Pembuatan Selulosa Mikrokristal Pelepah Pinang (Areca catechu L.) sebagai Bahan Tambahan Tablet Ekstrak Etanol Kulit Batang Sikkam (Bischofia javanica Blume)

(1)

PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL PELEPAH

PINANG

(Areca catechu

L.

)

SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN

TABLET EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIKKAM

(

Bischofia javanica

Blume

)

SKRIPSI

OLEH:

SATIA C.D. SIRAIT

NIM 101501126

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL PELEPAH

PINANG

(Areca catechu

L.

)

SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN

TABLET EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIKKAM

(

Bischofia javanica

Blume

)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SATIA C.D. SIRAIT

NIM 101501126

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL PELEPAH

PINANG (

Areca catechu

L.) SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN

TABLET EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIKKAM

(

Biscofia javanica

Blume)

OLEH:

SATIA C.D SIRAIT

NIM 101501126

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 21 November 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt. Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 195504241983031003 NIP 195201171980031002

Pembimbing II, Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003

Prof. Dr. Karsono, Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195111021977102001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001 Medan, Desember 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa oleh karena kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Pembuatan Selulosa Mikrokristal Pelepah Pinang (Areca catechu L.) sebagai Bahan Tambahan Tablet Ekstrak Etanol Kulit Batang Sikkam (Bischofia javanica

Blume)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan bantuan dan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ibu kepala Laboratorium Fitokimia dan Teknologi Sediaan Farmasi II yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik selama perkuliahan.


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda S. Sirait dan Ibunda S. Girsang yang tiada hentinya berdoa, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada abangku Lord Lintong William Science Sirait dan adik-adikku Forman Ivana Sri Septriani Sirait dan Madani Sirait yang selalu setia memberi doa, dukungan dan motivasi selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2014 Penulis,

Satia C.D. Sirait NIM 101501126


(6)

PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL PELEPAH

PINANG (Areca catechu L.) SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN TABLET EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIKKAM

(Bischofia javanica Blume)

ABSTRAK

Pelepah pinang (Areca catechu L.) merupakan sumber selulosa, mengandung selulosa 43%. Derivat selulosa yaitu selulosa mikrokristal merupakan bahan tambahan yang paling sering digunkanadalam pembuatan tablet dengan metode cetak langsung. Penggunaan selulosa mikrokristal memberikan waktu hancur dan pelepasan obat dalam waktu yang singkat, memiliki kompresibilitas yang baik, serta cocok untuk zat aktif yang bersifat higroskopis sehingga diharapkan dapat digunakan pada ekstrak etanol kulit batang sikkam (Bischofia javanica Blume). Tujuan penelitian ini adalah membuat selulosa mikrokristal dari pelepah pinang sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet ekstrak etanol kulit batang sikkam (EEKBS).

Selulosa mikrokristal pelepah pinang (SMPP) dibuat dengan cara serbuk pelepah pinang dipanaskan dengan NaOH 4% untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin, diputihkan dengan NaOCl 2,5%, lalu dipanaskan dengan NaOH 17,5%

untuk memperoleh α-selulosa. Alfa selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan HCl 2,5 N sehingga diperoleh selulosa mikrokristal dan kemudian dikarakterisasi. Pembuatan EEKBS dilakukan dengan cara maserasi dengan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator dan dikeringkan dengan

freeze dryer. Dibuat tablet EEKBS dengan SMPP sebagai bahan tambahan. SMPP yang diperoleh sebesar 24,48%. Hasil karakterisasi SMPP meliputi organoleptik berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 6,0; susut pengeringan 5,07%; kadar abu total 0,47%; kelarutan zat dalam air 0,03%; bobot jenis nyata 0,46 g/cm3; bobot jenis mampat 0,56 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 g/cm3, indeks hausner 1,21; indeks kompresibilitas 17,37%; porositas; 67,64%; analisis FT-IR menunjukkan adanya gugus OH, C-H alkana, OH dari absopsi air dan C-O (ikatan glikosidik) dan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bentuk tidak beraturan dan tekstur permukaan yang tidak rata. Hasil evaluasi tablet EEKBS terhadap kekerasan 4,24 kg; friabilitas 0,68% dan waktu hancur 70 detik. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dibuat dari pelepah pinang sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet EEKBS.

Kata kunci : selulosa mikrokristal, pelepah pinang,ekstrak etanol kulit batang sikkam, tablet


(7)

PREPARATION OF MICROCRISTALLINE CELLULOSE ARECA SHEATH (Areca catechu L.) AS EXCIPIENT OF SIKKAM

(Bischofia javanica Blume) BARK ETHANOL EXTRACT TABLETS

ABSTRACT

Areca sheath (Areca catechu L.) is sourse of cellulose, contains 43% cellulose. Cellulose derivate that microcrystalline cellulose is an excipient which most common used in the preparation of tablets by direct compression. The use of microcrystalline cellulose provides disintegration time and drug release in a short time, has a good compressibility, as well as suitable for active substance which are hygroscopic so was expected to be used in the sikkam (Bischofia javanica Blume) bark ethanol extract. The purpose of this research was to prepare microcrystalline cellulose from areca sheath (Areca catechu L.) as excipient in preparation sikkam bark ethanol extract (EEKBS) tablets.

Microcrystalline cellulose areca sheath (SMPP) was made by areca sheath powder heated with 4% NaOH to remove hemicellulose and lignin, bleached with 2.5% NaOCl, then heated with 17.5% NaOH to obtain α-celulose. Alfa cellulose obtained was hydrolyzed with 2.5 N HCl so obtained microcrystalline cellulose and the characterized. Preparation of extract EEKBS was done by maceration with ethanol 80%, macerate obtained was concentrated by rotary evaporator and dried by freeze dryer. Prepared EEKBS tablets with SMPP as excipient.

SMPP obtained was 24.48%. The results of characterization SMPP include organoleptic white colour, odourless and tasteless; pH 6.0; loss on drying 5.07%; level of total ash 0.47%; solubility in water 0.03%; bulk density 0.46 g/cm3; tap density 0.56 g/cm3, true density 1.43g/cm3; hausner index 1.21; compressibility index 17.37%; porosity 67.64%; analysis of FT-IR showed the presence of OH. Alkane C-H, OH from absortive water and C-O (glicosidic bond) and analysis of

Scanning Electron Microscopy (SEM) showed irregular shapes and uneven surface texture. The result of evaluation EEKBS tablets to hardness 4.24 kg; friability 0.68% and disintegration time 70 second. From the result, it can be concluded that microcrystalline cellulose can be prepare from areca sheath as excipient in preparation EEKBS tablets.

Keyword : microcrystalline cellulose, areca sheath, sikkam bark ethanol extract, tablet


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tumbuhan Pinang ... 5

2.1.1 Sinonim dan nama daerah tumbuhan ... 5

2.1.2 Sistematika tumbuhan ... 5

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 5

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 6


(9)

2.2 Komponen Pelepah Pinang ... 8

2.2.1 Selulosa ... 8

2.2.2 Hemiselulosa ... 9

2.2.3 Lignin ... 10

2.3 Sumber Selulosa ... 11

2.4 Selulosa Mikrokristal ... 12

2.5 Tumbuhan Sikkam ... 12

2.5.1 Sinonim dan nama daerah tumbuhan ... 12

2.5.2 Sistematika tumbuhan ... 13

2.5.3 Morfologi tumbuhan ... 13

2.5.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 13

2.5.5 Manfaat tumbuhan ... 14

2.6 Ekstrak ... 14

2.7 Metode Ekstraksi ... 15

2.8 Uraian Tablet ... 17

2.8.1 Komponen tablet ... 18

2.8.1.1 Pengisi ... 18

2.8.1.2 Pengikat ... 18

2.8.1.3 Penghancur ... 19

2.8.1.4 Pelicin ... 19

2.8.2 Metode pembuatan tablet ... 20

2.8.2.1 Granulasi basah ... 20

2.8.2.2 Granulasi kering ... 20

2.8.2.3 Kempa langsung ... 21


(10)

2.8.4 Evaluasi tablet ... 23

2.8.4.1 Keseragaman bobot ... 23

2.8.4.2 Kekerasan tablet ... 23

2.8.4.3 Uji friabilitas ... 24

2.8.4.4 Uji waktu hancur ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat-alat ... 25

3.2 Bahan-bahan ... 25

3.3 Pengambilan, Identifikasi dan Pengolahan Sampel ... 26

3.3.1 Pengambilan sampel ... 26

3.3.2 Identifikasi Sampel ... 26

3.3.3 Pengolahan Sampel ... 26

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 27

3.4.1 Larutan natrium hidroksida 4% ... 27

3.4.2 Larutan natrium hidroksida 17,5% ... 27

3.4.3 Larutan HCl 2,5 N ... 27

3.4.4 Larutan natrium hipoklorit 2,5% ... 27

3.4.5 Air bebas karbondioksida ... 27

3.5 Isolasi α-selulosa Pelepah Pinang ... 27

3.6 Pembuatan selulosa mikrokristal pelepah pinang ... 28

3.7 Karakterisasi selulosa mikrokristal ... 28

3.7.1 Organoleptik ... 28

3.7.2 Sifat fisikokimia selulosa mikrokristal ... 28

3.7.2.1 Penetapan pH ... 28


(11)

3.7.2.3 Penentuan kadar abu total ... 29

3.7.2.4 Kelarutan zat dalam air ... 29

3.7.3. Sifat serbuk ... 30

3.7.3.1 Bobot jenis nyata ... 30

3.7.3.2 Bobot jenis mampat ... 30

3.7.3.3 Bobot jenis benar ... 30

3.7.3.4 Indeks Hausner ... 31

3.7.3.5 Indeks kompresibilitas ... 31

3.7.3.6 Porositas ... 31

3.7.4 Analisis FT-IR ... 32

3.7.5 Morfologi selulosa ... 32

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Batang Sikkam ... 32

3.9 Pembuatan Tablet EEKBS ... 32

3.10 Uji preformulasi ... 33

3.10.1 Penentuan sudut diam ... 34

3.10.2 Penentuan waktu alir ... 34

3.10.3 Penentuan indeks tap ... 34

3.11 Evaluasi tablet ... 35

3.11.1 Pemeriksaan keseragaman bobot ... 35

3.11.2 Uji kekerasan tablet ... 35

3.11.3 Uji friabilitas ... 35

3.11.4 Uji waktu hancur ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37


(12)

4.2 Hasil Pembuatan Selulosa Mikrokristal Pelepah Pinang

(SMPP) ... 37

4.3 Hasil Karakterisasi SMPP ... 37

4.3.1 Sifat-sifat fisikokimia SMPP ... 37

4.3.2 Sifat serbuk SMPP ... 38

4.4 Hasil Analisis Gugus Fungsi SMPP ... 39

4.5 Hasil Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) SMPP ... 41

4.6 Hasil Uji Preformulasi ... 42

4.7 Hasil Evaluasi Tablet ... 44

4.7.1 Hasil uji keseragaman bobot ... 44

4.7.2 Hasil uji kekerasan ... 45

4.7.3 Hasil uji friabilitas ... 45

4.7.4 Hasil uji waktu hancur ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang mengandung selulosa ... 11

2.2 Macam-macam bahan pengisi tablet ... 18

2.3 Contoh bahan penghancur ... 19

3.1 Persyaratan indeks Hausner ... 31

3.2 Persyaratan indeks kompresibilitas ... 31

3.3 Formula tablet EEKBS ... 33

3.4 Persyaratan keseragaman bobot ... 35

4.1 Sifat-sifat fisikokimia SMPP ... 38

4.2 Karakteristik serbuk SMPP dan Avicel PH 102 ... 38

4.3 Bilangan gelombang FT-IR SMPP ... 41

4.4 Bilangan gelombang FT-IR Avicel PH 102 ... 41

4.5 Data hasil uji hasil preformulasi tablet EEKBS ... 43

4.6 Data hasil uji keseragaman bobot tablet EEKBS ... 44

4.7 Data hasil uji kekerasan tablet EEKBS ... 45

4.8 Data hasil uji friabilitas tablet EEKBS ... 46


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1 Struktur kimia selulosa ... 8 4.1 Grafik spektrum IR SMPP dan Avicel PH 102 ... 40 4.2 SEM dari SMPP dengan perbesaran 200 kali dan 600 kali ... 42 4.3 SEM dari Avicel PH 102 dengan perbesaran 200 kali dan 600


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi sampel ... 55

2 Gambar tumbuhan pinang (Areca catechu L.) ... 57

3 Gambar tumbuhan sikkam (Bischofia javanica Blume) ... 58

4 Gambar serbuk, α-selulosa, dan selulosa mikrokristal pelepah pinang (Areca catechu L.) ... 59

5 Gambar tablet ekstrak etanol kulit batang sikkam ... 60

6 Flowsheet prosedur kerja ... 61

7 Perhitungan rendemen α-selulosa dan SMPP ... 64

8 Perhitungan hasil karakterisasi SMPP ... 65

9 Perhitungan konversi dosis ... 70

10 Perhitungan bahan ... 71

11 Perhitungan sudut diam ... 72

12 Perhitungan indeks tap ... 73

13 Perhitungan keseragaman bobot ... 74

14 Perhitungan friabilitas tablet ... 75

15 Gambar alat-alat uji karakteristik selulosa mikrokristal ... 76


(16)

PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTAL PELEPAH

PINANG (Areca catechu L.) SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN TABLET EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SIKKAM

(Bischofia javanica Blume)

ABSTRAK

Pelepah pinang (Areca catechu L.) merupakan sumber selulosa, mengandung selulosa 43%. Derivat selulosa yaitu selulosa mikrokristal merupakan bahan tambahan yang paling sering digunkanadalam pembuatan tablet dengan metode cetak langsung. Penggunaan selulosa mikrokristal memberikan waktu hancur dan pelepasan obat dalam waktu yang singkat, memiliki kompresibilitas yang baik, serta cocok untuk zat aktif yang bersifat higroskopis sehingga diharapkan dapat digunakan pada ekstrak etanol kulit batang sikkam (Bischofia javanica Blume). Tujuan penelitian ini adalah membuat selulosa mikrokristal dari pelepah pinang sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet ekstrak etanol kulit batang sikkam (EEKBS).

Selulosa mikrokristal pelepah pinang (SMPP) dibuat dengan cara serbuk pelepah pinang dipanaskan dengan NaOH 4% untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin, diputihkan dengan NaOCl 2,5%, lalu dipanaskan dengan NaOH 17,5%

untuk memperoleh α-selulosa. Alfa selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan HCl 2,5 N sehingga diperoleh selulosa mikrokristal dan kemudian dikarakterisasi. Pembuatan EEKBS dilakukan dengan cara maserasi dengan etanol 80%, maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator dan dikeringkan dengan

freeze dryer. Dibuat tablet EEKBS dengan SMPP sebagai bahan tambahan. SMPP yang diperoleh sebesar 24,48%. Hasil karakterisasi SMPP meliputi organoleptik berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; pH 6,0; susut pengeringan 5,07%; kadar abu total 0,47%; kelarutan zat dalam air 0,03%; bobot jenis nyata 0,46 g/cm3; bobot jenis mampat 0,56 g/cm3; bobot jenis benar 1,43 g/cm3, indeks hausner 1,21; indeks kompresibilitas 17,37%; porositas; 67,64%; analisis FT-IR menunjukkan adanya gugus OH, C-H alkana, OH dari absopsi air dan C-O (ikatan glikosidik) dan analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bentuk tidak beraturan dan tekstur permukaan yang tidak rata. Hasil evaluasi tablet EEKBS terhadap kekerasan 4,24 kg; friabilitas 0,68% dan waktu hancur 70 detik. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa selulosa mikrokristal dapat dibuat dari pelepah pinang sebagai bahan tambahan dalam pembuatan tablet EEKBS.

Kata kunci : selulosa mikrokristal, pelepah pinang,ekstrak etanol kulit batang sikkam, tablet


(17)

PREPARATION OF MICROCRISTALLINE CELLULOSE ARECA SHEATH (Areca catechu L.) AS EXCIPIENT OF SIKKAM

(Bischofia javanica Blume) BARK ETHANOL EXTRACT TABLETS

ABSTRACT

Areca sheath (Areca catechu L.) is sourse of cellulose, contains 43% cellulose. Cellulose derivate that microcrystalline cellulose is an excipient which most common used in the preparation of tablets by direct compression. The use of microcrystalline cellulose provides disintegration time and drug release in a short time, has a good compressibility, as well as suitable for active substance which are hygroscopic so was expected to be used in the sikkam (Bischofia javanica Blume) bark ethanol extract. The purpose of this research was to prepare microcrystalline cellulose from areca sheath (Areca catechu L.) as excipient in preparation sikkam bark ethanol extract (EEKBS) tablets.

Microcrystalline cellulose areca sheath (SMPP) was made by areca sheath powder heated with 4% NaOH to remove hemicellulose and lignin, bleached with 2.5% NaOCl, then heated with 17.5% NaOH to obtain α-celulose. Alfa cellulose obtained was hydrolyzed with 2.5 N HCl so obtained microcrystalline cellulose and the characterized. Preparation of extract EEKBS was done by maceration with ethanol 80%, macerate obtained was concentrated by rotary evaporator and dried by freeze dryer. Prepared EEKBS tablets with SMPP as excipient.

SMPP obtained was 24.48%. The results of characterization SMPP include organoleptic white colour, odourless and tasteless; pH 6.0; loss on drying 5.07%; level of total ash 0.47%; solubility in water 0.03%; bulk density 0.46 g/cm3; tap density 0.56 g/cm3, true density 1.43g/cm3; hausner index 1.21; compressibility index 17.37%; porosity 67.64%; analysis of FT-IR showed the presence of OH. Alkane C-H, OH from absortive water and C-O (glicosidic bond) and analysis of

Scanning Electron Microscopy (SEM) showed irregular shapes and uneven surface texture. The result of evaluation EEKBS tablets to hardness 4.24 kg; friability 0.68% and disintegration time 70 second. From the result, it can be concluded that microcrystalline cellulose can be prepare from areca sheath as excipient in preparation EEKBS tablets.

Keyword : microcrystalline cellulose, areca sheath, sikkam bark ethanol extract, tablet


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pinang merupakan salah satu tanaman palma yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama Pulau Sumatera, baik ditanam sebagai tanaman pagar atau pembatas kebun maupun dibudidayakan (Maskromo dan Miftahorrachman, 2007). Tanaman pinang (Areca catechu L.) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya buah, yang digunakan untuk campuran makan sirih dan air rebusannya juga digunakan sebagai obat kumur (Sugianitri, 2011). Sementara itu bagian sabut dan pelepah pinang kurang dimanfaatkan sehingga sering dibuang menjadi limbah. Pelepah pinang merupakan sumber selulosa, mengandung selulosa sekitar 43% (Kalita, dkk., 2006; Shasidar, dkk., 2013).

Selulosa adalah polimer dari β-glukosa dengan ikatan β-1-4 antara unit-unit glukosa, pertama kali diisolasi dari kayu pada tahun 1885 oleh Charles F.Cross dan Edward Bevan (Pardosi, 2008). Selulosa merupakan bahan dasar penyusun tumbuhan yang merupakan metabolit primer. Selulosa dapat dikonversi menjadi berbagai macam senyawa kimia lain yang mempunyai nilai komersial yang tinggi. Selulosa telah digunakan dalam bentuk serat atau turunannya selama sekitar 150 tahun sebagai bahan baku kimia (Habibi, dkk., 2010). Penggunaan berbagai bentuk selulosa disebabkan sifatnya yang inert dan biokompatibel pada manusia (Jackson, dkk., 2011).

Derivat selulosa merupakan eksipien yang penting dalam farmasi, antara lain selulosa mikrokristal (Bhimte dan Tayade, 2007). Selulosa mikrokristal


(19)

adalah selulosa yang berbentuk kristalin, berupa serbuk berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa dan merupakan partikel berpori. Selulosa mikrokristal dibuat dengan cara hidrolisis terkontrol dari alfa selulosa dan tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b; Ejikeme, 2007; Achor, dkk., 2014). Bentuk selulosa ini banyak digunakan dalam tablet, karena dapat digunakan sebagai bahan pengisi, pengikat dan penghancur (Soekemi, dkk., 1978; Gohel dan Jogani, 2005; Rowe, dkk., 2009). Salah satu produk selulosa mikrokristal diperdagangan dikenal dengan Avicel® (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Avicel berfungsi sebagai bahan pengisi, pengikat dan penghancur memiliki sifat bebas mengalir, sehingga banyak digunakan dalam pembuatan tablet cetak langsung. Penggunaan Avicel pada tablet cetak langsung memberikan waktu hancur dan pelepasan obat dalam waktu yang singkat, memiliki kompresibilitas yang baik serta cocok untuk zat aktif yang bersifat higroskopis. Hal ini dikarenakan Avicel mempercepat penetrasi medium ke dalam tablet (Bhimte dan Tayade, 2007; Wicaksono dan Syifa, 2008). Sehingga diharapkan dapat dipergunakan dalam pembuatan tablet dengan bahan ekstrak sebagai bahan berkhasiatnya.

Pada penelitian ini, akan dibuat sediaan tablet yang mengandung zat berkhasiat ekstrak etanol kulit batang sikkam (EEKBS). Tumbuhan sikkam (Bischofia javanca Blume) merupakan tumbuhan yang telah lama dikenal yang digunakan sebagai pewarna alami pada anyaman rotan dan bambu (Indra, dkk., 2013). Kulit batang pohon ini dapat digunakan sebagai antidiare karena mengandung tanin, flavonoid, saponin dan terpenoid (Pradhan dan Badola, 2008; Kinho, dkk., 2011)


(20)

Selulosa mikrokristal (Avicel PH 102) yang digunakan selama ini masih diimport dari luar negeri sehingga harganya dan produk tablet yang dihasilkan relatif mahal. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti berminat untuk mencari selulosa mikrokristal alternatif untuk formulasi sediaan tablet cetak langsung dari sumber yang lebih ekonomis. Pada penelitian ini pelepah pinang yang selama ini menjadi limbah akan dimanfaatkan untuk menghasilkan selulosa mikrokristal yang berguna dalam bidang farmasi. Selulosa mikrokristal pelepah pinang (SMPP) yang diperoleh dikarakterisasi dan diaplikasikan sebagai bahan tambahan tablet antidiare ekstrak etanol kulit batang sikkam dengan metode cetak langsung. 1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah selulosa mikrokristal dapat dibuat dari pelepah pinang?

2. Apakah selulosa mikrokristal dari pelepah pinang mempunyai hasil karakterisasi yang sama bila dibandingkan dengan Avicel PH 102?

3. Bagaimana sediaan tablet EEKBS yang dibuat dengan menggunakan SMPP jika dibandingkan dengan Avicel PH 102 sebagai bahan tambahan?

1.3 Hipotesis

1. Selulosa mikrokristal dapat dibuat dari pelepah pinang.

2. Selulosa mikrokristal dari pelepah pinang mempunyai hasil karakterisasi yang sama bila dibandingkan dengan Avicel PH 102.

3. Sediaan tablet EEKBS yang dibuat dengan menggunakan SMPP mempunyai hasil yang sama dengan Avicel PH 102 sebagai bahan tambahan.


(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Membuat selulosa mikrokristal dari pelepah pinang.

2. Membandingkan hasil karakterisasi selulosa mikrokristal pelepah pinang dengan Avicel PH 102.

3. Membandingkan sediaan tablet EEKBS yang dibuat menggunakan SMPP dengan Avicel PH 102 sebagai bahan tambahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mengolah limbah pelepah pinang menjadi produk yang lebih bernilai, berupa selulosa mikrokristal pengganti Avicel PH 102 sebagai bahan tambahan tablet dan mengaplikasikannya dalam tablet antidiare ekstrak etanol kulit batang sikkam, sehingga dapat digunakan secara baik dan aman oleh masyarakat.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pinang

2.1.1 Sinonim dan nama daerah tumbuhan

Sinonim dari tumbuhan pinang (Areca catechu L.) yaitu Areca hortensis, Areca marcocarpa dan nama daerah dari tumbuhan pinang ini antara lain pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo), batang mayang (Karo), pining (Toba), pinang (Minangkabau), gahat, gehat, kahat, taan, pinang (Kalimantan), bua, hua, soi, hualo, hual, soin, palm (Maluku), mamaan, nyangan, luhuto, luguto, poko rapo, amongan (Sulawesi), jambe, penang, wohan (Jawa) (Widyanigrum, 2011).

2.1.2 Sistematika tumbuhan

Menurut Heyne (1987), tumbuhan pinang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Areca

Spesies : Areca catechu L. 2.1.3 Morfologi tumbuhan

Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman-taman atau dibudidayakan, kadang dapat ditemukan tumbuh liar di tepi sungai dan tempat-tempat lain, dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.400 meter di atas permukaan laut.


(23)

Pohon berbatang langsing, tumbuh tegak, tinggi 10-30 meter. Diameter 15-20 cm, tidak bercabang dengan bekas daun yang lepas. Daun majemuk menyirip, tumbuh berkumpul di ujung batang membentuk roset batang. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm, tangkai daun pendek. Panjang helaian daun 1-1,8 m, anak daun mempunyai panjang 85 cm, lebar 5 cm dengan ujung sobek dan bergigi. Tongkol bunga dengan seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. Ada 1 bunga betina pada pangkal, diatasnya banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur (Widyanigrum, 2011), Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kandugan yang terdapat pada pinang antara lain, biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidin, arekain,

guvakolin, guvasin dan isoguvasin, tanin, flavan, senyawa fenolik, asam galat, getah, lignin (Wang dan Lee, 1996). Daun pinang mengandung minyak atsiri. Serat sabut pinang sebagian besar terdiri dari selulosa dengan berbagai proporsi yang berbeda-beda, hemiselulosa (35 - 64,8%), lignin (13 - 26%), pektin dan protopektin (Orwa, dkk., 2009; Naveenkumar dan Thippeswamy, 2013). Pelepah pinang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Ladislaus, 2014).

2.1.5 Manfaat tumbuhan

Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) telah lama dikenal, dan hampir semua bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Daun pinang bermanfaat sebagai


(24)

penambah nafsu makan dan untuk sakit pinggang. Sabutnya dapat melancarkan sirkulasi darah dan sebagai pencahar. Sementara bijinya berkhasiat sebagai antelmintik, mengobati luka, memperkuat gigi dan gusi (Widyanigrum, 2011). Air buah muda digunakan untuk mimisan (Setyowati, 2010).

Cara pemakaian untuk mengatasi dan mengobati:

- Tidak nafsu makan: Daun pinang direbus hingga mendidih, kemudian diminum air rebusannya.

- Sakit pinggang: daun pinang ditumbuk halus dan dihangatkan, kemudian dikompreskan pada bagian yang sakit.

- Sirkulasi darah dan sebagai pencahar: Sabut pinang muda direbus hingga mendidih, kemudian diminum air rebusannya.

- Antelmintik: 30 g serbuk biji pinang direbus dengan 2 gelas air, dididihkanperlahan-lahan selama 1 jam. Setelah dingin disaring, diminum sekaligus sebelum makan pagi.

- Luka: Biji ditumbuk halus dan dipakai pada luka.

- Memperkuat gigi dan gusi: Biji pinang diiris tipis-tipis. Dikunyah setiap hari selama beberapa menit, lalu ampasnya dibuang.

Sabut pinang dapat digunakan sebagai bahan pembuat papan dan kain. Batang berguna sebagai bahan bangunan dan industri mebel. Biji digunakan untuk pewarna pakaian, perekat dan juga dikunyah untuk campuran makan sirih. Daun dijadikan sebagai pupuk dan juga digunakan sebagai stimultan fermentasi produksi alkohol. Pohon pinang digunakan tanaman hias (Orwa, dkk., 2009). Pelepah pinang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuat mangkuk dan piring (Kalita, dkk., 2006), pembungkus makanan, kantong tempat ikan, serta alat permainan anak-anak.


(25)

2.2 Komponen Pelepah Pinang 2.2.1 Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman, dimana kandungan selulosa sekitar 35 - 50% dari berat kering tanaman (Saha, 2004). Selulosa tersusun dari unit-unit anhidroglukopiranosa yang tersambung

dengan ikatan β-1,4-glikosidik membentuk suatu rantai makromolekul tidak bercabang. Setiap unit anhidroglukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, dkk., 2002; Pardosi, 2008). Selulosa mempunyai rumus empirik (C6H10O5)n dengan n hingga 1500 dan berat molekul

hingga 243.000 (Rowe, dkk., 2009).

Selulosa mengandung sekitar 50 - 90% bagian kristal dan sisanya amorf (Aziz, dkk., 2002). Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa (Sjostrom, 1995).

Gambar 2.1 Struktur Kimia Selulosa

Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa dengan rantai panjang mempunyai sifat fisik yang lebih kuat, lebih tahan lama terhadap


(26)

degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh biologis. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:

1. Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, secara kimia maupun mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

2. Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam larutan alkali.

3. Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila selulosa banyak mengandung air maka akan bersifat lunak.

4. Selulosa dalam bentuk kristal, mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan dengan bentuk amorfnya.

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu :

1. Alfa selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi (DP) 600-1500. Alfa selulosa dipakai dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Beta selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Gamma selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang dari 15 (Fengel dan Wagener, 1995).

2.2.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau heteropolisakarida dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai penyusunnya, seperti


(27)

xilan, mannan, galaktan dan glukan (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, dkk., 2002; Saha, 2004). Hemiselulosa pada mulanya diberi nama demikian, karena ditemukan bersama-sama dengan selulosa dalam dinding sel dan dianggap sebagai senyawa antara dalam pembentukan selulosa (Robinson, 1995). Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30% dari berat kering bahan lignoselulosa dan mempunyai berat molekul rendah dibandingkan dengan selulosa (Fengel dan Wegener, 1995; Perez, 2002; Taherzadeh, 2007)

Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat dan berfungsi sebagai perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa akan mengakibatkan adanya lubang antar fibril dan berkurangnya ikatan antar serat. Hemiselulosa memiliki sifat-sifat yang tidak tahan terhadap perlakuan panas, berstruktur amorf dan mudah larut dalam alkali.

2.2.3 Lignin

Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit penilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda (Robinson, 1995; Perez, dkk., 2002). Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi berkisar antara 20 - 40% (Fengel dan Wegener, 1995). Bentuk lignin berupa zat padat, amorf, berwarna coklat yang tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar pelarut organik (Robinson, 1995).

Struktur lignin mengalami perubahan dibawah kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Pada suasana asam,


(28)

lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada proses pendidihan. Dimana peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah, dan lignin terkondensasi akan mengendap (Taherzadeh, 2007).

2.3 Sumber Selulosa

Selulosa dapat berasal dari tumbuhan dan serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri atau disebut Bacterial Cellulose (BC). Selulosa dari tumbuhan memiliki keunggulan yaitu jumlah bahan baku yang sangat melimpah dan mudah didapat. Selulosa yang diperoleh dari tumbuhan memerlukan proses yang panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a; Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b; Bhimte dan Tayade, 2007).

Tabel 2.1 Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang mengandung selulosa

Tumbuhan Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Tangkai kayu keras

Tangkai kayu lunak Kulit kacang-kacangan Bonggol jagung Jerami gandum Jerami padi Daun Bagas segar Rumput 40-45 45-50 25-30 45 30 32 15-20 33 25-40 24-40 25-35 25-30 35 50 24 80-85 30 25-50 18-25 25-35 30-40 15 15 18 0 19 10-30

Selulosa tumbuhan terdapat pada beberapa bagian seperti pada batang, daun, tangkai daun dan bagian lain. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat beberapa tumbuhan dan bagian tumbuhan yang mengandung selulosa. Sedangkan selulosa yang dihasilkan dari bakteri yaitu spesies Acetobacter xylinum antara lain nata de


(29)

coco diperoleh menggunakan medium air kelapa (Yanuar, dkk., 2003) dan nata de pina diperoleh menggunakan medium cair nenas (Iskandar, dkk., 2010). 2.4 Selulosa Mikrokristal

Selulosa mikrokristal merupakan hasil hidrolisis terkontrol dari alfa selulosa dan tumbuhan yang berserat dengan larutan asam mineral encer. yang (Rowe, dkk., 2009). Hidrolisis α-selulosa ini mengakibatkan pemendekan rantai, sehingga selulosa mikrokristal memiliki rumus molekul (C6H10O5)n dengan n

hingga 220 dan berat molekul hingga 32.400 (Rowe, dkk., 2009). Selulosa mikrokristal telah dibuat dari beberapa tumbuhan seperti kulit buah kapas (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a), tongkol jagung (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005b), kulit jeruk (Ejikeme, 2007), jerami (Ilindra dan dhake, 2008), buah labu (Achor, 2014).

Selulosa mikrokristal dianggap sebagai bahan tambahan terbaik untuk pembuatan tablet cetak langsung (Bhimte dan Tayade, 2007), bisa sebagai bahan pengisi, pengikat pada tablet dengan konsentrasi 20 – 90%, penghancur tablet dengan konsentrasi 5 – 20% (Soekemi, dkk., 1987; Gohel dan Jogani, 2005; Rowe, dkk., 2009). Selulosa mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat kelembaban sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda dan yang paling luas digunakan adalah Avicel ® (Rowe, dkk., 2009).

2.5 Tumbuhan Sikkam

2.5.1 Sinonim dan nama daerah

Sinonim dari tumbuhan sikkam (Bischofia javanica Blume) adalah


(30)

singkam, sikkam, cingkam, tingkam (Batak), gintungan, gintung, gelintungan, bintungan, (Jawa), gadog (Sunda), tingkeum (Gayo), kerinjing, geronjing (Melayu), simamo (Ternate), kintungan (Minangkabau), Kayu keng (Minahasa). 2.5.2 Sistematika tumbuhan

Menurut Heyne (1987), tumbuhan sikkam dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Bischofia

Spesies :Bischofia javanica Blume 2.5.3 Morfologi tumbuhan

Pohon dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter 30 cm, memiliki getah bening agak lengket, berwarna merah, kulit berlekah. Kulit batang muda berkutil, batang muda bergelang, interval daun pada batang muda 7 – 8 cm, panjang tangkai daun 18,5 cm. Daun majemuk, beranak daun 3, ukuran daun 21 x 11 cm, permukaan daun licin, belakang daun licin, tepi daun bergerigi, pangkal daun membulat, ujung daun runcing, daun muda berwarna merah (Kinho, dkk., 2011). 2.5.4 Kandungan kimia tumbuhan

Kandungan sikkam adalah tanin (16%) (Ajaib dan Khan, 2012), flavanoid, terpenoid, protein (18,69%), karbohidrat (18,91%), asam stearat (3,89%), asam linolenat (56,76%), asam palmitat (12,28%), serat (5,32%) (Indra, dkk., 2013), sitosterol,vitamin C, asam elagit, ( 8-10% ) (Rajbongshi, dkk., 2014).


(31)

2.5.5 Manfaat Tumbuhan

Sikkam (Bischofia javanica Blume) family Euphorbiaceae, telah lama dikenal dan biasanya digunakan sebagai kayu dan secara tradisional digunakan mengobati berbagai penyakit seperti kanker, inflamasi, TBC, diare, sakit tenggorokan luka bakar dan alergi. Kulit batang, daun, akar dan buah digunakan untuk mengobati difteri, faringitis, tonsillitis, penyakit kulit, gannguan saraf dan sebagai pewarna (Rajbongshi, dkk., 2014).

Sikkam merupakan salah satu pewarna alami yang telah dikenal dan digunakan secara turun temurun, jauh sebelum mengenal zat pewarna sintetis. Zat warna ini digunakan untuk mewarnai pakaian, jala dan anyaman dari bambu (Indra, dkk., 2013). Kayunya berwarna kemerahan dan keras dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan, pembuatan jembatan, perahu, furnitur, ukiran dan perabot rumah tangga (Rajbongshi, dkk., 2014).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menguji manfaat sikkam (Bischofia javanica Blume), seperti diare, sakit tenggorokan, gangguan saraf (Pradhan dan Badola, 2008), antileukimia, antiinflamasi (Sutharson, dkk., 2007), dan antimikroba, antialergi (Rajbongshi, dkk., 2014; Khan dkk., 2001).

2.6 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian, sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat


(32)

yang terdapat di simplisia mempunyai kadar yang tinggi, sehingga memudahkan pengaturan dosis zat berkhasiat.

Berdasarkan atas sifatnya eksrak dikelompokkan sebagai berikut (Voigt, 1994):

1. Ekstrak encer (Extractum tenue)

Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang. 2. Ekstrak kental (Extractum spissum)

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang, kandungan airnya sekitar 30%.

3. Ekstrak kering (Extractum siccum).

Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan, kandungan airnya tidak lebih dari 5%.

4. Ekstrak cair (Ectractum fluidum)

Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang satu bagian) ekstrak cair.

2.7 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari dua cara yaitu :

a. Cara dingin

1. Maserasi berasal dari kata ”macerare” artinya melunakkan. Maserat adalah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah


(33)

cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari. Maserasi adalah proses pengekstrakan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi berasal dari kata ”percolare” yang artinya penetesan (Voigt, 1995). Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan kedalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari sekurang-kurangnya selama 3 jam. Maserasi ini penting terutama pada serbuk simplisia yang keras dan mengandung bahan yang mudah mengembang. Bila serbuk simplisia tersebut langsung dialiri dengan penyari, maka cairan penyari tidak dapat menembus ke seluruh sel dengan sempurna (Ditjen POM, 1979; Ditjen POM, 2000).

b. Cara panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 - 5 kali sehingga ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(34)

3. Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50ºC.

4. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur terukur 96 - 98ºC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).

5. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.8 Uraian Tablet

Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (Ditjen POM, 1995). Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Ansel, 1989).

Sediaan tablet memiliki beberapa keuntungan (Lachman, 1994) yaitu: 1. Merupakan salah satu bentuk sediaan padat yang memberikan ketepatan

ukuran serta variabilitas kandungan yang cukup rendah. 2. Biaya pembuatannya rendah.


(35)

4. Bentuk sediaan yang mudah untuk dikemas serta didistribusikan. 5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet mudah dan murah.

6. Merupakan bentuk sediaan oral yang mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

7. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

2.8.1 Komponen Tablet 2.8.1.1 Pengisi

Pengisi digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiolgis, selain itu juga dapat dicerna dengan baik (Voigt, 1994). Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit dan sulit dikempa. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet secara keseluruhan ditentukan oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya (Ditjen POM, 1995). Macam-macam bahan pengisi tablet dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Macam-macam bahan pengisi tablet

Tidak larut Larut

Selulosa mikrokristal Kalsium sulfat Kalsium fosfat Kalsium karbonat Amilum

Modifikasi amilum

Laktosa Sukrosa Dekstrosa Mannitol Sorbitol Sumber: (Sulaiman, 2008).

2.8.1.2. Pengikat

Pengikat berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu mengranulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat yang umum meliputi gom akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, dan karboksimetilselulosa. Bahan pengikat


(36)

kering yang paling efektif adalah selulosa mikrokristal, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung (Ditjen POM, 1995). Tipe dan konsentrasi bahan pengikat berpengaruh terhadap kekuatan intergranul yang merupakan kekuatan pengikat antar granul. Peningkatan kekompakan masing-masing partikel akan terjadi dengan cara saling mengikat satu sama lain dari permukaan butir granul yang bergerigi.

2.8.1.3 Penghancur

Penghancur berfungsi untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi. Bahan penghancur dapat menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah (Lachman, dkk., 1994).

Tabel 2.3 Contoh bahan penghancur yang umum ditambahkan

Penghancur Konsentrasi (%)

Selulosa mikrokristal Amilum Amilum 1500 Asam alginat Explotab PVP

Metilselulosa, CMC, HPMC

5-10 5-20 5-15 5-10 2-8 0,5-5 5-15 Sumber: (Sulaiman, 2008).

2.8.1.4 Pelincin

Pelicin ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari

die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis, dan Avicel. Avicel selain sebagai bahan pengisi dapat juga berfungsi sebagai bahan pengikat, bahan penghancur maupun sebagai


(37)

lubrikan, sehingga sering digunakan untuk mencetak tablet secara langsung (Soekemi, dkk., 1987).

2.8.2 Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering (mesin rol atau mesin slug) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa (Ditjen POM, 1995).

2.8.2.1 Granulasi basah

Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan bahan pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak kembali untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin kemudian dicetak dengan mesin tablet (Syamsuni, 2006).

Keuntungan metode granulasi basah adalah memperoleh aliran yang baik, meningkatkan kompressibilitas, untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan komponen campuran selama proses, dan distribusi keseragaman kandungan. Kekurangan metode granulasi basah adalah banyaknya tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini (Andayana, 2009).

2.8.2.2 Granulasi kering

Dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi,


(38)

sehingga menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang diinginkan (Syamsuni, 2006).

Keuntungan metode granulasi kering adalah peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu, baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab, mempercapat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat. Kekurangan metode granulasi kering adalah memerlukan mesin cetak khusus untuk membuat slug, tidak dapat mendistribusi zat warna seragam, proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang (Andayana, 2009). 2.8.2.3 Kempa Langsung

Pembuatan tablet dengan mengempa langsung adalah dengan mencampur zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan lebih awal terlebih dahulu (Andayana, 2009). Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, disintegran, dan lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam kedalam lubang kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Keuntungan proses kempa langsung adalah lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit, prosesnya singkat karena proses yang dilakukan lebih sedikit maka waktu yang diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga lebih sedikit, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab, waktu hancur dan disolusinya


(39)

lebih baik karena tidak melewati proses granul tetapi lanngsung menjadi partikel (Andayana, 2009).

2.8.3 Uji Preformulasi

Sebelum dicetak menjadi tablet, massa granul perlu diperiksa apakah memenuhi syarat untuk dapat dicetak. Preformulasi ini menggambarkan sifat massa sewaktu pencetakan tablet, meliputi waktu alir, sudut diam dan indeks tap.

Pengujian waktu alir dilakukan dengan mengalirkan massa granul melalui corong. Waktu yang diperlukan tidak lebih dari 10 detik, jika tidak maka akan dijumpai kesulitan dalam hal keseragaman bobot tablet. Hal ini dapat diatasi dengan penambahan bahan pelicin (Cartensen, 1977). Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk oleh tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk tersebut mengalir secara bebas melalui suatu celah. Pengukuran sudut diam digunakan metode corong tegak, granul dibiarkan mengalir bebas dari corong ke atas dasar. Serbuk akan membentuk kerucut, kemudian sudut kemiringannya diukur. Semakin datar kerucut yang dihasilkan, semakin kecil sudut diam, semakin baik aliran granul tersebut (Voigt, 1994). Granul yang mempunyai sifat yang baik mempunyai sudut diam lebih kecil dari 35º (Cartensen, 1977).

Indeks tap adalah uji yang mengamati penurunan volume sejumlah serbuk atau granul akibat adanya gaya hentakan. Indeks tap dilakukan dengan alat volumenometer yang terdiri dari gelas ukur yang dapat bergerak secara teratur ke atas dan ke bawah. Serbuk atau granul yang baik mempunyai indeks tap kurang dari 20% (Cartensen, 1977).


(40)

2.8.4 Evaluasi Tablet

2.8.4.1Keseragaman bobot

Pada tablet yang didesain mengandung sejumlah obat di dalam formula, bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan bahwa setiap tablet mengandung obat dengan jumlah yang sama. Syarat keseragaman bobot menurut Farmakope Indonesia Edisi III adalah bila bobot rata-rata lebih dari 300 mg, jika ditimbang satu per satu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari bobot rata-ratanya, dan tidak boleh satu pun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10% dari bobot rata-ratanya. 2.8.4.2 Kekerasan tablet

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan tertentu agar tahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada saat pembuatan, pengempaan dan transportasi (Parrot, 1971). Kekerasan dinyatakan dalam kg adalah tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur (Soekemi, dkk., 1987)

Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat (Lachman, dkk., 1994).


(41)

2.8.4.3 Friabilitas

Friabilitas dinyatakan sebagai persentase selisih bobot sebelum dan sesudah pengujian, dibagi dengan bobot mula-mula. Tablet yang baik memiliki friabilitas lebih kecil dari 0,5 sampai 0,8%. Tablet yang mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet (Lachman, dkk., 1994).

2.8.4.4 Waktu hancur

Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi (Lachman, dkk., 1994). Tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit (Soekemi, dkk., 1987). Kebanyakan bahan pelicin bersifat hidrofob, bahan pelicin yang berlebihan akan memperlambat waktu hancur. Tablet dengan rongga-rongga yang besar akan mudah dimasuki air sehingga hancur lebih cepat daripada tablet yang keras dengan rongga-rongga yang kecil (Soekemi, dkk., 1987).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, isolasi α-selulosa, pembuatan selulosa mikrokristal, karakterisasi mikrokristal, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan tablet ekstrak, uji preformulasi dan evaluasi tablet.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, mesin pencetak tablet single punch (Erweka), Desintegration Tester (Copley), Friabilator (Copley), alat uji sudut diam dan alat uji waktu alir (Copley), hot plate, neraca analitik (Sartorius), pompa vakum, Fourier-Transform Infrared Spectrophotometer (Shimadzu), Scanning Electron Microscopy (TM3000 Hitachi), oven listrik (Fisher Scientific), piknometer, desikator, stopwatch, termometer, Strong Cobb Hardness Tester (Copley), pH indikator (Merck), pH meter, ayakan, blender (Philips), tanur, lemari pengering, mortar dan stamfer, cawan, wadah plastik, aluminium foil, kertas perkamen, kertas saring, saringan kain blacu dan kertas Whattman No.42.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah pinang, ekstrak kulit batang sikkam (Bischofia javanica Blume), etanol, natrium hidroksida, natrium hipoklorit, asam klorida pekat, air suling, aerosil, magnesium stearat, talkum, avicel PH 102, benzene, kalium bromida.


(43)

3.3 Pengambilan, Identifikasi dan Pengolahan sampel 3.3.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya tanpa membandingkan sampel yang diambil dengan sampel yang sama dari daerah lain. Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah pinang yang diperoleh dari daerah Simalingkar B, Kecamatan Medan Johor, Provinsi Sumatera Utara dan kulit batang sikkam yang diambil dari kebun warga di Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.3.3 Pengolahan Sampel

Pelepah pinang yang sudah jatuh dari pohonnya dipisahkan dari tangkainya, dibersihkan dari pengotor, dicuci, ditiriskan dan diangin-anginkan. Dipotong kecil-kecil dengan ukuran kurang lebih 1 x 1 cm. Kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu ± 40oC hingga rapuh. Lalu diblender atau dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Diayak melalui ayakan mesh 20 dan 60. Serbuk yang digunakan yaitu lolos di ayakan mesh 20 dan tertahan pada mesh 60. Disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

Kulit batang sikkam yang masih segar dibersihkan dari lumut dan kotoran lain, dicuci, ditiriskan dan diangin-anginkan. Dipotong kecil-kecil dengan ukuran kurang lebih 2,5 x 3,5 cm. Dikeringkan di lemari pengering pada suhu ± 40oC hingga rapuh. Lalu diblender atau dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.


(44)

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan natrium hidroksida 4%

Natrium hidroksida sebanyak 4 gram dilarutkan dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga 100 ml.

3.4.2 Larutan natrium hidroksida 17,5%

Natrium hidroksida sebanyak 17,5 gram dilarutkan dalam air bebas karbondioksida secukupnya hingga volume 100 ml.

3.4.3 Larutan HCl 2,5 N

Encerkan 208,4 ml asam klorida pekat dengan air suling secukupnya hingga volume 1000 ml.

3.4.4 Pereaksi natrium hipoklorit 2,5%

Larutan pekat natrium hipoklorit (12%) diambil sebanyak 20,8 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga volume 100 ml.

3.4.5 Air bebas karbondioksida

Air suling yang telah dididihkan selama 5 menit atau lebih didiamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Ditjen POM, 1995).

3.5 Isolasi α-selulosa pelepah pinang

Isolasi α-selulosa pelepah pinang dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Herawan, dkk., (2013) yaitu sebagai berikut:

Serbuk pelepah pinang sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 1,5 L NaOH 4% dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 100ºC. Setelah itu disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Residu diputihkan dengan cara direndam dengan natrium hipoklorit 2,5% sebanyak 1 l


(45)

selama 24 jam pada suhu kamar. Kemudian disaring dan residu dicuci dengan akuades sampai pH netral. Dilanjutkan dengan penambahan NaOH 17,5% sebanyak 650 ml, dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1 jam. Kemudian disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan kembali dengan natrium hipoklorit 2,5% sebanyak 500 ml dan dipanaskan pada suhu 100ºC selama 5 menit. Disaring dan residu dicuci dengan akuades sampai pH netral. Dikeringkan di oven pada suhu 60ºC. Hasil yang

didapat disebut α-selulosa.

3.6 Pembuatan selulosa mikrokristal pelepah pinang

Serbuk α-selulosa dihidrolisis menggunakan asam klorida 2,5 N dengan pendidihan selama 10-15 menit dan disaring. Residu yang diperoleh dicuci sampai netral dengan akuades, lalu dikeringkan dan dihaluskan secara mekanik dan selanjutnya disebut selulosa mikrokristal (Yanuar, dkk., 2003).

3.7 Karakterisasi selulosa mikrokristal 3.7.1 Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan terhadap selulosa mirokristal pelepah pinang meliputi pemerikasaan bau, warna dan rasa.

3.7.2 Sifat fisikokimia selulosa mikrokristal

Sifat fisikokimia selulosa mikrokristal meliputi penetapan pH, susut pengeringan, penetapan kadar abu total dan kelarutan zat dalam air.

3.7.2.1 Penetapan pH

Serbuk selulosa mikrokristal ditimbang sebanyak 2 g, kemudian diaduk dengan 100 ml akuades selama 5 menit dan pH dari cairan supernatan diukur dengan pHmeter (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005a; Ejikeme, 2007).


(46)

3.7.2.2 Susut pengeringan

Botol timbang dikeringkan di oven selama 30 menit pada suhu 100 – 105º C, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan. Satu gram selulosa mikrokristal ditimbang seksama dalam botol timbang. Dikeringkan di dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam. Pada waktu pemanasan di oven, tutup botol timbang dibuka, dan saat pengambilan botol timbang segera ditutup dan dibiarkan dalam desikator sampai suhu mencapai suhu kamar lalu ditimbang. Pekerjaan ini dilakukan sampai diperoleh berat yang konstan (Ditjen POM, 1995).

3.7.2.3 Penentuan kadar abu total

Serbuk selulosa mikrokristal sebanyak 2 g ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dan sampel dipijar dalam tanur perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 2 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap (Ditjen POM, 1995).

3.7.2.4 Kelarutan zat dalam air

Sampel sebanyak 5 g diaduk dengan 80 ml air selama 10 menit, disaring dengan vakum. Filtrat dipindahkan ke dalam beaker yang telah ditara (wo), lalu

diuapkan hingga kering, selanjutnya dikeringkan pada 105ºC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang (w1) (Ejikeme, 2007). Perbedaan

berat antara residu dan beaker kosong tidak boleh lebih dari 12,5 mg (0,25%). Zat larut air (Za) dihitung berdasarkan persamaan berikut:


(47)

3.7.3 Sifat Serbuk

3.7.3.1 Bobot jenis nyata

Zat uji dikeringkan hingga bobotnya konstan, ditimbang sebanyak 100 g serbuk (W) dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml, permukaan zat uji diratakan dicatat volume serbuk (V). Bobot jenis nyata dihitung dengan persamaan:

Bobot Jenis Nyata =

3.7.3.2 Bobot jenis mampat

Zat uji dikeringkan hingga bobotnya konstan, lalu ditimbang sebanyak 100 g serbuk (W) dimasukkan ke dalam gelas ukur 200 ml permukaan zat uji diratakan. Selanjutnya dilakukan pengetapan sebanyak 500 kali tap dan dicatat volumenya (Vt). Bobot jenis nyata dihitung dengan persamaan:

Bobot Jenis Mampat =

3.7.3.3 Bobot jenis benar

Bobot jenis benar dilakukan menggunakan piknometer dan pelarut yang tidak melarutkan sampel yaitu benzen. Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a) ditimbang beratnya (b) kemudian diisi benzen dan ditimbang beratnya (c) (Voigt, 1994). Bobot jenis benzen dihitung dengan persamaan:

ρbenzen =

Serbuk sebanyak 2 g yang telah dikeringkan hingga berat konstan dimasukkan ke dalam piknometer, ditimbang (d), lalu ditambahkan benzen ke

dalam piknometer sampai jenuh dan ditimbang kembali beratnya (e). Bobot Jenis Benar = x

ρ

benzene


(48)

3.7.3.4 Indeks Hausner

Indeks Hausner dihitung menggunakan data bobot jenis mampat dan bobot jenis nyata seperti yang diperoleh di atas.

Indeks Hausner =

Adapun persyaratan indeks Hausner dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Persyaratan indeks Hausner

Indeks Hausner Sifat Aliran

< 1,25 Baik

1,25 – 1,5 Sedang

>1,5 Jelek

3.7.3.5 Indeks kompresibilitas

Indeks kompresibilitas zat uji dihitung menggunakan persamaan:

Adapun persyaratan indeks kompresibilitas dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini.

Tabel 3.2 Persyaratan Indeks Kompresibilitas

Indeks Kompresibilitas (%) Sifat Aliran

<10 Sangat Baik

11 – 15 Baik

16 – 20 Cukup Baik

21 – 25 Sedang

26 – 31 Buruk

32 – 37 Sangat buruk

> 38 Sangat sangat buruk

3.7.3.6 Porositas

Porositas zat uji dihitung menggunakan persamaan:


(49)

3.7.4 Analisis FT-IR

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan instrumen spektrofotometer FT-IR (Shimadzu) dengan teknik pellet KBr. Spektrum diperoleh dalam kisaran panjang gelombang 4000-500 cm-1. Avicel PH 102 digunakan sebagai pembanding.

3.7.5 Morfologi selulosa

Analisis morfologi selulosa dilakukan menggunakan Scanning Electron

Microscopy (SEM) di Laboratorium Terpadu MIPA USU.

3.8 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Batang Sikkam (EEKBS)

Pembuatan ekstrak sikkam dilakukan secara maserasi menggunakan etanol 80%.

Cara kerja:

Sebanyak 1200 g serbuk simplisia sikkam dimasukkan ke dalam wadah kaca berwarna gelap, ditambahkan dengan 7500 ml etanol 80%. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, kemudian disaring. Ampas dipindahkan ke dalam wadah, ditambahkan dengan 1500 ml etanol 80% dan ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari, selanjutnya disaring. Maserat etanol yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer.

3.9 Pembuatan tablet EEKBS

Pembuatan tablet EEKBS dilakukan secara cetak langsung dan bobot tablet adalah 650 mg dengan diameter 13 mm. Tablet dibuat dengan dua formula, dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini:


(50)

Tabel 3.3 Formula tablet EEKBS

Komposisi F1 F2

EEKBS (mg) 235 235

Aerosil (mg) 6,5 6,5

Mg. stearat (mg) 6,5 6,5

Talkum (mg) 6,5 6,5

SMPP (mg) 395,5 -

Avicel PH 102 (mg) - 395,5

Pembuatan tablet ekstrak etanol kulit batang sikkam Cara kerja: Metode Cetak Langsung

1. Dimasukkan 23,5 g EEKBS ke dalam cawan penguap, kemudian ditambahkan etanol 80% sampai ekstrak mengental. Kemudian tambahkan Avicel PH 102 sedikit demi sedikit sambil dicampur hingga homogen. Keringkan di dalam oven suhu 40 ºC sampai massa lembab dan kompak. 2. Ayak campuran dengan mesh 12, keringkan di dalam lemari pengering. 3. Setelah kering, ayak kembali dengan ayakan mesh 14 masukkan ke dalam

lumpang. Tambahkan aerosil 0,65 g, selanjutnya tambahkan 0,65 g magnesium stearat dan 0,65 g talkum sambil dicampur hingga homogen. 4. Dilakukan uji preformulasi dan kemudian dicetak tablet dengan diameter

13 mm.

5. Evaluasi tablet 3.10 Uji preformulasi

Uji preformulasi ini dilakukan terhadap massa yang telah menjadi granul dan telah ditambah pelicin, meliputi penentuan sudut diam, waktu alir dan indeks tap.


(51)

3.10.1 Penentuan sudut diam

Sudut diam (θ) diukur menurut metode corong dan kerucut. Granul ditimbang 100 gram, kemudian dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai kemudian permukaannya diratakan. Penutup bawah dibuka dan secara serentak

stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan tepat pada saat granul habis melewati corong. Diameter rata-rata dari dasar kerucut granul ditentukan dan tangen dari sudut diam dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

tan θ =

Granul yang mempunyai daya alir bebas akan mempunyai sudut diam antara 20o– 40o (Lachman, dkk., 1994).

3.10.2 Penentuan waktu alir

Granul sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai, kemudian permukaannya diratakan. Penutup bawah dibuka dan secara serentak stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan tepat pada saat granul habis melewati corong dan dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul lebih kecil dari 10 detik (Voigt, 1994).

3.10.3 Penentuan indeks tap

Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 ml dan diukur volume awalnya (V1) lalu dihentakkan sehingga diperoleh volume akhirnya (V2) yang konstan. Indeks tap dihitung dengan rumus:

I= x 100%


(52)

3.11 Evaluasi tablet

3.11.1 Pemeriksaan keseragaman bobot

Penetapan keseragaman bobot dilakukan dengan cara:

Diambil 20 tablet, dibersihkan dari debu, ditimbang seluruh tablet. Dihitung bobot rata-rata tiap tablet kemudian ditimbang satu persatu.

Deviasi = x 100%

Adapun persyaratan keseragaman bobot dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini: Tabel 3.4 Persyaratan keseragaman bobot

Bobot rata-rata Penyimpangan

A B

≤ 25 mg

26 mg – 150 mg 151 mg – 300 mg Lebih dari 300 mg

15% 10% 7,5% 5% 30% 20% 15% 10%

Persyaratan tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang diterapkan pada kolom A dan tidak boleh 1 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata dari harga yang ditetapkan pada kolom B (Ditjen POM, 1979).

3.11.2 Uji kekerasan tablet

Alat yang digunakan adalah Strong Cobb Hardness Tester (Copley). Sebuah tablet diletakkan ditengah besi penahan, kemudian alat dijalankan sehingga besi penahan menekan tablet. Kekerasan tablet dapat dilihat pada skala yang muncul di monitor. Pemeriksaan kekerasan tablet dilakukan sebanyak 5 tablet dan dihitung rata-ratanya. Syarat: kekerasan tablet 4 – 8 kg (Parrot, 1971). 3.11.3 Uji friabilitas


(53)

Sebanyak 20 tablet ditimbang, misalkan beratnya ”a” gram. Dimasukkan kedalam

alat friabilator, lalu tekan tombolnya sehingga alat berputar selama 4 menit (100 kali putaran). Tablet dikeluarkan, dibersihkan dari debu dan ditimbang beratnya,

misalnya ”b” gram. Maka friabilitas adalah: F =

x 100%

Syarat : kehilangan bobot ≤ 0,8% (Lachman, dkk., 1994; Voigt, 1994). 3.11.4 Uji Waktu Hancur

Alat yang digunakan adalah Disintegration Tester (Copley).

Pengujian dilakukan terhadap 5 tablet. Satu buah tablet dimasukkan kedalam masing-masing tabung dari keranjang. Digunakan air bersuhu 36-37º C sebagai media. Kemudian alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak tablet dinaikturunkan sampai dengan tablet hancur. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal dikasa. Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut. Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu per satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram. Dengan cara pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas (Ditjen POM, 1979).


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI-Bogor terhadap tumbuhan pinang adalah jenis Areca catechu L. suku arecaceae dan tumbuhan sikkam adalah Bischofia javanica Blume suku euphorbiaceae. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 55-56.

4.2 Hasil Pembuatan Selulosa Mikrokristal Pelepah Pinang (SMPP)

Alfa selulosa yang diperoleh dari pengolahan pelepah pinang 100 g adalah 28,91 gram atau 28,91%, setelah dilanjutkan pada pembuatan selulosa mikrokristal diperoleh hasil sebesar 23,48 gram atau 81,21%. Dengan demikian hasil SMPP dari bahan awal adalah 23,48%. Hasil ini diperoleh setelah terjadi penghilangan beberapa zat seperti lignin, hemiselulosa dan lainnya yang terdapat dalam pelepah pinang pada saat pemurnian α-selulosa dan penghilangan sebagian

bentuk amorf dari struktur selulosa setelah hidrolisis α-selulosa (Ohwoavworrhua dan Adelakun, 2005b).

4.3 Hasil Karakterisasi SMPP 4.3.1 Sifat-sifat fisikokimia SMPP

Hasil sifat-sifat fisikokimia dari SMPP dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa hasil organoleptik dari SMPP dan Avicel PH 102 yang dihasilkan yaitu keduanya berwarna putih, tidak berbau dan tidak


(55)

berasa. Nilai-nilai yang diperoleh dari pengujian SMPP dan Avicel PH 102 diantaranya pH 6,0 dan 6,3; susut pengeringan 5,7 dan 4,75%; zat larut air 0,03 dan 0,08%; kadar abu total yaitu 0,47 dan 0,01%. Nilai pH, susut pengeringan dan zat larut air keduanya telah memenuhi persyaratan USP yaitu 5,0-7,5, < 7% dan < 0,25%. Sedangkan nilai kadar abu total SMPP berada di atas kadar abu total yang disyaratkan USP yaitu lebih besar dari 0,1% (Rowe, dkk., 2009).

Tabel 4.1 Sifat-sifat fisikokimia SMPP

Parameter SMPP Avicel PH 102

Organoleptik Berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa

Berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa

pH 6,0 6,3

Susut pengeringan (%) 5,07 4,75

Kadar abu total (%) 0,47 0,01

Kelarutan zat dalam air (%) 0,03 0,08

4.3.2 Sifat serbuk SMPP

Sifat serbuk yang diuji antara lain berat jenis nyata, berat jenis mampat, berat jenis benar, indeks hausner, indeks kompresibilitas, dan porositas. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan Avicel PH 102. Hasil uji sifat serbuk SMPP dan Avicel PH 102 dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Karasteristik serbuk SMPP dan Avicel PH 102

Parameter SMPP Avicel PH 102

Bobot jenis:

- Bobot jenis nyata (g/cm3) - Bobot jenis mampat (g/cm3) - Bobot jenis benar (g/cm3)

0,46 0,56 1,43 0,41 0,48 1,46

Indeks Hausner (%) 1,21 1,17

Indeks kompresibilitas (%) 17,37 14,58

Porositas (%) 67,64 71,92

Sifat alir dari serbuk diperlukan dalam penentuan kesesuaian serbuk sebagai bahan tambahan untuk cetak langsung. Indeks hausner dan indeks


(56)

kompresibilitas merupakan pengukuran secara tidak langsung dari kemampuan serbuk untuk mengalir (Ohwoavworrhua dan Adelakun, 2005b).

Indeks hausner merupakan rasio antara berat jenis mampat dan berat jenis nyata dari sampel. Hasil dari indeks hausner SMPP sebesar 1,21 dan Avicel PH 102 sebesar 1,17. Kedua bahan ini memiliki nilai indeks Hausner lebih kecil dari 1,25 artinya keduanya mempunyai sifat alir yang baik (Lachman, dkk., 1994). Indeks hausner menggambarkan gesekan antarpartikel dimana semakin tinggi nilai indeks hausner maka semakin buruk sifat aliran (Ejikeme, 2007; Apeji, dkk., 2010).

Indeks kompresibilitas SMPP yang diperoleh sebesar 17,37% dan Avicel PH 102 sebesar 14,58%. Nilai ini menunjukkan bahwa SMPP mempunyai sifat alir cukup baik dan Avicel PH 102 mempunyai sifat alir yang baik (Bhimte dan Tayade, 2007). Untuk meningkatkan sifat aliran SMPP dapat digunakan glindan dalam proses pembuatan tablet (Apeji, dkk., 2010).

Hasil porositas SMPP adalah 67,64% dan Avicel PH 102 71,92%. Porositas menggambarkan celah suatu serbuk atau granul yang berpori. Porositas berguna untuk memperbaiki laju disolusi tablet dengan cara memberikan kemudahan pada pelarut untuk berpenetrasi ke dalam pori-pori tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010; Achor, dkk., 2014). Sehingga dapat diketahui Avicel PH 102 mempunyai pori-pori yang lebih besar daripada SMPP.

4.4 Hasil Analisis Gugus Fungsi SMPP

Spektrofotometer IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus dari suatu senyawa. Parameter kualitatif pada spektrofotometer IR adalah bilangan gelombang, dimana muncul akibat adanya serapan oleh gugus fungsi yang khas


(57)

dari suatu senyawa. Spektrum inframerah dari SMPP dibandingkan dengan Avicel PH 102 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik spektrum IR selulosa mikrokristal pelepah pinang dan Avicel PH 102

Spektrum inframerah dari SMPP menunjukkan adanya serapan utama pada bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

3

4

3

7

.5

0

3

4

0

6

.2

9

1094.


(58)

Tabel 4.3 Bilangan gelombang FT-IR SMPP

Bilangan Gelombang (cm1) Gugus

3437,50 OH

2893,22 C-H alkana

1631,78 O-H dari absorpsi air

1094,18 C-O-C (ikatan glikosidik)

Spektrum inframerah dari Avicel PH 102 menunjukkan adanya serapan utama pada bilangan gelombang yang dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Bilangan gelombang Avicel PH 102

Bilangan Gelombang (cm1) Gugus

3406,29 OH

2893,22 C-H alkana

1631,78 O-H dari absorpsi air

1103,28 C-O-C (ikatan glikosidik)

Spektrum SMPP menunjukkan hasil yang mirip dengan spektrum yang ditunjukkan oleh Avicel PH 102 pada Gambar 4.1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa isolasi SMPP memberikan hasil yang murni dengan spektrum inframerah yang mirip dengan Avicel PH 102.

4.5 Hasil Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) SMPP

Analisis dengan SEM dilakukan untuk mengetahui bentuk dan permukaan partikel selulosa mikrokristal dari pelepah pinang. Hasil analisis SEM SMPP dan Avicel PH 102 dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.

Pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa SMPP menunjukkan ukuran partikel yang dapat diperkirakan berkisar antara 50-300 μm dengan bentuk tidak beraturan, tekstur permukaan yang tidak rata dan membentuk sudut-sudut yang runcing dan tumpul.


(59)

Gambar 4.2 SEM dari SMPP dengan perbesaran 200 dan 600 kali

Sementara pada Gambar 4.3 untuk Avicel PH 102 ukuran partikelnya

sekitar 100 μm dengan bentuk tidak beraturan, tekstur permukaan yang tidak rata dan membentuk sudut-sudut yang runcing dan tumpul. Selulosa mikrokristal merupakan serbuk yang mempunyai fasa amorf dan fasa kristal sebagai komponen penyusunnya dengan kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi (Rowe, 2009).

Gambar 4.3 SEM dari Avicel PH 102 dengan perbesaran 200 dan 600 kali 4.6 Hasil Uji Preformulasi

Uji preformulasi merupakan tahap pertama dalam mendesain suatu sediaan tablet dan merupakan upaya untuk mengoptimasi suatu formula obat. Uji


(60)

preformulasi yang dilakukan menghasilkan data yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5 Data hasil uji preformulasi tablet EEKBS

Formula Waktu alir (detik) Sudut diam (º) Indeks tap (%)

F1 (SMPP) 6,45 26,64 8,26

F2 (Avicel PH 102) 8,71 30,90 7,06

Hasil pengujian preformulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa F1 dan F2 memenuhi persyaratan. Kedua formula mempunyai waktu alir hampir sama, karena kedua formula mempunyai ukuran granul yang seragam. Waktu yang diperlukan oleh granul untuk mengalir harus lebih kecil dari 10 detik (Lachman, dkk., 1994). Sifat aliran serbuk yang baik merupakan hal penting untuk pengisian yang seragam ke dalam lubang cetak mesin dan untuk memudahkan gerakan bahan disekitar alat produksi (Siregar dan Wikarsa 2010).

Sudut diam dari F1 dan F2 memenuhi persyaratan yaitu berada dalam

rentang 20º< θ <40º. Sudut diam F1 dengan bahan tambahan SMPP lebih kecil dari pada F2 dengan bahan tambahan Avicel PH 102 artinya F1 memiliki sifat alir yang lebih baik daripada F2. Menurut voigt (1995) semakin kecil sudut diam maka semakin baik sifat aliran serbuk tersebut. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30º biasanya bahan dapat mengalir bebas, bila sudut diam lebih besar atau sama dengan 40º biasanya daya mengalirnya kurang baik (Lachman, dkk., 1994; Apeji, dkk., 2010). Tangen dari sudut diam sama dengan koefisien gesekan antara partikel-partikel, sehingga makin kasar dan tidak beraturan permukaan partikel maka makin tinggi sudut diamnya (Martin, dkk., 1993).

Nilai indeks tap F1 dan F2 juga memenuhi persyaratan yaitu lebih kecil dari 20%. Granul yang mengalir bebas adalah partikel yang memiliki indeks tap ≤


(1)

Lampiran 12. Perhitungan indeks tap

Sebagai contoh dibuat perhitungan indeks tap formula 1 dengan bahan tambahan selulosa mikrokristal pelepah pinang.

Rumus : I = x 100%

Keterangan:

Vo= volume mula-mula Vt= volume sesudah di tap

No Vo Vt

1. 108 99

2. 105,5 97

3. 107 98

1. I1 = x 100% = 8,33%

2. I2 = x 100% = 8,05%

3. I3 = x 100% = 8,41%


(2)

Lampiran 13. Perhitungan keseragaman bobot

Sebagai contoh dibuat perhitungan keseragaman bobot formula 1 dengan bahan tambahan selulosa mikrokristal pelepah pinang

Berat 20 tablet = 13,03 gram

Berat rata-rata = = = 0,6515 gram = 651,5 mg

No. Bobot (mg) Deviasi No Bobot (mg) Deviasi

1. 670 18,5 11. 650 1,5

2. 670 18,5 12. 650 1,5

3. 670 18,5 13. 640 11,5

4. 660 8,5 14. 640 11,5

5. 650 1,5 15. 640 11,5

6. 650 1,5 16. 640 11,5

7. 640 11,5 17. 650 1,5

8. 640 11,5 18. 640 11,5

9. 660 8,5 19. 640 11,5

10. 660 8,5 20. 670 18,5

A1 = x 100% = 2,83%

A2 = x 100% = 1,76%

B = x 100% = 2,83%

Persyaratan :

Untuk bobot rata-rata lebih dari 300 mg, penyimpangan untuk kolom A adalah tidak lebih dari 5% dan kolom B tidak lebih dari 10%


(3)

Lampiran 14. Perhitungan friabilitas tablet

Sebagai contoh dibuat perhitungan friabilitas formula 1 dengan bahan tambahan selulosa mikrokristal pelepah pinang

Friabilitas (F) = x 100%

Dimana: a = bobot 20 tablet sebelum diputar dengan friabilitor (gram) b = bobot tablet setelah diputar dengan friabilitor (gram) Syarat friabilitas tablet :

Kehilangan bobot tablet tidak boleh lebih dari 0,8% (F ≤0,8%)

Sebagai contoh diambil dari formula 1 dengan tambahan mikrokristal selulosa pelepah pinang.

Berat 20 tablet sebelum diputar = 13,05 gram Berat 20 tablet setelah diputar = 12,98 gram


(4)

Lampiran 15. Gambar alat-alat uji karakteristik selulosa mikrokristal

(a) (b)

(c)


(5)

Lampiran 16. Gambar alat cetak tablet, uji preformulasi dan evaluasi tablet

(a) (b)


(6)

Lampiran 16. (lanjutan)

(e) Keterangan :

a. alat pencetak tablet

b. alat uji waktu alir dan sudut diam c. alat uji kekerasan tablet

d. alat uji friabilitas e. alat uji waktu hancur