REFORMASI POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DALAM KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA

REFORMASI POLITIK HUKUM KETENAGAKERJAAN DALAM KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA

Ujang Charda S.

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Subang E-mail: [email protected]

Abstract

Development paradigm in the ϔield of manpower should be reformed. It tended to see the labors as production factors, or subjects of production process in the development with their all dignities. The change of this paradigm eventually will lead and decide legal politic of government policy in the ϔield of manpower through resolutive and compositive change by considering the labors as the subjects and propotionally takes into account every aspect of a holistic unit. In order to make the reformative legal political policynot to be considered good in terms of the material course, so it should be implemented through the program which is emphasized not only on its instrument but also access which boosts quantitively and educate qualitatively in developing the system of balance between reality and it is supposed to be.

Keywords: reform; paradigm; manpower; legal politic; policy.

Abstrak

Paradigma pembangunan di bidang ketenagakerjaan perlu direformasi yang dulu cenderung melihat pekerja sebagai faktor produksi dan atau bagian dari komoditi, harus diubah kepada pekerja sebagai manusia Indonesia seutuhnya atau sebagai subjek/ pelaku proses produksi dalam pembangunan dengan segala harkat dan martabatnya. Perubahan paradigma ini pada akhirnya akan mengarah dan menentukan politik hukum kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui suatu perubahan yang resolutif-kompositif dengan memandang pekerja sebagai subjek dan secara proporsional memperhitungkan seluruh aspek dalam suatu kesatuan yang holistik. Agar kebijakan politik hukum yang reformatif ini tidak dipandang hanya bagus dimaterinya saja, maka perlu diimplementasikan melalui program yang titik beratnya bukan hanya sekedar instrumen tetapi akses yang mendorong kuantitatif dan mendidik kualitatif dalam membangun sistem keseimbangan antara yang seharusnya dengan kenyataan.

Kata Kunci: Reformasi, paradigma, ketenagakerjaan, politik hukum, kebijakan.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

A. PENDAHULUAN

Sejarah

pandangan dasar itu gagal, bahkan merupakan penentu paradigma dan politik

Orde Baru mewariskan kebangkrutan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, menjadi

perekonomian nasional dan utang luar penting untuk memulai pembahasan

negeri yang sudah melampaui batas dalam hal ini. Pertama, adalah pandangan 4 psikologisnya. Oleh karena itu, strategi

tentang manusia dan kerja. Kedua, kebijakan pembangunan hendaknya relasi antara manifestasi kerja (tenaga)

merubah orientasinya dari trilogi Orde dengan upah. Ketiga, hak dasar pekerja. 1 Baru yang gagal menjadi pendekatan

Membahas ketiga hal tersebut, menjadi keseimbangan pemenuhan kebutuhan jelas posisi pekerja dalam konteks kerja,

dasar manusia yang manusiawi, karena upah dan pekerjaan dengan hanya

dengan demikian, dalam posisinya yang menjual tenaga. Selama ini ketiga aspek

sentral dalam pembangunan sebagai lebih dipandang dari sudut produksi

instrumen dalam rangka mencapai dan ekonomi belaka, padahal dimensi 5 kebutuhan dasar manusia. Selama

manusia, kerja, tenaga, upah dan alamiah ini paradigma lama selalu membela (dasar) pekerja multidimensi dan dalam

kepentingan pengusaha, segala peraturan pola hubungan yang kompleks bahkan

perusahaan selalu dipermudah. Tidak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. 2

hanya itu, dalam praktiknya pengusaha Reduksi manusia yang mutidimensi ini

juga melakukan kesewenang-wenangan, menjadi hanya ekono mis semata, bahkan

yang mana upah pekerja dibayar murah menjadi alat produksi yang merupakan

dan bila ada protes dari pekerja, pengusaha instrumen produktivitas menjadikan

mengerahkan militer untuk menindasnya, posisi pekerja hanya komoditi dalam

negara membiarkan hal itu terjadi. Oleh pasar tenaga kerja. Dehumanisasi inilah

karena itu, paradigma lama tersebut harus yang menjadi pandangan dasar selama ini 6 sudah diubah.

terhadap pekerja, sehingga pada proses Berdasarkan pandangan dasar yang selanjutnya pekerja semakin teralienasi

disebutkan di atas, maka kebijakan atau (terasing) dengan kodrat dasarnya

politik ketenagakerjaan berorientasi sebagai manusia di muka bumi ini. Posisi

pada pengembalian posisi pekerja kepada yang demikian ini semakin memperoleh

itrahnya sebagai manusia yang jelas legitimasi dari orientasi pembangunan

harkat dan martabatnya. Pengembalian Orde Baru yang bertumpu pada

citra kemanusiaan pada diri pekerja pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan

ini dalam bentuk promosi hak dan distribusi melalui trickle down effect. 3

perlindungannya, termasuk di dalamnya

1 Eggi Sudjana, Nasib & Perjuangan Buruh di Indonesia, Renaisan, Jakarta, 2005, hlm. 27. 2 Idem . 3 Ibid ., hlm. 28. 4 Idem . 5 Idem . 6 Idem .

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

3. Perlindungan hak pekerja. (perusahaan) yang secara hakikat adalah

4. Kesejahteraan spiritual pekerja. milik Allah SWT. 7 Di dalam merealisasikan

Sesuai dengan semangat Indonesia program politik ketenagakerjaan yang

baru, paradigma pembangunan politik demikian, maka dibutuhkan agenda kerja

hukum di bidang ketenagakerjaan perlu sebagai berikut: 8

direformasi. Paradigma lama yang

1. Meningkatkan program pembinaan cenderung melihat pekerja sebagai faktor pandangan dasar dari orientasi

produksi dan atau bagian dari komoditi, pembaharuan pekerja Indonesia.

harus diubah kepada pekerja sebagai

2. Meningkatkan dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya atau kualitas pekerja Indonesia.

sebagai subjek produksi pembangunan.

3. Membangun kemitraan sejati sesuai Perubahan paradigma ini pada akhirnya dengan pandangan dasar, sehingga

akan mengarah dan menentukan kebijakan tercipta saling mempunyai loyalitas,

pemerintah menjadi pro pekerja melalui integritas dan profesional di segala

suatu perubahan yang resolutif-kompositif, bidang.

artinya dengan memandang pekerja

4. Dalam mengatasi

sebagai subjek dan secara proporsional ketenagakerjaan, maka diperlukan

kon lik

memperhitungkan seluruh aspek dalam pelayanan mediator bila terjadi

suatu kesatuan yang holistik. perselisihan serta pembelaan hukum bagi kaum pekerja.

B. PEMBAHASAN

5. Memberikan pelayanan informasi

1. Konsep Dasar Kebijakan Politik

tentang peluang kerja bagi pekerja.

Hukum Ketenagakerjaan Indonesia

6. Setiap pekerja sepakat dan setuju

a. Arah dan Kebijakan Perencanaan

dengan visi, misi dan tujuan yang

Hukum Ketenagakerjaan

sesuai dengan pandangan dasar.

dasarnya masalah Agenda politik ketenagakerjaan

Pada

ketenagakerjaan merupakan agenda tersebut akan operasional apabila

sosial, politik, dan ekonomi yang cukup terdapat suatu kondisi yang mendukung-

krusial di negara-negara modern, sebab nya, baik secara sistematik maupun

masalah ketenagakerjaan sebenarnya kulturnya. Di dalam mempersiapkan

tidak hanya hubungan antara para tenaga kondisi tersebut, maka diperlukan suatu

kerja dengan pengusaha, tetapi secara tindakan aktual, yaitu: 9

lebih luas juga mencakup persoalan

1. Membangun kekuatan pekerja. sistem ekonomi dari sebuah negara dan

2. Hubungan sosial pekerja dengan sekaligus sistem politiknya. Oleh karena produksinya (pekerja pemilik aset

itu, ekonomi dan politik suatu negara perusahaan).

akan sangat menentukan corak dan warna

7 Idem . 8 Idem . 9 Ibid ., hlm. 28-44.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

memperhatikan daya dukungnya. Persoalan ketenagakerjaan sangat

industri yang ditentukan oleh sistem ekonomi yang

2) Pengembangan

kemampuan dan sasarannya pada tahun 2025 diarahkan

memperkuat

pembangunan jaringan interaksi, pada perencanaan sasaran-sasaran pokok

komunikasi, dan informasi, baik sebagai berikut: 11

untuk kepentingan domestik maupun

1) Terbangunnya struktur perekonomian dalam kaitannya dengan dinamika yang kokoh, di mana pertanian dan

globalisasi.

pertambangan menjadi basis aktivitas

industri yang ekonomi yang menghasilkan produk-

3) Pengembangan

memperkuat integrasi dan struktur produk secara e isien dan modern,

keterkaitan antar industri ke depan. industri manufaktur yang berdaya

Dengan prinsip tersebut, focus saing global menjadi motor penggerak

pengembangan industri hingga 2025 perekonomian dan jasa menjadi

diarahkan pada 4 (empat) pilar utama, perekat ketahanan ekonomi. 13 yaitu:

2) Pendapatan per kapital pada tahun

1) Industri yang berbasis pertanian dan 2025 mencapai sekitar US$ 6,000

kelautan.

dengan tingkat pemerataan yang

2) Industri transportasi. relatif baik dan jumlah penduduk

3) Industri teknologi informasi dan miskin tidak lebih dari 5 persen.

peralatan telekomunikasi (telematika).

3) Kemandirian

4) Basis industri manufaktur yang dipertahankan pada tingkat aman

pangan

dapat

potensial dan strategis untuk dan dalam kualitas gizi yang memadai

penguatan daya saing industri ke serta tersedianya instrumen jaminan

depan.

pangan untuk tingkat rumah tangga. Untuk mendorong visi pembangunan Dengan

ekonomi Indonesi tahun 2025 itu, sebagai negara berpenduduk besar

keunggulan

komparatif

pemerintah Indonesia telah menetapkan dengan wawasan, kemampuan, dan daya

delapan program utama dan delapan belas kreasi tinggi, serta memiliki bentang alam

aktivitas ekonomi. Kedelapan program yang luas dan kekayaan sumber daya alam,

utama yang akan didorong itu adalah basis keunggulan kompetitif industri

perindustrian, pertambangan, pertanian, tahun 2025 dikembangkan berdasarkan 3

kelautan, pariwisata, telekomunikasi, (tiga) prinsip utama, yaitu: 12

energi dan pengembangan kawasan.

1) Pengembangan

Pada program perindustrian terdapat mengolah

e isien

dan

enam aktivitas ekonomi utama, yakni

10 Abdul Jalil, Teologi Buruh, LKIS Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm. v-vi. 11 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia, Kantor ILO, Jakarta, 2011, hlm. 41. 12 Ibid ., hlm. 41-42. 13 Idem .

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

dan peralatan transportasi, industri Tipe korporatis digunakan, karena perkapalan, serta pengembangan industri

model hubungan kerja yang hendak pangan, sedangkan dalam program

ditumbuhkan adalah harmoni model, pertambangan ada tiga aktivitas utama, 17 yaitu:

yakni pengembangan pengolahan nikel,

1) Para pihak tidak memiliki kebebasan, pengeolahan tambang, dan pengolahan

melainkan dikuasai oleh pemerintah bauksit. Adapun pada program pertanian

melalui ketentuan-ketentuan hukum pada aktivitas pengembangan kelapa

yang bersifat represif. sawit dan karet. 14 2) Konsensus (kerjasama) diharuskan

Visi Indonesia di bidang ekonomi dengan melarang terjadinya kon lik tersebut

perkembangan dunia ketenagakerjaan

menggunakan yang selama ini persoalan ketenagakerjaan

3) Diwajibkan

penyelesaian secara damai dan sangat ditentukan oleh sistem ekonomi

melarang penggunaan cara-cara dunia, sehingga mempengaruhi arah

paksaan (mogok atau pun out lock). kebijakan hukum ketenagakerjaan yang

Sementara itu, dalam tipe hukum melahirkan tipe hukum ketenagakerjaan

yang kontraktualis seperti

ketenagakerjaan

hubungan kerja lebih didasarkan pada Tamara Lothion yang membedakan

kekuatan tawar menawar (bargaining tipe hukum ketenagakerjaan ke dalam

position) tenaga kerja terhadap pengusaha, tipe kontraktualis dan tipe korporatis.

pemerintah bukan sebagai pihak yang Tipe korporatis ini di bidang hukum

aktif membuat regulasi ketenagakerjaan, ketenagakerjaan

melainkan hanya bertindak memfasilitasi praktik kebijakan legislasi dalam bentuk

dilakukan

melalui

organisasi tenaga kerja dengan menjamin pembentukan peraturan perundang- 18 hak berorganisasi, maka ciri ini menunjuk

undangan sebagai usaha pemerintah untuk pada tipe koalisi yang memiliki ciri melakukan pembinaan hukum nasional. 15 hubungan kerja harmonis dan hubungan

Hal ini semakin mendapatkan dasar 19 kerja kon lik. pembenaran, jika dihubungkan dengan

Tipe kontraktualis ini merupakan sistem hukum yang dianut Indonesia

konsep kapitalis yang menghendaki agar sejak awal kemerdekaan berdasarkan

negara tidak terlalu ikut mencampuri asas konkordansi (dari hukum Belanda)

persoalan pekerja dengan pengusaha,

14 Idem . 15 Ujang Charda S., ”Reorientasi Reformasi Model Hukum Ketenagakerjaan dalam Kebijakan Pemerintah”, Jurnal Ilmu Hukum Syiar Hukum, Vol. XIV No. 1 , Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, Maret 2012, hlm. 9. 16 Aloysius Uwiyono, “Implikasi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Terhadap Iklim Investasi”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 No. 5 , Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2003, hlm. 43. 17 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Tinjauan Politik Hukum, Sofmedia, Medan, 2011, hlm. 10. 18 Idem . 19 Idem .

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

melengkapi.

tetapi kembali kepada tujuan hukum Negara sebagai badan hukum ketenagakerjaan serta peran pemerintah

publik, sebagai korporasi harus mampu masih sangat dibutuhkan dan meniadakan

memposisikan dirinya sebagai regulator campur tangan negara bukan solusi yang

yang bijak melalui sarana pembentukan benar-benar tepat. 20 Untuk itu, antara

dan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan, peran pasar dan campur tangan negara

karena hukum ketenagakerjaan akan maupun antara pembangunan ekonomi

menjadi sarana utama untuk menjalankan dengan pendekatan pasar dan normatif

pemerintah di bidang (konstitusional) harus saling melengkapi,

kebijakan

ketenagakerjaan itu sendiri. Kebijakan dikarenakan menjalankan pembangunan

ketenagakerjaan (labor policy) di Indonesia ekonomi dalam kevakuman politik adalah

dapat dilihat dalam UUD 1945 sebagai hal yang mustahil, karena: 21

konstitusi negara dan juga peraturan

1) Peran pasar sangat penting dalam perundang-undangan yang terkait. Oleh rangka perusahaan memaksimalkan

karena itu, peran negara sangat penting keuntungan dan individu serta

dalam pengaturan keberadaan hukum masyarakat memaksimalkan kesejah-

ketenagakerjaan, hal ini disebabkan pihak teraan, namun peran pemerintah

yang dilibatkan dalam hubungan kerja penting juga dalam melakukan koreksi

umumnya berada pada posisi yang tidak terhadap kegagalan pasar. 22 seimbang.

2) Peran konstitusi dan aturan main O. Kahn Freund menyatakan, bahwa dalam pembuatan kebijakan ekonomi

ketenagakerjaan sangat penting untuk memastikan

timbulnya

hukum

dikarenakan adanya ketidaksetaraan kebijakan ekonomi yang baik dalam

posisi tawar yang terdapat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

hubungan kerja (antara tenaga kerja masyarakat untuk jangka panjang.

dengan pengusaha) dengan alasan

3) Kebijakan ekonomi dalam mengejar itu pula dapat dilihat, bahwa tujuan pertumbuhan maupun pemerataan

utama hukum ketenagakerjaan adalah hasil sangat berkaitan dengan proses

agar dapat meniadakan ketimpangan politik yang berlangsung terus

hubungan di antara keduanya yang timbul menerus. Kebijakan ekonomi tidak 23 dalam hubungan kerja, bahkan asas

berjalan dalam kevakuman politik, kebebasan berkontrak dalam perjanjian karena secara praktis pendekatan

kerja digambarkan oleh H. Sinzheimer normatif atau konstitusional dapat

tidak lebih dari sebuah kepatuhan secara memberikan arahan yang jelas bagi

sukarela terhadap kondisi-kondisi yang

20 Idem . 21 Ibid ., hlm. 11-12. 22 Idem . 23 O. Kahn Freund dan H. Sinzheimer dalam Ibid., hlm. 13.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

Senada dengan hal tersebut, menurut undangan sebagai instrumen kebijakan

G. Ripert diaturnya masalah kerja dalam pemerintah dalam usaha untuk melakukan hukum sosial tersendiri (dalam hal ini

pembinaan hukum nasional dalam hukum ketenagakerjaan) adalah akibat

mendayagunakan hukum sebagai sarana kenyataan sosial yang dalam kehidupan 28 merekayasa masyarakat. Kebijakan

ekonomis mengalami

legislasi dalam proses penegakan perlindungan

pergeseran

hukum ketenagakerjaan diawali dengan kontrak/perjanjian kerja yang merupakan

kepentingan

dalam

proses penetapan/pembuatan hukum kepentingan umum yang tidak dapat lagi

ketenagakerjaan terlebih dahulu oleh diabaikan berdasarkan asas kebebasan

undang-undang. individu serta otonomi individu dalam

badan

pembuat

Tahap ini dapat disebut sebagai tahap

25 mengadakan kontrak/perjanjian kerja. 29 kebijakan legislasi/formulatif. Dilihat Lebih lanjut Ripert menyatakan, bahwa

dari keseluruhan proses penegakan kekuatan politik tenaga kerja sebagai

hukum ketenagakerjaan, tahap kebijakan faktor utama yang mendorong hukum

legislasi/formulatif ini merupakan tahap ketenagakerjaan menjadi bagian dari

yang paling strategis. Oleh karena itu, hukum publik. 26 Bergesernya persepsi

kesalahan/kelemahan kebijakan legislasi ini tidak lepas dari pengalaman sejarah

merupakan kesalahan strategis yang negara, seperti di Perancis yang telah

dapat menghambat upaya penegakan membuktikan gerakan politik pekerja/

hukum pada tahap berikutnya, yaitu buruh mampu membawa ke arah

tahap aplikatif/kebijakan yudikatif dan revolusi, begitu juga di Inggris pada abad 30 tahap eksekusi/kebijakan administratif.

pertengahan 18 terjadi revolusi industri. 27 Apabila hal ini terjadi, maka reformasi Berdasarkan uraian di atas, tipe

hukum, apalagi supremasi hukum hanya hukum ketenagakerjaan Indonesia dalam 31 akan tetap sebagai harapan belaka.

perlindungan hukum terhadap tenaga Norma dasar memberikan landasan kerja adalah tipe hukum ketenagakerjaan

bagi aturan dasar yang merupakan yang korporatis. Dalam tipe hukum

tatanan suatu negara dalam bentuk korporatis ini, perlindungan terhadap

Undang-Undang Dasar atau konstitusi

24 H. Sinzheimer dalam Ibid., hlm. 13. 25 Idem. 26 Idem . 27 Marsen Sinaga, Pengadilan Perburuhan di Indonesia (Tinjauan Hukum Kritis atas Undang-Undang PPHI), Semarak Cemerlang Nusa (SCN), Yogyakarta, 2006, hlm. 11. 28 Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional : Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di Indonesia , RajaGra indo Persada, Jakarta, 1994, hlm. 231. 29 Dwidja Priyatno, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, Utomo, Bandung, 2004, hlm. 8. 30 Idem . 31 Idem .

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

semantic constitutional dengan mengakui perundang-undangan (gesetzesrecht) yang

hak warga negaranya untuk mendapatkan

32 berlaku dalam negara. 33 Oleh karena itu, pekerjaan, maka sebenarnya Indonesia UUD 1945 sebagai landasan konstitusional

telah bertekad dan memutuskan untuk merupakan arah politik hukum ketenaga-

melenyapkan pengangguran, sehingga kerjaan nasional yang dimuat pada Alinea

negara berani memasukan pasal tersebut Keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu: 34 dalam konstitusinya. Oleh karena

“...melindungi segenap bangsa Indonesia itu, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 harus dan seluruh tumpah darah Indonesia, 35 ditafsirkan sebagai berikut:

memajukan kesejahteraan umum...” yang “...bahwa pemerintah berkewajib- berkorelasi dengan Pasal 1 ayat (3) UUD

an untuk memberantas pengangguran 1945, bahwa: “Negara Indonesia adalah

dan harus mengusahakan supaya negara hukum.”

setiap warga negara bisa mendapat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut

pekerjaan dengan na kah yang layak dapat dikorelasikan dengan pasal-pasal

untuk hidup, bukan hanya asal bekerja yang mengatur tentang ketenagakerjaan,

saja sekalipun dengan penindasan seperti Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi:

atau eksploitasi, melainkan harus “Tiap-tiap warga negara berhak atas

layak untuk penghidupan.” pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, Pasal 28D ayat (2)

fundamental hukum berbunyi: “Setiap orang berhak untuk

Secara

ketenagakerjaan Indonesia bukan hanya bekerja serta mendapat imbalan dan

harus berlandaskan pada Pasal 27 ayat perlakuan yang adil dan layak dalam

(2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat hubungan kerja”. Kemudian dipertegas

(2) UUD 1945, tetapi berlandaskan pula oleh Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang

pada Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, sebagai berikut:

mengatur tentang dasar perekonomian “Setiap orang berhak bebas dari

negara Indonesia yang secara historis perlakuan yang bersifat diskriminatif

pernah dikemukakan oleh Moch. Hatta atas dasar apapun dan berhak

yang memberikan konseptual Pasal 33 mendapatkan perlindungan terhadap

dengan istilah demokrasi ekonomi dengan perlakuan yang bersifat diskriminatif

mengedepankan kemakmuran rakyat dan itu”.

bukan kemakmuran orang perseorangan, sehingga perekonomian Indonesia disusun

Menurut Ismail Sunny, ketentuan sebagai usaha bersama berdasarkan asas Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 di atas 36 kekeluargaan.

32 Ni’matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi & Judicial Review, UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 52. 33 Ismail Sunny, Hak Asasi Manusia, Yarsif Watampone, Jakarta, 2004, hlm. 8-9. 34 Idem . 35 R. Wiyono, Garis Besar Pembahasan dan Komentar UUD 1945, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 194-195.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

Sementara itu, di dalam Undang- yang meliputi terjaminnya hak Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur

pengusaha dan pekerja. lebih lanjut mengenai arah kebijakan

8) Memberikan perlindungan tenaga pemerintah

kerja yang meliputi keselamatan hukum ketenagakerjaan adalah dengan

dalam

pembangunan

dan kesehatan kerja, pengupahan, mengikutsertakan unsur dunia usaha

jamsostek, serta syarat kerja. dan masyarakat, melakukan pembinaan

Dalam pembangunan ketenagakerjaan, terhadap segala kegiatan yang ber-

pemerintah menetapkan kebijakan dan hubungan dengan ketenagakerjaan yang

menyusun perencanaan tenaga kerja. pelaksanaannya dilakukan secara terpadu 38 Perencanaan tanaga kerja meliputi:

1) Perencanaan tenaga kerja makro ketenagakerjaan, sasarannya diarahkan

dan terkoordinasi. Pembangunan hukum

penyusunan rencana kepada pembinaan tenaga kerja untuk: 37

Proses

ketenagakerjaan secara sistematis

1) Mewujudkan perencanaan tenaga yang memuat pendayagunaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan.

kerja secara optimal dan produktif

2) Mendayagunakan

mendukung pertumbuhan secara optimum serta menyediakan

ekonomi atau sosial, baik secara tenaga kerja yang sesuai dengan

nasional, daerah, maupun sektoral, pembangunan nasional.

sehingga dapat membuka kesempatan

3) Mewujudkan terselenggaranya pelatih- kerja seluas-luasnya, meningkatkan an kerja yang berkesinambungan guna

produktivitas kerja dan meningkatkan meningkatkan kemampuan, keahlian,

kesejahteraan pekerja. dan produktivitas tenaga kerja.

2) Perencanaan tenaga kerja mikro

4) Menyediakan informasi pasar kerja,

penyusunan rencana pelayanan penempatan tenaga kerja

Proses

ketenagakerjaan secara sistematis yang sesuai dengan bakat, minat,

dalam suatu instansi, baik instansi dan kemampuan tenaga kerja pada

pemerintah maupun swasta dalam pekerjaan yang tepat.

rangka pendayagunaan tenaga kerja

5) Mewujudkan tenaga kerja mandiri. secara optimal dan produktif untuk

6) Menciptakan hubungan yang harmonis mendukung pencapaian kinerja yang dan terpadu antara pelaku proses

tinggi pada instansi atau perusahaan produksi barang dan jasa dalam

yang bersangkutan. mewujudkan hubungan industrial

Di dalam menyusun kebijakan, strategi, Pancasila.

dan pelaksanaan program pembangunan

7) Mewujudkan kondisi yang harmonis yang berkesinambungan, pemerintah harus dan dinamis dalam hubungan kerja

berpedoman kepada perencanaan tenaga

36 Moch. Hatta dalam Sri Bintang Pamungkas, Pokok-pokok Pikiran tentang Demokrasi Ekonomi dan Pembangunan, Yayasan Daulat Rakyat, Jakarta, 1996, hlm. 1.

37 Ujang Charda S Mengenal Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Sejarah, Teori & Praktiknya di Indonesia), Fakultas Hukum Universitas Subang, Subang, 2015, hlm. 29.

38 Pasal 7 ayat (2) dan penjelasannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

kerja sesuai dengan bakat, minat, dan penduduk dan tenaga kerja, kesempatan 43 kemampuannya melalui pelatihan kerja.

kerja, pelatihan kerja termasuk kompensasi Pengusaha bertanggung jawab atas kerja, produktivitas tenaga kerja, hubungan

peningkatan dan/atau pengembangan industrial, kondisi lingkungan kerja, peng-

kompetensi pekerjanya melalui pelatih- upahan dan kesejahteraan tenaga kerja, 44 an kerja. Pengguna tenaga kerja

dan jaminan sosial tenaga kerja. 39 terampil adalah pengusaha, oleh karena itu pengusaha bertanggung jawab

b. Kebijakan dalam Pelatihan Kerja

mengadakan pelatihan kerja untuk Pelatihan 45 kerja diselenggarakan meningkatkan kompetensi pekerjanya.

dan diarahkan untuk membekali, Oleh karena itu, peningkatan dan/atau meningkatkan, dan mengembangkan

pengembangan kompetensi diwajibkan kompetensi kerja guna meningkatkan

yang memenuhi kemampuan, produktivitas, dan kese-

bagi

pengusaha

persyaratan yang diatur dengan Keputusan jahteraan. Peningkatan kesejahteraan ini 46 Menteri. Peningkatan dan/atau pengem-

adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja bangan kompetensi diwajibkan bagi yang diperoleh karena terpenuhinya

pengusaha, karena perusahaan yang akan kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. 40 memperoleh manfaat hasil kompetensi

Pelatihan kerja dilaksanakan dengan 47 pekerja/buruh. memperhatikan kebutuhan pasar kerja

pekerja/buruh memiliki dan dunia usaha, baik di dalam maupun di

Setiap

kesempatan yang sama untuk mengikuti luar hubungan kerja yang diselenggarakan

pelatihan kerja sesuai dengan bidang berdasarkan program pelatihan yang

tugasnya. Pelaksanaan pelatihan kerja mengacu pada standar kompetensi kerja

disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat dilakukan secara berjenjang 41 yang

kesempatan yang ada di perusahaan ketentuan mengenai tata cara penetapan

agar tidak mengganggu kelancaran standar kompetensi kerja diatur dengan 48 kegiatan perusahaan. Pelatihan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja. 42 kerja diselenggarakan oleh lembaga Setiap tenaga kerja berhak untuk

pelatihan kerja pemerintah dan/atau memperoleh dan/atau meningkatkan

lembaga pelatihan kerja swasta yang

40 Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 41 Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 42 Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 43 Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 44 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 45 Pasal 12 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 46 Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Lihat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 47 tentang Sistem Standardisasi Kompetensi Kerja Nasional. 48 Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

a) Tersedianya tenaga kepelatihan. di tempat pelatihan atau tempat kerja. 49 b) Adanya kurikulum yang sesuai

Lembaga pelatihan kerja swasta dapat dengan tingkat pelatihan. berbentuk badan hukum Indonesia atau

c) Tersedianya sarana dan prasarana perorangan wajib memperoleh izin atau

pelatihan kerja. mendaftar ke instansi yang bertanggung

d) Tersedianya dana bagi kelang- jawab di bidang ketenagakerjaan di

sungan kegiatan penyelenggaraan kabupaten/kota, sedangkan lembaga

pelatihan kerja. pelatihan kerja yang diselenggarakan

e) Lembaga pelatihan kerja swasta oleh instansi pemerintah mendaftarkan

yang telah memperoleh izin kegiatannya kepada instansi yang bertang-

dan lembaga pelatihan kerja gung jawab di bidang ketenagakerjaan di

pemerintah yang telah terdaftar kabupaten/kota. Ketentuan mengenai tata

dapat memperoleh akreditasi dari cara perizinan dan pendaftaran lembaga 52 lembaga akreditasi.

pelatihan kerja tersebut diatur dengan Penghentian sementara pelaksanaan Keputusan Menteri. 50

penyelenggaraan pelatihan kerja, disertai Instansi yang bertanggung jawab di

alasan dan saran perbaikan dan berlaku bidang ketenagakerjaan di kabupaten/

paling lama 6 (enam) bulan yang hanya kota dapat menghentikan sementara

dikenakan terhadap program pelatihan pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan

yang tidak memenuhi syarat sebagaimana kerja, apabila di dalam pelaksanaannya

dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15 ternyata: 51 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

1) Tidak sesuai dengan arah pelatihan Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam kerja sebagaimana dimaksud dalam

waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi Pasal 9 Undang-Undang Nomor 13

dan melengkapi saran perbaikan Tahun 2003, bahwa pelatihan kerja

dikenakan sanksi penghentian program diselenggarakan

pelatihan. Apabila dalam penyelenggara untuk membekali, meningkatkan, dan

dan

diarahkan

pelatihan kerja yang tidak menaati mengembangkan kompetensi kerja

dan tetap melaksanakan program guna meningkatkan kemampuan,

pelatihan kerja yang telah dihentikan produktivitas, dan kesejahteraan.

dikenakan sanksi pencabutan izin dan

2) Tidak memenuhi persyaratan sebagai- pembatalan pendaftaran penyelenggara mana dimaksud dalam Pasal 15

pelatihan. Ketentuan mengenai tata cara Undang-Undang Nomor 13 Tahun

penghentian sementara, penghentian, 2003, yaitu:

pencabutan izin, dan pembatalan

49 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 50 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 51 Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 52 Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud bersifat independen terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Lihat Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

ketenagakerjaan, dikembangkan satu Tenaga kerja berhak memperoleh

sistem pelatihan kerja nasional yang pengakuan kompetensi kerja setelah

merupakan acuan pelaksanaan pelatihan mengikuti

kerja di semua bidang dan/atau sektor. diselenggarakan lembaga pelatihan kerja

Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, pemerintah, lembaga pelatihan kerja

dan kelembagaan sistem pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.

nasional lebih lanjut diatur dengan Pengakuan kompetensi kerja dilakukan 57 Peraturan Pemerintah. Pelatihan kerja

melalui serti ikasi kompetensi kerja dapat diselenggarakan dengan sistem dan dapat pula diikuti oleh tenaga kerja 58 pemagangan yang dilaksanakan atas

yang telah berpengalaman. 54 Untuk dasar perjanjian pemagangan antara melaksanakan serti ikasi kompetensi

peserta dengan pengusaha yang dibuat kerja dibentuk badan nasional serti ikasi 59 secara tertulis dengan sekurang-

profesi yang independen yang lebih lanjut 60 kurangnya memuat ketentuan hak diatur dengan Peraturan Pemerintah. 55

dan kewajiban peserta dan pengusaha Pelatihan kerja bagi tenaga kerja 61 serta jangka waktu pemagangan.

penyandang cacat

Pemagangan yang diselenggarakan tidak dengan memperhatikan jenis, derajat

dilaksanakan

melalui perjanjian pemagangan, dianggap kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja

tidak sah dan status peserta berubah penyandang cacat yang bersangkutan. 56 menjadi pekerja/buruh perusahaan yang

Untuk mendukung peningkatan pelatihan 62 bersangkutan.

53 Pasal 17 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 54 2003.

55 Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 56 Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 57 Pasal 19 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 58 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 59 Pasal 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 60 Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan sebagai berikut : Di dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan sebagai berikut: Hak peserta pemagangan antara lain memperoleh uang saku dan/atau uang transpor, memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, memperoleh serti ikat apabila lulus di akhir program. Hak pengusaha antara lain berhak atas hasil kerja/jasa peserta pemagangan, merekrut pemagang 61 sebagai pekerja/buruh bila memenuhi persyaratan. Di dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan sebagai berikut: Kewajiban peserta pemagangan antara lain menaati perjanjian pemagangan, mengikuti tata tertib program pemagangan, dan mengikuti tata tertib perusahaan. Adapun kewajiban pengusaha antara lain menyediakan uang saku dan/atau uang transpor bagi peserta pemagangan, menyediakan fasilitas pelatihan, menyediakan instruktur, dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja. Jangka waktu pemagangan bervariasi sesuai dengan jangka waktu yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam program pelatihan pemagangan.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

Tenaga kerja yang telah mengikuti perlindungan dan kesejahteraan peserta program pemagangan berhak atas

pemagangan, termasuk melaksanakan pengakuan

ibadahnya. Menteri atau pejabat yang kerja dari perusahaan atau lembaga

kuali ikasi

kompetensi

ditunjuk dapat menghentikan pelaksanaan serti ikasi. Serti ikasi dapat dilakukan oleh

pemagangan di luar wilayah Indonesia lembaga serti ikasi yang dibentuk dan/

apabila di dalam pelaksanaannya ternyata atau diakreditasi oleh pemerintah bila 66 tidak sesuai dengan ketentuan.

programnya bersifat umum, atau dilakukan Menteri dapat mewajibkan kepada oleh perusahaan yang bersangkutan bila

perusahaan yang memenuhi persya- programnya bersifat khusus. 63 Pemagangan

ratan untuk melaksanakan program dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri

pemagangan. Dalam menetapkan persya- atau di tempat penyelenggaraan pelatihan

ratan, Menteri harus memperhatikan kerja, atau perusahaan lain, baik di dalam

kepentingan perusahaan, masyarakat, dan

64 maupun di luar wilayah Indonesia. 67 negara. Untuk memberikan saran dan Pemagangan yang dilakukan di luar

pertimbangan dalam penetapan kebijakan wilayah Indonesia wajib mendapat izin

serta melakukan koordinasi pelatihan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk,

kerja dan pemagangan dibentuk lembaga bahwa penyelenggara pemagangan harus

koordinasi pelatihan kerja nasional. berbentuk badan hukum Indonesia sesuai

Pembentukan, keanggotaan, dan tata dengan ketentuan peraturan perundang-

kerja lembaga koordinasi pelatihan kerja undangan yang berlaku yang ketentuan

sebagaimana dimaksud lebih lanjut diatur mengenai tata cara perizinan pemagangan 68 dengan Keputusan Presiden.

di luar wilayah Indonesia diatur dengan

Pusat dan/atau Keputusan Menteri. 65 Penyelenggaraan

Pemerintah

Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pemagangan di luar wilayah Indonesia

pelatihan kerja dan pemagangan yang harus memperhatikan harkat dan

ditujukan ke arah peningkatan relevansi, martabat bangsa Indonesia, penguasaan

kualitas, dan e isiensi penyelenggaraan kompetensi yang lebih tinggi, dan 69 pelatihan kerja dan produktivitas.

62 Menurut Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa dengan status sebagai pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan, maka berhak atas segala hal yang diatur dalam

63 peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 64 Penjelasan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 65 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 66 Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 67 Pasal 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Menurut Pasal 27 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa yang dimaksud dengan: Kepentingan perusahaan dalam ayat ini adalah agar terjamin tersedianya tenaga terampil dan ahli pada tingkat kompetensi tertentu seperti juru las spesialis dalam air. Kepentingan masyarakat misalnya untuk membuka kesempatan bagi masyarakat memanfaatkan industri yang bersifat spesi ik seperti teknologi budi daya tanaman dengan kultur jaringan. Kepentingan negara misalnya untuk menghemat devisa negara, maka perusahaan diharuskan 68 melaksanakan program pemagangan seperti keahlian membuat alat-alat pertanian modern. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

Peningkatan produktivitas dilakukan Perluasan kesempatan kerja di melalui pengembangan budaya produktif,

luar hubungan kerja dilakukan melalui etos kerja, teknologi, dan e isiensi

penciptaan kegiatan yang produktif dan kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya

berkelanjutan dengan mendayagunakan produktivitas nasional. 70 Untuk mening-

potensi sumber daya alam, sumber daya katkan produktivitas dibentuk lembaga 74 manusia dan teknologi tepat guna.

produktivitas yang bersifat nasional Penciptaan perluasan kesempatan kerja berbentuk jejaring kelembagaan pelayan-

dilakukan dengan pola pembentukan an peningkatan produktivitas, yang

dan pembinaan tenaga kerja mandiri, bersifat lintas sektor maupun daerah.

penerapan sistem padat karya, penerapan Pembentukan, keanggotan, dan tata kerja

teknologi tepat guna, dan pendayagunaan lembaga produktivitas nasional lebih

tenaga kerja sukarela atau pola lain yang lanjut diatur dengan Keputusan Presiden. 71

dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. 75

c. Kebijakan dalam Perluasan

Pemerintah menetapkan kebijakan

Kesempatan Kerja

ketenagakerjaan dan perluasan kesempat- Pemerintah

bertanggung

jawab

an kerja yang pelaksanaan pengawasannya mengupayakan perluasan kesempatan 76 bersama-sama masyarakat. Dalam

kerja baik di dalam maupun di luar melaksanakan tugas dapat dibentuk badan hubungan kerja yang pelaksanaanya

koordinasi yang beranggotakan unsur dilakukan bersama-sama masyarakat. 72 pemerintah dan unsur masyarakat. Oleh

Semua kebijakan pemerintah, baik karena itu, upaya perluasan kesempatan pusat maupun daerah di setiap sektor

kerja mencakup lintas sektoral, maka diarahkan untuk mewujudkan perluasan

harus disusun kebijakan nasional di semua kesempatan kerja baik di dalam maupun

sektor yang dapat menyerap tenaga kerja di luar hubungan kerja. Lembaga

secara optimal. Agar kebijakan nasional keuangan baik perbankan maupun

tersebut dapat dilaksanakan dengan non perbankan, dan dunia usaha perlu

baik, maka pemerintah dan masyarakat membantu dan memberikan kemudahan

bersama-sama mengawasinya secara bagi setiap kegiatan masyarakat yang 77 terkoordinasi.

dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja. 73

70 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 71 Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 72 Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 73 Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 74 Pasal 39 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 75 Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 76 Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 77 Pasal 41 ayat (1), dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 41 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

Tenaga Kerja

kesempatan kerja dan penyediaan tenaga Setiap

kerja sesuai dengan kebutuhan program kesempatan yang sama tanpa diskriminasi 82 nasional dan daerah.

untuk memperoleh pekerjaan, dan setiap Di dalam Pasal 33 Undang- pekerja/buruh berhak pula memperoleh

Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa perlakuan yang sama tanpa diskriminasi

penempatan tenaga kerja terdiri dari dari pengusaha. 78 Oleh karenanya,

penempatan tenaga kerja di dalam negeri setiap tenaga kerja mempunyai hak dan

dan penempatan tenaga kerja di luar kesempatan yang sama untuk memilih,

negeri. Ketentuan mengenai penempatan mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan

tenaga kerja di luar negeri diatur dengan memperoleh penghasilan yang layak di

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dalam atau di luar negeri. 79 Penempatan

tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan

Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri asas terbuka, bebas, objektif, serta adil, dan 83 dengan pertimbangan sebagai berikut:

setara tanpa diskriminasi. 80 Penempatan

1) Bekerja merupakan hak asasi manusia tenaga kerja diarahkan untuk menempat-

yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, kan tenaga kerja pada jabatan yang tepat

dan dijamin penegakannya. sesuai dengan keahlian, keterampilan,

2) Setia tenaga kerja mempunyai hak bakat, minat, dan kemampuan dengan

dan kesempatan yang sama tanpa memperhatikan

harkat,

martabat,

diskriminasi untuk memperoleh hak asasi, dan perlindungan hukum. 81 pekerjaan dan penghasilan yang layak,

Penempatan tenaga kerja dilaksanakan baik di dalam maupun di luar negeri

79 Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 80 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Di dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan: Terbuka adalah pemberian informasi kepada pencari kerja secara jelas antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah, dan jam kerja. Hal ini diperlukan untuk melindungi pekerja/buruh serta untuk menghindari terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan. Bebas adalah pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja, sehingga tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang ditawarkan. Objektif adalah pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu. Adil dan setara adalah penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan 81 tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, dan aliran politik. 82 Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Menurut Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja nasional dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan kesempatan 83 kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja di seluruh sektor dan daerah. Lihat konsiderans “menimbang” Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

hukum guna melindungi tenaga kerja

3) Tenaga kerja Indonesia di luar negeri Indonesia yang ditempatkan diluar sering dijadikan objek perdagangan

negeri.

manusia, termasuk

7) Peraturan perundang-undangan di dan kerja paksa, korban kekerasan,

perbudakan

bidang ketenagakerjaan yang ada kesewenang-wenangan,

belum mengatur secara memadai, atas harkat dan mertabat menusia,

kejahatan

tegas, dan terperinci mengenai serta perlakuan lain yang melanggar

penempatan dan perlindungan tenaga hak asasi manusia.

kerja Indonesia di luar negeri.

4) Negara wajib

8) Dalam Undang-Undang Nomor 13 melindungi hak asasi warga negaranya

menjamin

dan

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang bekerja baik di dalam maupun

dinyatakan penempatan tenaga kerja di luar negeri berdasarkan prinsip

Indonesia di luar negeri diatur dengan persamaan hak, demokrasi, keadilan

undang-undang.

sosial, kesetaraan dan keadilan Pemberi kerja yang memerlukan gender, anti diskriminasi, dan anti

tenaga kerja dapat merekrut sendiri perdagangan manusia.

tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui

5) Penempatan tenaga kerja Indonesia 84 pelaksana penempatan tenaga kerja. di luar negeri merupakan suatu

Pelaksana penempatan tenaga kerja upaya untuk mewujudkan hak dan

wajib memberikan perlindungan sejak kesempatan yang sama bagi tenaga

rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan

kerja yang dalam mempekerjakan tenaga dan penghasilan yang layak, yang

kerja wajib memberikan perlindungan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

mencakup kesejahteraan, keselamatan, tetap

dan kesehatan baik mental maupun martabat, 85 hak asasi manusia isik tenaga kerja. Penempatan tenaga

memperhatikan

harkat,

dan perlindungan hukum serta kerja oleh pelaksana dilakukan dengan pemerataan kesempatan kerja dan

memberikan pelayanan penempatan penyediaan tenaga kerja yang sesuai

tenaga kerja yang bersifat terpadu dalam dengan hukum nasional.

satu sistem penempatan tenaga kerja

6) Penempatan tenaga kerja Indonesia yang meliputi unsur-unsur pencari kerja, di luar negeri perlu dilakukan secara

lowongan pekerjaan, informasi pasar kerja, terpadu antara instansi Pemerintah

mekanisme antar kerja, dan kelembagaan baik Pusat maupun Daerah dan peran 86 penempatan tenaga kerja. Unsur-unsur

84 Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa pelaksana penempatan tenaga kerja terdiri dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dan lembaga

swasta berbadan hukum. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 85 Pasal 35 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 86 Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 31 No. 2 September 2014

1) Pemberi kerja orang perseorangan dapat dilaksanakan secara terpisah yang

dilarang mempekerjakan tenaga kerja ditujukan untuk terwujudnya penempatan

asing.

tenaga kerja. 87 Pelaksana penempatan

2) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan tenaga kerja, dilarang memungut biaya

di Indonesia hanya dalam hubungan penempatan, baik langsung maupun tidak

kerja untuk jabatan tertentu dan langsung, sebagian atau keseluruhan

waktu tertentu ditetapkan dengan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga

Keputusan Menteri. kerja. Lembaga penempatan tenaga

3) Masa kerjanya habis dan tidak dapat kerja swasta, hanya dapat memungut

diperpanjang dapat digantikan oleh biaya penempatan tenaga kerja dari

tenaga kerja asing lainnya. pengguna tenaga kerja dan dari tenaga

Pemberi kerja yang menggunakan kerja golongan dan jabatan tertentu yang

tenaga kerja asing harus memiliki rencana ditetapkan dengan Keputusan Menteri. 88

penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang

e. Kebijakan Penggunaan Tenaga ditunjuk. Rencana penggunaan tenaga

Kerja Asing

kerja asing sekurang-kurangnya memuat Setiap pemberi kerja yang mempe-

keterangan alasan penggunaan tenaga kerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki

kerja asing, jabatan dan/atau kedudukan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang

tenaga kerja asing dalam struktur ditunjuk agar penggunaan tenaga kerja

organisasi perusahaan yang bersangkutan, warga negara asing dilak-sanakan secara

jangka waktu penggunaan tenaga kerja selektif dalam rangka pendayagunaan

asing, dan penunjukan tenaga kerja warga tenaga kerja Indonesia secara optimal. 89 negara Indonesia sebagai pendamping

Kewajiban memiliki izin sebagaimana 91 tenaga kerja asing yang dipekerjakan. dimaksud, tidak berlaku bagi perwakilan

Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib negara asing yang mempergunakan tenaga

menaati ketentuan mengenai jabatan dan kerja asing sebagai pegawai diplomatik

standar kompetensi yang berlaku yang dan konsuler. 90 lebih lanjut diatur dengan Keputusan

Selanjutnya di dalam Pasal 42 92 Menteri. Selanjutnya pemberi kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 93 tenaga kerja asing wajib: diatur pula, bahwa: