HUKUM PASAR MODAL ASPEK HUKUM DALAM TRAN
HUKUM PASAR MODAL
ASPEK HUKUM DALAM TRANSAKSI MATERIAL
Disusun Oleh :
Iluk Reskiyana
11010112130104
Emilia Siahaan
11010112130109
Anggita Maynanda P.
11010112130433
Dhita Amanda Sari
11010112130557
Kelas C
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan salah satunya terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
Sebelum ada OJK, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam.
Bentuk pengawasan dalam sektor Pasar Modal dapat dilakukan dengan menempuh
berbagai upaya, baik itu upaya yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman,
pembimbingan, dan pengarahan, maupun yang bersifat represif dalam bentuk pemeriksaan,
penyidikan, dan pengenaan sanksi. Salah satu bentuk upaya pengawasan yang bersifat
preventif adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011 yang menetapkan bahwa Ketentuan
mengenai Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama diatur dalam
Peraturan Nomor IX.E.2. Secara represif diatur dalam bentuk pemeriksaan, yang
disebutkan pada Pasal 100 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995, Bapepam dapat mengadakan
pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran
terhadap UU ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Setelah tugas Bapepam dialihkan ke
OJK, hal ini diatur juga dalam Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Peraturan Nomor IX.E.2 yang mengatur tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha Utama, beberapa kali mengalami perubahan dari tahun 2000 sejak
dikeluarkannya peraturan tersebut hingga Peraturan Nomor IX.E.2 terbaru yang
dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011, Peraturan IX.E.2 sebelumnya antara lain:
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-05/PM/2000;
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-02/PM/2001;
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-413/BL/2009; dan yang terakhir
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-614/BL/2011.
Dikeluarkannya Peraturan Nomor IX.E.2 dimaksudkan dalam rangka memberikan
kemudahan kepada Emiten atau Perusahaan Publik dalam menjalankan kegiatan usaha
serta dalam hal memperoleh akses pendanaan yang termasuk dalam kriteria Transaksi
Material dengan tetap memperhatikan perlindungan kepada investor.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Transaksi Material?
2. Bagaimana bentuk pengawasan pemerintah terhadap Transaksi Material yang
dilakukan oleh Emiten atau Perusahaan Publik?
3. Apa manfaat dari adanya pengaturan terhadap Transaksi Material, khususnya bagi
investor?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Transaksi Material?
2. Untuk mengetahui bentuk pengawasan yang diterapkan terkait Transaksi Material?
3. Untuk mengetahui manfaat dari adanya pengaturan terhadap Transaksi Material?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM TRANSAKSI MATERIAL
1. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ;
2. PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal;
3. PP No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal; dan
secara khusus diatur di
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-614/BL/2011 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha Utama.
Keputusan ini mengatur bahwa ketentuan mengenai Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha Utama diatur dalam Peraturan Nomor IX.E.2.
B. DEFINISI TRANSAKSI MATERIAL
Transaksi Material diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dalam satu kali
atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk tujuan atau kegiatan tertentu dengan
nilai 20% atau lebih dari ekuitas perusahaan.
Transaksi material adalah setiap:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu;
Pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen usaha;
Sewa menyewa aset;
Pinjam meminjam dana;
Menjaminkan aset; dan/atau
Memberikan jaminan perusahaan;
Dengan nilai 20% (dua puluh perseratus) atau lebih dari ekuitas Perusahaan, yang
dilakukan dalam satu kali atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau
kegiatan tertentu.
Perhitungan nilai Transaksi Material yag dimaksud berdasarkan laporan keuangan:
a. Laporan keuangan tahunan yang diaudit;
b. Laporan keuangan tengah tahunan yang disertai laporan Akuntan dalam rangka
penelaahan terbatas paling sedikit untuk akun ekuitas; atau
c. Laporan keuangan interim yang diaudit selain laporan keuangan interim tengah
tahunan, dalam hal Perushaan mempunyai laporan keuangan interim.
Laporan keuangan yang digunakan untuk menghitung nilai Transaksi Material tidak
boleh melebihi 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal transaksi dilaksanakan atau 12 bulan
sebelum tanggal RUPS diselenggarakan.
a. 12 bulan sebelum transaksi dilaksanakan berlaku untuk transaksi material dalam
bentuk penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu.
b. 12 bulan sebelum tanggal RUPS diselenggarakan berlaku untuk transaksi material
dalam bentuk pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen
usaha.
C. KATEGORI NILAI TRANSAKSI MATERIAL
1. Transaksi Material dengan nilai transaksi 20%-50% dari ekuitas Perusahaan; dan
2. Transaksi Material dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari ekuitas Perusahaan
D. TRANSAKSI MATERIAL DENGAN NILAI TRANSAKSI 20% - 50% dari
EKUITAS PERUSAHAAN
Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan nilai transaksi 20% (dua puluh
perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) dari ekuitas Perusahaan tidak
diwajibkan untuk memperoleh persetujuan RUPS
Kewajiban lainnya:
Mengumumkan informasi mengenai Transaksi Material kepada masyarakat dalam
surat kabar nasional (minimal satu surat kabar), dan menyampaikan dokumen
pendukungnya kepada OJK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
ditandatanganinya perjanjian Transaksi Material.
E. TRANSAKSI MATERIAL DENGAN NILAI TRANSAKSI LEBIH DARI
50% dari EKUITAS PERUSAHAAN
Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan nilai transaksi lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari ekuitas Perusahaan diwajibkan untuk memperoleh persetujuan
RUPS.
Ketentuan RUPS:
a. Persetujuan RUPS dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.J.1 dan Anggaran
Dasar Perusahan;
b. Dalam agenda RUPS harus ada acara khusus mengenai penjelasan tentang Transaksi
Material yang akan dilakukan;
c. Penjelasan oleh Perusahaan dalam RUPS mengenai Transaksi Material meliputi
seluruh informasi yang berkaitan dengan Transaksi Material ;
d. Mengumumkan dalam surat kabar harian nasional (minimal satu surat kabar) dalam
waktu bersamaan dengan pengumuman RUPS. Apabila ada perubahan/penambahan
informasi, maka wajib diumumkan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum RUPS;
e. Menyediakan data tentang Transaksi Material bagi pemegang saham. Data ini wajib
tersedia bagi pemegang saham sejak pengumuman RUPS dan disampaikan kepada
OJK dalam waktu bersamaan dengan pengumuman RUPS dalam rangka persetujuan
Transaksi Material;
f. Jangka waktu antara tanggal penilaian dan tanggal pelaksanaan RUPS tidak boleh
melebihi 6 (enam) bulan.
F. TRANSAKSI MATERIAL BERUPA PENGAMBILALIHAN
Dalam hal Perusahaan melakukan Transaksi Material berupa pengambilalihan, maka
Perusahaan wajib melakukan RUPS sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor IX.J.1
mengenai RUPS untuk pengambilalihan.
G. TRANSAKSI MATERIAL MELALUI PROSES LELANG TERBUKA
Ketentuannya:
a. Perusahaan yang melakukan lelang, dalam hal terkait pengumuman tidak diwajibkan
mencakup identitas pihak yang bertransaksi dengan Perusahaan; dan
b. Bagi Perusahaan yang menjadi peserta lelang, tidak wajib untuk menunjuk Penilai.
H. PERSETUJUAN RUPS TERHADAP RENCANA TRANSAKSI MATERIAL
Dalam hal Transaksi Material yang telah disetujui dalam RUPS belum dilaksanakan
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan RUPS, maka Transaksi
Material hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan kembali RUPS.
Dalam hal Transaksi Material tidak memperoleh persetujuan dari RUPS, maka rencana
tersebut baru dapat diajukan kembali 12 (dua belas) bulan setelah pelaksanaan RUPS
tersebut.
I. PENGECUALIAN KETENTUAN TRANSAKSI MATERIAL
Adanya beberapa ketentuan-ketentuan yang tidak dapat diterapkan ke beberapa
Transaksi Material (pengecualian ketentuan Transaksi Material). Bagi Perusahaan yang
melakukan Transaksi Material yang dikecualikan tersebut wajib melakukan keterbukaan
informasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor X.K.1. Yang termasuk
pengecualian ketentuan Transaksi Material antara lain:
a. Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan Perusahaan Terkendali yang
sahamnya dimiliki paling sedikit 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal
disetor Perusahaan Terkendali atau Transaksi Material yang dilakukan antara sesama
Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling sedikit 99%
(sembilan puluh sembilan perseratus) oleh Perusahaan dimaksud;
b. Perusahaan yang memberikan jaminan perusahaan (corporate guaranty) kepada Pihak
lain atas transaksi Perusahaan Terkendali yang dimiliki paling sedikit 99% (sembilan
puluh sembilan perseratus);
c. Perusahaan yang menerima pinjaman secara langsung dari bank, perusahaan modal
ventura, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari
dalam negeri maupun luar negeri;
d. Perusahaan yang memberikan jaminan kepada bank, perusahaan modal ventura,
perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari dalam
maupun luar negeri atas pinjaman yang diterima secara langsung oleh Perusahaan atau
Perusahaan Terkendali;
e. Perusahaan yang melakukan Transaksi Material yang merupakan Kegiatan Usaha
Utama;
f. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan atas aset yang digunakan:
i.
Langsung untuk proses produksi atau Kegiatan Usaha Utama; dan/atau
ii.
Untuk mendukung secara langsung proses produksi atau Kegiatan Usaha
Utama;
g. Penerbitan Efek selain Efek Bersifat Ekuitas oleh Perusahaan melalui Penawaran
Umum;
h. Perusahaan yang telah mengungkapkan informasi Transaksi Material secara lengkap
dalam Prospektus dan telah memenuhi ketentuan keterbukaan informasi;
i. Perusahaan yang menambah atau mengurangi penyertaan modal
untuk
mempertahankan presentase kepemilikannya setelah penyertaan yang dimaksud
dilakukan selama paling sedikit 1 (satu) tahun;
j. Transaksi Material yang dilakukan oleh bank yang memiliki kondisi sedang
memperoleh pinjaman dari Bank Indonesia atau lembaga pemerintah lain yang
jumlahnya lebih dari 100% (seraturs perseratus) dari modal disetor atau kondisi lain
yang dapat mengakibatkan restrukturisasi bank oleh instansi Pemerintah yang
berwenang;
k. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan selain bank yang mempunyai
modal kerja bersih negatif dan ekuitas negatif;
l. Pelepasan atas perolehan secara langsung suatu kekayaan oleh atau dari Persuhaan
sebagai akibat penetapan atau putusan pengadilan; dan/atau
m. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan dalam rangka pemenuhan
kewajiban yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
J. PELAPORAN KEPADA OJK
Hasil pelaksanan Transaksi Material wajib dilaporkan kepada OJK paling lambat 2
(dua) hari kerja setelah selesainya seluruh transaksi.
K. PERIHAL SANKSI
Berlaku ketentuan pidana di bidang Pasar Modal;
OJK berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pihak yang melanggar ketentuan,
termasuk pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
NB: Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
L. MANFAAT ADANYA PERATURAN MENGENAI TRANSAKSI MATERIAL
-
Bagi Investor/Masyarakat:
Masyarakat sebagai pembeli efek, tentunya harus mendapat perlindungan hukum
dalam kepentingannya sebagai investor atau pemegang saham dari perusahaan yang
melakukan penawaran umum. Adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh
Emiten khususnya mengenai pelaporan Transaksi Material, membuat perlindungan hak
dari para pemegang saham lebih terlindungi. Hal ini berhubungan dengan azas
-
transparansi antara Emiten dan pemegang saham.
Bagi Emiten/Perusahaan Publik:
Adanya peraturan dan penegakan hukum terkait dengan Transaksi Material dapat
menjadi
pendorong
bagi
Emiten
untuk
selalu
memenuhi
ketentuan
dan
mempertimbangkan kehati-hatian dalam melakukan usahanya. Hal ini juga diharapkan
akan meningkatkan kredibilitas perusahaan tersebut di mata investor.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Transaksi Material diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dalam satu kali atau
dalam suatu rangkaian transaksi untuk tujuan atau kegiatan tertentu dengan nilai 20% atau
lebih dari ekuitas perusahaan. Yang termasuk tindakan yang tergolong Transaksi Material
adalah Penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu;
Pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen usaha; Sewa menyewa
aset; Pinjam meminjam dana; Menjaminkan aset; dan/atau Memberikan jaminan
perusahaan.
Bentuk pengawasan dari Pemerintah terhadap Transaksi Material yang dilakukan oleh
Emiten adalah dengan mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang Transaksi Material,
yakni Peraturan IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
yang dikeluarkan oleh Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011. Dalam peraturan tersebut tercantum adanya
kewajiban-kewajiban khususnya kewajiban pelaporan yang harus dilakukan oleh Emiten
terkait dengan Transaksi Material yang dilakukannya. Terdapat juga ketentuan sanksi bagi
Emiten yang melanggar ketentuan dalam peraturan ini. Di sinilah bentuk pengawasan
pemerintah terhadap Transaksi Material dilakukan.
Tetapi perlu diingat, sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Manfaat adanya peraturan Transaksi Material adalah yang utama melindungi hak dari
para pemegang saham. Hal ini berhubungan dengan azas transparansi antara Emiten dan
pemegang saham. Dan juga bagi Emiten, dengan adanya peraturan ini maka para Emiten
semakin terdorong untuk mempertimbangkan kehati-hatian dalam melakukan usahanya.
Hal ini juga diharapkan akan meningkatkan kredibilitas perusahaan tersebut di mata
investor.
B. SARAN
Peraturan khusus yang mengatur mengenai Transaksi Material, yakni Peraturan IX.E.2,
dikeluarkan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal yang mana lembaga ini telah
dialihkan fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasannya,
Keuangan (OJK) sejak tanggal 31 Desember 2012.
ke Otoritas Jasa
Sehingga diharapkan dengan
dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai
otoritas yang salah satu tugasnya melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal dapat meningkatkan perlindungan hukum,
pencegahan, dan penindakan terhadap pelanggaran peraturan pasar modal khususnya halhal yang terkait dengan Transaksi Material.
DAFTAR PUSTAKA
Balfas, Hamud, Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Tatanusa. 2012
Nasarudin, M. Irsan; Ivan Yustiavandana; dan Arman Nefi, Aspek Hukum Pasar Modal
Indonesia, Jakarta: Kencana. 2004
ASPEK HUKUM DALAM TRANSAKSI MATERIAL
Disusun Oleh :
Iluk Reskiyana
11010112130104
Emilia Siahaan
11010112130109
Anggita Maynanda P.
11010112130433
Dhita Amanda Sari
11010112130557
Kelas C
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan salah satunya terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
Sebelum ada OJK, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar
Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam.
Bentuk pengawasan dalam sektor Pasar Modal dapat dilakukan dengan menempuh
berbagai upaya, baik itu upaya yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman,
pembimbingan, dan pengarahan, maupun yang bersifat represif dalam bentuk pemeriksaan,
penyidikan, dan pengenaan sanksi. Salah satu bentuk upaya pengawasan yang bersifat
preventif adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011 yang menetapkan bahwa Ketentuan
mengenai Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama diatur dalam
Peraturan Nomor IX.E.2. Secara represif diatur dalam bentuk pemeriksaan, yang
disebutkan pada Pasal 100 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1995, Bapepam dapat mengadakan
pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran
terhadap UU ini dan atau peraturan pelaksanaannya. Setelah tugas Bapepam dialihkan ke
OJK, hal ini diatur juga dalam Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Peraturan Nomor IX.E.2 yang mengatur tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha Utama, beberapa kali mengalami perubahan dari tahun 2000 sejak
dikeluarkannya peraturan tersebut hingga Peraturan Nomor IX.E.2 terbaru yang
dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011, Peraturan IX.E.2 sebelumnya antara lain:
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-05/PM/2000;
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-02/PM/2001;
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-413/BL/2009; dan yang terakhir
-
Peraturan Nomor IX.E.2 yang dikeluarkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-614/BL/2011.
Dikeluarkannya Peraturan Nomor IX.E.2 dimaksudkan dalam rangka memberikan
kemudahan kepada Emiten atau Perusahaan Publik dalam menjalankan kegiatan usaha
serta dalam hal memperoleh akses pendanaan yang termasuk dalam kriteria Transaksi
Material dengan tetap memperhatikan perlindungan kepada investor.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Transaksi Material?
2. Bagaimana bentuk pengawasan pemerintah terhadap Transaksi Material yang
dilakukan oleh Emiten atau Perusahaan Publik?
3. Apa manfaat dari adanya pengaturan terhadap Transaksi Material, khususnya bagi
investor?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Transaksi Material?
2. Untuk mengetahui bentuk pengawasan yang diterapkan terkait Transaksi Material?
3. Untuk mengetahui manfaat dari adanya pengaturan terhadap Transaksi Material?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM TRANSAKSI MATERIAL
1. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ;
2. PP No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal;
3. PP No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal; dan
secara khusus diatur di
4. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
Nomor: KEP-614/BL/2011 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan
Usaha Utama.
Keputusan ini mengatur bahwa ketentuan mengenai Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha Utama diatur dalam Peraturan Nomor IX.E.2.
B. DEFINISI TRANSAKSI MATERIAL
Transaksi Material diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dalam satu kali
atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk tujuan atau kegiatan tertentu dengan
nilai 20% atau lebih dari ekuitas perusahaan.
Transaksi material adalah setiap:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu;
Pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen usaha;
Sewa menyewa aset;
Pinjam meminjam dana;
Menjaminkan aset; dan/atau
Memberikan jaminan perusahaan;
Dengan nilai 20% (dua puluh perseratus) atau lebih dari ekuitas Perusahaan, yang
dilakukan dalam satu kali atau dalam suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau
kegiatan tertentu.
Perhitungan nilai Transaksi Material yag dimaksud berdasarkan laporan keuangan:
a. Laporan keuangan tahunan yang diaudit;
b. Laporan keuangan tengah tahunan yang disertai laporan Akuntan dalam rangka
penelaahan terbatas paling sedikit untuk akun ekuitas; atau
c. Laporan keuangan interim yang diaudit selain laporan keuangan interim tengah
tahunan, dalam hal Perushaan mempunyai laporan keuangan interim.
Laporan keuangan yang digunakan untuk menghitung nilai Transaksi Material tidak
boleh melebihi 12 (dua belas) bulan sebelum tanggal transaksi dilaksanakan atau 12 bulan
sebelum tanggal RUPS diselenggarakan.
a. 12 bulan sebelum transaksi dilaksanakan berlaku untuk transaksi material dalam
bentuk penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu.
b. 12 bulan sebelum tanggal RUPS diselenggarakan berlaku untuk transaksi material
dalam bentuk pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen
usaha.
C. KATEGORI NILAI TRANSAKSI MATERIAL
1. Transaksi Material dengan nilai transaksi 20%-50% dari ekuitas Perusahaan; dan
2. Transaksi Material dengan nilai transaksi lebih dari 50% dari ekuitas Perusahaan
D. TRANSAKSI MATERIAL DENGAN NILAI TRANSAKSI 20% - 50% dari
EKUITAS PERUSAHAAN
Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan nilai transaksi 20% (dua puluh
perseratus) sampai dengan 50% (lima puluh perseratus) dari ekuitas Perusahaan tidak
diwajibkan untuk memperoleh persetujuan RUPS
Kewajiban lainnya:
Mengumumkan informasi mengenai Transaksi Material kepada masyarakat dalam
surat kabar nasional (minimal satu surat kabar), dan menyampaikan dokumen
pendukungnya kepada OJK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
ditandatanganinya perjanjian Transaksi Material.
E. TRANSAKSI MATERIAL DENGAN NILAI TRANSAKSI LEBIH DARI
50% dari EKUITAS PERUSAHAAN
Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan nilai transaksi lebih dari 50%
(lima puluh perseratus) dari ekuitas Perusahaan diwajibkan untuk memperoleh persetujuan
RUPS.
Ketentuan RUPS:
a. Persetujuan RUPS dilakukan sesuai dengan Peraturan Nomor IX.J.1 dan Anggaran
Dasar Perusahan;
b. Dalam agenda RUPS harus ada acara khusus mengenai penjelasan tentang Transaksi
Material yang akan dilakukan;
c. Penjelasan oleh Perusahaan dalam RUPS mengenai Transaksi Material meliputi
seluruh informasi yang berkaitan dengan Transaksi Material ;
d. Mengumumkan dalam surat kabar harian nasional (minimal satu surat kabar) dalam
waktu bersamaan dengan pengumuman RUPS. Apabila ada perubahan/penambahan
informasi, maka wajib diumumkan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum RUPS;
e. Menyediakan data tentang Transaksi Material bagi pemegang saham. Data ini wajib
tersedia bagi pemegang saham sejak pengumuman RUPS dan disampaikan kepada
OJK dalam waktu bersamaan dengan pengumuman RUPS dalam rangka persetujuan
Transaksi Material;
f. Jangka waktu antara tanggal penilaian dan tanggal pelaksanaan RUPS tidak boleh
melebihi 6 (enam) bulan.
F. TRANSAKSI MATERIAL BERUPA PENGAMBILALIHAN
Dalam hal Perusahaan melakukan Transaksi Material berupa pengambilalihan, maka
Perusahaan wajib melakukan RUPS sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor IX.J.1
mengenai RUPS untuk pengambilalihan.
G. TRANSAKSI MATERIAL MELALUI PROSES LELANG TERBUKA
Ketentuannya:
a. Perusahaan yang melakukan lelang, dalam hal terkait pengumuman tidak diwajibkan
mencakup identitas pihak yang bertransaksi dengan Perusahaan; dan
b. Bagi Perusahaan yang menjadi peserta lelang, tidak wajib untuk menunjuk Penilai.
H. PERSETUJUAN RUPS TERHADAP RENCANA TRANSAKSI MATERIAL
Dalam hal Transaksi Material yang telah disetujui dalam RUPS belum dilaksanakan
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal persetujuan RUPS, maka Transaksi
Material hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan kembali RUPS.
Dalam hal Transaksi Material tidak memperoleh persetujuan dari RUPS, maka rencana
tersebut baru dapat diajukan kembali 12 (dua belas) bulan setelah pelaksanaan RUPS
tersebut.
I. PENGECUALIAN KETENTUAN TRANSAKSI MATERIAL
Adanya beberapa ketentuan-ketentuan yang tidak dapat diterapkan ke beberapa
Transaksi Material (pengecualian ketentuan Transaksi Material). Bagi Perusahaan yang
melakukan Transaksi Material yang dikecualikan tersebut wajib melakukan keterbukaan
informasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Nomor X.K.1. Yang termasuk
pengecualian ketentuan Transaksi Material antara lain:
a. Perusahaan yang melakukan Transaksi Material dengan Perusahaan Terkendali yang
sahamnya dimiliki paling sedikit 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal
disetor Perusahaan Terkendali atau Transaksi Material yang dilakukan antara sesama
Perusahaan Terkendali yang saham atau modalnya dimiliki paling sedikit 99%
(sembilan puluh sembilan perseratus) oleh Perusahaan dimaksud;
b. Perusahaan yang memberikan jaminan perusahaan (corporate guaranty) kepada Pihak
lain atas transaksi Perusahaan Terkendali yang dimiliki paling sedikit 99% (sembilan
puluh sembilan perseratus);
c. Perusahaan yang menerima pinjaman secara langsung dari bank, perusahaan modal
ventura, perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari
dalam negeri maupun luar negeri;
d. Perusahaan yang memberikan jaminan kepada bank, perusahaan modal ventura,
perusahaan pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari dalam
maupun luar negeri atas pinjaman yang diterima secara langsung oleh Perusahaan atau
Perusahaan Terkendali;
e. Perusahaan yang melakukan Transaksi Material yang merupakan Kegiatan Usaha
Utama;
f. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan atas aset yang digunakan:
i.
Langsung untuk proses produksi atau Kegiatan Usaha Utama; dan/atau
ii.
Untuk mendukung secara langsung proses produksi atau Kegiatan Usaha
Utama;
g. Penerbitan Efek selain Efek Bersifat Ekuitas oleh Perusahaan melalui Penawaran
Umum;
h. Perusahaan yang telah mengungkapkan informasi Transaksi Material secara lengkap
dalam Prospektus dan telah memenuhi ketentuan keterbukaan informasi;
i. Perusahaan yang menambah atau mengurangi penyertaan modal
untuk
mempertahankan presentase kepemilikannya setelah penyertaan yang dimaksud
dilakukan selama paling sedikit 1 (satu) tahun;
j. Transaksi Material yang dilakukan oleh bank yang memiliki kondisi sedang
memperoleh pinjaman dari Bank Indonesia atau lembaga pemerintah lain yang
jumlahnya lebih dari 100% (seraturs perseratus) dari modal disetor atau kondisi lain
yang dapat mengakibatkan restrukturisasi bank oleh instansi Pemerintah yang
berwenang;
k. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan selain bank yang mempunyai
modal kerja bersih negatif dan ekuitas negatif;
l. Pelepasan atas perolehan secara langsung suatu kekayaan oleh atau dari Persuhaan
sebagai akibat penetapan atau putusan pengadilan; dan/atau
m. Transaksi Material yang dilakukan oleh Perusahaan dalam rangka pemenuhan
kewajiban yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.
J. PELAPORAN KEPADA OJK
Hasil pelaksanan Transaksi Material wajib dilaporkan kepada OJK paling lambat 2
(dua) hari kerja setelah selesainya seluruh transaksi.
K. PERIHAL SANKSI
Berlaku ketentuan pidana di bidang Pasar Modal;
OJK berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pihak yang melanggar ketentuan,
termasuk pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
NB: Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
L. MANFAAT ADANYA PERATURAN MENGENAI TRANSAKSI MATERIAL
-
Bagi Investor/Masyarakat:
Masyarakat sebagai pembeli efek, tentunya harus mendapat perlindungan hukum
dalam kepentingannya sebagai investor atau pemegang saham dari perusahaan yang
melakukan penawaran umum. Adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh
Emiten khususnya mengenai pelaporan Transaksi Material, membuat perlindungan hak
dari para pemegang saham lebih terlindungi. Hal ini berhubungan dengan azas
-
transparansi antara Emiten dan pemegang saham.
Bagi Emiten/Perusahaan Publik:
Adanya peraturan dan penegakan hukum terkait dengan Transaksi Material dapat
menjadi
pendorong
bagi
Emiten
untuk
selalu
memenuhi
ketentuan
dan
mempertimbangkan kehati-hatian dalam melakukan usahanya. Hal ini juga diharapkan
akan meningkatkan kredibilitas perusahaan tersebut di mata investor.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Transaksi Material diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dalam satu kali atau
dalam suatu rangkaian transaksi untuk tujuan atau kegiatan tertentu dengan nilai 20% atau
lebih dari ekuitas perusahaan. Yang termasuk tindakan yang tergolong Transaksi Material
adalah Penyertaan dalam badan usaha, proyek, dan/atau kegiatan usaha tertentu;
Pembelian, penjualan, pengalihan, tukar menukar aset, atau segmen usaha; Sewa menyewa
aset; Pinjam meminjam dana; Menjaminkan aset; dan/atau Memberikan jaminan
perusahaan.
Bentuk pengawasan dari Pemerintah terhadap Transaksi Material yang dilakukan oleh
Emiten adalah dengan mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang Transaksi Material,
yakni Peraturan IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama
yang dikeluarkan oleh Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: KEP-614/BL/2011. Dalam peraturan tersebut tercantum adanya
kewajiban-kewajiban khususnya kewajiban pelaporan yang harus dilakukan oleh Emiten
terkait dengan Transaksi Material yang dilakukannya. Terdapat juga ketentuan sanksi bagi
Emiten yang melanggar ketentuan dalam peraturan ini. Di sinilah bentuk pengawasan
pemerintah terhadap Transaksi Material dilakukan.
Tetapi perlu diingat, sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari
Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Manfaat adanya peraturan Transaksi Material adalah yang utama melindungi hak dari
para pemegang saham. Hal ini berhubungan dengan azas transparansi antara Emiten dan
pemegang saham. Dan juga bagi Emiten, dengan adanya peraturan ini maka para Emiten
semakin terdorong untuk mempertimbangkan kehati-hatian dalam melakukan usahanya.
Hal ini juga diharapkan akan meningkatkan kredibilitas perusahaan tersebut di mata
investor.
B. SARAN
Peraturan khusus yang mengatur mengenai Transaksi Material, yakni Peraturan IX.E.2,
dikeluarkan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal yang mana lembaga ini telah
dialihkan fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasannya,
Keuangan (OJK) sejak tanggal 31 Desember 2012.
ke Otoritas Jasa
Sehingga diharapkan dengan
dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai
otoritas yang salah satu tugasnya melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal dapat meningkatkan perlindungan hukum,
pencegahan, dan penindakan terhadap pelanggaran peraturan pasar modal khususnya halhal yang terkait dengan Transaksi Material.
DAFTAR PUSTAKA
Balfas, Hamud, Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Tatanusa. 2012
Nasarudin, M. Irsan; Ivan Yustiavandana; dan Arman Nefi, Aspek Hukum Pasar Modal
Indonesia, Jakarta: Kencana. 2004