RELASI KIAI DAN SANTRI PADA PESANTREN SA

RELASI KIAI DAN SANTRI PADA PESANTREN SALAF
(PERSPEKTIF SOSIO-HISTORIS DAN TEKSTUAL-NORMATIF)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam
yang dibimbing oleh Bapak Zainal Abidin, M.Si.

IAIN JEMBER
Disusun oleh:
Aida Nur Kumala

(T20171013)

Nafisah Amaliah

(T20171014)

Indana Azza Faradis

(T20171015)

Wahibatul Mukarromah


(T20171016)

Nurul Qomariyah

(T20171017)

Siti Habibatul Fitria

(T20171018)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
NOVEMBER 2017

1

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami

panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang “Relasi Kiai dan Santri pada
Pesantren Salaf dalam Lingkup Nahdlatul Ulama (Perspektif Sosio-Historis dan TekstualNormatif)”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Kami berharap semoga makalah tentang “Relasi Kiai dan Santri pada Pesantren Salaf
(Perspektif Sosio-Historis dan Tekstual-Normatif) dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jember, 18 Desember 2017
Penulis,

2

DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................................... 1
Kata Pengantar .......................................................................................................................... 2
Daftar Isi..................................................................................................................................... 3

BAB I

PENDAHULUAN......................................................................................... 4
1. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 4
2. Rumusan Masalah..................................................................................... 5
3. Tujuan Penulisan....................................................................................... 5

BAB II

PEMBAHASAN ............................................................................................ 6
1. Relasi Kiai dan Santri................................................................................ 6
2. Nilai yang Membentuk Pola Relasi Kiai dan Santri.................................7
3. Pengaruh Perubahan Gaya Hidup Modern terhadap Relasi Kiai
dan Santri..................................................................................................10

BAB III

PENUTUP ......................................................................................................15
Kesimpulan......................................................................................................15


Daftar Pustaka ...........................................................................................................................16

3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di kalangan masyarakat santri, figur kiai, secara umum kerap dipersepsikan masyarakat
sebagai pribadi yang integratif dan merupakan cerminan tradisi keilmuan dan kepemimpinan,
‘alim, menguasai ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan mengedepankan penampilan perilaku
berbudi yang patut diteladani umatnya. Semakin tinggi tingkat kealiman dan rasa tawadlu’ kiai
akan semakin tinggi pula derajat penghormatan yang diberikan santri dan masyarakat.
Islam mengajarkan kita untuk menghormati orang tua, dalam firman Allah surat Al Israa’
ayat yang berbunyi

‫سانا ِإما يَبلغَن ِع َ َ ال ِ بَ َر ا َ َح ه ا َ ا َ ِكاَه َ ا فَأ تَق‬
َ ‫ين اِح‬
ِ َ ‫الوا ِل‬
َ ‫َ َق َ ي َربُكَ اَآ ت َعب اِا إيا َ ِب‬

Yang artinya Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain
Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka janganlah sekali kali kamu mengatakan perkatan “ahh” kepada mereka dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Kiai sebagai guru di pondok pesantren adalah orangtua kedua kita, namun perlakuan kita
terhadap keduanya sangatlah berbeda. Kecenderungan sopan santun lebih ditonjolkan kita
kepada guru, bukan kepada orang tua. Padahal dalam kedudukannya lebih utama orang tua
daripada guru. Sedangkan penerapan kesopanan dari pondok pesantren harus diterapkan pula
kepada orang tua.

4

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian relasi kiai dan santri ?
2. Apa nilai-nilai yang membentuk pola relasi antara kiai dan santri?
3. Bagaimana pengaruh perubahan gaya hidup modern terhadap relasi kiai dan santri?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mendeskripsikan pengertian relasi kiai dan santri.
2. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai yang membentuk pola relasi antara kiai dan
santri.
3. Untuk mendeskripsikan pengaruh perubahan gaya hidup modern terhadap relasi kiai
dan santri.

5

BAB II
PEMBAHAHASAN

1. Relasi Kiai dan Santri
Di kalangan masyarakat santri, figur kiai, secara umum kerap dipersepsikan masyarakat
sebagai pribadi yang integratif dan merupakan cerminan keilmuan dan kepemimpinan, ‘alim,
menguasai ilmu agama (tafaqquh fiddin) dan mengedepankan penampilan perilaku berbudi
yang patut diteladani umatnya. Semakin tinggi tingkat kealiman dan rasa tawadlu’ sang kiai akan
semakin tinggi pula derajat penghormatan yang diberikan santri dan masyarakat.
Dibeberapa pesantren dapat dijumpai santri yang berjalan duduk ketika menghadap
kiainya, santri juga berdiri. Santri sebagai elemen dalam tradisi pesantren yang kedudukannya
lebih rendah dari kyai. Sebagai pengikut, santri harus senantiasa taat, tawadu dan hormat kepada

gurunya. Santri dalam kehidupan sehari-harinya harus senantiasa mengikuti
Peran Pondok Pesantren Sidogiri memiliki konsep dalam membangun kualitas santrinya
agar mampu memahami dan mengamalkan syariat Islam secara kaffah, berprestasi tinggi dalam
bidang ilmu yang ditekuninya dan cakap menghadapi persoalan hidup. Peribadatan dan sikap
yang ditekankan tersebut telah menjadi kunci utama santri dalam melaksanakan tugas-tugas
kesehariannya. Bahkan dalam kegiatannya senantiasa dilakukan secara tertib dan bersama-sama.
Upaya ini dilakukan karena mengingat pondok pesantren dan kiainya adalah publik figur bagi
umat Islam juga menyimpan ukhuwah atau persaudaraan di antara sesama muslim.1
Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran, bahwa Allah meciptakan manusia di muka
bumi ini adalah semata mata untuk beribadah kepada-Nya. Beribadah dalam hal ini adalah
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Konsep ini yang kemudian
1

Sugeng Haryanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok Pesantren. Kementrian Agama
RI. Jakarta:2012. Hlm 265

6

dikenal dengan taqwa. Ketaqwaan merupakan ukuran bagi Allah terhadap derajat
kemanusiaannya, dan hanya manusia yang mau berfikir dan mampu memenuhi segala tanggung

jawab dan tugasnya di muka bumi ini untuk mendapatkan derajat yang tertinggi disisi Allah
SWT (QS Al-Mujadilah:11)

2. Nilai yang Membentuk Pola Relasi Kiai dan Santri.
Pola relasi kiai dan santri yang dibentuk dalam pesantren adalah bagaimana cara seorang
santri mengikuti apa yang dititahkan oleh seorang kyai. Relasi kiai dan santri sangat berbeda
dengan relasi santri dan ustadz, relasi siswa dan guru disekolah serta relasi mahasiswa dengan
dosen. Penghormatan santri kepada kiainya melampaui penghormatan anak kepada orangtuanya.
Dibeberapa pesantren sering dijumpai santri yang berjalan duduk ketika menghadap
kiainya. Santri juga berdiri seketika tatkala kiai lewat didepannya. Santri juga menghentikan
langkah kaki dan menundukkan pada saat berpapasan dengan kiai yang sama-sama bejalan
kakim hingga jarak antara keduanya agak jauh. Uniknya, (sebagian) kiai tidak melarang skap
santri tersebut, sehingga sikap semacam itu menjadi kultur yang lestari di pesantren, terutama di
pesantren-pesantren salaf.2
Mengolaborasi jawaban dari Muhammad Arif Murobby sebagai alumni Pondok
Pesantren Sidogiri dia melakukan hal tersebut mulai berjalan duduk saat menghadap kiai
bukanlah suatu keberatan namun ia melakukannya dengan senang hati dan sebagai bentuk rasa
hormat serta mengagunkan kiai sebagai ahlul ilmi karena apa yang telah diberikan gurunya
melebihi apa yang diberikan oleh orangtuanya.3


2
3

Babun Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat, Imtiyaz, Surabaya, 2011. Hlm. 84
Wawancara dengan M. Arif Murobby. Tanggal 5 Desember 2017 di depan Gedung Kuliah Terpadu IAIN Jember.

7

‫توقيريه قيل ما صل من صل ا با‬

‫لب ا العلم ا ي ا العلم ا ي فع به اا بتعظيم العلم ه تعظيم ااستا‬

‫اعلم با‬

‫الحرمة من س ط من س ط اا بتر الحرمة تعظيم‬
Artinya "Ketahuilah bahwa pelajar tidak akan dapat meraih ilmu dan memanfaatkan
ilmunya kecuali dengan menghormati ilmu dan ahli ilmu serta menghormati dan mengagungkan
gurunya. Diungkapakan "orang yang ingin mencapai sesuatu tidak akan berhasil kecuali dengan
menghargai, dan orang tidak akan jatuh dalam kegagalan kecuali dengan meninggalkan aspek
(rasa hormat) dan mengagungkannya. 4

Bahkan dalam hal ini Imam Al-Ghazali lebih menempatkan guru lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan orang tua. Sebab gurulah yang mengantarkan seorang anak (murid)
meraih kebahagiaan akhirat, sedangkan orang tua hanya terbatas pada kebahagiaan dunia,
maksudnya hanya mengasuh dan membesarkannya saja. Tentu saja yang dimaksud beliau ini
adalah guru yang mengajarkan agama.
Selain itu, masalah bagaimana penghormatan santri pada kiainya itu tergantung tradisi
dari masing-masing pondok pesantren baik pondok salaf maupun pondok modern. Dan rata rata
di Indonesia seperti itu, jika kiai lewat didepannya santri berdiri dan santri berjalan duduk bila
menghadap kiai.
Relasi kiai dan santri sangat berbeda dengan relasi santri dan ustadz, relasi siswa dan
guru disekolah serta relasi mahasiswa dengan dosen. Penghormatan santri kepada kiainya
melampaui penghormatan anak kepada orangtuanya. Sejauh ini penulis belum menemukan
sejauh anak (yang santri) yang berjalan duduk dihadapan bapak-ibunya, sebagaimana dia
berjalan duduk didepan kiainya. Padahal dimata Allah strata kedua orang tua lebih tinggi

4

Ma’ruf Asrori. Etika Belajar Bagi Pe u tut Il u Terje ah Takli ul Muta’allim. Al-Miftah. Surabaya:2012. Hlm 39.

8


dibanding strata guru (baca : kiai). Nabi Muhammad menegaskan bahwa ridha Allah berjalan
seirig ridla orang tua. Demikian juga, murka Allah terjadi karena murka orang tua.5
Islam mengajarkan kita untuk menghormati orang tua, tapi mengapa setelah terjun ke
pondok pesantren lebih menghormati kiai dari pada orang tua kita sendiri? Penghormatan yang
luar biasa dari santri kepada sang kiai terjadi karena dalam kultur pesantren penyerahan diri
kepada kiai merupakan persyaratan mutlak agar memungkinkan seseorang menjadi anak didik
kiai. Santri harus memperoleh kerelaan kiai dengan mengikuti segenap kehendaknya dan juga
melayani segenap kepentingannya. Kerelaan kiai yang lazim disebut dengan barokah merupakan
alasan tempat berpijak santri dalam menuntut ilmu di pondok pesantren. Sikap dan perbuatan
“tidak sopan” dalam ukuran pesantren diyakini akan berimplikasi terhadap ketidakbarokahan
ilmu yang diperoleh.
Apapun yang disampaikan oleh kiai selalu benar atau sudah menjadi fatwa. Ketika kiai di
pondok Tempurejo mengatakan bahwa surban itu ditempatkan di kepala bukan sebagai sajadah,
sejak saat itu para santri tidak pernah lagi menggunakan surban sebagai sajadah.
Dalam kegiatan belajar juga terdapat kecenderungan bahwa santri sekedar menyimak dan
mencatat apa yang dituturkan kiai. Jarang sekali terjadi dialog apalagi sanggahan dari santri
terhadap pandangan-pandangan kiainya. Seakan pandangan-pandangan kiai itu selalu benar
adanya. Santri yang berani mendebat kiainya akan dicap sebagai santri yang congkak dan tidak
berakhlakul karimah, yang ujung-ujungnya ilmu yang diperoleh di pesantren tidak akan
barokah.6
Posisi guru begitu terhormat sebagai orang yang ‘alim, ke’aliman ini meliputi hampir
seluruh cabang keilmuan dalam islam. Namun demikian ada sepesifikasi yang membuatnya

5
6

Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat. Hlm. 84
Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat. Hlm. 85

9

mayshur, seperti ahli hadis bagi Imam Bukhari dengan karyanya Shahih Bukhari, ahli tasawuf
dan fiqih bagi Imam Ghazali dengan karya monumentalnya Ilhya’ Ulum al-Din, Ahli dalam tata
bahasa Arab seperti Muhammad bin Malik al-Andalausy dengan karyanya Nadzam al-Fiyah
ibnu malik, dan para ulama pendiri madzhab.7

3. Perubahan Gaya Hidup Modern Terhadap Relasi Kiai dan Santri.
Dunia modern telah mengubah hubungan antara santri dengan kiai dari hubungan
yang bersifat paternalistik menjadi bentuk hubungan yang lebih fungsional. Sebagian kiai di
beberapa pesantren kini tidak lagi mengurusi semua hal. Pengelolaan pesantren sering
diserahkan kepada seorang pengurus. Kadang-kadang pengurus tersebut adalah anak sang
kiai sendiri atau mantan santri yang dipercaya oleh sang kiai. Selain itu, pesantren juga sering
menjadi yayasan sebagai tindakan pencegahan agar pesantren tersebut tidak lenyap bersama
sang kiai jika para ahli warisnya tidak mau melanjutkan fungsi ayah mereka. Para santrinya
juga semakin terbuka terhadap dunia luar.
Di pesantren modern di mana referensi kitab kuning tidak lagi menjadi referensi
utama, peranan kiai pun menjadi berkurang, sebab dalam penyampaian ilmu agama atau
bahkan ilmu non agama biasanya tidak disampaikan langsung oleh kiai. Hal ini
menyebabkan fungsi dan peran kiai sebagai pewaris ilmu di masa keagungan Islam dahulu
tidak lagi menjadi tema sentral. Sehingga kharisma kiai menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan kepercayaan santri terhadap kiai terutama di pesantren modern menjadi
berkurang pula. Selain itu berkurangnya peranan kiai dalam proses pembelajaran santri di
pesantren menyebabkan menurunnya ketergantungan santri terhadap kiai.

7

Sya’roni. Model Relasi Ideal Guru dan Murid. Teras.Yogyakarta:2007.hlm 23.

10

Krisis yang pada awalnya berkembang pada umat manusia di Dunia Pertama yang
modern, semisal dunia barat, kini telah menambah hamper seluruh umat manusia di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Kenyataannya menunjukkan : bangsa Indonesia yang sering
disebut religious, dengan segala keramah-tamahannya, sekarang justru berada dalam penjara pop
culture yang dekaden, serta hidup dengan berpura-puraan.

Hal semacam itu pula yang mulai terjadi di dunia pesantren. Lembaga yang sejatinya
merupakan sumber kearifan dan memiliki daya resistensi tinggi terhadap segala proses
pemudaran nilai-nilai moral lambat tapi pasti mulai terperangkap ke dalam kehidupan yang
dehumanistik yang berlawanan dengan sifat-sifat manusia yang fitri. Gejala yang tampak pada
akhir-akhir ini menunjukan bahwa masyarakat pesantren mulai terbiasa dengan sikap dan
perilaku yang pragmatis dan formalistic, serta menjadi pula bagian dari pop culture. Nilai-nilai
yang dulu dijunjung tinggi dalam dunia pesantren, seperti keikhlasan, semangat keilmuan yan
tinggi, kesederhanaan (lebih mementingkan roh ketimbang bentuk), dan keteladanan yang arif,
kini mulai menghilang, terutama pada tataran pelaksanaan dalam kehidupan komunitas pesantren
(siswa, guru, masyarakat sekitar, dan sebagainya).8
Perubahan gaya hidup modern yang identik dengan gaya hidup kebarat baratan
(cenderung mengikuti budaya barat) Apakah hal ini memepengaruhi perubahan gaya hidup
modern terhadap relasi kiai dan santri? Menurut M Arif Murobby pola relasi kiai dan santri
tetap berjalan sebagaimana warisan terdahulu. Terlebih lagi dipondok salaf seperti Pondok
Pesantren Sidogiri yang lebih menekankan pada pembangunan karakter (berakhlakul
karimah) dan mencetak santri yang ibadillahi sholihin. Warisan leluhur dan kultur positif
harus tetap dijalankan sehingga sampai ini tidak ada perubahan etika santri terhadap kiai.9
. Abd A’la. Pembaruan Pesantren.Pustaka Pesantren.Surabaya:2006.hlm 30.
Wawancara dengan M. Arif Murobby. Tanggal 12 Desember 2017 di Ajung.

8

9

11

Walaupun hidup di zaman modern dia masih menggunakan pola pikir tradisional dan
menjalankan tradisi pesantren dalam hubungan kiai dan santri. Karena tradisi ini baik dan
harus dipertahankan, ditengah-tengah pergeseran akhlak oleh masyarakat dan mahasiswa
zaman now.

Pola relasi kiai dan santri di Pondok Pesantren Sidogiri ini masih berjalan dengan
baik. Jangankan untuk menghormati kiai, kepada tamu kiai saja para santri menghormati
mereka sebagaimana mereka menghormati sang kiai. Misalnya ketika mobil tamu kiai
datang, para santri berdiri sebagai bentuk penghormatan. Selain itu jika tiba waktu
perpulangan saat akan pamit pada kiai, para santri antri menurut wilayah yang sudah
ditentukan memasuki area dalem (rumah kiai) mereka berjalan dengan duduk.
Peristiwa seperti itu bukanlah hal yang janggal karena dalam tradisi itu adalah salah
satu kewajiban seorang santri untuk menghormati kiainya sebagai ahlul ilmi. Jadi, pandangan
orang modern yang tidak pernah menjadi santri dan merasakan kehidupan pesantren itu
adalah hal yang janggal karena tradisi yang mereka lalui di sekolah sangat berbeda dengan
tradisi di pesantren.
Pandangan orang modern terhadap guru hanyalah sebagai fasilitator dan sebagai
media transfer ilmu. Bila menggunakan pemikiran tradisional, guru adalah sebagai pendidik.
Maksudnya, bagaimana guru bisa mengajak muridnya untuk merealisasikan teori yang
diajarkan dalam kehidupan sehari-hari dan pendidikan yang seperti ini hanya bisa diapat
dipesantren sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap sikap dan pola pikir juga.
Perubahan gaya hidup modern terhadap relasi kiai dan santri salah satunya
mempengaruhi pola pikir masyarakat. Banyak dari mereka yang berfikir bahwa cara santri

12

menghormati guru (baca:kiai) sampai sedemikian rupa terlalu berlebihan. Sebagaimana firman
Allah dalam surat al hujurat ayat 13
‫كر َم م ِع َ هِ اَت َ م اِ هَ َع ِليم َخ ِبير‬
َ َ‫يَآ ي َ ا ال ا س ا نا خل م من كر انثى جعل م شعوبا قبآ ئل لتعا رفوا اِ ا‬
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu salingmengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”10
Bila dikaji secara detail yang menjadikan kita sebagai orang yang bertaqwa adalah guru.
Yang membuat kita diangkat derajatnya karena ilmu itu semua karena guru. Jadi kewajiban
seorang murid bagaimanapun yang terjadi pada dia itu semua karena jasa guru yang memberikan
bekal ilmu. Bagaimana kita dihadapan Allah? Wallahu A’lam. Karena hanya Allah yang
mengetahui kadar keimanan seseorang.
Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang sarat nilai dan tradisi luhur yang telah
menjadi karakteristik pesantren pada hampir seluruh perjalanan sejarahnya. Secara potensial,
karakteristik tersebut memiliki peluang cukup besar untuk dijadikan dasar pijakan dalam rangka
menyikapi globalisasi dan persoalan-persoalan lain yang menghadang pesantren, secara khusus,
dan masyarakat luas, secara umum. Misalnya, kemandirian, keikhlasan, dan kesederhanaan :
ketiganya merupakan nilai-nilai yang dapat melepaskan masyarakat dari dampak negative
globalisasi dalam bentuk ketergantungan dan pola hidup konsumerisme yang lambat tapi pasti
akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan umat manusia.
Persoalan adalah bagaimana mengembangkan dan melabuhkan nilai-nilai tersebut dala
hidup keseharian santri dan masyarakat, serta merumus ulang nilai-nilai tersebut dalam konteks
kekinian. Sebab tanpa adanya upaya ini, nilai-nilai tersebut akan menjadi symbol-simbol
10

, Quran Tajwid, Maghfirah Pustaka. Jakarta: 2006. hlm 517

13

formalistic yang tidak menjadi sumber rujukan dalam sikap dan perilaku mereka serta tidak
memiliki gaung nyata dalam kehidupan.
Strategi dasar yang perlu dilakukan untuk mencapai kearah itu adalah pengembalian
pendidikan pada makna hakiki. Dewasa ini, pendidikan telah mengalami pembiasaan arti dengan
melihatnya sekedar sebagai wacana pengajaran yang lebih menitik beratkan kepada transfer
pengetahuan semata. Bahkan, dalam kasus-kasus tertentu, pendidikan telah diidentikkan dengan
sekedar perolehan ijazah, atau atribut-atribut formal yang bersifat artificial lainnya. Pandangan
semacam itu perlu didekonstruksi sekaligs direformulasi dengan meletakkkannnya sebagai
proses manusia untuk having dan memantapkannya sebagai being. Dalam pengertian ini, nilainilai dan perluasan wawasan serta kemampuan manusia sehingga mereka benar-benar
tercerahkan.11

11

A’la. Pembaruan Pesantren. Hlm 9

14

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kiai memegang kedudukan ganda yaitu sebagai pemilik dan pengasuh pondok
pesantren. Kiai terpandang dalam ilmu agama sehingga seringkali beliau dipandang
sebagai ulama’, karena dipandang sebagai ulama’ seringkali dipandang sebagai
warotsatul anbiya’.
Nilai-nilai yang membentuk pola relasi kiai dan santri adalah menghormati guru
(baca:kiai) sebagai orang tua kedua. Melestarikan kultur positif dan budaya luhur yang
mengarahkan kita untuk selalu menghormati guru sebagai ahlul ilmi. Kiai membiarkan
tradisi seperti itu tetap lestari untuk membentuk karakter dan akhlak mulia santri
disamping itu untuk mempertahankan status kewibawaan atau kharisma.
Pengaruh perubahan gaya hidup modern terhadap relasi kiai dan santri berdampak
pada cara berfikir masyarakat yang membuat terjadi pergeseran. Dalam hal ini,
pendidikan sangat diperlukan sebagai proses penanaman nilai-nilai dan perluasan
wawasan serta kemampuan manusia sehingga mereka benar benar tercerahkan.

15

DAFTAR PUSTAKA

, 2006. Quran Tajwid. Jakarta: Maghfirah Pustaka.
A’la, Abd. 2006. Pembaharuan Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Asori, Ma’ruf. 2012. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu.Surabaya: Al-Miftah.
Suharto, Babun. 2011. Dari Pesantren Untuk Umat. Surabaya:Imtiyaz.
Sya’roni.2007. Model Relasi Ideal Guru dan Murid.Yogyakarta: Teras.
Haryanto, Sugeng. 2012.Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai di Pondok
Pesantren.Surabaya: Kementerian Agama RI.

16

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25