BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Pinang 2.1.1 Morfologi tumbuhan - Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Sebagai Bahan Pengisi Tablet Ekstrak Etanol Sabut Buah Pinang (Areca Catechu L.)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pinang

  2.1.1 Morfologi tumbuhan

  Tumbuhan pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman-taman atau dibudidayakan, dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai dan tempat-tempat lain, dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.400 meter di atas permukaan laut. Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 meter, diameter 15-20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm dan tangkai daun pendek. Panjang helai daun 1-1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan bergigi (Dalimartha, 2009).

  Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk- lekuk dengan warna yang lebih muda. Bidang irisan biji mempunyai perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).

  2.1.2 Sinonim dan nama daerah tumbuhan

  Tumbuhan pinang memiliki nama daerah seperti pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo), batang mayang (Karo), pining (Toba), batang pinang (Minangkabau), dan jambe (Sunda, Jawa) (Depkes RI, 1989).

  2.1.3 Klasifikasi tumbuhan

  Tumbuhan pinang diklasifikasikan sebagai berikut (Balitbangkes, 2001): Divisi : Spermatophytha Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Arecales Suku : Arecaceae/Palmae Marga : Areca Jenis : Areca catechu L.

  2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

  Kandungan kimia yang terdapat pada pinang antara lain pelepah pinang mengandung selulosa (Kalita, dkk., 2006); biji buah pinang mengandung alkaloid, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah dan lignin Sabut buah pinang mengandung hemiselulosa (35-64,8%), lignin (13-26%), pektin dan protopektin (Naveenkumar dan Thippeswamy, 2013; Rajan, dkk, 2005).

  2.1.5 Manfaat tumbuhan

  Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) telah lama dikenal dan hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan. Biji pinang berkhasiat sebagai antielmintik, penenang, mengobati luka, memperbaiki pencernaan, meluruhkan dahak dan malaria. Sabut buah pinang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan (dispepsia), sulit buang air besar (sembelit), edema dan beri-beri karena urin sedikit (Dalimartha, 2009). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat sabut buah pinang, diantaranya sebagai antioksidan (Zhang, dkk., 2009), antimikroba (Cyriac, dkk., 2012) dan antidiare.

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida dan flavonoida dan lain-lain. Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain (Ditjen POM, 2000): 1.

  Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

  2. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

  3. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

  4. Sokletasi Sokletasi adalah ekstrak dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.

  Digesti Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 C.

  6. Infundasi Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

  (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98

  C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

  7. Dekoktasi Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (

  ≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Selulosa Mikrokristal

2.3.1 Rumus empiris dan berat molekul

  (C

6 H

  10 O 5 ) n

  ≈ 36000 Dimana n

  ≈ 220

2.3.2 Struktur kimia

Gambar 2.1 Struktur selulosa mikrokristal (Rowe, dkk., 2009)

  Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan dan telah mengalami depolimerisasi parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan berupa serbuk kristal yang terdiri atas partikel-partikel yang berpori (Gohel dan Jogani, 2005). Selulosa mikrokristal dapat diproduksi dari beberapa bahan alam diantaranya tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005), kulit jeruk (Ejikeme, 2008) dan buah labu (Achor, dkk., 2014) telah terbukti stabil, aman dan inert. Selulosa mikrokristal sering digunakan pada industri makanan, kosmetik dan farmasi sebagai bahan pengemulsi, pendispersi, pengental, pengembang dan salah satu bahan pengisi terbaik untuk tablet kempa langsung (Achor, dkk., 2014).

  Selulosa mikrokristal untuk kempa langsung tersedia dalam beberapa produk, diantaranya Avicel PH 101. Avicel PH 101 merupakan produk asli, sedangkan Avicel PH 102 lebih teraglomerasi dan memiliki ukuran partikel yang lebih besar sehingga alirannya sedikit lebih baik dan tidak ada penurunan ketermampatan yang signifikan (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

  2.4 Sediaan Tablet

2.4.1 Uraian umum

  Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Ditjen POM, 1979). Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tablet dengan kualitas yang baik antara lain: a.

  Mempunyai kekerasan yang cukup dan tidak rapuh, sehingga kondisinya b.

  Dapat melepaskan bahan obatnya sampai pada ketersediaan hayatinya.

  Merupakan bentuk sediaan yang mudah dan murah dalam pembuatan, pengemasan dan pengiriman.

  c.

  Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukup atau tinggi, absorpsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat di atas akan sukar atau tidak mungkin diformulasikan dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan biovaibilitas obat cukup.

  b.

  Beberapa kerugian tablet antara lain (Banker dan Anderson, 1994): a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasinya atau rendahnya berat jenis.

  Merupakan sediaan oral yang paling mudah pemakaiannya.

  d.

  c.

  c.

  Merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan kompak.

  b.

  Merupakan bentuk sediaan yang utuh dan mempunyai ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah dari pada bentuk yang lain.

  Sediaan tablet memiliki banyak keuntungan dibandingkan bentuk sediaan lain diantaranya (Banker dan Anderson, 1994): a.

  Mempunyai penampilan yang menarik, dari segi bentuk, warna dan rasanya.

  d.

  Memenuhi persyaratan keseragaman bobot tablet dan kandungan obatnya.

  Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu pengkapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan penyalutan.

  Bahan tambahan adalah komponen lain dari suatu sediaan obat selain bahan aktif. Bahan tambahan memiliki banyak fungsi antara lain untuk membantu proses produksi, membantu disolusi, meningkatkan kestabilan, bioavailabilitas, keamanan dan keefektifan obat (Gangurde, dkk., 2013).

  Komposisi tablet umumnya terdiri atas bahan aktif dan eksipien atau bahan tambahan (ada sejumlah kecil tablet yang dapat dibuat tanpa eksipien).

  Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan tujuan spesifik sebagai pengisi, pengikat, penghancur (disintegrant), pelincir (lubricant), anti lengket (anti

  

adhesive), pelicin (glidant), pembasah (wetting/surface active agent), zat warna

  (colours), peningkat rasa (flavors) dan lain-lain. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet tergantung pada bahan aktif, tipe tablet, karakteristik yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang akan diaplikasikan (Agoes, 2008).

  a.

  Bahan pengisi Bahan pengisi adalah suatu zat inert secara farmakologis yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi sediaan tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot, ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, meningkatkan mutu dan kekuatan mekanis tablet (Mattsson, 2000; Siregar dan Wirakarsa, 2010). Bahan pengisi dapat juga ditambahkan untuk memperbaiki daya kohesi, sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan pengisi yang bisa digunakan antara lain sukrosa, laktosa, dekstrosa, manitol, sorbitol, selulosa mikrokristal dan bahan lain yang cocok (Chan dan Chew, 2007). Pemilihan bahan pengisi haruslah berdasarkan pertimbangan persyaratan fungsional untuk menghasilkan tablet kempa/cetak aliran baik (flowability), lubrikasi dan disintegrasi (Gohel dan Jogani, 2005).

  b.

  Bahan pengikat Bahan pengikat atau adhesif ditambahkan ke dalam formulasi tablet bertujuan untuk menambah kohesivitas serbuk, sehingga memberi ikatan yang penting untuk membentuk granul dan apabila dikempa akan membentuk suatu massa kohesif atau kompak yang disebut tablet (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

  c.

  Bahan pelicin Berdasarkan fungsinya, bahan pelicin dibagi menjadi 3 macam yaitu Chan dan Chew, 2007):

  1) Lubrikan berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul pada antar permukaan tablet dan dinding lubang kempa selama pengempaan dan pengeluaran tablet dari lubang kempa.

  2) Glidan berfungsi untuk meningkatkan sifat alir granul dari hopper ke ruang cetakan (die) untuk menghasilkan keseragaman bobot tablet.

  3) Antiadheren berfungsi sebagai pencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan punch.

  Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk, amilum, asam stearat, garam-garam stearat, logam stearat dan lain-lain (Chan dan Chew, 2007).

  d.

  Bahan penghancur Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet di dalam tubuh setelah obat digunakan. Tablet diharapkan dapat segera melepaskan bahan obatnya, terlarut dan dapat diabsorpsi oleh tubuh untuk mendapatkan efek yang diinginkan (Indriani, 2004).

  Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung.

  a.

  Granulasi basah Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan granul. Pembasahan serbuk ini dapat bertindak sebagai suatu pembawa bahan tertentu, sehingga meningkatkan karakteristik dan sifat-sifat granulasi yang baik (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

  Keuntungan metode granulasi basah yaitu: 1) sifat alir yang lebih baik, 2) meningkatkan kompresibilitas, 3) distribusi zat warna dan zat aktif lebih baik, 4) dapat mencegah pemisahan campuran serbuk.

  Kerugian metode granulasi basah yaitu: 1) proses pembuatan yang rumit dan adanya proses validasi, 2) biaya yang cukup tinggi, 3) stabilitas menjadi perhatian untuk zat aktif yang peka lembap (Siregar dan

  Wirakarsa, 2010).

  b.

  Granulasi kering Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin digranulasi basah, karena tidak stabil atau peka terhadap pemanasan, kelembapan atau keduanya dan juga tidak mungkin dikempa langsung menjadi tablet, karena zat aktif tidak dapat mengalir bebas atau dosis efektif zat aktif terlalu besar untuk

  Keuntungan metode granulasi kering yaitu: 1) peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu,

  2) baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab, 3) mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.

  Kekurangan metode granulasi kering yaitu: 1) memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug, 2) tidak dapat mendistribusi zat warna seragam, 3) proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Andayana, 2009).

  c.

  Kempa langsung Kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai

  (Gangurde, dkk., 2013). Pemilihan eksipien sangat penting dalam memformulasi tablet kempa langsung. Eksipien kempa langsung harus memiliki sifat kompresibilitas dan fluiditas yang baik (Siregar dan Wirakarsa, 2010; Gohel dan Jogani, 2005).

  Keuntungan proses kempa langsung yaitu lebih ekonomis, prosesnya singkat, tenaga dan mesin yang digunakan sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab serta waktu hancur dan disolusi lebih baik (Gohel dan Jogani, 2005). Kerugian metode kempa langsung yaitu kesulitan dalam pemilihan eksipien dan biaya eksipien yang lebih mahal (Siregar dan Wirakarsa, 2010).

  Uji preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap. Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika melebihi waktu yang telah ditentukan, maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Carstensen, 1977).

  Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan semakin kecil sudut diam, maka semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1994). Granul yang mempunyai sifat yang baik mempunyai sudut diam lebih kecil dari 35 (Carstensen, 1977).

  Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah sebuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Carstensen, 1977).

2.4.5 Evaluasi tablet a.

  Keseragaman bobot Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot tiap bobot tablet terhadap bobot rata-rata dari sejumlah tablet yang masih diperbolehkan menurut syarat yang telah ditentukan. Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979), tidak lebih dari 2 tablet yang menyimpang tidak boleh satu pun tablet menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B.

  Persyaratan keseragaman bobot tablet dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Persyaratan keseragaman bobot

  Penyimpangan Bobot rata-rata

  A B 25 mg atau kurang 15% 30% 26 mg s/d 150 mg 10% 20% 151 mg s/d 300 mg 7,5% 15%

  Lebih dari 300 mg 5% 10% b. Kekerasan tablet

  Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan dan peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg (Parrot, 1971) c.

  Friabilitas Friabilitas tablet merupakan indikasi kekuatan mekanis dari suatu sediaan tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, dengan menjatuhkan tablet sejauh 6 inci pada setiap putaran, yang dijalankan sebanyak 100 putaran (Gangurde, dkk., 2013). Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5 sampai 1 % (Banker dan Anderson, 1994). Waktu hancur Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Waktu hancur menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 (Banker dan Anderson, 1994).

  Waktu hancurnya tablet dapat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan pada saat granulasi, kekerasan tablet dan porositas tablet (Parrot, 1971). Tablet memenuhi syarat jika waktu hancurnya tidak lebih dari 15 menit (Ditjen POM, 1979).