang beli dan sewa adalah sama. Secara grafik masing-masing nilai BEP pada
sistem budidaya udang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Rentabilitas adalah kemampuan modal dalam menghasilkan keuntungan. Nilai
rentabilitas usaha pada sistem budidaya tradisional plus, imbalan terhadap modal paling rendah
dibandingkan sistem budidaya yang lainnya. Apalagi pada kondisi lahan tambak beli, imbalan
terhadap modal jauh dibawah suku bunga bank. Kondisi terbaik imbalan terhadap modal pada
sistem semi intensif up-grade, namun berdasarkan pengalaman PT CP Prima, tingkat
keberhasilan yang tertinggi pada sistem semi intensif.

2. Analisa NPV, IRR, Net B/C an Payback Periode
Net Present Value adalah selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran)
yang telah di present valuekan. Kriteria ini mengatakan bahwa suatu kegiatan atau program
secara jangka panjang dikatakan menguntungkan jika NPV > 0 (positif). Net B/C (benefit cost
ratio) adalah mengukur layak tidaknya suatu program atau kegiatan dengan membandingkan
antara benefit bersih dari tahun-tahun yang bersangkutan dengan biaya bersih dalam tahun yang
telah memrhitungkan nilai uang pada saat sekarang. Jika net B/C > 1, maka suatu kegiatan atau
program dikatakan menguntungkan. Internal Rate Of Return (IRR) adalah suatu suku bunga
dimana NPV sama dengan 0. dengan demikian jika nilai IRR semakin besar diatas suku bunga
bank yang berlaku, maka suatu kegiatan atau proyek dikatakan menguntungkan. Payback period
merupakan waktu atau periode yang diperlukan untuk membayar kembali atau mengembalikan
semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Jadi payback period
merupakan metode yang mencoba mengukur seberapa cepat investasi akan kembali dengan jalan
membagi nilai investasi awal dengan rata-rata present value dari net benefit lebih besar dari suku
bunga yang berlaku dan payback period lebih pendek dari waktu yang disyaratkan.
Beberapa skenario yang diterapkan dalam budidaya udang model kampoeng vannamei
yaitu berkaitan dengan harga, size, banyaknya panen, lahan sewa, lahan beli, dan terjadi
kenaikan biaya, hasil evaluasi kelayakan usaha menunjukkan bahwa model kampoeng vannamei
sangat menguntungkan dan rata-rata periode pengembalian investasi relatif pendek. Berdasarkan
perhitungan dan beberapa skenario yang diterapkan, maka tingkat kelayakan model kampoeng
vannamei dapat dilihat pada Tabel berikut :
Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007
Tabel 9.
No

14

Tingkat Kelayakan Model Kampoeng Vannamei Berdasarkan Beberapa
Skenario

Skenario

NPV

1

IRR

Dalam masa 2 tahun 5
613.783.392
110 %
kali panen (masa
persiapa lahan dan
pemeliharaan sekitar 4,5
bulan)
2
Dalam 2 tahun 5 kali
155.367.891
46 %
musim tanam dan
andaikan terjadi
penurunan penerimaan
20% per tahun
3
Dalam 1 tahun hanya 2
451.449.095
84 %
kali musim panen
4
Dalam 1 tahun bisa 3
778.633.966
135 %
kali musim panen (masa
persiapan lahan dan
pemeliharaan sekitar 4
bulan)
5
Dalam 1 tahun bisa 3
833.693.103
470 %
kali panen, tidak ada
investasi lahan (lahan
tambak sewa Rp.
10.000.000/ha/th)
6
Dalam waktu 1 tahun
481.919.080
92 %
bisa 3 kali musim panen
dan andaikan terjadi
kenaikan biaya 20 % per
tahun
Sumber : Hasil Analisis Data Kampoeng Vannamei, 2007

Net B/C

Payback
Periode (Th)

5,8567

1,33

2,3600

3,15

4,69

1,67

7,71

1,071

32,3

0,77

5,08

1,52

Dari berbagai skenario diatas, tampak bahwa secara jangka panjang model kampoeng vannamei
masih menguntungkan atau layak dilakukan. Bahkan andaikan terjadi penurunan penerimaan
atau kenaikan biaya 20 % pun masih layak.

PENUTUP

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)

Makalah-Indoaqua 2007

15

Model kampoeng vannamei, dilihat dari pengaktifan kembali tambak idle merupakan
terobosan dalam hal peningkatan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga dari aspek teknis, SOP
PT. CP Prima sudah teruji keberhasilannya dalam mengaktifkan kembali tambak idle. Dilihat
dari aspek ekonomi, secara jangka pendek maupun panjang, model kampoeng vannamei
menguntungkan atau layak diteruskan untuk mempercepat pengaktifan kembali tambak idle
yang ada di Indonesia. Percepatan tersebut akan segera terwujud jika ada sinergi antara PT. CP
Prima, perbankan (pendanaan), DKP dan Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya Malang).
DAFTAR PUSTAKA
Ahyari, A. 1989. Anggaran Perusahaan, Pendekatan Kuantitatif Buku II. Penerbit BPFE.
Yogakarta.
Suryadjaya dan Koesmanto, 2007. Global Shrimp Outlook. Seminar Sehari PT. CP Prima
Surabaya. Penerapan “Good Aquaculture Practices” (GAP). Mercure Grand
Mirama Hotel, Surabaya
Tri Waluyo, 2007. Informasi Budidaya Udang di Kampoeng Vannamei Gresik & Lamongan
Jawa Timur. PT Centra Proteina Prima. Surabaya
Gittinger, 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua, Telah Direvisi dan
Diperluas Lengkap. UI Press-Johns Hopkins Seri Edi DalamPembangunan
Ekonomi. Jakarta
Kadariah, Karlina, Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi. Kerjasama Antara
Program Perencanaan Nasional Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
FEUI dengan Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta
Koeshendrajana, S. 2007. Sinkronisasi “Aksi” Peningkatan Produksi Tangkap, Budidaya
dan Penanggulangan Susut Hasil. Makalah disampaikan pada Forum Sosek:
Pencarian Strategi Pencapaian Target Peningkatan Produksi Perikanan20%. Hotel
Santika, 24 Mei 2007. Jakarta.
Pudjosumarto, M. 1988. Evaluasi Proyek, Uraian Singkat dan Soal Jawab. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.
Supranto, 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Sanusi, 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI Jakarta.

Disampaikan oleh:
Dr.Ir.Harsuko Riniwati, MP (PS-SEPK Faperik Unibraw Malang); Ir. Nonot Triwaluyo
(PT. CP Prima); Ir. Junaedi Ispinanto (PT.CP Prima)