UPAYA PENINGKATAN PENGUATAN CHAIN OF SURVIVAL KORBAN HENTI JANTUNG DI LUAR RUMAH SAKIT MELALUI PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR KEPADA KADER KESEHATAN

  

UPAYA PENINGKATAN PENGUATAN CHAIN OF SURVIVAL KORBAN

HENTI JANTUNG DI LUAR RUMAH SAKIT MELALUI PELATIHAN

BANTUAN HIDUP DASAR KEPADA KADER KESEHATAN

Ika Suhartanti

  1 , Fitria Wahyu Ariyanti.

  2 , Anndy Prastya.

  3 STIKes Majapahit Mojokerto ikanerstanti@gmail.com 1 , fitria.hariyadi@gmail.com 2 , anndyprastya@gmail.com 3 Abstract

  

The occurrence of cardiac arrest was an emergency condition of heart disease that often occurs. It

happened not only in old age but also in young age. The high incidence of cardiac arrest was the

underlying importance of knowledge about early management of cardiac arrest patients with the

application of Basic Life Support (BLS). This devotion was done as an effort to create a layman who

is able to recognize the condition of cardiac arrest that occurred in the surrounding community and

make efforts CPR as early as possible and efforts quickly and precise referrals. This activity was

held within 250 minutes per day for 5 days, with target audience in this activity was health cadre in

Petak Village, Kecamatan Pacet, Mojokerto regency as many as 57 people. The method used tutorial

method, role play and simulation and evaluation in the form of understanding and skill. In the

implementation of the basic life support training program (BLS), the level of knowledge of

participants about the definition of BLS was good at 74.8%, knowledge of danger theory was good

at 72.4%, the level of knowledge about the theory of call for help (call for help) was good at 75.2%,

the level of knowledge of the participants about the compression technique (CPR only) was good at

42.3% and the level of knowledge about the theory of "the right time to stop CPR" was either 37.4%.

The success of this activity was expected to be a guide for puskesmas in an effort to increase the

understanding and skill of health cadres in giving BLS to heart stop victims and the availability of

educational media for public about BHD effort.

  Keywords: Cardiac arrest, basic life support (BLS), health cadres 1.

   PENDAHULUAN

  Kejadian henti jantung merupakan kondisi kegawatdaruratan dari penyakit jantung yang sering terjadi. Kejadianya tidak hanya pada usia tua tetapi juga usia muda. Penyebab utama kematian di kalangan orang dewasa di negara- negara Eropa dan di Amerika Serikat, adalah henti jantung di luar rumah sakit (Out of

  Hospital Cardiac Arrest /OHCA) dan perkiraan

  kejadian di Eropa adalah 38 per 100.000 orang per tahun untuk semua irama OHCA dan 17 per 100.000 orang per tahun untuk OHCA karena

  VT/VF (Proclemer et al. 2012). of Hospital

  Cardiac arrest (OHCA) didefinisikan sebagai terhentinya aktivitas mekanik jantung yang dikonfirmasi oleh tidak adanya tanda-tanda sirkulasi yang terjadi di luar rumah sakit (Proclemer et al. 2012).

  Korban dengan henti jantung kemampuan untuk bertahan akan berkurang 7-10% setiap menitnya, sedangkan untuk meminta bantuan dan menunggu sampai dengan tenaga medis datang memerlukan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu diperlukan pertolongan segera melakukan pertolongan pertama tersebut secara cepat dan tepat. Sebuah studi menyebutkan bahwa kembalinya sirkulasi spontan dalam jangka waktu kurang dari 20 menit setelah kolaps memiliki asosiasi positif terhadap angka survival pasien OHCA (Wibrandt et al. 2015). Insiden henti jantung yang cukup tinggi inilah yang mendasari pentingnya pengetahuan tentang penatalaksanaan awal pasien henti jantung dengan penerapan Basic Life Support (BLS).

  Di Indonesia belum ada sistem ambulan darurat dan rujukan pasien. Sistem ambulan darurat 119 hanya tersedia di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Palembang, Makasar, Denpasar dan Malang. Banyak sekali tantangan dalam proses pengembangan sistem layanan prehospital diantaranya adalah budaya penerimaan masyarakat, wilayah geografis yang luas, kepadatan lalu-lintas, keterbatasan jumlah ambulan bahkan banyak sekali pasien menggunakan transportasi umum atau kendaraan pribadi untuk sampai ke rumah sakit. Selain itu keterbatasan jumlah tenaga tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan sistem layanan prehospital (Pitt & Pusponegoro 2005). Kelangsungan hidup korban henti jantung jauh lebih besar ketika menerima Cardiopulmonary Resucitation (CPR) segera oleh orang yang menemukan korban pertama kali atau disebut bystander. Keterampilan bantuan hidup dasar (BHD) dapat diajarkan kepada siapa saja. Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD. Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan pengetahuan tetap berjalan. Jika CPR dilakukan segera dan berkualitas tinggi (high

  quality CPR ), fungsi jantung dapat kembali

  dan sirkulasi dapat dipertahankan sampai tiba di RS atau petugas medis mengambil alih (Kleinman et al. 2015).

  Pacet merupakan kecamatan pada bagian ujung dari wilayah kabupaten Mojokerto. Jarak tempuh rata-rata wilayah kecamatan Pacet ke rumah sakit yang menyediakan alat defibrilasi dan obat-obatan untuk kondisi korban henti jantung sekitar 40 menit. Kondisi tersebut apabila korban henti jantung dilarikan menuju rumah sakit tanpa bantuan intervensi dari masyarakat awam akan dapat menurunkan kemampuan bertahan. upaya pelatihan tentang tatacara melakukan BHD sendiri belum pernah dilakukan kepada masyarakat awam. Sejauh ini kader hanya dibekali tentang upaya promosi kesehatan non emergensi terutama terkait dengan kesehatan ibu, bayi dan balita. Pelatihan terkait penanganan kondisi gawat darurat bisa dikatakan tidak ada.

  Tujuan yang akan dicapai dalam pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) kepada kader kesehatan ini adalah terciptanya tenaga awam yang mampu mengenali kondisi henti jantung yang terjadi di masyarakat sekitar dan melakukan upaya CPR sedini mungkin serta upaya rujukan yang cepat dan tepat. Target dalam kegiatan ini adalah peningkatan pemahaman dan ketrampilan kader kesehatan dalam upaya pemberian BHD kepada korban henti jantung.

  Out of Hospital Cardiac arrest (OHCA) mekanik jantung yang dikonfirmasi oleh tidak adanya tanda-tanda sirkulasi yang terjadi di luar rumah sakit (Proclemer et al. 2012). Henti

  jantung terjadi ketika jantung tidak berfungsi (malfunctions) dan berhenti berdenyut tiba-tiba (unexpectedly). Kerja (action) pompayangterganggu, menyebabkan jantung tidakdapatmemompadarah keotak, paru- parudan organlainnya. Beberapa detik kemudian, seseorang dengan henti jantung menjadi tidak responsif, tidak bernapasatauhanyaterengah-engah. Kematian terjadi dalam beberapa menit jika korban tidak menerima intervensi(Berg et al. 2010).

  Faktor pertama yang menjadi penentu keberhasilan resusitasi pada pasien henti jantung adalah adanya pengenalan yang cepat dan segera menghubungi ambulan gawat darurat 119 (EMS). Pengenalan terjadinya henti jantung yang cepat dan aktivasi segera EMS ini dapat diajarkan kepada masyarakat melalui program pendidikan kesehatan atau sejenisnya (Suharsono dan Kartikawati, 2009).

  Gambar 1. Chain of Survival pasien henti jantung di luar rumah sakit (AHA 2015)

  Menurut Sasson et al., (2013) ada empat langkah penting yang dilakukan bystander CPR sebagai bagian dari respon tanggap darurat masyarakat (Gambar 1). Pertama, penolong harus menyadari bahwa korban membutuhkan bantuan. Early recognition yang dilakukan oleh penolong atau bystander adalah menyadari bahwa korban telah mengalami serangan henti jantung, atau secara sederhananya mengenali bahwa korban membutuhkan bantuan dari Emergency

2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGAN HIPOTESIS

  Medical Services (EMS). Kedua, penolong

  dengan segera harus memanggil 119 (atau nomor akses EMS setempat). ketiga, panggilan

  • – 14 Oktober 2017 dengan jumlah peserta kader kesehatan sebanyak 57 orang . Dalam pelaksanaan program pelatihan bantuan hidup dasar ini, tim telah melakukan penyusunan rencana metode yang akan dilakukan selama proses awal sosialisasi dan rencana selama kegiatan berlangsung. Adapun dalam sosialisasi awal, tim terlebih dahulu mengundang perangkat Desa Petak Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto guna mensosialisasikan kegiatan yang akan dilangsungkan. Dalam sosialisasi awal, tim memiliki tujuan agar didapatkan kesepahaman dengan perangkat desa tentang tujuan dan manfaat dari diadakannya kegiatan pelatihan ini. Setelah itu baru diadakan sosialisasi terhadap kader kesehatan yang akan terlibat langsung sebagai peserta dalam kegiatan pelatihan ini. Kegiatan pelatihan menggunakan Metode Training of Trainner (TOT) dengan cara pemberian materi melalui ceramah, kemudian dilanjutkan dengan praktik langsung oleh para kader kesehatan. Cara ini dianggap efektif karena transfer pengetahuan yang diperoleh selama pelatihan akan lebih tersampaikan dengan baik jika peserta pelatihan itu sendiri yang menyampaikannya dan merasa bahwa kegiatan pelatihan tersebut bermanfaat bagi mereka.
    • organ vital, terutama otak, jantung, dan ginjal. Metode CPR dapat mengirimkan 1/3 dari jumlah darah normal ke otak, oleh karena itu CPR harus segera dimulai untuk menolong korban henti jantung. Jika CPR dilakukan segera dan berkualitas tinggi (high quality

  d.

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto dalam waktu 250 menit per hari selama 5 hari pada tanggal 10

  Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Petak

  3. METODE PENGABDIAN

  Upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasarsudah pernah diteliti Nurcahyati dkk (2006). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan ipteks dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemberian bantuan hidup dasar pada keadaan gawat darurat masyarakat nelayan di kabupaten Cilacap. Hasil penelitian tersebut terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pemberian bantuan hidup dasar pada keaadaan gawat darurat masyarakat nelayan di kelurahan Cilacap.

  Memberikan ventilasi yang cukup (2 napas buatan setelah 30 kompresi, setiap napas buatan dilaksanakan dalam waktu 1 detik sampai membuat dada terangkat.

  e.

  Meminimalkan jeda dalam kompresi.

  Memberikan kesempatan dada untuk rekoil sempurna setiap kali kompresi.

  tersebut akan dialihkan ke dispatcher, yang harus mengidentifikasi bahwa serangan henti jantung memang telah terjadi pada korban dan akan memproses respon EMS yang sesuai. Operator atau dispatcher akan menyediakan instruksi CPR yang memandu penolong untuk melakukan CPR. Untuk selanjutnya, penolong akan memulai dan terus melakukan CPR pada korban OHCA sampai bantuan datang.

  c.

  Melakukan kompresi dada dengan kedalaman minimum 2 inci (5cm).

  b.

  Melakukan kompresi dada dengan kecepatan 100 sampai dengan 120 kali per menit.

  sirkulasi dapat dipertahankan sampai tiba di RS atau petugas medis mengambil alih (Kleinman et al. 2015). Secara garis besar AHA (2015), dalam panduan terbarunya menyebutkan beberapa point dalam pelaksanaan CPR kualitas tinggi, diantaranya adalah: a.

  CPR ), fungsi jantung dapat kembali dan

  Kompresi/penekanan pada dada akan menekan jantung yang ada di antara tulang dada (sternum) dengan tulang belakang (vertebrae) sehingga membantu mengalirkan darah dan mengirimkan oksigen menuju organ

  Gambar 2. Empat langkah utama pelaksanaan CPR oleh bystander (Sasson et al. 2013)

  Tingkat pengetahunan kader tentang dilakukan pelatihan (52,8%). Penelitian lain yang dilakukan Pergola (2009) menunjukkan sebagian kecil masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang bantuan hidup dasar. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rajapakse, Noc, & Kersnik (2010) pengetahuan tentang keterampilan resusitasi pada umumnya rendah. Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan dua penelitian sebelumnya terjadi karena perbedaan kuesioner yang digunakan, pada dua penelitian terdahulu belum didasarkan rekomendasi American Heart Assocation 2010.

  Selama beberapa tahun, CPR berkembang dari teknik yang hanya dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan. Sekarang teknik penyelamatan nyawa ini cukup mudah untuk dipelajari oleh siapapun. Bagaimanapun penelitian menunjukkan beberapa faktor yang membatasi bystander untuk melakukannya, meliputi ketakutan bahwa mereka akan melakukan CPR yang salah, ketakutan tentang kewajiban hukum, dan ketakutan akan infeksi ketika melakukan mouth-to-mouth (American Heart Assocation, 2010).

  Rekomendasi sesuai 2010 AHA Guidelines for CPR & ECC (Emergency

  Cardiovascuar Care ) berlanjut menjadi lebih

  mudah bagi penyelamat misalnya urutan A-B- C dirubah menjadi C-A-B, hal ini memungkinkan kompresi dada dapat dilakukan lebih dini, selain itu “look, listen,

  and feel ” dihilangkan dari algoritme, dan

  masyarakat awam tidak diwajibkan memberikan ventilasi bagi korban, sehingga lebih banyak masyarakat dapat beraksi ketika terjadi kegawatdaruratan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rekomendasi American Heart Assocation 2010 tentang hands-only CPR for bystander dirasa lebih mudah dipelajari bagi masyarakat.

  Mayoritas kader memiliki pengetahuan baik tentang teknik kompresi yakni sebanyak 24 orang (42,3%). Sejalan dengan hasil penelitian ini, sebanyak 66% siswa mengetahui dengan benar rasio kompresi-ventilasi selama CPR yakni sebanyak 30:2 (Aaberg. Anne Marie Roust et al, 2014). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) hasil penelitian menggambarkan bahwa 69,6% atau 32 tingkatan kurang dan tidak ada responden yang mewakili tingkatan pengetahuan baik dalam variabel ini. Perbedaan yang terjadi pada hasil penelitian dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea. Elda Lunera (2012) belum menggunakan rekomendasi ANA 2010, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti telah menggunakannya. Pedoman AHA (2010) mengatur ulang langkah RJP dari “A-B-C” menjadi “C-A-B”, sehingga memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dada sesegera mungkin. Dengan perubahan urutan ke CAB, kompresi dada akan dimulai lebih cepat dan penundaan karena ventilasi menjadi minimal. Kecepatan kompresi dada 100 x/menit dengan kedalaman kompresi dada menjadi 2 inchi (5 cm) (American Heart Associaton , 2010).

  Hasil menunjukkan tingkat pengetahuan kader tentang saat yang tepat untuk menghentikan RJP. Didapatkan hasil bahwa memiliki pengetahuan baik sebanyak 37,4%, cukup sebanyak 27,2%, dan kurang sebanyak 35,4%, artinya kader mengetahui saat kapan saja bantuan hidup dasar dapat dihentikan. Menurut American Red Cross (2011) lakukan CPR secara terus menerus, jangan berhenti melakukan CPR kecuali terdapat salah satu dari beberapa situasi diantaranya menemukan tanda-tanda kehidupan misalnya bernapas, terdapat AED yang siap digunakan, ada penyelamat terlatih atau tim EMS telah tiba, penolong kelelahan, dan situasi yang tidak aman untuk dilakukan CPR.

  Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP antara lain penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kejadian, penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup jantung lanjutan minimal 20 menit serta adanya tanda-tanda kematian pasti.

  5. KESIMPULAN

  Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tahapan-tahapan BHD dijabarkan melalui beberapa bahasan antara lain, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi BHD yakni sebesar 74,8%, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang teori danger sebesar 72,4%, masyarakat memiliki pengetahuan yang baik tentang teori meminta pengetahuan masyarakat baik tentang teknik 7.

  Proclemer, A. et al., 2012. Current kompresi (CPR only) yakni sebesar 42,3%, dan practice in out-of-hospital cardiac arrest memiliki pengetahuan yang baik tentang teori management: a European heart rhythm association EP network survey. “saat yang tepat untuk menghentikan RJP” yakni sebesar 37,4%. Keberhasilan kegiatan ini

  Europace : European pacing,

  diharapkan dapat menjadi panduan bagi arrhythmias, and cardiac puskesmas dalam upaya peningkatan

  electrophysiology : journal of the working

  pemahaman dan ketrampilan kader kesehatan groups on cardiac pacing, arrhythmias, dalam pemberian BHD kepada korban henti and cardiac cellular electrophysiology of jantung serta tersedianya media edukasi untuk the European Society of Cardiology , masyarakat umum tentang upaya BHD. 14(8), pp.1195 –8. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22 REFERENSI 832576 [Accessed February 15, 2016].

  1.

  8. AHA, 2015. Hightlights of the 2015 Sasson, C. et al., 2013. Provision in

  American Heart Association Guidelines Communities With Low Bystander Update for CPR and ECC , Texas. Cardiopulmonary Resuscitation Rates.

  2. Circulation , pp.1 –10.

  Berg, R. a et al., 2010. Part 5: adult basic life support: 2010 American Heart

  9. Wibrandt, I. et al., 2015. Predictors for Association Guidelines for outcome among cardiac arrest patients: Cardiopulmonary Resuscitation and the importance of initial cardiac arrest Emergency Cardiovascular Care. rhythm versus time to return of

  • Circulation , 122(18 Suppl 3), pp.S685 spontaneous circulation, a retrospective 705. Available at: cohort study. BMC emergency medicine, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20 15, p.3. Available at: 956221 [Accessed February 15, 2016]. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articl 3.

  erender.fcgi?artid=4320834&tool=pmcen Hock, M.O.E., Pin, P.P. & Alhoda, M.,

  2014. Pan-Asian Network Promotes trez&rendertype=abstract [Accessed Regional Cardiac Arrest Research. March 15, 2016].

  Emergency Physician International Journal .

  4. Kleinman, M.E. et al., 2015. Part 5: Adult Basic Life Support and Cardiopulmonary Resuscitation Quality. Circulation , 132(18 suppl 2), pp.S414 –S435.

  Available at: http://circ.ahajournals.org/lookup/doi/10. 1161/CIR.0000000000000259 [Accessed October 16, 2015].

  5. Lenjani, B. et al., 2014. Cardiac arrest – cardiopulmonary resuscitation. Journal of

  Acute Disease , 3(1), pp.31

  • –35. Available at: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii /S222161891460007X [Accessed February 15, 2016].

  6. Pitt, E. & Pusponegoro, a, 2005.

  Prehospital care in Indonesia. Emergency medicine journal : EMJ, 22(2), pp.144–7. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articl erender.fcgi?artid=1726665&tool=pmcen trez&rendertype=abstract [Accessed