ALIGARH DI ANAK BENUA INDIA (1)
1
MAKALAH REVISI
ALIGARH DI ANAK BENUA INDIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Individu Pada Mata Kuliah
Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ja’far Siddik, MA
Dr. Jubaidah, M.Ag
Moderator:
Muriah Pasaribu
Oleh :
BUKHORI
Nim : 3003163016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal abad ke-19 kerajaan Mughal memasuki fase keruntuhan.
Seiring dengan runtuhnya kerajaan Mughal, masyarakat Muslim Indo-Pakistan
pun ikut runtuh. Kemegahan budaya, intelektual dan kekuasaan mereka memudar
dengan cepat. Sebaliknya, orang-orang Hindu, yang pada masa kejayaan Islam di
anak benua India merupakan masyarakat kelas bawah, kecuali pada Akbar, kini
mulai mendominasi seluruh lapangan kehidupan. Hal ini memang bertentangan
dengan sejarah masa lalu mereka.
Inilah yang menandai mulainya sejarah kontemporer umat Muslim di
anak benua India. Pergantian rezim ini menggerakkan beberapa kekuatan yang
menimbulkan perubahan sejumlah praktek keagamaan dan struktur sosio politik
umat Muslim di anak benua ini dan pada ujungnya mengantarkan pada
pembentukan tiga negara nasional, dua di antaranya didominasi oleh mayoritas
Muslim, sedang satu di antaranya umat Muslim berada pada posisi minoritas.1
Makalah ini berusaha untuk rnengkaji lembaga pendidikan Aligarh yang
dirikan dan sang pencetus Sayyid Ahmad Khan, Dalam makalah ini penulis akan
memaparkan tentang riwayat hidup dan pemikiran Sayyid Ahmad Khan serta
gerakan Aligarh yang telah memberikan kontribusi dalam pentas pembaruan
sejarah umat Islam di India pada khususnya dan di Negara-negara Islam pada
umumnya.
.
1
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, judul asli:
A History of Islamic Societies, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Jilid ke-3, h. 261
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sayyid Ahmad Khan dan Ide Pembaharuannya
1. Riwayat Hidup Sayyid Ahmad Khan
Tokoh pembaharuan Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817
dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah Pembesar
Istana di zaman Alamghir II (1754 - 1759 M). Sayid Ahmad Khan Muhammad
Ali jinnah merupakan putra dari Mir Muttaqi, yang mana dia masih memiliki
keturunan dari kerajaan Mughal. Pada masa kecilnya Ahmad Khan ini
hidupnya dilalui dengan kesenangan dan kecukupan. Akan tetapi, setelah kakek
dan ayahnya meninggal, kekayaan yang dimililki oleh keluarganya mulai
menurun. Saat Ia berusia 21 tahun, Ia sudah mulai mencari penghidupannya
sendiri.
Awal karirnya adalah sebagai juru tulis tingkat rendahan, tapi tak lama Ia
diangkat sebagai Munsif (Wakil Hakim), dan pada tahun 1841 Ia ditempatkan
sebagai Munsif di Fatihpur sikri. Pada tahun 1846 dia minta untuk dipindah
tugaskan ke Delhi dan menetap disana sampai tahun 1854. Selama delapan
tahun inilah dia menyelesaikan pendidikannya. Hasil karya tulisan pertamanya
adalah ”Asar-ul-Sanadid” (peninggalan-peninggalan lama dari Delhi). Sebagai
seorang pejabat pengadilan dia dikenal sebagai pejabat negeri yang adil, cakap
dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. 2
Saat usianya genap 40 tahun (tahun 1857) terjdi peristiwa pemberontakan
Mutiny (pembunuhan pada orang-orang Eropa). Ia sangat menentang
pemberontakan itu dan bahkan dia membantu orang-orang Inggris.
Pemberontakan ini berakibat keras bagi kehidupan masyarakat islam. Karena
beberapa tahun setelah Mutiny, banyak umat muslim yang ditindas oleh bangsa
Inggris. Dia berfikir bahwa tragedi yang terjadi ini adalah karena kebodohan.
2
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 165
4
Sejak saat itulah dia mulai bertekat untuk mendidik orang yang memerintah
dan orang yang diperintah. Motto Sayid Ahmad Khan adalah: “didiklah!,
didiklah!, didiklah. Kemudian dia mulai mendirikan sekolah-sekolah, sekolah
pertama yang dia dirikan adalah pada tahun 1859 yang didirikan di Moradabad
dan yang kedua di Ghazipur tahun 1863. Sekolah ini didirikan dengan
kerjasama antara orang Islam dengan orang Hindu. Pada masa Pemberontakan
1857 ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang
Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggeris menganggap ia telah banyak berjasa
dan ingin membalas jasa tersebut, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggeris
ditolaknya, ia hanya menerima Gelar Sir dari pemerintahan Inggeris dari
berbagai hadiah yang ditawarkan tersebut. Hubungannya dengan pihak
Inggeris sangat baik dan inilah yang dipergunakannya untuk kepentingan
ummat Islam India.3
Ahmad Khan berpendapat bahwa usaha peningkatan kedudukan dan
kesejahteraan ummat Islam India dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan
Inggeris sebagai penguasa di India. Dalam fikirannya, menentang kekuasaan
Inggeris tidak akan membawa kebaikan bagi ummat Islam India tetapi akan
menjadikan umat Islam semakin mundur serta akan jauh ketinggalan dari
masyarakat Hindu India. Selain itu dasar ketinggian dan kekuatan Barat,
termasuk di dalamnya Inggeris, adalah ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Sehingga untuk mendapatkan kemajuan, ummat Islam harus pula
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus
ditempuh ummat Islam memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggeris
tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggeris.
Untuk mewujudkan cita-citanya, ia menerbitkan majalah “Tahzib alAkhlak”. Pada tahun 1875, ia mendirikan lembaga pendidikan Muhammedan
Anglo Oriental College (MAOC) yang kemudian berkembang menjadi
Universitas Aligarh. Untuk mengukuhkan ide-idenya ia mendirikan All India
3
Ibid
5
Muhammadan Education Conference (1886). Ia juga tercatat sebagai anggota
parlemen di Legislatif Council selama empat tahun (1878 – 1882).4
Beberapa hasil karya Sayyid Ahmad Khan adalah Atsar al-Sanadid (1874)
yang merupakan hasil penelitiannya tentang arkeologi di Delhi dan sekitarnya,
Essay on life of Muhammad (1870), Tafsir al-Qur’an sebanyak 6 jilid, Ibthal
al-Ghulami (1890) dan Tabyin al-Kalam (1860). Selain itu juga menulis dua
buku Tarikh Sarkhasi Bignaur (1858) dan Asbab Baghawad Hind (1858).5 Dari
hasil karyanya ini terihat pula bahwa Sayyid Ahmad Khan termasuk penulis
yang produktif. Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan berpulangnya
ke rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit beberapa
lama dalam usia 81 tahun, dan dimakamkan di Aligarh.6
Atas usaha usahanya dan atas sikap kooperatif yang ditunjukkannya
terhadap Inggeris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah
pandangan Inggeris terhadap ummat Islam India. Sementara itu kepada ummat
Islam dianjurkan agar tidak bersikap melawan tetapi sikap berteman dan
bersahabat dengan Inggeris. Cita citanya untuk menjalin hubungan baik antara
Inggeris dan ummat Islam dimaksudkan agar ummat Islam dapat merubah
nasib dari kemunduran. Keinginan ini telah dapat diwujudkan Sir Sayyid pada
masa hidupnya.
2. Ide-Ide Pembaharuan Sayyid Ahmad Khan
Ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan berawal dari pengamatan beliau
bahwa ummat Islam India mundur karena tidak mengikuti perkembangan
zaman. Ummat Islam tidak menyadari bahwa peradaban Islam masa klasik
telah runtuh dan digantikan peradaban modern yang berasal dari dunia Barat.
Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai
pondasi kokoh bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat modern yang berasal
dari hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal bagi Sayyid Ahmad Khan
4
5
M. Th. Houstma, Firts Encyclopedia of Islam, (London: EJ. Brill, 1987), h.199
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994), h. 85
6
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993),
h. 82.
6
mendapat penghargaan tinggi, namun bagi sebahagian kalangan ummat Islam
tradisional pada masanya berpegang teguh bahwa kekuatan akal bukan tidak
terbatas.
Oleh karena itu, Ahmad Khan percaya pada kekuatan dan kebebasan akal,
sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan
manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dengan kata
lain, ia mempunyai faham qadariah (free will and free act) dan tidak faham
jabariah atau fatalisme. Manusia menurutnya dianugerahi Tuhan daya daya,
seperti daya berfikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan
kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya
daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.7
Ahmad Khan menolak pula faham taklid bahkan tidak segan segan
menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah alQur’an dan Hadis. Pendapat ulama di masa lampau tidak mengikat bagi ummat
Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman
modern.8
Secara sederhana bentuk-bentuk ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan
dapat pula dikembangkan sebagai berikut :
a. Bidang Keagamaan
Salah satu warisan keagamaan yang ditinjau dan diperbaharui kembali,
dan sangat fundamental serta mencakup seluruh aspek Islam, adalah tafsir
al-Qur’an. Untuk kegiatan ini, anak benua Indo-Pakistan dapat berbangga
diri, karena amat produktif dalam menelorkan mufassir liberal dan radikal
semisal Sayyid Ahmad Khan ini.9 Pembaharuan penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan adalah berusaha mengadaptasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan
tuntutan-tuntutan zaman modern. Ini terwujud dengan terbitnya volume
pertama dari enam jilid tafsir karya Ahmad Khan pada tahun 1880.
7
Ibid, h.168
Ibid
9
Taufik Adman Amal, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan, Jurnal
Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, Th 1992, h. 43
8
7
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa al-Qur’an dan hadis
merupakan sumber hukum Islam. Ia sangat selektif dalam menerima hadis. 10
Dengan munculnya hadis-hadis palsu, ia berpandangan bahwa tugas kaum
muslimin sekarang dalam memelihara hadis adalah merumuskan “standar
penilaian modern terhadap hadis-hadis” ia tidak menjelaskan standar
tersebut. Oleh karena itu, ia hanya menerima hadis yang sesuai dengan nash
dan ruh al-Qur’an, yang sesuai dengan akal dan pengalaman manusia, dan
yang tidak bertentangan dengan hakikat-hakikat sejarah. Berkaitan dengan
pembagian hadis kepada Mutawatir, Masyhur dan Ahad, ia berpendapat
bahwa hadis Mutawatir dapat diterima, hadis Masyhur tidak dapat diterima
kecuali setelah diadakan penelitian, sedangkan hadis Ahad tidak dapat
diterima sama sekali.11
Menurut Sayyid Ahmad Hadis yang dapat diterima tersebut dibagi
kepada dua bagian yaitu hadis yang berkaitan dengan agama dan hadis yang
berkaitan dengan dunia.12 Hadis yang berkaitan dengan ruang lingkup
agama bersifat mengikat dan wajib diikuti, sedangkan hadis yang berkaitan
dengan perkara dunia, tidak termasuk tugas kerasulan secara mutlak dan
hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan bangsa Arab pada masa
nubuwwah, dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin.13
Berkaitan dengan permasalahan fiqh, Sayyid Khan mempunyai
pandangan tersendiri yang mendekatkan antara perkara-perkara dan dengan
pemahaman peradaban barat, antara lain dalam masalah jihad, bunga bank,
poligami dan had. Dalam masalah jihad, ia memandang bahwa jihad hanya
disyari’atkan untuk membela diri dan hanya dalam satu keadaan, yaitu
ketika orang-orang kafir menyerang kaum muslimin dengan tujuan
mengubah agama (mengkafirkan). Apabila penyerangan kaum kafir ini
10
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002), h. 408
11
Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme dan
Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan, judul asli: Mafhum Tajdid al-Din, (Bekasi: PT. Wacana Lazuardi
Amanah, 1995), h. 132
12
Ibid, h.408
13
Depag RI, h. 135
8
bertujuan lain seperti pendudukan wilayah, dan tidak bertujuan mengubah
agama, maka jihad tidak disyari’atkan. 14 Sepertinya inilah yang mendorong
Sayyid Khan untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Inggeris,
karena menurutnya jalan inilah yang mencegah kehancuran umat Muslim
India pada masa itu.
Dalam masalah riba, Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa riba yang
diharamkan ialah riba yang berlipat ganda, yang dibayarkan oleh orang fakir
sebagai imbalan atas hutangnya, sebagaimana adat yang tersebar di
kalangan Bangsa Arab. Adapun bunga yang jumlahnya sedikit dalam
mu’amalah perdagangan sekarang dan yang terdapat pada perbankan,
bukanlah
riba
yang
diharamkan.15 Adapun
masalah
poligami,
ia
berpandangan bahwa pada dasarnya Islam mengatur perkawinan dengan
satu wanita, dan mensyari’atkan keadilan bagi poligami. Berhubungan
keadilan itu tidak mudah, maka poligami tidak diperbolehkan kecuali pada
kondisi pengecualian, seperti istri sulit mendapatkan keturunan. Dalam
masalah had (hukuman), Sayyid Ahmad Khan menolak hukum rajam bagi
pezina. Dia bersandar pada dua dalil, yaitu pertama, rajam tidak disebutkan
dalam al-Qur’an. Kedua, hadis-hadis tentang rajam hanyalah menceritakan
tentang kebiasaan yang tersebar pada saat itu mengikuti Yahudi.
Berdasarkan alasan itu pulalah, dia memandang bahwa diyat (denda) tidak
lain hanyalah kebiasaan Bangsa Arab Kuno dan tidak sesuai lagi dengan
kondisi masa sekarang.
b. Bidang Pendidikan
Sebagaimana telah disebut di atas, Sayyid Ahmad Khan beranggapan
bahwa jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari
kemunduran
dan
selanjutnya
mencapai
kemajuan,
adalah
dengan
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Untuk
mencapai tujuan ini maka sikap mental ummat yang kurang percaya kepada
kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya
14
15
Ibid., h. 140
Ibid
9
pada adanya hukum alam, harus dirobah terlebih dahulu. Perobahan sikap
mental itu diusahakannya melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan
artikel artikel dalam majalah Tahzib Al Akhlaq. Sayyid Ahmad Khan
menggunakan jasa guru dari pemerintahan Inggeris 90% natabene yang
beragama Nasranai. Usaha melalui pendidikan juga tidak dilupakannya,
bahkan pada akhirnya ke dalam lapangan inilah dicurahkannya perhatian
dan usahanya. Salah satu jalan yang efektif untuk merobah sikap mental
suatu bangsa menurut Sir Sayyid haruslah melalui pendidikan.
Pada tahun 1861 Sayyid Ahmad Khan mendirikan Sekolah Inggeris di
Muradabad. Di tahun 1876 ia mengundurkan diri sebagai pegawai
Pemerintah Inggeris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia
mementingkan pendidikan ummat Islam India. Di tahun 1878, ia mendirikan
sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang
merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam upaya
memajukan ummat Islam India. Sekolah itu mempunyai peranan penting
dalam kebangkitan ummat Islam India, dan sekiranya tidak karena lembaga
pendidikan tersebut ummat Islam India di Pakistan sekarang akan lebih jauh
lagi ketinggalan dari ummat-ummat lain.16
MAOC dibentuk sesuai dengan model sekolah di Inggeris dan bahasa
yang dipakai di dalamnya ialah Bahasa Inggeris. Direkturnya berbangsa
Inggeris sedang guru dan staffnya banyak terdiri atas orang Inggeris. Ilmu
pengetahuan modern merupakan sebahagian besar dari mata pelajaran yang
diberikan dengan tidak mengabaikan pendidikan agama. Sedangkan pada
sekolah Inggeris yang diasuh Pemerintah pendidikan agama tidak diajarkan.
Dalam sistem pendidikan di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan
siswa menjalankan ajaran agama mendapat prioritas yang utama.
Keistimewaan lainnya, sekolah tersebut terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat, baik Hindu, Parsi dan Kristen, bukan hanya bagi orang Islam.17
16
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 170
17
Ibid
10
Sebelumnya pada tahun 1869/1870 Sayyid Ahmad Khan telah
berkunjung ke Inggeris, untuk mempelajari sistem pendidikan Barat.
Sekembalinya dari kunjungan itulah ia membentuk Panitia Peningkatan
Pendidikan Ummat Islam. Salah satu tujuan panitia tersebut adalah
menyelidiki sebab-sebab ummat Islam India sedikit sekali memasuki
sekolah sekolah Pemerintah. Di samping itu dibentuk pula Panitia Dana
Pembentukan Perguruan Tinggi Islam.18
Di tahun 1886 ia juga membentuk Muhammedan Educational
Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam
bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan
pendidikan Barat di kalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama
yang diberikan di sekolah sekolah Inggeris yang didirikan oleh kalangan
Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah
swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh
Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai
seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga
melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggeris ke Bahasa India.19
Pada tahun 1920 MAOC ini berkembang menjadi Universitas Aligarh
yang
secara
berlanjut
meneruskan
tradisi
sebagai
pusat
gerakan
pembaharuan Islam India.20 Universitas inilah yang menjadi penggerak
utama terwujudnya pembaharuan di kalangan umat Islam India. Dalam
bidang pendidikan ini upaya-upaya yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad
Khan merupakan usaha yang luar biasa untuk kemajuan umat Islam India.
c. Bidang Sosial Politik
Dalam bidang politik ide Sayyid Ahmad Khan ini merupakan refleksi
dari gejolak sosial politik yang terjadi antara umat Islam dan Inggris pada
tahun 1857. Pemikirannya inilah yang dituangkan dalam buku karangannya
Asbab Baghawat Hind yang berisi tentang usaha Sayyid Ahmad Khan untuk
18
Ibid
Ibid
20
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta ; CV. Anda utama,
1993. H. 84
19
11
meyakinkan pihak Inggris, bahwa umat Islam tidak terlibat pemberontakan
itu.21
Dalam usahanya, ia meyakinkan pihak Inggeris bahwa dalam
Pemberontakan 1857 ummat Islam tidak memainkan peranan utama, Ahmad
Khan mengeluarkan panflet yang berisikan penjelasan tentang faktor
penyebab pecahnya pemberontakan tersebut. Di antara faktor penyebab
tersebut adalah :
1) Intervensi Inggeris dalam soal keagamaan seperti pendidikan agama
Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti panti yang diasuh
oleh orang Inggeris, pembentukan sekolah sekolah missi Kristen, dan
penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi.
2) Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam
lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga berakibat :
a) Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggeris yang
sebenarnya dan menganggap Inggeris datang untuk merobah agama
mereka menjadi Kristen.
b) Pemerintah Inggeris tidak mengetahui keluhan keluhan rakyat India.
c) Pemerintah Inggeris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan
rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada
hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak
menghormati rakyat India membawa akibat yang tidak baik.22
Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Khan menyatakan bahwa di antara golongan
Islam yang ikut serta dalam pemberontakan 1857 adalah mereka yang kerap
kali melakukan perbuatan tidak baik dan tercela serta perbuatan kriminal. Dan
jika hanya segelintir ummat Islam yang bersalah tidaklah pada tempatnya pula
untuk menetapkan keseluruhan ummat Islam India bertanggung jawab terhadap
pemberontakan tersebut. Dengan demikian tidak pada tempatnya Pihak
Inggeris menaruh rasa curiga terhadap ummat Islam India.23
Sikap Sayyid dalam bidang politik terlihat pula pada pertengahan kedua
dari abad ke-19, ketika rasa nasionalisme India telah mulai timbul dan
21
Dewan Editor, Ibid
M. Th. Houstma, First Enclycopedia of Islam, (London: E.J Brill, 1987) h. 199
23
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 166-167
22
12
terbentuknya Partai Kongres Nasional India di tahun 1885. Sayyid Ahmad
Khan menjauhkan diri dari gerakan ini, dengan alasan bahwa bahasa yang
dipakai Kongres terhadap Pemerintah Inggris kurang sopan.24 Menurut
Rayendra Prasadia, ia pada mulanya adalah penyokong nasionalisme India. la
pemah menerangkan bahwa Hindustan merupakan negara bagi orang Hindu
dan dalam kategori Hindu termasuk orang India Islam dan orang India Kristen.
Tetapi akhimya ia dipengaruhi oleh Mr. Back, salah satu Direktur MAOC yang
berpendapat bahwa pendidikan ummat Islam India belum sampai ke taraf yang
membuat mereka akan dapat mengambil keuntungan dari permainan dalam
bidang politik. Sebaliknya turut campur dalam bidang politik akan merugikan
ummat Islam India.25
Sayyid Ahmad Khan memang berpendapat bahwa pendidikanlah satu
satunya jalan bagi ummat Islam India untuk mencapai kemajuan. Kemajuan
tidak akan dicapai melalui jalan politik. Oleh karena itu ia menganjurkan
supaya ummat Islam India jangan turut campur dalam agitasi politik yang
dilancarkan Partai Kongres. Usaha usaha untuk merobah sikapnya terhadap
Partai Kongres tidak berhasil. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta kasta dan
pemeluk agama agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan menjadi
satu bangsa. Tujuan dan cita cita mereka saling berlainan. Wujud Partai
Kongres Nasional India sebenarnya tidak mempunyai dasar. Gerakan yang
dijalankan Partai Kongres, demikian ia selanjutnya menjelaskan, bukan hanya
akan merugikan bagi ummat Islam, tetapi juga bagi seluruh India.
Dalam ide politik yang ditimbulkan Sayyid Ahmad Khan di atas telah
kelihatan pengertian bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak
dapat membentuk suatu negara dengan ummat Hindu. Umat Islam harus
mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu negara
akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam
mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Di sini telah dapat dilihat
bibit dari ide Pakistan yang muncul kemudian di abad ke-20.
24
25
Ibid
Ibid, h. 172
13
Dari usaha-usaha pembaharuan Sayyid Ahmad Khan terlihat yang paling
menonjol adalah dalam bidang pendidikan. Terlihat sikapnya terhadap
pendidikan ummat Islam memang terlihat sangat mengagumkan, namun
pengaruh tersebut tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui buku
karangannya dan tulisan-tulisannya Tahzib al-Akhlaq ide ide pembaharuan
yang dicetuskannya menarik perhatian golongan terpelajar Islam India.
Penafsiran penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam
lebih dapat diterima golongan terpelajar ini dari pada tafsiran tafsiran lama.
B. Aligarh dan Pengaruhnya Bagi Pembaharuan Indo-Pakistan
Malapetaka hebat yang melanda India, yaitu Pemberontakan tahun 1857
telah berlalu. Pemberontakan itu merupakan akibat dari keinginan akan adanya
pendidikan di India, dan akibat dari kenyataan bahwa Bangsa India tidak
memahami hak Pemerintah, yang sasarannya adalah kita ini, terhadap kita dan
tidak mengerti tentang kewajiban kita terhadapnya. Selain ini semua, juga terdapat
keinginan akan adanya hubungan antara para penguasa dan rakyat dalam hal
keinginan untuk memperoleh pendidikan itu. Pada saat ini, universitas universitas
yang didirikan di India dengan tujuan mendirikan pendidikan tingkat ting¬gi.
Kebanyakan para negarawan menyetujui adanya pendidikan tingkat tinggi itu dan
menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah, sementara sebagian kecil di
antara mereka bersikap menentangnya. Akan tetapi, tak seorang pun yang berfikir
bahwa bersamaan dengan pendidikan itu, latihan yang baik pun diperlukan, sebab
tak seorang pun dapat meningkatkan dirinya sebagai manusia (beradab) hanya
dengan pendidikan semata mata, demikian juga dengan pendidikan itu saja sikap
moralnyapun tidak dapat ditingkatkan, bahkan dia akan menjadi semacam kuda
be¬ngal yang tidak mau dikendalikan oleh penunggangnya.26
Demikianlah keadaan masyarakat India masa itu, tidak dipungkiri
walaupun dengan berbagai ide pembaharuan yang ditelorkan oleh pembaharupembaharu seperti Sir Sayyid dan rekan-rekannya, namun sikap mental tak bisa
sepenuhnya terpengaruh dengan ide pembaruaan tersebut. Hal ini akan terbukti
26
Ibid
14
dengan sejarah Aligarh selanjutnya pasca Sir Sayyid. Setelah Sir Sayyid wafat
pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide pembaharuan yang dicetuskan Sir
Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh pengikut dan pada
akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan Aligarh yang berpusat
MAOC sendiri.27
Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh dan melanjutkan ide-ide
pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di antaranya:
a. Nawab Muhsin al-Muluk
Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat, maka kepemimpinan Aligarh pindah
ke tangan Sayyid Mahdi Ali, yang dikenal dengan nama Nawab Muhsin Al
Mulk (1837
1907). Pada mulanya ia adalah pegawai Serikat India Tiffluk,
kemudian menjadi pembesar di Hyderabad. Ia pernah berkunjung ke Inggeris
untuk keperluan Pemerintah Hyderabad. Di tahun 1863 ia berkenalan dengan
Sayyid Ahmad Khan dan antara keduanya terjalin tali persahabatan yang erat.
la banyak rnenulis artikel Tahzib Al Akhlaq dan kemudian juga di majalah
yang diterbitkan MAOC la pindah ke Aligarh dan menetap di sana mulai pari
tahun 1893.
Pada tahun 1897 ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di
MAOC Ia mempunyai jasa yang besar dalam menyebarkan ide-ide Sayyid
Ahmad Khan yang dilakukannya
melalui Muhammedan Educational
Conference.28 Jasanya dalam memajukan MAOC terlihat dengan bertambah
banyaknya jumlah murid lembaga pendidikan tersebut.29
Muhsin al-Mulk berhasil membuat golongan ulama India merobah sikap
keras terhadap Gerakan Aligarh. Sebagaimana diketahui bahwa Deoband yang
banyak menghasilkan ulama ulama India tradisional, mempunyai sikap yang
tidak kooperatif dengan Inggeris, sedang Sayyid Ahmad Khan terkenal dengan
27
Jhon J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan : Ensklopedi Masalahmasalah, Terj. Machnum Husein, Judul Asli Islam in transition, Muslim Perspectives, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1994), h. 55-56
28
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 94
29
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 175
15
sikap pro Inggeris. Jadi antara MAOC terdapat perbedaan bukan hanya dalam
soal-soal keagamaan saja tetapi, juga mengenai sikap politik.30
Muhsin al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh,
lebih jauh ia mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi
tersebut. Ia adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga
kepada kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan
Sayyid Ahmad. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari
Perguruan Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di
samping kuburan Sir Sayyid di Aligarh.31
b. Viqar al-Mulk
Pemimpin lain yang berpengaruh ialah Viqar al Mulk (1841 1917). Ia
semenjak muda telah menjadi pembantu dan pengikut Sayyid Ahmad Khan. Di
tahun 1907 ia menggantikan Nawab Muhsin AI Mulk dalam pimpinan
MAOC.32
Masa
inilah
terjadinya
perubahan-perubahan
besar
dalam
adminsitrasi Perguruan Tinggi Aligarh, bahkan dalam kebijaksanaan politik
umat muslim India.33
Viqar al-Mulk bernama Mushtaq Hussain yang lahir 1841, di Distrik
Moradabad, United Pravinces. Ia adalah rekan Sayyid Ahmad Khan dan juga
Muhsin al-Mulk. Bersama dengan Muhsin al-Mulk ia selalu bekerja sama
dalam masalah administrasi Aligarh. Dan setelah Muhsin al-Mulk meninggal
pada tahun 1907, ia dipilih menjadi Sekretaris Badan Pendiri.34
Pada masa Viqar ini terjadi pertentangan antara Viqar al Mulk dengan Mr.
Archbold yang menjadi Direktur MAOC di waktu itu. Dalam pertentangan ini
Gubernur Daerah menyebelah Archbold sedang Viqar al Mulk disokong oleh
Agha Khan serta Amir Ali dan selanjutnya oleh masyarakat Islam di luar.
30
Dewan Editor, Ibid
Ibid
32
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 113-115
33
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 175
34
Ali Mukti, Ibid
31
16
Archbold akhirnya terpaksa mengundurkan diri. Kekuasaan Inggeris di MAOC
dari semenjak itu mulai berkurang.35
Pada masa Viqar inilah berakhirnya kontraversi tentang administrasi
Perguruan Tinggi, dan mulainya era baru bagi perjalanan Aligarh. Ia cukup
tangguh dalam membina kebijaksanaan politik Muslim India. Viqar AI Mulk,
sebagai seorang ulama, keras pendirian dan pegangannya terhadap agama,
hidup keagamaan di MAOC diperkuatnya. Pelaksanaan ibadat, terutama shalat
dan puasa, diperketat pengawasannya. Lulus dalam ujian agama menjadi syarat
untuk dapat naik tingkat. Hal hal tersebut di atas membuat MAOC menjadi
lebih populer di kalangan ulama India.
c. Altaf Husain Hali
Tokoh India lainnya yang terkenal sebagai penyebar ide ide pembaharuan
Sayyid Ahmad Khan adalah Altaf Husain Hali (1837-1914). Ia pernah bekerja
sebagai penerjemah di kantor Pemerintah Inggeris di Lahore, tetapi kemudian
pindah ke Delhi. Di sinilah ia berkenalan dengan Sayyid Ahmad Khan dan
keduanya menjadi teman baik. Hali terkenal sebagai seorang penyair, tetapi ia
juga menulis karangan karangan untuk Tahzib Al Akhlaq. Atas permintaan
Sayyid Ahmad Khan ia menulis syair tentang peradaban Islam di Zaman
Klasik.
Keluarlah di tahun 1879 apa yang terkenal dengan nama Musaddas. Syair
itu antara lain juga mengandung ide ide Aligarh. Musaddas sangat berpengaruh
terhadap ummat Islam India, sehingga dikatakan bahwa di samping MAOC
dan Muhammedan Educa¬ional Conference Musdddas lah yang mempunyai
jasa besar dalam mempopulerkan Gerakah Aligarh. Terhadap pendidikan
wanita ia lebih progressif dari Sayyid Ahmad Khan yang memandang bahwa
kaum wanita belum perlu mendapat pendidikan sebagai kaum lelaki. Dalam
soal politik ia juga berpendapat bahwa ummat Islam India merupakan suatu
kesatuan tersendiri di samping ummat Hindu. Tetapi ia tidak bersikap anti
35
Ibid, h. 123
17
Hindu, ia menganjurkan supaya penulis-penulis Islam India juga mempelajari
bahasa Hindu.36
Sejak masa Sayyid Ahmad telah diramalkan akibat dari gerakan anti
Bahasa Urdu pada tahun 1867. Sir Sayyid telah mengungkapkan pandangan
bahwa bahasa sangat penting dalam membina nasionalitas bersama. 37 Hal
inilah yang diserukan oleh Hali bahwa aspek bahasa memegang peranan
penting dalam penyelesaian konflik antara Hindu dan Urdu, juga antara Hindu
dengan umat Islam. bahwa orang Hindu hendaknya memakai Bahasa Urdu.
Juga orang Islam hendaknya menjauhi kata-kata Arab dan Parsi, dan beralih ke
memperhatikan Hindi dan Sanskerta. Ia menekankan bahwa yang akan dicapai
adalah Bahasa Delhi yang sederhana yang dipergunakan oleh orang-orang
Hindu dan Muslim.38
d. Muhammad Syibli Nu’mani
Muhammad Syibli Nu’mani (1857 1914) diangkat pada tahun 1883
sebagai Asisten Profesor Bahasa Arab di Aligarh. Ia mempunyai pendidikan
madrasah tradisional dan pernah pergi ke Mekah dan Medinah memperdalam
pengetahuannya tentang agama Islam. Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat
meninggalkan MAOC.
Ketika di MAOC ia berjumpa dengan ide ide baru yang dikemukakan oleh
Gerakan
Aligarh
dan
tertarik
padanya.
Latar
belakang
pendidikan
madrasahnya, membuat ia tidak mempunyai sikap se-liberal Sayyid Ahmad
Khan. Tetapi ia tidak menentang pemakaian akal dalam soal-soal agama;
mempelajari falsafat barat yakin bukanlah haram. Ulama-ulama zaman klasik
juga mempelajari dan mengetahui falsafat. Mereka, demikian argumennya
lebih lanjut, menyetujui pelajaran falsafat. Pemikiran modern dalam bentuk
moderat dapat diterimanya. Pada tahun 1894 ia mendirikan “Nadwah Ulama”
yang diawali dengan semangat yang tinggi. Sehingga, Suleman Nadwi,
pengganti Syibli menyatakan bahwa “banyak orang percaya bahwa hal ini akan
36
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 176
37
Ibid, h. 178
38
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 107
18
membawa kepada berdirinya pemerintahan ulama”. Inilah nampaknya gerakan
tandingan yang pada akhirnya membawa Aligarh kepada kemunduran.
Banyak kritik-kritik yang dilontarkan Syibli kepada Aligarh, dia tidak
terkesan dengan hasil-hasil intelektual pendidikan modern, karena perlakuan
yang ia terima sebagai Asisten Profesor bahasa. Pada akhirnya ia meninggalkan
MAOC dan pergi ke Lucknow untuk memimpin perguruan tinggi Nadwat alUlama. Pemikiran modern moderat yang dianutnya membawa perobahan pada
perguruan tinggi ini. Salah satu dari muridnya yang kemudian menjadi
pemimpin pembaharuan di abad kedua puluh ialah Abdul Kalam Azad.
Kritik Syibli yang membawa kepada sikap meninggalkan Aligarh adalah
bahwa sejak masa Sayyid Ahmad Khan telah terjadi pemisahan agama dari
politik. Walaupun pada kenyataannya Sir Sayyid sangat memperhatikan agama,
Syibli percaya bahwa agama sebagai bantuan untuk tujuan-tujuan duniawi. Ini
barangkali obsesi masa lalu ketika para ulama memegang kekuasaan spiritual
sekaligus duniawi. Pada masa inilah, gaung Aligarh mulai memudar, namun
ide-ide pembaharuan yang dicetuskan melalui lembaga ini terus dikembangkan
oleh tokoh-tokoh yang lahir kemudian.
BAB III
PENUTUP
19
Sayyid Ahmad Khan adalah pencetus pembaruan India. Berbagai
pemikiran pembaruan yang dicetuskannya dan sangat berpengaruh bagi kemajuan
rakyat India selanjutnya. Ide-ide pembaharuannya baik dalam pendidikan,
keagamaan, juga dalam bidang politik merupakan refleksi dari gejolak sosial masa
itu.
Dalam bidang keagamaan, Sir Sayyid menemukan penafsiran-penafsiran
baru tentang ajaran agama. Dalam bidang politik Sir Sayyid berusaha meyakinkan
Inggris – penguasa India – agar Inggris mau bekerja sama dengan umat Islam
dalam memajukan India. Sedangkan dalam bidang pendidikan merupakan usaha
yang sangat fundamental bagi kemajuan India selanjutnya. MAOC di Aligarh
yang merupakan cikal bakal bagi lahirnya tokoh-tokoh pembaharu India yang
akan mengantar India kepada kemajuan pasca keterpurukan – kekalahan Mughal
dan penguasaan Inggris di India.
Aligarh melahirkan tokoh-tokoh yang terus mengembangkan ide-ide
pembaharuan Sir Sayyid, seperti Muhsin Al-Mulk, Viqar al-Mulk, dan lain-lain.
Dalam perkembangan selanjutnya MAOC berkembang menjadi Universitas
Aligarh yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh penting, seperti Amir Ali,
Muhammad Iqbal, dam Maulana Abul Kalam Azad.
DAFTAR PUSTAKA
20
Amal Taufik Admam, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan,
Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, Th 1992
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama,
1993
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002
Donohue Jhon J dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
Masalah-Masalah, terj. Machnun Husein, Judul Asli: Islam in Transition,
Muslim Perspectives, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994
Houstma M. Th, Firt Encyclopedia of Islam, London: EJ. Brill, 1987
M. Lapidus Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, judul asli: A
History of Islamic Societies, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999,
Jilid ke-3
Muhammad Sa’id Bustami, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme
dan Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan, judul asli: Mafhum Tajdid al-Din,
Bekasi: PT. Wacana Lazuardi Amanah, 1995
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
1993
Nasution Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1994
MAKALAH REVISI
ALIGARH DI ANAK BENUA INDIA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Individu Pada Mata Kuliah
Sejarah Sosial Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ja’far Siddik, MA
Dr. Jubaidah, M.Ag
Moderator:
Muriah Pasaribu
Oleh :
BUKHORI
Nim : 3003163016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal abad ke-19 kerajaan Mughal memasuki fase keruntuhan.
Seiring dengan runtuhnya kerajaan Mughal, masyarakat Muslim Indo-Pakistan
pun ikut runtuh. Kemegahan budaya, intelektual dan kekuasaan mereka memudar
dengan cepat. Sebaliknya, orang-orang Hindu, yang pada masa kejayaan Islam di
anak benua India merupakan masyarakat kelas bawah, kecuali pada Akbar, kini
mulai mendominasi seluruh lapangan kehidupan. Hal ini memang bertentangan
dengan sejarah masa lalu mereka.
Inilah yang menandai mulainya sejarah kontemporer umat Muslim di
anak benua India. Pergantian rezim ini menggerakkan beberapa kekuatan yang
menimbulkan perubahan sejumlah praktek keagamaan dan struktur sosio politik
umat Muslim di anak benua ini dan pada ujungnya mengantarkan pada
pembentukan tiga negara nasional, dua di antaranya didominasi oleh mayoritas
Muslim, sedang satu di antaranya umat Muslim berada pada posisi minoritas.1
Makalah ini berusaha untuk rnengkaji lembaga pendidikan Aligarh yang
dirikan dan sang pencetus Sayyid Ahmad Khan, Dalam makalah ini penulis akan
memaparkan tentang riwayat hidup dan pemikiran Sayyid Ahmad Khan serta
gerakan Aligarh yang telah memberikan kontribusi dalam pentas pembaruan
sejarah umat Islam di India pada khususnya dan di Negara-negara Islam pada
umumnya.
.
1
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, judul asli:
A History of Islamic Societies, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), Jilid ke-3, h. 261
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sayyid Ahmad Khan dan Ide Pembaharuannya
1. Riwayat Hidup Sayyid Ahmad Khan
Tokoh pembaharuan Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817
dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah Pembesar
Istana di zaman Alamghir II (1754 - 1759 M). Sayid Ahmad Khan Muhammad
Ali jinnah merupakan putra dari Mir Muttaqi, yang mana dia masih memiliki
keturunan dari kerajaan Mughal. Pada masa kecilnya Ahmad Khan ini
hidupnya dilalui dengan kesenangan dan kecukupan. Akan tetapi, setelah kakek
dan ayahnya meninggal, kekayaan yang dimililki oleh keluarganya mulai
menurun. Saat Ia berusia 21 tahun, Ia sudah mulai mencari penghidupannya
sendiri.
Awal karirnya adalah sebagai juru tulis tingkat rendahan, tapi tak lama Ia
diangkat sebagai Munsif (Wakil Hakim), dan pada tahun 1841 Ia ditempatkan
sebagai Munsif di Fatihpur sikri. Pada tahun 1846 dia minta untuk dipindah
tugaskan ke Delhi dan menetap disana sampai tahun 1854. Selama delapan
tahun inilah dia menyelesaikan pendidikannya. Hasil karya tulisan pertamanya
adalah ”Asar-ul-Sanadid” (peninggalan-peninggalan lama dari Delhi). Sebagai
seorang pejabat pengadilan dia dikenal sebagai pejabat negeri yang adil, cakap
dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. 2
Saat usianya genap 40 tahun (tahun 1857) terjdi peristiwa pemberontakan
Mutiny (pembunuhan pada orang-orang Eropa). Ia sangat menentang
pemberontakan itu dan bahkan dia membantu orang-orang Inggris.
Pemberontakan ini berakibat keras bagi kehidupan masyarakat islam. Karena
beberapa tahun setelah Mutiny, banyak umat muslim yang ditindas oleh bangsa
Inggris. Dia berfikir bahwa tragedi yang terjadi ini adalah karena kebodohan.
2
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 165
4
Sejak saat itulah dia mulai bertekat untuk mendidik orang yang memerintah
dan orang yang diperintah. Motto Sayid Ahmad Khan adalah: “didiklah!,
didiklah!, didiklah. Kemudian dia mulai mendirikan sekolah-sekolah, sekolah
pertama yang dia dirikan adalah pada tahun 1859 yang didirikan di Moradabad
dan yang kedua di Ghazipur tahun 1863. Sekolah ini didirikan dengan
kerjasama antara orang Islam dengan orang Hindu. Pada masa Pemberontakan
1857 ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang
Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggeris menganggap ia telah banyak berjasa
dan ingin membalas jasa tersebut, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggeris
ditolaknya, ia hanya menerima Gelar Sir dari pemerintahan Inggeris dari
berbagai hadiah yang ditawarkan tersebut. Hubungannya dengan pihak
Inggeris sangat baik dan inilah yang dipergunakannya untuk kepentingan
ummat Islam India.3
Ahmad Khan berpendapat bahwa usaha peningkatan kedudukan dan
kesejahteraan ummat Islam India dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan
Inggeris sebagai penguasa di India. Dalam fikirannya, menentang kekuasaan
Inggeris tidak akan membawa kebaikan bagi ummat Islam India tetapi akan
menjadikan umat Islam semakin mundur serta akan jauh ketinggalan dari
masyarakat Hindu India. Selain itu dasar ketinggian dan kekuatan Barat,
termasuk di dalamnya Inggeris, adalah ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Sehingga untuk mendapatkan kemajuan, ummat Islam harus pula
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus
ditempuh ummat Islam memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggeris
tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggeris.
Untuk mewujudkan cita-citanya, ia menerbitkan majalah “Tahzib alAkhlak”. Pada tahun 1875, ia mendirikan lembaga pendidikan Muhammedan
Anglo Oriental College (MAOC) yang kemudian berkembang menjadi
Universitas Aligarh. Untuk mengukuhkan ide-idenya ia mendirikan All India
3
Ibid
5
Muhammadan Education Conference (1886). Ia juga tercatat sebagai anggota
parlemen di Legislatif Council selama empat tahun (1878 – 1882).4
Beberapa hasil karya Sayyid Ahmad Khan adalah Atsar al-Sanadid (1874)
yang merupakan hasil penelitiannya tentang arkeologi di Delhi dan sekitarnya,
Essay on life of Muhammad (1870), Tafsir al-Qur’an sebanyak 6 jilid, Ibthal
al-Ghulami (1890) dan Tabyin al-Kalam (1860). Selain itu juga menulis dua
buku Tarikh Sarkhasi Bignaur (1858) dan Asbab Baghawad Hind (1858).5 Dari
hasil karyanya ini terihat pula bahwa Sayyid Ahmad Khan termasuk penulis
yang produktif. Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan berpulangnya
ke rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit beberapa
lama dalam usia 81 tahun, dan dimakamkan di Aligarh.6
Atas usaha usahanya dan atas sikap kooperatif yang ditunjukkannya
terhadap Inggeris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah
pandangan Inggeris terhadap ummat Islam India. Sementara itu kepada ummat
Islam dianjurkan agar tidak bersikap melawan tetapi sikap berteman dan
bersahabat dengan Inggeris. Cita citanya untuk menjalin hubungan baik antara
Inggeris dan ummat Islam dimaksudkan agar ummat Islam dapat merubah
nasib dari kemunduran. Keinginan ini telah dapat diwujudkan Sir Sayyid pada
masa hidupnya.
2. Ide-Ide Pembaharuan Sayyid Ahmad Khan
Ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan berawal dari pengamatan beliau
bahwa ummat Islam India mundur karena tidak mengikuti perkembangan
zaman. Ummat Islam tidak menyadari bahwa peradaban Islam masa klasik
telah runtuh dan digantikan peradaban modern yang berasal dari dunia Barat.
Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai
pondasi kokoh bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat modern yang berasal
dari hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal bagi Sayyid Ahmad Khan
4
5
M. Th. Houstma, Firts Encyclopedia of Islam, (London: EJ. Brill, 1987), h.199
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994), h. 85
6
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993),
h. 82.
6
mendapat penghargaan tinggi, namun bagi sebahagian kalangan ummat Islam
tradisional pada masanya berpegang teguh bahwa kekuatan akal bukan tidak
terbatas.
Oleh karena itu, Ahmad Khan percaya pada kekuatan dan kebebasan akal,
sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan
manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dengan kata
lain, ia mempunyai faham qadariah (free will and free act) dan tidak faham
jabariah atau fatalisme. Manusia menurutnya dianugerahi Tuhan daya daya,
seperti daya berfikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan
kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya
daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.7
Ahmad Khan menolak pula faham taklid bahkan tidak segan segan
menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah alQur’an dan Hadis. Pendapat ulama di masa lampau tidak mengikat bagi ummat
Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman
modern.8
Secara sederhana bentuk-bentuk ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan
dapat pula dikembangkan sebagai berikut :
a. Bidang Keagamaan
Salah satu warisan keagamaan yang ditinjau dan diperbaharui kembali,
dan sangat fundamental serta mencakup seluruh aspek Islam, adalah tafsir
al-Qur’an. Untuk kegiatan ini, anak benua Indo-Pakistan dapat berbangga
diri, karena amat produktif dalam menelorkan mufassir liberal dan radikal
semisal Sayyid Ahmad Khan ini.9 Pembaharuan penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan adalah berusaha mengadaptasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan
tuntutan-tuntutan zaman modern. Ini terwujud dengan terbitnya volume
pertama dari enam jilid tafsir karya Ahmad Khan pada tahun 1880.
7
Ibid, h.168
Ibid
9
Taufik Adman Amal, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan, Jurnal
Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, Th 1992, h. 43
8
7
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa al-Qur’an dan hadis
merupakan sumber hukum Islam. Ia sangat selektif dalam menerima hadis. 10
Dengan munculnya hadis-hadis palsu, ia berpandangan bahwa tugas kaum
muslimin sekarang dalam memelihara hadis adalah merumuskan “standar
penilaian modern terhadap hadis-hadis” ia tidak menjelaskan standar
tersebut. Oleh karena itu, ia hanya menerima hadis yang sesuai dengan nash
dan ruh al-Qur’an, yang sesuai dengan akal dan pengalaman manusia, dan
yang tidak bertentangan dengan hakikat-hakikat sejarah. Berkaitan dengan
pembagian hadis kepada Mutawatir, Masyhur dan Ahad, ia berpendapat
bahwa hadis Mutawatir dapat diterima, hadis Masyhur tidak dapat diterima
kecuali setelah diadakan penelitian, sedangkan hadis Ahad tidak dapat
diterima sama sekali.11
Menurut Sayyid Ahmad Hadis yang dapat diterima tersebut dibagi
kepada dua bagian yaitu hadis yang berkaitan dengan agama dan hadis yang
berkaitan dengan dunia.12 Hadis yang berkaitan dengan ruang lingkup
agama bersifat mengikat dan wajib diikuti, sedangkan hadis yang berkaitan
dengan perkara dunia, tidak termasuk tugas kerasulan secara mutlak dan
hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan bangsa Arab pada masa
nubuwwah, dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin.13
Berkaitan dengan permasalahan fiqh, Sayyid Khan mempunyai
pandangan tersendiri yang mendekatkan antara perkara-perkara dan dengan
pemahaman peradaban barat, antara lain dalam masalah jihad, bunga bank,
poligami dan had. Dalam masalah jihad, ia memandang bahwa jihad hanya
disyari’atkan untuk membela diri dan hanya dalam satu keadaan, yaitu
ketika orang-orang kafir menyerang kaum muslimin dengan tujuan
mengubah agama (mengkafirkan). Apabila penyerangan kaum kafir ini
10
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2002), h. 408
11
Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme dan
Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan, judul asli: Mafhum Tajdid al-Din, (Bekasi: PT. Wacana Lazuardi
Amanah, 1995), h. 132
12
Ibid, h.408
13
Depag RI, h. 135
8
bertujuan lain seperti pendudukan wilayah, dan tidak bertujuan mengubah
agama, maka jihad tidak disyari’atkan. 14 Sepertinya inilah yang mendorong
Sayyid Khan untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Inggeris,
karena menurutnya jalan inilah yang mencegah kehancuran umat Muslim
India pada masa itu.
Dalam masalah riba, Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa riba yang
diharamkan ialah riba yang berlipat ganda, yang dibayarkan oleh orang fakir
sebagai imbalan atas hutangnya, sebagaimana adat yang tersebar di
kalangan Bangsa Arab. Adapun bunga yang jumlahnya sedikit dalam
mu’amalah perdagangan sekarang dan yang terdapat pada perbankan,
bukanlah
riba
yang
diharamkan.15 Adapun
masalah
poligami,
ia
berpandangan bahwa pada dasarnya Islam mengatur perkawinan dengan
satu wanita, dan mensyari’atkan keadilan bagi poligami. Berhubungan
keadilan itu tidak mudah, maka poligami tidak diperbolehkan kecuali pada
kondisi pengecualian, seperti istri sulit mendapatkan keturunan. Dalam
masalah had (hukuman), Sayyid Ahmad Khan menolak hukum rajam bagi
pezina. Dia bersandar pada dua dalil, yaitu pertama, rajam tidak disebutkan
dalam al-Qur’an. Kedua, hadis-hadis tentang rajam hanyalah menceritakan
tentang kebiasaan yang tersebar pada saat itu mengikuti Yahudi.
Berdasarkan alasan itu pulalah, dia memandang bahwa diyat (denda) tidak
lain hanyalah kebiasaan Bangsa Arab Kuno dan tidak sesuai lagi dengan
kondisi masa sekarang.
b. Bidang Pendidikan
Sebagaimana telah disebut di atas, Sayyid Ahmad Khan beranggapan
bahwa jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari
kemunduran
dan
selanjutnya
mencapai
kemajuan,
adalah
dengan
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Untuk
mencapai tujuan ini maka sikap mental ummat yang kurang percaya kepada
kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya
14
15
Ibid., h. 140
Ibid
9
pada adanya hukum alam, harus dirobah terlebih dahulu. Perobahan sikap
mental itu diusahakannya melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan
artikel artikel dalam majalah Tahzib Al Akhlaq. Sayyid Ahmad Khan
menggunakan jasa guru dari pemerintahan Inggeris 90% natabene yang
beragama Nasranai. Usaha melalui pendidikan juga tidak dilupakannya,
bahkan pada akhirnya ke dalam lapangan inilah dicurahkannya perhatian
dan usahanya. Salah satu jalan yang efektif untuk merobah sikap mental
suatu bangsa menurut Sir Sayyid haruslah melalui pendidikan.
Pada tahun 1861 Sayyid Ahmad Khan mendirikan Sekolah Inggeris di
Muradabad. Di tahun 1876 ia mengundurkan diri sebagai pegawai
Pemerintah Inggeris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia
mementingkan pendidikan ummat Islam India. Di tahun 1878, ia mendirikan
sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang
merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam upaya
memajukan ummat Islam India. Sekolah itu mempunyai peranan penting
dalam kebangkitan ummat Islam India, dan sekiranya tidak karena lembaga
pendidikan tersebut ummat Islam India di Pakistan sekarang akan lebih jauh
lagi ketinggalan dari ummat-ummat lain.16
MAOC dibentuk sesuai dengan model sekolah di Inggeris dan bahasa
yang dipakai di dalamnya ialah Bahasa Inggeris. Direkturnya berbangsa
Inggeris sedang guru dan staffnya banyak terdiri atas orang Inggeris. Ilmu
pengetahuan modern merupakan sebahagian besar dari mata pelajaran yang
diberikan dengan tidak mengabaikan pendidikan agama. Sedangkan pada
sekolah Inggeris yang diasuh Pemerintah pendidikan agama tidak diajarkan.
Dalam sistem pendidikan di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan
siswa menjalankan ajaran agama mendapat prioritas yang utama.
Keistimewaan lainnya, sekolah tersebut terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat, baik Hindu, Parsi dan Kristen, bukan hanya bagi orang Islam.17
16
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 170
17
Ibid
10
Sebelumnya pada tahun 1869/1870 Sayyid Ahmad Khan telah
berkunjung ke Inggeris, untuk mempelajari sistem pendidikan Barat.
Sekembalinya dari kunjungan itulah ia membentuk Panitia Peningkatan
Pendidikan Ummat Islam. Salah satu tujuan panitia tersebut adalah
menyelidiki sebab-sebab ummat Islam India sedikit sekali memasuki
sekolah sekolah Pemerintah. Di samping itu dibentuk pula Panitia Dana
Pembentukan Perguruan Tinggi Islam.18
Di tahun 1886 ia juga membentuk Muhammedan Educational
Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam
bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan
pendidikan Barat di kalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama
yang diberikan di sekolah sekolah Inggeris yang didirikan oleh kalangan
Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah
swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh
Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai
seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga
melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggeris ke Bahasa India.19
Pada tahun 1920 MAOC ini berkembang menjadi Universitas Aligarh
yang
secara
berlanjut
meneruskan
tradisi
sebagai
pusat
gerakan
pembaharuan Islam India.20 Universitas inilah yang menjadi penggerak
utama terwujudnya pembaharuan di kalangan umat Islam India. Dalam
bidang pendidikan ini upaya-upaya yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad
Khan merupakan usaha yang luar biasa untuk kemajuan umat Islam India.
c. Bidang Sosial Politik
Dalam bidang politik ide Sayyid Ahmad Khan ini merupakan refleksi
dari gejolak sosial politik yang terjadi antara umat Islam dan Inggris pada
tahun 1857. Pemikirannya inilah yang dituangkan dalam buku karangannya
Asbab Baghawat Hind yang berisi tentang usaha Sayyid Ahmad Khan untuk
18
Ibid
Ibid
20
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta ; CV. Anda utama,
1993. H. 84
19
11
meyakinkan pihak Inggris, bahwa umat Islam tidak terlibat pemberontakan
itu.21
Dalam usahanya, ia meyakinkan pihak Inggeris bahwa dalam
Pemberontakan 1857 ummat Islam tidak memainkan peranan utama, Ahmad
Khan mengeluarkan panflet yang berisikan penjelasan tentang faktor
penyebab pecahnya pemberontakan tersebut. Di antara faktor penyebab
tersebut adalah :
1) Intervensi Inggeris dalam soal keagamaan seperti pendidikan agama
Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti panti yang diasuh
oleh orang Inggeris, pembentukan sekolah sekolah missi Kristen, dan
penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi.
2) Tidak turut sertanya orang-orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam
lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga berakibat :
a) Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggeris yang
sebenarnya dan menganggap Inggeris datang untuk merobah agama
mereka menjadi Kristen.
b) Pemerintah Inggeris tidak mengetahui keluhan keluhan rakyat India.
c) Pemerintah Inggeris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan
rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada
hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak
menghormati rakyat India membawa akibat yang tidak baik.22
Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Khan menyatakan bahwa di antara golongan
Islam yang ikut serta dalam pemberontakan 1857 adalah mereka yang kerap
kali melakukan perbuatan tidak baik dan tercela serta perbuatan kriminal. Dan
jika hanya segelintir ummat Islam yang bersalah tidaklah pada tempatnya pula
untuk menetapkan keseluruhan ummat Islam India bertanggung jawab terhadap
pemberontakan tersebut. Dengan demikian tidak pada tempatnya Pihak
Inggeris menaruh rasa curiga terhadap ummat Islam India.23
Sikap Sayyid dalam bidang politik terlihat pula pada pertengahan kedua
dari abad ke-19, ketika rasa nasionalisme India telah mulai timbul dan
21
Dewan Editor, Ibid
M. Th. Houstma, First Enclycopedia of Islam, (London: E.J Brill, 1987) h. 199
23
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1994), h. 166-167
22
12
terbentuknya Partai Kongres Nasional India di tahun 1885. Sayyid Ahmad
Khan menjauhkan diri dari gerakan ini, dengan alasan bahwa bahasa yang
dipakai Kongres terhadap Pemerintah Inggris kurang sopan.24 Menurut
Rayendra Prasadia, ia pada mulanya adalah penyokong nasionalisme India. la
pemah menerangkan bahwa Hindustan merupakan negara bagi orang Hindu
dan dalam kategori Hindu termasuk orang India Islam dan orang India Kristen.
Tetapi akhimya ia dipengaruhi oleh Mr. Back, salah satu Direktur MAOC yang
berpendapat bahwa pendidikan ummat Islam India belum sampai ke taraf yang
membuat mereka akan dapat mengambil keuntungan dari permainan dalam
bidang politik. Sebaliknya turut campur dalam bidang politik akan merugikan
ummat Islam India.25
Sayyid Ahmad Khan memang berpendapat bahwa pendidikanlah satu
satunya jalan bagi ummat Islam India untuk mencapai kemajuan. Kemajuan
tidak akan dicapai melalui jalan politik. Oleh karena itu ia menganjurkan
supaya ummat Islam India jangan turut campur dalam agitasi politik yang
dilancarkan Partai Kongres. Usaha usaha untuk merobah sikapnya terhadap
Partai Kongres tidak berhasil. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta kasta dan
pemeluk agama agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan menjadi
satu bangsa. Tujuan dan cita cita mereka saling berlainan. Wujud Partai
Kongres Nasional India sebenarnya tidak mempunyai dasar. Gerakan yang
dijalankan Partai Kongres, demikian ia selanjutnya menjelaskan, bukan hanya
akan merugikan bagi ummat Islam, tetapi juga bagi seluruh India.
Dalam ide politik yang ditimbulkan Sayyid Ahmad Khan di atas telah
kelihatan pengertian bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak
dapat membentuk suatu negara dengan ummat Hindu. Umat Islam harus
mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu negara
akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam
mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Di sini telah dapat dilihat
bibit dari ide Pakistan yang muncul kemudian di abad ke-20.
24
25
Ibid
Ibid, h. 172
13
Dari usaha-usaha pembaharuan Sayyid Ahmad Khan terlihat yang paling
menonjol adalah dalam bidang pendidikan. Terlihat sikapnya terhadap
pendidikan ummat Islam memang terlihat sangat mengagumkan, namun
pengaruh tersebut tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui buku
karangannya dan tulisan-tulisannya Tahzib al-Akhlaq ide ide pembaharuan
yang dicetuskannya menarik perhatian golongan terpelajar Islam India.
Penafsiran penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam
lebih dapat diterima golongan terpelajar ini dari pada tafsiran tafsiran lama.
B. Aligarh dan Pengaruhnya Bagi Pembaharuan Indo-Pakistan
Malapetaka hebat yang melanda India, yaitu Pemberontakan tahun 1857
telah berlalu. Pemberontakan itu merupakan akibat dari keinginan akan adanya
pendidikan di India, dan akibat dari kenyataan bahwa Bangsa India tidak
memahami hak Pemerintah, yang sasarannya adalah kita ini, terhadap kita dan
tidak mengerti tentang kewajiban kita terhadapnya. Selain ini semua, juga terdapat
keinginan akan adanya hubungan antara para penguasa dan rakyat dalam hal
keinginan untuk memperoleh pendidikan itu. Pada saat ini, universitas universitas
yang didirikan di India dengan tujuan mendirikan pendidikan tingkat ting¬gi.
Kebanyakan para negarawan menyetujui adanya pendidikan tingkat tinggi itu dan
menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah, sementara sebagian kecil di
antara mereka bersikap menentangnya. Akan tetapi, tak seorang pun yang berfikir
bahwa bersamaan dengan pendidikan itu, latihan yang baik pun diperlukan, sebab
tak seorang pun dapat meningkatkan dirinya sebagai manusia (beradab) hanya
dengan pendidikan semata mata, demikian juga dengan pendidikan itu saja sikap
moralnyapun tidak dapat ditingkatkan, bahkan dia akan menjadi semacam kuda
be¬ngal yang tidak mau dikendalikan oleh penunggangnya.26
Demikianlah keadaan masyarakat India masa itu, tidak dipungkiri
walaupun dengan berbagai ide pembaharuan yang ditelorkan oleh pembaharupembaharu seperti Sir Sayyid dan rekan-rekannya, namun sikap mental tak bisa
sepenuhnya terpengaruh dengan ide pembaruaan tersebut. Hal ini akan terbukti
26
Ibid
14
dengan sejarah Aligarh selanjutnya pasca Sir Sayyid. Setelah Sir Sayyid wafat
pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide pembaharuan yang dicetuskan Sir
Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh pengikut dan pada
akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan Aligarh yang berpusat
MAOC sendiri.27
Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh dan melanjutkan ide-ide
pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di antaranya:
a. Nawab Muhsin al-Muluk
Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat, maka kepemimpinan Aligarh pindah
ke tangan Sayyid Mahdi Ali, yang dikenal dengan nama Nawab Muhsin Al
Mulk (1837
1907). Pada mulanya ia adalah pegawai Serikat India Tiffluk,
kemudian menjadi pembesar di Hyderabad. Ia pernah berkunjung ke Inggeris
untuk keperluan Pemerintah Hyderabad. Di tahun 1863 ia berkenalan dengan
Sayyid Ahmad Khan dan antara keduanya terjalin tali persahabatan yang erat.
la banyak rnenulis artikel Tahzib Al Akhlaq dan kemudian juga di majalah
yang diterbitkan MAOC la pindah ke Aligarh dan menetap di sana mulai pari
tahun 1893.
Pada tahun 1897 ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di
MAOC Ia mempunyai jasa yang besar dalam menyebarkan ide-ide Sayyid
Ahmad Khan yang dilakukannya
melalui Muhammedan Educational
Conference.28 Jasanya dalam memajukan MAOC terlihat dengan bertambah
banyaknya jumlah murid lembaga pendidikan tersebut.29
Muhsin al-Mulk berhasil membuat golongan ulama India merobah sikap
keras terhadap Gerakan Aligarh. Sebagaimana diketahui bahwa Deoband yang
banyak menghasilkan ulama ulama India tradisional, mempunyai sikap yang
tidak kooperatif dengan Inggeris, sedang Sayyid Ahmad Khan terkenal dengan
27
Jhon J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan : Ensklopedi Masalahmasalah, Terj. Machnum Husein, Judul Asli Islam in transition, Muslim Perspectives, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1994), h. 55-56
28
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 94
29
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 175
15
sikap pro Inggeris. Jadi antara MAOC terdapat perbedaan bukan hanya dalam
soal-soal keagamaan saja tetapi, juga mengenai sikap politik.30
Muhsin al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh,
lebih jauh ia mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi
tersebut. Ia adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga
kepada kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan
Sayyid Ahmad. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari
Perguruan Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di
samping kuburan Sir Sayyid di Aligarh.31
b. Viqar al-Mulk
Pemimpin lain yang berpengaruh ialah Viqar al Mulk (1841 1917). Ia
semenjak muda telah menjadi pembantu dan pengikut Sayyid Ahmad Khan. Di
tahun 1907 ia menggantikan Nawab Muhsin AI Mulk dalam pimpinan
MAOC.32
Masa
inilah
terjadinya
perubahan-perubahan
besar
dalam
adminsitrasi Perguruan Tinggi Aligarh, bahkan dalam kebijaksanaan politik
umat muslim India.33
Viqar al-Mulk bernama Mushtaq Hussain yang lahir 1841, di Distrik
Moradabad, United Pravinces. Ia adalah rekan Sayyid Ahmad Khan dan juga
Muhsin al-Mulk. Bersama dengan Muhsin al-Mulk ia selalu bekerja sama
dalam masalah administrasi Aligarh. Dan setelah Muhsin al-Mulk meninggal
pada tahun 1907, ia dipilih menjadi Sekretaris Badan Pendiri.34
Pada masa Viqar ini terjadi pertentangan antara Viqar al Mulk dengan Mr.
Archbold yang menjadi Direktur MAOC di waktu itu. Dalam pertentangan ini
Gubernur Daerah menyebelah Archbold sedang Viqar al Mulk disokong oleh
Agha Khan serta Amir Ali dan selanjutnya oleh masyarakat Islam di luar.
30
Dewan Editor, Ibid
Ibid
32
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 113-115
33
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 175
34
Ali Mukti, Ibid
31
16
Archbold akhirnya terpaksa mengundurkan diri. Kekuasaan Inggeris di MAOC
dari semenjak itu mulai berkurang.35
Pada masa Viqar inilah berakhirnya kontraversi tentang administrasi
Perguruan Tinggi, dan mulainya era baru bagi perjalanan Aligarh. Ia cukup
tangguh dalam membina kebijaksanaan politik Muslim India. Viqar AI Mulk,
sebagai seorang ulama, keras pendirian dan pegangannya terhadap agama,
hidup keagamaan di MAOC diperkuatnya. Pelaksanaan ibadat, terutama shalat
dan puasa, diperketat pengawasannya. Lulus dalam ujian agama menjadi syarat
untuk dapat naik tingkat. Hal hal tersebut di atas membuat MAOC menjadi
lebih populer di kalangan ulama India.
c. Altaf Husain Hali
Tokoh India lainnya yang terkenal sebagai penyebar ide ide pembaharuan
Sayyid Ahmad Khan adalah Altaf Husain Hali (1837-1914). Ia pernah bekerja
sebagai penerjemah di kantor Pemerintah Inggeris di Lahore, tetapi kemudian
pindah ke Delhi. Di sinilah ia berkenalan dengan Sayyid Ahmad Khan dan
keduanya menjadi teman baik. Hali terkenal sebagai seorang penyair, tetapi ia
juga menulis karangan karangan untuk Tahzib Al Akhlaq. Atas permintaan
Sayyid Ahmad Khan ia menulis syair tentang peradaban Islam di Zaman
Klasik.
Keluarlah di tahun 1879 apa yang terkenal dengan nama Musaddas. Syair
itu antara lain juga mengandung ide ide Aligarh. Musaddas sangat berpengaruh
terhadap ummat Islam India, sehingga dikatakan bahwa di samping MAOC
dan Muhammedan Educa¬ional Conference Musdddas lah yang mempunyai
jasa besar dalam mempopulerkan Gerakah Aligarh. Terhadap pendidikan
wanita ia lebih progressif dari Sayyid Ahmad Khan yang memandang bahwa
kaum wanita belum perlu mendapat pendidikan sebagai kaum lelaki. Dalam
soal politik ia juga berpendapat bahwa ummat Islam India merupakan suatu
kesatuan tersendiri di samping ummat Hindu. Tetapi ia tidak bersikap anti
35
Ibid, h. 123
17
Hindu, ia menganjurkan supaya penulis-penulis Islam India juga mempelajari
bahasa Hindu.36
Sejak masa Sayyid Ahmad telah diramalkan akibat dari gerakan anti
Bahasa Urdu pada tahun 1867. Sir Sayyid telah mengungkapkan pandangan
bahwa bahasa sangat penting dalam membina nasionalitas bersama. 37 Hal
inilah yang diserukan oleh Hali bahwa aspek bahasa memegang peranan
penting dalam penyelesaian konflik antara Hindu dan Urdu, juga antara Hindu
dengan umat Islam. bahwa orang Hindu hendaknya memakai Bahasa Urdu.
Juga orang Islam hendaknya menjauhi kata-kata Arab dan Parsi, dan beralih ke
memperhatikan Hindi dan Sanskerta. Ia menekankan bahwa yang akan dicapai
adalah Bahasa Delhi yang sederhana yang dipergunakan oleh orang-orang
Hindu dan Muslim.38
d. Muhammad Syibli Nu’mani
Muhammad Syibli Nu’mani (1857 1914) diangkat pada tahun 1883
sebagai Asisten Profesor Bahasa Arab di Aligarh. Ia mempunyai pendidikan
madrasah tradisional dan pernah pergi ke Mekah dan Medinah memperdalam
pengetahuannya tentang agama Islam. Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat
meninggalkan MAOC.
Ketika di MAOC ia berjumpa dengan ide ide baru yang dikemukakan oleh
Gerakan
Aligarh
dan
tertarik
padanya.
Latar
belakang
pendidikan
madrasahnya, membuat ia tidak mempunyai sikap se-liberal Sayyid Ahmad
Khan. Tetapi ia tidak menentang pemakaian akal dalam soal-soal agama;
mempelajari falsafat barat yakin bukanlah haram. Ulama-ulama zaman klasik
juga mempelajari dan mengetahui falsafat. Mereka, demikian argumennya
lebih lanjut, menyetujui pelajaran falsafat. Pemikiran modern dalam bentuk
moderat dapat diterimanya. Pada tahun 1894 ia mendirikan “Nadwah Ulama”
yang diawali dengan semangat yang tinggi. Sehingga, Suleman Nadwi,
pengganti Syibli menyatakan bahwa “banyak orang percaya bahwa hal ini akan
36
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 176
37
Ibid, h. 178
38
Ali Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1993),
h. 107
18
membawa kepada berdirinya pemerintahan ulama”. Inilah nampaknya gerakan
tandingan yang pada akhirnya membawa Aligarh kepada kemunduran.
Banyak kritik-kritik yang dilontarkan Syibli kepada Aligarh, dia tidak
terkesan dengan hasil-hasil intelektual pendidikan modern, karena perlakuan
yang ia terima sebagai Asisten Profesor bahasa. Pada akhirnya ia meninggalkan
MAOC dan pergi ke Lucknow untuk memimpin perguruan tinggi Nadwat alUlama. Pemikiran modern moderat yang dianutnya membawa perobahan pada
perguruan tinggi ini. Salah satu dari muridnya yang kemudian menjadi
pemimpin pembaharuan di abad kedua puluh ialah Abdul Kalam Azad.
Kritik Syibli yang membawa kepada sikap meninggalkan Aligarh adalah
bahwa sejak masa Sayyid Ahmad Khan telah terjadi pemisahan agama dari
politik. Walaupun pada kenyataannya Sir Sayyid sangat memperhatikan agama,
Syibli percaya bahwa agama sebagai bantuan untuk tujuan-tujuan duniawi. Ini
barangkali obsesi masa lalu ketika para ulama memegang kekuasaan spiritual
sekaligus duniawi. Pada masa inilah, gaung Aligarh mulai memudar, namun
ide-ide pembaharuan yang dicetuskan melalui lembaga ini terus dikembangkan
oleh tokoh-tokoh yang lahir kemudian.
BAB III
PENUTUP
19
Sayyid Ahmad Khan adalah pencetus pembaruan India. Berbagai
pemikiran pembaruan yang dicetuskannya dan sangat berpengaruh bagi kemajuan
rakyat India selanjutnya. Ide-ide pembaharuannya baik dalam pendidikan,
keagamaan, juga dalam bidang politik merupakan refleksi dari gejolak sosial masa
itu.
Dalam bidang keagamaan, Sir Sayyid menemukan penafsiran-penafsiran
baru tentang ajaran agama. Dalam bidang politik Sir Sayyid berusaha meyakinkan
Inggris – penguasa India – agar Inggris mau bekerja sama dengan umat Islam
dalam memajukan India. Sedangkan dalam bidang pendidikan merupakan usaha
yang sangat fundamental bagi kemajuan India selanjutnya. MAOC di Aligarh
yang merupakan cikal bakal bagi lahirnya tokoh-tokoh pembaharu India yang
akan mengantar India kepada kemajuan pasca keterpurukan – kekalahan Mughal
dan penguasaan Inggris di India.
Aligarh melahirkan tokoh-tokoh yang terus mengembangkan ide-ide
pembaharuan Sir Sayyid, seperti Muhsin Al-Mulk, Viqar al-Mulk, dan lain-lain.
Dalam perkembangan selanjutnya MAOC berkembang menjadi Universitas
Aligarh yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh penting, seperti Amir Ali,
Muhammad Iqbal, dam Maulana Abul Kalam Azad.
DAFTAR PUSTAKA
20
Amal Taufik Admam, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan,
Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, Th 1992
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama,
1993
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002
Donohue Jhon J dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
Masalah-Masalah, terj. Machnun Husein, Judul Asli: Islam in Transition,
Muslim Perspectives, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994
Houstma M. Th, Firt Encyclopedia of Islam, London: EJ. Brill, 1987
M. Lapidus Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, judul asli: A
History of Islamic Societies, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999,
Jilid ke-3
Muhammad Sa’id Bustami, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme
dan Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan, judul asli: Mafhum Tajdid al-Din,
Bekasi: PT. Wacana Lazuardi Amanah, 1995
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
1993
Nasution Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1994