KEN DAN ARGOT MADURA ANTIBAHASA ORANG OR

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

KEN DAN ARGOT MADURA:
ANTIBAHASA ORANG-ORANG MARJINAL
Iqbal Nurul Azhar
Universitas Trunojoyo Madura
iqbalnurulazhar@yahoo.com/pusatbahasaalazhar.wordpress.com
Abstrak: Anti-bahasa dapat dipahami sebagai versi ekstrim dari dialek sosial.
Di Madura, Anti-bahasa yang banyak dijumpai keberadaannya adalah Argot dan Ken.
Dua Anti-bahasa ini banyak dijumpai dikomunitas marjinal. Argot dalam bahasa
Madura setidak-tidaknya memiliki tiga karakter bahasa yang khas. Tiga karakter ini
harus dipahami siapa saja yang ingin berinteraksi dalam komunitas para marjinal
tersebut. Pertama, Argot dalam bahasa Madura tercipta oleh proses releksikalisasi
bahasa Madura (perubahan kata dalam bahasa Madura sehingga memiliki makna
baru). Kedua, tata bahasa dari bahasa Argot tetap dipertahankan, tetapi kosakata
khasnya selalu berkembang. Ketiga, bagi pengguna Argot, komunikasi yang
efektif bergantung pada seberapa besar bahasa itu tidak dapat diakses untuk orangorang Madura yang berada di luar komunitas. Bentuk-bentuk Ken di Madura
bervariasi. Meskipun demikian, variasi ini tidak lantas tidak bisa dipetakan. Secara
umum, Ken Madura dibagi tiga yaitu Ken yang bersifat Persuasif, Ken yang bersifat

Atraktif, dan Ken yang bersifat Enkriptif.
Kata-kata kunci: Anti Bahasa, orang-orang marjinal, Ken, Argot

PENDAHULUAN
Sebagai pulau yang dihuni oleh suku yang memiliki jumlah anggota termasuk lima
besar di Indonesia, pulau Madura bukanlah pulau yang homogen. Di dalamnya terdapat
banyak sekali lapisan-lapisan masyarakat maupun komunitas-komunitas sosial yang
membentuknya. Sebagian besar lapisan-lapisan maupun komunitas-komunitas yang ada di
pulau Madura membangun masyarakat yang satu, namun ada beberapa lapisan atau
komunitas di Madura yang membangun cara kehidupan mereka sendiri yang terkadang
berlawanan dengan cara hidup anggota masyarakat mayoritas.
Beberapa lapisan atau komunitas Madura ini berada dalam zona subkultur, sebuah
kelompok yang dalam kaca mata mayoritas orang Madura dipandang sebagai kelompok
marginal atau “terlabel,” sebuah kelompok yang ditempatkan di luar dari tatanan yang ada,
sebuah kelompok yang tidak mengikuti mainstream yang ada, serta sebuah kelompok yang
terkadang dianggap sebagai pelanggar hukum. Kita menyebut kelompok ini sebagai
kelompok Anti-sosial. Kelompok Blateran, Transgender, maupun Pemadat, Penyabung ayam,
adalah contoh kelompok-kelompok ini.
Sikap dan perilaku kelompok Anti-sosial di Madura kebanyakan tidak
mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat Madura secara

umum di sekitarnya. Kelompok antisosial biasanya kurang menunjukkan sikap bertanggung
jawab serta kurang menyesal mengenai kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan.
Kelompok yang kepribadian antisosial secara persisten melakukan pelanggaranpelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar norma masyarakat
Madura seperti memaki, berbohong, bersumpah, mengumbar aib, dan lain-lain.
Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta seringkali gagal
dalam membina hubungan interpersonal dan pekerjaan. Suatu tindakan antisosial biasanya
mendatangkan kerugian bagi masyarakat luas sebab pada dasarnya para anggota
kelompok Anti-sosial ini tidak menyukai kemapanan sosial yang diinginkan oleh sebagian

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

besar anggota masyarakat lainnya (Smitherman, 2000).
Sikap antisosial dapat dengan mudah diketahui dengan melihat ciri-ciri tanda dari
sikap anti sosial antara lain sebagai berikut. Pertama adalah adanya ketidaksesuaian antara
sikap seseorang dengan norma yang terdapat dalam masyarakat. Kedua adalah adanya
sekelompok orang yang berusaha dalam melakukan perlawan terhadap orang yang berlaku di
masyarakat. Ketiga adalah ketidakmampuan kelompok sosial dalam menjalankan norma
yang di masyarakat (Halliday, 1976).

Istilah Anti-bahasa tidak hanya bersinggungan dengan istilah anti-masyarakat.
Dalam kenyataannya, Anti-bahasa merupakan produk dari komunitas anti-sosial. Antibahasa, didefinisikan sebagai cara berkomunikasi satu kelompok masyarakat dalam satu
bahasa, yang menafikan orang luar (Halliday, 1976).
Anti-bahasa berfungsi untuk menciptakan dan memelihara struktur sosial yang
terbatas melalui percakapan yang tidak menggunakan bahasa sehari-hari yang kebanyakan
muncul di lapangan. Karena digunakan secara terbatas, maka unsur-unsur tertentu dari
kebahasaan sangat dikedepankan. Inilah yang menyebabkan anti-bahasa memiliki karakter
khusus di mana model-model berekspresi yang bersifat metaforis menjadi sebuah norma.
Karakter khusus ini muncul di semua tingkatan, baik fonologi, lexicogrammatikal, dan
semantic (Montgomery, 1986).
Anti-bahasa dapat dipahami sebagai versi ekstrim dari dialek sosial. Antibahasa menggunakan tata bahasa yang sama seperti pada bahasa umumnya, tetapi
orang-orang yang menuturkan Anti-bahasa menggunakan tata bahasa tersebut dengan cara
yang berbeda sehingga bahasa mereka hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang
berada dalam lingkaran Anti-bahasa tersebut.
Bahasa orang Blater, Transgender, maupun Pemadat di Madura adalah contoh dari
Anti-bahasa. Ekspresi bahasa yang digunakan oleh tiga kelompok ini, sangat akrab di telinga
penuturnya yang berjumlah minoritas namun hanya dipahami oleh „sedikit‟ orang dari
kelompok masyarakat yang menjadi mayoritas yang tahu artinya. Anti- bahasa di Madura
sering digunakan oleh penjahat dan orang-orang marjinal (orang- orang pinggiran), yang
tidak ingin dimengerti oleh kebanyakan orang Madura. Di Madura, Anti-bahasa yang

banyak dijumpai keberadaannya adalah Argot dan Ken. Dua Anti-bahasa ini banyak dijumpai
dikomunitas marjinal.
PEMBAHASAN
Argot Madura
Kita dapat mendefinisikan Argot Madura sebagai variasi bahasa yang bersifat
rahasia yang digunakan oleh kelompok-kelompok antisosial yang anggotanya ingin atau harus
menyembunyikan beberapa aspek komunikasi mereka dari nonanggota. Contoh dari variasi
bahasa ini adalah variasi bahasa yang digunakan oleh para Blater, pemadat atau penjudi
sabung ayam yang leksikon menunjukkan praktik kriminalitas, seksualitas, kekerasan, dan
hal-hal tertutup lainnya.
Argot dalam bahasa Madura setidak-tidaknya memiliki tiga karakter bahasa yang
khas. Tiga karakter ini harus dipahami siapa saja yang ingin berinteraksi dalam komunitas
para marjinal tersebut.
Pertama, Argot dalam bahasa Madura tercipta oleh proses releksikalisasi bahasa
Madura (perubahan kata dalam bahasa Madura sehingga memiliki makna baru). Ini
menunjukkan bahwa Argot membutuhkan bahasa Madura untuk ada dan
berkembang. Contoh dari releksikalisasi ini adalah Pergeseran Semantik. Pergeseran
Semantik merupakan perubahan makna dari sebuah kata yang bergeser kearah yang bersifat
up-to-date, bahkan modern dalam rangka memenuhi satu tujuan komunikasi tertentu.
Pergeseran Semantik ini mempengaruhi adanya perbedaan makna dari makana aslinya secara


Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

radikal. Lihat beberapa contoh Argot yang pernah penulis dengar seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.1 Argot Madura yang tercipta melalui proses releksikalisasi
Komunita
judi ayam

Argot
Madura
pajuh

Madura
Standar
dhâddi èaddhu

Arti


judi ayam

lem

bulana ajâm

blâtèr

nyateyah

nyarèh rèng
binè’

pemadat

kancèngan

-


Makna dasar:
kancing baju
Makna Argot:
sabu-sabu

Jhâ’ sampè’lèbat polana
bânnya’ ngontal kancèngan la
(jangan sampai tewas overdosis
karena terlalu banyak
mengkonsumsi sabu- sabu lho!)

pemadat

sayur

ganja

Jo’ mojok kèng mèler sayur
yâh..?ta’ jhâk ngajhâk kado’
(Kamu mojok hanya untuk

melintir ganja saja? Gak
ngajak-ngajak lagi.

pemadat

motè

nyabu

pemadat

giga

gram

Makna dasar:
sayur,
tumbuhan
yang bisa
dimakan,

Makna Argot:
ganja
Makna dasar:
menjadi putih
Makna Argot:
mengkonsumsi
sabu-sabu
Makna dasar:
giga, 1000
megabyte
Makna Argot:
gram (ukuran
sabu)

Makna dasar:
laku untuk
barang yang
dijual
Makna argot:
jadi tanding

Makna dasar:
alat untuk
merekatkan
sesuatu
Makna argot:
buluh ayam
Makna dasar:
membuat sate
Maksa argot:
mencari
wanita untuk
diajak
berhubungan
badan

Konteks
Ajâmmah pajuh so ajâmmah
sapah? Taroannah râmpah,
Lo? (ayamnya jadi tanding?
Taruhannya berapa?


Ca’na lemmah ajâmmah
Kardi ce’ gantengngah,
blurik potè celleng yâh?
(dengar-dengar bulu ayam
punya Kardi bagus ya? Lurik
hitam putih ya?
Majuh yap siyap sè
nyateyah..jhâ’ loppaè nyambih
upès..dagghi’ pas ngotangah
(ayo siap-siap yang mau nyari
wanita, jangan lupa bawa uang,
nanti malah maunya ngutang
saja

Ambu lah jhâ’ motè
terros...bdna la ecandhâk
malisi (berhentilah jangan
nyabu saja, bandarnya udah
tertangkap polisi)
...adâ’ polana silup bânnya’
ajhâlân...Bd kèng andi’ mè’ sa
giga (tidak ada, karena polisi
banyak yang berkeliaran,
bandarnya hanya punya se
gram)

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6
pemadat
bhâta
sakilo
Makna dasar:
Mon sampè’ andi’ sa bhâtah
bata Makna
kado’...a pos pos ta’
Argot: kilo
kalowar roma sabulân (jika
(ukuran sabu)
sampai punya hingga sekilo,
dihabiskan, bisa-bisa dia tidak
keluar rumah sampai sebulan).
transgender

tinta

enja’

transgender

rèxona

roko’

transgender

bendèra

bhindhârâ

transgender

rumania

roma

transgender

ramayana

rammèh

Makna dasar:
cairan untuk
menulis
Makna Argot:
tidak
Makna dasar:
sejenis merk
deodoran
Makna Argot:
rokok
Makna dasar:
bendera
Makna Argot:
orang yang
paham agama,
tingkatannya
lebih tinggi
dari santri,
tapi lebih
rendah dari
kyai
Makna dasar:
nama negara
Makna Argot:
rumah

Makna dasar:
nama judul
epik dari India
Makna Argot:
ramai

...tinta Nik, akika ta’ terro
arum-sirum (tidak Nik, saya
tidak mau bergosip

Kammah akika mènta
rèxonana?(mana saya mau
minta rokoknya?)

Sè èajhâgghâ kennalan
ternyata bendèra..todus
la..ontong Evi dateng
ngonè’e (yang diajak
kenalan ternyata seorang
yang ngerti agama..malu
lah)

Rumanianah jhâu
yâh?entarah ka kassah kèng
akika todus (rumahnya jauh
tidak, saya mau kesana
Cuma saya malu)
Ghellâ’ rammeh yâh
pasarrah? (tadi rame tidak
pasarnya?)

(Sumber: Arifin (2012), Prameswari (2016), Musabbih (2014)
Kedua, tata bahasa dari bahasa Argot tetap dipertahankan, tetapi kosakata
khasnya selalu berkembang. Penggunaan leksem asing adalah salah satu ciri lain yang
ditemukan dari Argot Madura. Penggunaan leksem asing ini menunjukkan bahwa
bahasa Madura juga memiliki kans untuk dipengaruhi oleh bahasa lain. Lihat beberapa
contoh Argot yang pernah penulis dengar seperti terlihat pada tabel di bawah ini:

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

Tabel 5.2 Argot Madura yang Meminjam Leksem Asing
Komunita
blâtèr

Argot
Madura
dealer

Madura
Standar
-

blâtèr

spion

spion (untuk
kendaraan)

Konteks

Arti
Makna dasar:
penjual mobil,
atau motor
Makna Argot:
penadah
Makna dasar:
alat untuk
membantu
melihat
kendaraan
dibelakang
kendaraan
kita
Makna Argot:
mata-mata

Dâ’ râmmah Dèlerrah?
la dâteng lah? èdantos dâri
malemmah ta’ lem dâeng
(gimana penadahnya? Udah
datangkah? Ditunggu dari
semalam lho)
Bilâ ka pasar, jhâ’ ton
makaton ghâman, èkatapè
spion polisi, lobâr hedâh
(kalau kepasar, jangan
menunjukkan senjata, terlihat
mata-mata polisi habis kamu

(Sumber: Musabbih (2014)
Ketiga, bagi pengguna Argot, komunikasi yang efektif bergantung pada seberapa
besar bahasa itu tidak dapat diakses untuk orang-orang Madura yang berada di luar
komunitas. Pembatasan akses ini terjadi karena Argot pada dasarnya adalah simbol identitas
komunitas yang biasanya bersifat rahasia. Pembatasan akses ini kebanyakan dalam bentuk
penggunaan term baru, yaitu penggunaan sebuah kata yang benar-benar baru untuk merujuk
kepada sesuatu yang sebenarnya kata yang merepresentasikannya telah ada. Tujuan
penggunaan kata-kata baru ini adalah untuk menyamarkan pesan yang diinginkan
penggunanya. Lihat beberapa contoh Argot yang pernah penulis dengar seperti terlihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.3 Argot Madura: Penggunaan Term Baru
Komunita
blâtèr

Argot
Madura
puto

Madura
Standar
waset

Arti

blâtèr

mokang

kèsakèh

berhubungan
badan

blâtèr

èdhurno

èperkosa

diperkosa

wasit

Konteks
La dâteng yâh putonah...?
ajâmmah la siap asabung.
(sudah datang belum
wasitnya? Ayamnya udah siap
bersabung)
Callo rowa la palang,
mokang è adâ’na
alè’na...adâ’ la alaporan ka
binèna..lajhu rammèh
molèna
(Callo itu sialan,
berhubungan badan di depan
adiknya,
habislah dia dilaporkan
keistrinya,
pulangnya
Bilâh
amaèn
rèmi pa teppa’
la..dâgghi’ lajhu èdhurno
ba’eng..ha ha .(kalau
bermain kartu yang benar,
nanti bisa- bisa diperkosa, ha
ha)

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6
blâtèr
ngasrop
ngènom
minum minuman Adâ’ pèssè ta’ usa motè
berlkohol
ghâllu,
cokop
ngasrop
tèmbhâng tadâ’ lakona (tidak
punya uang tidak perlu nyabu
dulu, cukup
minum aja daripada tidak
ada kerjaan
blâtèr
aconi
acokorco
beronani
Hei
patè’! dârih dimmah
bhâin? marèh aconi
yah..(Hei Anjing! Dari mana
aja kamu, habis melakukan
onani
ya)ojhân palèng nyaman
pemadat
ciwèr
sondhel
pelacur
Marèna
nyarèh ciwèr
èsorbhâja..majuh (habis hujan
paling enak nyari pelacur ke
Surabaya,
ayo!) cora’na la
pemadat
bede
bhândhâr
bandar narkoba
Bede ghir tèmor
marèh è chandak silup
bâri’na ya (bandar daerah
timur kemarin udah dtangkap
polisi ya?)
pemadat

silup

polisi

polisi

Tèngatèh...pèttobellâsân
bânnya’ silup nyarè cèpèran
kado’ (hati-hati, 17agustusan
banyak polisi nyari cepran)

transgender

kawanoa

bâ’na

kamu

Billahi, tako’ bi’ kawanoa è
kabâlâ (demi Tuhan, takut
sama kamu dikasih tahu ke
dia)

transgender

birpong

bârâmpah

berapa

Kol birpong sè atemmowah
bi’ Sandi? (jam berapa
ketemu sama Sandi?)

transgender

mèong

terangsang

terangsang

transgender

tèmpong

perkosa

perkosa

aduh jhâ’ ètèmpongngah
orèng rowa (aduh, andai bisa
diperkosa orang itu)

transgender

telong
rèbong

tello’

tiga

upèssa korang telong rèbong
(uangnya kurang tiga ribu)

transgender

rèti

ratos

ratus

sèngko’ majâr lèma rèti
bâkto jiyah (saya membayar
lima ratus waktu itu)

transgender

asaleho

sala

salah

rassana asalèho atemmo polè
so kawanoa (rasanya salah
ketemu lagi sama kamu)

transgender

arum sirum

agosip

bergosip

ajhelling rowah, akika
langsong mèongngah
(melihat orang itu, saya
langsung terangsang)

jhâ’ dhujân arum sirum
(jangan suka bergosip)

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6
transgender
bradpita
bârâmpah
berapa
bradpita arghâna? (berapa
harganya?)
transgender

pèrès

ngomong

purapura/bohong

cè’ pèrèssâ bâ’na (kamu itu
benar-benar bohong)

(Sumber: Arifin (2012), Prameswari (2016), Musabbih (2014)
Selain memiliki karakter bahasa yang khas, Argot Madura juga memiliki tujuan
penggunaan yang khas pula. Berdasarkan pengamatan penulis, dijumpai setidaknya
empat tujuan digunakannya Argot.
Pertama, Argot bagi komunitas di Madura digunakan sebagai alat yang membantu
menghangatkan percakapan dan mempererat sosialisasi di antara mereka. Bahasa unik ini
digunakan para anggotanya untuk mempererat solidaritas diantara mereka. Bahasa unik ini
memiliki fungsi ganda. Pertama selain digunakan untuk memindai para anggota dan yang
bukan anggota, juga dipakai sebagai penghubung satu topik yang dimaksud.
Kedua, Argot digunakan untuk menjaga rahasia ketika orang-orang dalam komunitas
tidak ingin ide atau rencana mereka didengar oleh orang-orang di luar komunitas. Ini
berarti bahwa tujuan menggunakan Argot adalah sebagai pengaman rencana atau gerakan,
atau sebagai dinding penghalang terhadap siapa saja yang memiliki niat untuk mencuri
informasi dari mereka.
Ketiga, Argot digunakan untuk melaporkan atau menginformasikan tentang situasi
tertentu. Anggota kelompok yang telah ditunjuk sebagai pengaman akan memberikan
informasi kepada anggota lain dengan menggunakan “kode tertentu” berupa sebuah
ekspresi bahasa Argot sehingga orang-orang di dalam komunitas dapat melihat situasi dengan
baik tanpa harus panik
Keempat, adalah untuk mengungkapkan perasaan/stereotipe mereka pada orang lain.
Perasaan/Stereotipe disini dimaksudkan sebagai persangka yang muncul karena faktor
pengalaman yang menyebabkan mereka memiliki perasaan tertentu kepada seseorang baik
itu positif maupun negatif. Semisal, kelompok penegak hukum pasti akan dilabeli dengan
ekspresi tertentu dengan Argot. Demikian juga sahabat atau musuh dari komunitas mereka
past akan diberi label tertentu dengan Argot.
Ken Madura
Ken dikategorikan sebagai Anti bahasa karena bahasa ini diproduksi oleh
komunitas pengemis yang dalam kacamata sosial ditempatkan sebagai kelompok yang berada
di luar dari tatanan yang ada, serta sebuah kelompok yang terkadang dianggap sebagai
kelompok pelanggar hukum karena terkadang dianggap meresahkan, memperburuk citra kota
sehingga seringkali komunitas ini dikejar-kejar aparat Trantib untuk ditertibkan.
Bahasa Ken juga berbeda dengan bahasa masyarakat Madura kebanyakan. Ken dalam
konteks ini adalah variasi dari bahasa Madura yang digunakan oleh pengemis yang
penggunaannya berbeda dengan penggunaan kebanyakan bahasa masyarakat Madura,
ditandai dengan adanya ekspresi rengekan, berpura-pura, serta terkadang mengandung
unsur pemaksaan. Kata-kata yang digunakan terkadang tidak masuk akal, berlebih-lebihan
dan cenderung tidak mematuhi kaidah privasi persona dengan menceritakan masalah personal
kepada khalayak ramai.
Bentuk-bentuk Ken di Madura bervariasi. Meskipun demikian, variasi ini tidak lantas
tidak bisa dipetakan. Secara umum, Ken Madura dibagi tiga yaitu Ken yang bersifat
Persuasif, Ken yang bersifat Atraktif, dan Ken yang bersifat Enkriptif.
Ken bentuk pertama adalah variasi bahasa yang bersifat persuasif. Variasi ini biasanya

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

ditujukan kepada masyarakat yang akan dimintai amal, masyarakat yang lewat disekitar
tempat mereka mangkal, atau masyarakat yang menurut mereka memiliki potensi untuk
memberikan derma. Variasi bahasa ini ditandai dengan adanya rengekan, suara yang dibuat
mendayu dayu dan mengundang simpati, terkadang berpura-pura, tekadang bersuara lantang
ataupun memelas. Variasi bahasa jenis ini lebih banyak ditemukan dari pada variasi Ken
jenis lainnya. Ken yang bersifat persuasif dapat pula dibagi menjadi lima jenis berdasarkan
kata kunci proposisi yang digunakan dalam rengekannya yaitu finansial, cacat fisik,
disintegrasi keluarga, usia tua, dan ibadah
Ken yang bersifat persuasif yang pertama adalah Ken dengan kata kunci finansial.
Ekspresi-ekspresi seperti tidak punya uang, habis kecopetan, tidak dinafkahi orang tua atau
suami adalah kata kunci yang berhubungan dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan
salah satu faktor yang bagi orang Madura “dimaklumi” untuk dijadian alasan pembenar
seseorang menjadi pengemis. Meskipun pada faktanya, tidak semua pengemis di Madura
termotivasi untuk menghasilkan uang karena faktor kemiskinan. Beberapa kelompok
pengemis bahkan menjadikan pengemis sebagai matapencaharian
serta
untuk
mengumpulkan kekayaan. Contoh dari Kan jenis ini adalah: Mènta sadekanah mik,
sèngko’ la tello arèh ta’ ngakan ta’ andi’ pèssè atau (Minta sedekah bu, saya tiga hari belum
makan, atau ingin sekolah pa, minta uang beli buku, kasihanilah saya)
Ken yang bersifat persuasif yang kedua adalah Ken dengan proposisi Cacat fisik.
Ekspresi-ekspresi seperti kasihanilah saya kaki saya patah, saya buta tidak bisa bekerja, saya
tidak punya tangan belaslah kepada saya, adalah kata kunci yang berhubungan dengan cacat
fisik. Contoh dari Kan jenis ini adalah Nyo’on sadâka bu, rèng cacat ta’ bisa ajhâlân.
Nyo’on bellâs pak, rèng butah ta’ andi’ lakoh (minta sedekah bu, orang cacat tidak bisa
jalan, minta belasmu pak, orang buta tidak punya pekerjaan)
Ken yang bersifat persuasif yang ketiga, Ken dengan proposisi disintegrasi keluarga,
yang terjadi karena salah satu oranag tua meninggal atau karena faktor perceraian.
Ekspresi-ekspresi seperti saya anak yatim berikan uang, orang tua saya kecelakaan dan
mati, saya sendiri adalah kata kunci yang berhubungan dengan kematian. Pengemis
yang biasa menggunakan ekspresi ini adalah pengemis anak-anak. Ekspresi-ekspresi seperti
orang tua meninggalkan saya, saya sebatang kara, saya dicerai suami dan suami mengusir
juga adalah kata-kata kunci yang berhubungan dengan Disintegrasi. Contoh dari Kan
jenis ini adalah: Mentah pèssè buk...ghâbây mellè naseè’......tang bapa’ la tada’. (minta uang
bu, buat beli nasi, bapak saya sudah tiada)
Ken yang bersifat persuasif yang ketiga keempat adalah Ken dengan proposisi usia
tua. Usia tua adalah tahap terakhir dalam proses kehidupan seseorang. Ini adalah kelompok
atau generasi yang terdiri dari segmen anggota tertua dalam populasi. Ketika manusia sudah
tua, mereka tidak mampu melakukan pekerjaan berat dan kondisi kadang-kadang
digunakan oleh pengemis untuk menghasilkan uang. Ekspresi-ekspresi seperti kasihanilah
orang tua ini, saya sudah tua dan gak bisa apa-apa adalah kata kunci yang berhubungan
dengan usia tua. Contoh dari Kan jenis ini adalah: Parèngè bellas mi,’ kulâ la towah ta’
bisa alakoh.....kanèserrè orèng towah nèkah me....’(berikan belasmu bu, saya sudah tua,
tidak kuat bekerja, kasihanilah orang tua ini bu)
Ken yang bersifat persuasif yang kelima adalah Ken dengan proposisi ibadah.
Ekspresi-sekpresi seperti berikan saya uang, semoga jadi ibadah dan kamu mendapat pahala,
adalah kata-kata kunci yang berhubungan dengan ibadah. Contoh dari Kan jenis ini adalah:
Ghâ-mogâh sampiyan èparèngè rejekkèh....dâri panapa sè èparèngè dâ’ kulâh, Ghâ-mogâh
dhâddiyah ibadah dâ’ sampèyan, barokah dâlem odi’....torèh abâgi kak tuan... (mudahmudahan anda diberi rejeki, dari apa-apa yang anda berikan ke saya, mudah-mudahan
menjadi ibadah pada anda, berkah dalam hidup, mari berbagi tuan)
Ken bentuk kedua adalah Ken yang bersifat Atraktif. Sama seperti Ken jenis pertama,

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

variasi ini biasanya ditujukan kepada masyarakat yang akan dimintai amal. Yang
membedakan dari variasi jenis pertama adalah pola bahasa yang digunakan, yang cenderung
lebih intelektual, lebih elegan, karena mengandalkan retorika dan logika. Seringkali suaranya
bersuara lantang, bahkan dengan pengeras suara. Penulis pernah beberapa kali menjumpai
Ken jenis ini diucapkan oleh pengemis cacat di alun-alun Bangkalan, pada waktu Bulan
Romadhon. Pengemis, dan beberapa pengemis lainnya seringkali menggunakan Papareghan
atau menyitir ayat-ayat Al-quran. “Kanèserrè orèng kènè.’ Sè ta’ andi’ tanang duwâ.’
Moghâ-moghâ eghânjhâre. Roma Rajâ dalem Sorghâ.
Ken bentuk ketiga adalah Ken yang bersifat Enkriptif (berkode). Ken ini biasanya
ditujukan kepada anggota kelompok pengemis, untuk menyamarkan maksud atau topik
pembicaraan, seperti membicarakan tentang perugas Trantib atau kepolisian, ciri-ciri orang
yang bisa dimintai uang, dan untuk keperluan lainnya. Kebanyakan, kosa- kata Ken jenis ini
memiliki kemiripan dengan kosakata blater maupun penjudi, seperti silup yang merujuk pada
kata polisi, dan lain sebagainya.

SIMPULAN
Anti-bahasa dapat dipahami sebagai versi ekstrim dari dialek sosial. Antibahasa menggunakan tata bahasa yang sama seperti pada bahasa umumnya, tetapi
orang-orang yang menuturkan Anti-bahasa menggunakan tata bahasa tersebut dengan cara
yang berbeda sehingga bahasa mereka hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang
berada dalam lingkaran Anti-bahasa tersebut. Bahasa orang Blater, Transgender, maupun
Pemadat di Madura adalah contoh dari Anti-bahasa. Ekspresi bahasa yang digunakan oleh
tiga kelompok ini, sangat akrab di telinga penuturnya yang berjumlah minoritas namun
hanya dipahami oleh „sedikit‟ orang dari kelompok masyarakat yang menjadi mayoritas
yang tahu artinya. Anti- bahasa di Madura sering digunakan oleh penjahat dan orang-orang
marjinal (orang- orang pinggiran), yang tidak ingin dimengerti oleh kebanyakan orang
Madura. Di Madura, Anti-bahasa yang banyak dijumpai keberadaannya adalah Argot dan
Ken. Dua Anti-bahasa ini banyak dijumpai dikomunitas marjinal.
Argot dalam bahasa Madura setidak-tidaknya memiliki tiga karakter bahasa yang
khas. Tiga karakter ini harus dipahami siapa saja yang ingin berinteraksi dalam komunitas
para marjinal tersebut. Pertama, Argot dalam bahasa Madura tercipta oleh proses
releksikalisasi bahasa Madura (perubahan kata dalam bahasa Madura sehingga memiliki
makna baru). Kedua, tata bahasa dari bahasa Argot tetap dipertahankan, tetapi kosakata
khasnya selalu berkembang. Ketiga, bagi pengguna Argot, komunikasi yang efektif
bergantung pada seberapa besar bahasa itu tidak dapat diakses untuk orang-orang Madura
yang berada di luar komunitas.
Bentuk-bentuk Ken di Madura bervariasi. Meskipun demikian, variasi ini tidak lantas
tidak bisa dipetakan. Secara umum, Ken Madura dibagi tiga yaitu Ken yang bersifat Persuasif,
Ken yang bersifat Atraktif, dan Ken yang bersifat Enkriptif.
REFERENSI
Arifin, Samsul (2012) The Language Variations Used By Transgender (A Study In Sofa’s
Salon At Blega District Of Bangkalan). Skripsi Tidak Diterbitkan. Program Studi
Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura
Halliday, M. A. K. (1976) "Anti-Languages". American Anthropologist 78 (3) pp. 570–584
Montgomery, Martin (1986), An Introduction to Language and Society. Routledge,
Musabbih (2014) An Analysis Of Blaters’ Argot In Socah Village Bangkalan. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Program Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura

Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra (SENABASTRA) IX, CONTEMPORARY ISSUES IN
LANGUAGE, LITERATURE, AND EDUCATION, halaman 105-118, tahun 2017, diterbitkan oleh Program
Studi Sastra Inggris Universitas Trunojoyo Madura ISBN 978-602—1850-62-6

Prameswari, Novita Ayu (2016) An Analysis Of Drug Users’ Argot In Kamal District
Bangkalan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Program Studi Sastra Inggris Universitas
Trunojoyo Madura
Smitherman, Geneva, (2000) Talkin That Talk: Language, Culture, and Education in African
America. Routledge