REVITALISASI SISTEM PENDIDIKAN DAN PEMBE
REVITALISASI SISTEM PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN SENDRATASIK
BERDASARKAN KKNI UNTUK MEMBANTU GURU MENCIPTAKAN OUTPUT
PEMBELAJARAN DENGAN BAHAN AJA DAN STANDAR PROSES
PEMBELAJARAN YANG PROFESIONAL DAN BERKUALITAS1
Oleh: Prof. Dr. Festiyed, MS,
Email: [email protected] Hp:08126742403
Universitas Negeri Padang
PENDAHULUAN
Era globalisasi ditandai degan segala sesuatu cepat
berubah, maka dunia
pendidikan juga harus berubah, sehingga dunia pendidikan menjadi relevan dengan
tantangan dan peluang yang terjadi di kehidupan nyata. Dalam dunia kerja saat ini
kemampuan yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam team,
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir
kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Kemampuankemampuan tersebut diatas dicita-citakan terlaksana seutuhnya oleh generasi emas
2045 (100 tahun Indonesia merdeka).
Mewujudkan generasi emas dihadapkan dengan sejumlah tantangan dan peluang,
yang tentunya berbeda dengan zaman sebelumnya. Guna mengantisipasi dan
menyesuaikan dinamika perubahan yang sedang dan akan terus berlangsung,
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), pada tahun 2010 telah berupaya
mengkonsepsikan pendidikan Indonesia untuk abad ke-21. Konsepsi pendidikan
tersebut dimulai dari proses pembelajaran bercirikan : 1) Dari berpusat pada pendidik
menuju berpusat pada peserta didik, 2) Dari satu arah menuju interaktif, 3) Dari
isolasi menuju lingkungan jejaring, 4) Dari pasif menuju aktif-menyelidiki, 5) Dari
maya/abstrak menuju konteks dunia nyata, 6) Dari pribadi menuju pembelajaran
berbasis tim, 7) Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan,
8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru, 9) Dari alat
tunggal menuju alat multimedia, 10) Dari hubungan satu arah bergeser menuju
kooperatif, 11) Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, 12) Dari usaha
sadar tunggal menuju jamak, 13) Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan
kepercayaan, 14) Dari pemikiran faktual menuju kritis, 15) Dari penyampaian
pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
1 Disajikan pada Seminar Nasional Sendratasik, di Aula FBS Universitas Negeri Padang (UNP) ,
Sabtu 14 November 2015
Begitu juga Kementerian Pendidikan Nasional (2010) mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand
design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan,
dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam:
Olah
Hati
(Spiritual
and
emotional
development),
Olah
Pikir
(intellectual
development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan
Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan
implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Diperlukan Paradigma baru dalam pendidikan agar mampu menciptakan generasi
emas yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi, dimana
sekarang masih tersembunyi. Kurikulum 2013 untuk pendidikana dasar, dan
kurikulum berdasarkan deskripsi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI)
(Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT) (Permendikbud NO.49 Tahun 2014) untuk perguruan tinggi. Kerjasama yang
harmonis dan terus menerus antara seluruh insan pendidikan, pemerintah,
pemerintah daerah, organisasi yang bergerak di dunia pendidikan diperlukan untuk
mewujudkan generasi emas yang berkarakter, cerdas, dan kompetitif. Salah satu
usaha lansung yang dapat dilakukan oleh organisasi yang bergerak di dunia
pendidikan khususnya pendidik melahirkan generasi emas adalah melalui model
pembelajaran autentik dengan penilaiaan (asesmen) autentik pula.
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik lebih mampu
dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan mengomunikasikan. Penguatan penilaian autentik mencakup pengembangan
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah kompetensi tersebut
memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh
melalui
aktivitas
menerima, menjalankan,
menghargai,
menghayati,
dan
mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh
melalui aktivitas
mengamati,
menanya,
mencoba,
menalar,
menyaji,
dan
mencipta.
Penguatan pendekatan
saintifik diterapkan melalui pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry
learning).
Untuk
mendorong
kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok maka sangat
disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah
saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran
yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir
sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif peserta
didik (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang
mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja
diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh
peserta didik (Zamroni, 2000; &Semiawan, 1998).
Pendekatan pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai
muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena
itu
pembelajaran
saintifik
menekankan
pada
keterampilan
proses.
Model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem
penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses
pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang
sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
pendidik hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses
pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai
aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam
melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan
untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru
yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan peserta didik dalam memproseskan pengetahuan,
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang
diperlukan (Semiawan: 1992).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik tidakakan bermakna kalau tidak
menggunakan penilaian autentuk. Penilaian autentik merupakan penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,
dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan
hasil belajar secara utuh.
PEMBELAJARAN AUTENTIK DAN ASESMEN AUTENTIK
Pembelajaran autentik dengan penilaian autentik adalah suatu cara untuk
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran yang kolaboratif, kooperatif,
kompetitif dan karakter. Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang
autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Asesmen
Autentik terdiri dari berbagai teknik:
1. Pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan
hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja.
2. Penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja
yang kompleks.
3. Analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi pendidik untuk
menentukan cara-cara terbaik agar semua peserta didik dapat mencapai hasil akhir,
meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah
memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan
tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi
dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan
hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang
dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, pendidik dan peserta didik
memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka
ingin
pelajari,
memiliki
parameter
waktu
yang
fleksibel,
dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong
peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis,
menafsirkan,
menjelaskan,
dan
mengevaluasi
informasi
untuk
kemudian
mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, pendidik harus
menjadi “pendidik autentik.” Peran pendidik bukan hanya pada proses pembelajaran,
melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik,
pendidik harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.
1.
Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta
didik serta desain pembelajaran.
2.
Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan
pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk
melakukan akuisisi pengetahuan.
3.
Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4.
Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat
diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lainlain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam
ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah
atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna
kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar
peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum,
tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya
terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan
dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik
memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai
dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian,
sudah saatnya pendidik profesional pada semua satuan pendidikan memandu
gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui
asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan
kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu.
Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas
capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan,
motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data
asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai
tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari
empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir,
dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 untuk pendidikan dasar dan KBK berbasis
KKNI-SNPT untuk perguruan tinggi, memudahkan terlaksananya pembelajaran
autentik dengan asesmen autentik.
APAKAH ASESMEN AUTENTIK ITU?
Pada awalnya istilah asesmen autentik diperkenalkan oleh Wiggins tahun 1990 untuk
menyesuaikan dengan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa sebagai reaksi
(menentang) penilaian berbasis sekolah seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan
ganda, kuis jawaban singkat. Jadi dikatakan otentik dalam arti sesungguhnya dan
realistis. Apabila kita melihat di tempat kerja, orang-orang tidak diberikan tes pilihan
ganda untuk menguji bisa tidaknya mereka melakukan pekerjaan tersebut. Mereka
mempunyai performansi, kinerja atau unjuk kerja.
Dalam bisnis dikatakan performance assessment. Menurut Jon Mueller (2006)
penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para peserta didiknya
diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang
bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins (1987), bahkan
Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan
keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam
cuplikan kalimat berikut ini: “performance assessments call upon the examinee to
demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and
knowledge they have mastered” (Stiggins, 1987:34)
Grant Wiggins (1993) menekankan hal yang lebih unik lagi. Grant menekankan
perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu tugas yang diberikan
dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan masalah yang
dihadapi orang dewasa (warganegara, konsumen, professional) di bidangnya.
Asesmen otentik lebih sering dinyatakan sebagai asesmen berbasis kinerja
(performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain (kecuali
Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian alternatif
(alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Selain itu
Mueller (2006) memperkenalkan istilah lain sebagai padanan nama penilaian otentik,
yaitu penilaian langsung (directassessment). Nama performance assessment atau
performance based assessment digunakan karena peserta didik diminta untuk
menampilkan tugas-tugas (tasks) yang bermakna. Terdapat sejumlah pakar
pendidikan yang membedakan penggunaan istilah penilaian otentik dengan penilaian
kinerja, seperti misalnya Meyer (1992) dan Marzano (1993). Sementara itu Stiggins
(1994) dan Mueller (2006) menggunakan kedua istilah itu secara sinomim.
Nama alternative assessment digunakan karena merupakan alternatif dari penilaian
yang biasa digunakan (traditional assessment). Adapun nama direct assessment
digunakan karena penilaian otentik menyediakan lebih banyak bukti langsung dari
penerapan keterampilan dan pengetahuan. Apabila seorang peserta didik dapat
mengerjakan dengan baik tes pilihan ganda, maka kita inferensikan secara tidak
langsung (indirectly) bahwa peserta didik tersebut dapat menerapkan pengetahuan
yang telah dipelajarinya dalam konteks dunia yang sesungguhnya. Namun kita akan
lebih suka membuat inferensi dari suatu demonstrasi langsung tentang penerapan
pengetahuan dan keterampilannya.
Berdasarkan fokusnya asesmen dapat dikelompokkan sebagai asesmen diagnostik,
formatif, dan sumatif. Asesmen diagnostik berfokus untuk memperbaiki proses
pembelajaran atau untuk menentukan hasil-hasil pembelajaran. Asesmen formatif
berfokus pada proses pembelajaran dan hasil-hasil pembelajaran. Sedang Asesmen
sumatif, terutama difokuskan pada hasil-hasil pembelajaran. Beberapa istilah untuk
asesmen diantaranya: asesmen tradisional, asesmen autentik, asesmen alternatif,
dan asesmen informal.
Assesmen tradisional (AT) ini mengacu pada forced-choice ukuran tes pilihan
ganda, fill-in-the-blank, true-false, menjodohkan dan semacamnya yang telah
digunakan dalam pendidikan umumnya. Tes ini memungkinkan distandarisasi atau
dikreasi oleh pendidik. Mereka dapat mengatur setingkat lokal, nasional atau secara
internasional ( Mueller,2008). Esensi assesmen tradisional didasarkan pada filosofi
bidang pendidikan yang mengadopsi pemikiran yang berikut:( 1). Suatu misi sekolah
adalah
untuk mengembangkan
warganegara produktif,
(2)
Untuk menjadi
warganegara produktif setiap orang harus memiliki suatu kopetensi tertentu dari
pengetahuan dan ketrampilan (3) Oleh karena itu sekolah harus mengajarkan
kopetensi ketrampilan dan pengetahuan ini: (4) Untuk menentukan kopetensi itu
sukses, kemudian sekolah menguji para peserta didik, untuk melihat apakah mereka
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Di dalam assesmen tradisional,
kurikulum memandu penilaian. Kopetensi pengetahuan ditentukan lebih dulu.
Pengetahuan itu menjadi kurikulum yang ditransferkan. Sesudah itu penilaian
dikembangkan dan diatur untuk menentukan jika suatu saat kurikulum tersebut
diterapkan.
Asesmen Alternatif (Alternative Assessment)
Asesmen yang tidak melibatkan
suatu tes baku dengan butir-butir asesmen tradisional. Asesmen alternatif memfokus
pada pengukuran pengetahuan prosedural. Asesmen ini mencakup sejumlah
prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang peserta
didik ketahui, ia yakini, dan dapat ia lakukan. Asesmen ini memfokus pada
pertumbuhan perorangan peserta didik dari waktu ke waktu dan menekankan pada
kekuatan bukan kelemahan peserta didik. Pertimbangan diberikan pada gaya belajar
perorangan peserta didik dan tingkat keterampilannya. Menurut Mertler, dalam
Classroom Assessment: A Practical Guide for Educators, bentuk penilaian
berdasarkan alat penilaian dalam asesmen alternative berupa asesmen kinerja
(Performance Assessment), asesmen informal (informal assessment), observasi
(Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation),
diskusi (Discusions), Projek (Project) , investigasi atau penyelidikan (Investigation),
Portofolio (Portofolio), Jurnal (Journal), Wawancara (Interview), Konferensi, dan
Evaluasi diri oleh peserta didik (Self Evaluation).
Asesmen informal merupakan asesmen peserta didik melalui pengamatan tidak
resmi, interviu informal, dan prosedur-prosedur tidak-baku. Asesmen informal
memungkinkan pendidik mengukur kemajuan peserta didik dari-hari-ke-hari dan
keefek-tivan pengajaran. Pengamatan merupakan asesmen informal pembelajaran
peserta didik yang didasarkan pada melihat dan mendengarkan peserta didik pada
saat mereka bekerja. Pengatan kelas sering digunakan untuk mengevaluasi
pembelajaran peserta didik pada saat peserta didik sedang bekerja dengan seorang
partner atau suatu kelompok peserta didik dalam penyelidikan atau tugas-tugas
kinerja yang memerlukan kerja-tim dan kooperatif. Pengamatan merupakan suatu
proses berkelanjutan yang menda-tangkan pemahaman yang mendalam terhadap
sikap, gaya belajar, kekuatan dan kelemahan, teknik-teknik pemecahan masalah
peserta didik. Pengamatan tersebut me-nyumbang kepada gambaran peserta didik
yang lebih lengkap tentang kemajuan peserta didik. Panduan berikut ini
direkomendasikan pada saat menggunakan pengamatan kelas untuk asesmen
peserta didik:
Gunakan ceklis atau perangkat criteria yang sama untuk seluruh peserta
didik.
Amati setiap peserta didik beberapa kali dan pada waktu-waktu yang
berbeda dari hari-ke-hari.
Amati tiap peserta didik dalam berbagtai ragam situasi.
Evaluasi berbagai ragam keterampilan dan perilaku untuk tiap peserta didik.
Catat pengamatan dan evaluasi sesegera mungkin.
Asesmen autentik digunakan untuk mendeskripsikan berbagai macam format
asesmen yang mencerminkan pembelajaran, hasil belajar, motivasi, dan sikap-sikap
peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan kelas yang relevan dengan pengajaran.
Asesmen autentik melibatkan peserta didik dalam situasi dunia-nyata. Asesmen ini
menyajikan tugas-tugas pemecahan-masalah yang mungkin dihadapi peserta didik di
dalam atau di luar sekolah. Lebih dari itu, asesmen ini melibatkan peserta didik
dalam inquiri dan proyek. Contoh-contoh asesmen autentik dapat meliputi
pengamatan sehari-hari di kelas, proyek-proyek, atau tugas-tugas seperti mengisi
lamaran kerja, menulis surat kepada sebuah perusahaan atau seorang politisi, atau
menganalisis sebuah siaran televisi.
Contoh-contoh asesmen autentik meliputi: 1) asesmen kinerja, 2) porto-folio, dan 3)
asesmen-diri peserta didik.
Asesmen kinerja terdiri dari setiap bentuk asesmen dimana peserta didik
menunjukkan atau mendemonstrasikan suatu response secara lisan, tertulis, atau
menciptakan suatu karya. Response peserta didik tersebut dapat diperoleh pendidik
dalam konteks asesmen formal atau informal atau dapat diamati selama pengajaran
di kelas atau seting
di luar pengajaran. Asesmen kinerja meminta peserta didik
untuk “menye-lesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan
pengetahuan
awal,
pembelajaran
yang
baru
diperoleh,
dan
keterampilan-
keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah realistik atau
autentik.” Peserta didik mungkin diminta untuk menggunakan bahan-bahan atau
melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah-masalah.
Contohnya adalah laporan-laporan lisan, contoh-contoh tulisan, proyek individual
atau kelompok, pameran, atau demonstrasi. Beberapa karakteristik dari asesmen
kinerja adalah sebagai berikut:
1. Menyusun Response: peserta didik menyusun suatu response, memberikan
suatu response yang diperluas, terlibat dalam suatu pertunjukan, atau
menciptakan suatu karya.
2. Pemikiran Tingkat-Tinggi: secara khas peserta didik menggunakan berfikir tingkat
tinggi dalam menyusun response terhadap pertanyaan-pertanyaan open-ended.
3. Keautentikan: tugas-tugas bermakna, menantang, dan melibatkan kegiatan yang
mencerminkan pengajaran yang baik atau konteks dunia-nyata lain dimana
peserta didik diharapkan untuk menggelutinya.
4. Keterpaduan: tugas-tugas tersebut menghendaki keterpaduan dari keteram-pilan
bahasa, dan dalam beberapa hal, menghendaki keterpaduan penge-tahuan dan
keterampilan-keterampilan lintas mata pelajaran.
5. Proses dan Produk: prosedur dan strategi untuk mendapatkan jawaban benar
atau untuk mengeksplorasi alternatif pemecahan untuk tugas-tugas kom-pleks
sering kali diases di samping produk atau jawaban “benar” tersebut.
6. Kedalaman vs Luas namun Dangkal: asesmen kinerja memberikan informasi
mendalam tentang keterampilan atau ketuntasan seorang peserta didik bukan
luasnya cakupan seperti yang diberikan oleh tes pilihan-ganda.
Asesmen portofolio merupakan suatu kumpulan sistematik karya peserta didik
yang dianalisis untuk menunjukkan kemajuan peserta didik dari waktu ke waktu
ditinjau dari pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Contoh karya yang dimasukkan
ke dalam portofolio meliputi contoh-contoh tulisan, catatan harian bacaan, gambargambar, rekaman audio atau video, dan/atau komentar pendidik dan peserta didik
atas kemajuan yang dibuat peserta didik. Salah satu fitur penting dari asesmen portofolio adalah keterlibatan peserta didik dalam pemilihan contoh-contoh karya
mereka sendiri untuk menunjukkan perkembangan atau pembelajaran dari waktu ke
waktu.
Asesmen-diri peserta didik merupakan suatu elemen kunci dalam asesmen
autentik dan dalam pembelajaran yang dikendalikan sendiri oleh peserta didik (selfregulated learning). Asesmen-diri menggalakkan keterlibatan langsung dalam
pembelajaran dan pengintegrasian kemampuan-kemanpuan kognitif dengan motivasi
dan sikap menuju pembelajaran. Dalam menjadi peserta didik yang mengatur
pembelajaran mereka secara mandiri, mereka membuat pilihan-pilihan, memilih
kegiatan-kegiatan pembelajaran, dan merencanakan bagaimana menggunakan
waktu dan sumber belajar mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih
kegiatan-kegiatan menantang, berani mengambil resiko, membuat kemajuan
pembelajaran mereka sendiri, dan menyelesaikan tujuan-tujuan yang diinginkan.
Karena mereka memegang kendali atas pembelajaran mereka sendiri, mereka dapat
memutuskan bagaimana menggunakan sumber belajar yang tersedia bagi mereka di
dalam atau di luar kelas. Peserta didik yang mengatur diri sendiri pembe-lajaran
mereka tersebut (self-regulated learners) bekerja sama dengan peserta didik lain
dalam bertukar ide, mencari bantuan bila diperlukan, dan memberikan dukung-an
kepada teman sebaya mereka. Akhirnya, self-regulated learners atau pebelajar
mandiri memonitor kinerja mereka sendiri dan mengevaluasi kemajuan dan hasil
belajar mereka sendiri. Asesmen-diri dan pengelolaan-diri merupakan inti jenis
pembelajaran ini dan seharusnya merupakan suatu bagian keseharian dari
pengajaran. (O’Malley & Pierce 1996, h. 4 & 5)
Tabel berikut memperjelas perbedaan antara asesmen yang biasa digunakan
dengan asesmen autentik:
Tabel 1. Perbandingan Asesmen Tradisional dan Autentik
Asesmen Tradisional
Memilih/Merespon: Peserta didik
memililh jawaban, menentukan
pilihan, dan menjawab dengan
uraian.
Dikondisikan: Akavitas peserta
didik dikondisikan sesuai dengan
keinginan penguji, seperti memilih
jawaban yang dikodisikan pendidik.
Mengingat/ Menyatakan:Peserta
didik mengingat atau menyatakan
informasi yang mereka kuasai.
Asesmen Autentik
Melaksanakan kegiatan:Peserta didik
melakukan aktivitas yang
sesungguhnya sehingga memperoleh
pengalaman belajar.
Kenyataan Hidup: Pendidik menilai
kenyataan yang sesungguhnya
peserta didik lakukan pada kehidupan
nyata dalam waktu pendek.
Konstruksi/Aplikasi: Penilaian
Autentik memperhatikan peserta didik
menganalisis atau mengaplikasikan
ilmu dalam proses berkreasi,
berinovasi atau mencipta..
Struktur Dirancang
Struktur Prilaku Dikembangkan
Pendidik: Peserta didik perlu
Peserta didik: Penilaian autentik
berhati-hati untuk mengembangkan memberi ruang kepada peserta didik
struktur yang pendidik harapkan,
mengembangkan konstruksi sesuai
memenuhi target seperti yang
pendidik inginkan.
Bukti Tidak Langsung: Dalam
penilaian tradisional melalui tes
pilihan ganda, misalnya,
memperoleh bukti kompetensi
peserta didik tidak langsung
dengan keinginannya
Bukti Langsung: Dalam penilaian
autentik pendidik memperoleh bukti
langsung tentang perkembangan
kompetensi yang ditunjukkan peserta
didik secara langsung
JENIS-JENIS ASESMEN AUTENTIK
Pada Tabel 1 ditunjukkan berbagai macam asesmen, seperti in-terviu lisan,
menceritakan kembali bacaan, contoh-contoh tulisan, dan sebaga-inya, serta
pengamatan pendidik terhadap pengetahuan dan keterampilan peserta didik di kelas.
Tabel 2. Jenis-jenis Asesmen Autentik
Asesmen
Deskripsi
Interviu Lisan
Pendidik mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada peserta didik
tentang kegiatan, bacaan, dan minat
Menceritakan
kembali Cerita atau
Bacaan
Peserta didik menceritakan kembali
ide-ide pokok atau rincian tertentu
dari bacaan yang dialami melalui
mendengar atau membaca
Contoh-contoh
tulisan
Peserta didik menghasilkan makalah
naratif, ekspositori, persuasif, atau
referensi
Proyek/Pameran
Peserta didik menyelesaikan proyek,
bekerja secara individual atau
berpasangan
Eksperimen/
Demonstrasi
Peserta didik eksperimen atau
menyelesaikan mendemonstrasikan
penggunaan bahan
Keuntungan
Konteks informal dan santai
Dilakukan dari hari ke hari dengan
tiap peserta didik
Mencatat pengamatan pada suatu
panduan interviu
Peserta didik memproduksi laporan
lisan
Dapat diskor pada komponen isi
atau bahasa
Diskor dengan rubrik atau sejenis
skala sikap (rating scale)
Dapat menentukan pemahaman
membaca, strategi membaca, dan
pengembangan bahasa
Peserta didik menghasilkan
dokumen tertulis
Dapat diskor pada komponen isi
atau bahasa
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Dapat menentukan proses-proses
menulis
Peserta didik membuat presentasi
formal, laporan tertulis, atau duaduanya
Dapat mengamati produk-produk
lisan atau tertulis dan keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Peserta didik membuat presentasi
formal, laporan tertulis, atau duaduanya
Dapat mengamati produk-produk
lisan atau tertulis dan keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
Menyusun Butir-butir
Jawaban
Portofolio
Peserta didik merespon dalam bentuk
tulisan terhadap pertanyaanpertanyaan open-ended
Memusatkan pada koleksi karya
peserta didik untuk menunjukkan
kemajuan dari waktu ke waktu
rating scale
Peserta didik menghasilkan laporan
tertulis
Biasanya diskor pada informasi
substantif atau keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Memadukan informasi dari
sejumlah sumber
Memberikan gambaran menyeluruh
dari kinerja dan pembelajaran
peserta didik
Keterlibatan dan komitmen peserta
didik yang kuat
Menghimbau evaluasi-diri peserta
didik
(O’Malley & Pierce 1996, h. 11 & 12)
Penilaian otentik memerlukan tugas (task) untuk menampilkan kinerja peserta didik,
dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan untuk menilai
penampilan kinerja berdasarkan tugas tersebut.
a. Tugas Otentik
Tugas otentik adalah suatu tugas yang meminta peserta didik melakukan atau
menampilkannya dianggap otentik apabila:
1) peserta didik diminta untuk mengkonstruk respons mereka sendiri, bukan
sekedar memilih dari yang tersedia;
2) tugas merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapkan dalam
(dunia) kenyataan sesungguhnya. Mungkin saja ada definisi yang lain.
Baron’s (Marzano, 1993) mengemukakan lima kriteria task untuk penilaian otentik,
yaitu:
1) tugas tersebut bermakna baik bagi peserta didik maupun bagipendidik;
2) tugas disusun bersama atau melibatkan peserta didik;
3) tugas tersebut menuntut peserta didik menemukan dan menganalisis
informasi sama baiknya dengan menarik kesimpulan tentang hal tersebut;
4) tugas tersebut meminta peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil dengan
jelas;
5) tugas tersebut mengharuskan peserta didik untuk bekerja atau melakukan.
Anonymous (2005) mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam menyiapkan
tugas dalam penilaian otentik, yaitu: keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities).
Selanjutnya anonymous mengungkapkan lima dimensi yang perlu dipertimbangkan
pada saat menyiapkan task yang otentik pada pembelajaran sains:
1)
2)
3)
4)
5)
Pertama, length atau lama waktu pengerjaan tugas.
Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui peserta didik.
Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi keduanya.
Keempat, fokus penilaian: pada produk atau pada proses.
Kelima, keragaman cara-cara komunikatif yang dapat digunakan peserta
didik untuk menunjukkan kinerjanya.
b. Tipe Tugas Otentik
Tugas-tugas penilaian autentik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk.
1) computer adaptive testing (tidak berbentuk tes obyektif), yang menuntut
2) peserta tes dapat mengekspresikan diri untuk dapat menunjukkan tingkat
3) kemampuan yang nyata;
4) tes pilihan ganda diperluas, dengam memberikan alasan terhadap jawaban
5) yang dipilih;
6) extended response atau open ended question juga dapat digunakan;
7) group performance assessment (tugas-tugas kelompok) atau individual
8) performance assessment (tugas perorangan);
9) interviu berupa pertanyaan lisan dari asesor;
10) (vi).observasi partisipatif;
11) portofolio sebagai kumpulan hasil karya peserta didik;
12) projek, expo atau demonstrasi;
13) constructed response, yang peserta didik perlu mengkonstruk sendiri
jawabannya.
c. Kriteria Penilaian (Rubrics)
Sebagaimana telah diungkapkan bahwa penilaian otentik atau penilaian berbasis
kinerja terdiri dari tasks dan rubrics. Rubrik merupakan alat pemberi skor yang berisi
daftar kriteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas (Andrade dalam Zainul, 2001:19).
Rubrik dapat berupa rubrik deskriptif, holistik dan skala persepsi . Secara singkat
scoring rubrics terdiri dari beberapa 4 komponen,
1) dimensi
Dimensi akan dijadikan dasar menilai kinerja peserta didik
2) definisi dan contoh
Definisi dan contoh merupakan penjelasan mengenai setiap dimensi.
3) skala
Skala ditetapkan karena akan digunakan untuk menilai dimensi
4) standar
standar ditentukan untuk setiap kategori kinerja
Walaupun suatu rubrik atau scoring rubrics sudah disusun sebaik-baiknya, tetapi
harus disadari bahwa tidak mungkin rubrik yang sudah disusun itu sempurna atau
satu-satunya kriteria untuk menilai kinerja peserta didik dalam bidang tertentu. Dari
satu tugas bisa saja disusun lebih dari satu rubrik. Oleh karena itu perlu pula
dikembangkan alat untuk menilai suatu rubrik. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat
digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu rubrik (Zainul, 2001:29-30).
1) Seberapa jauh rubrik tersebut (jelas) berhubungan langsung dengan kriteria yang
dinilai?
2) Seberapa jauh rubrik tersebut mencakup keseluruhan dimiensi kinerja yang
dinilai?
3) Apakah kriteria yang dipilih sudah menggunakan standar yang secaraumum
berlaku dalam bidang kinerja yang dinilai?
4) Sejauh mana dimensi & skala yang digunakan terdefinisi dengan baik?
5) Jika menggunakan skala numeric sejauh mana angka-angka yang digunakan itu
memang secara adil telah menggambarkan perbedaan dari setiap kategori
6)
7)
8)
9)
kinerja?
Seberapa jauh selisih skor yang dihasilkan oleh rater yang berbeda?
Apakah rubrik yang digunakan dipahami oleh peserta didik?
Apakah rubrik cukup adil dan bebas dari bias?
Apakah rubrik mudah digunakan, cukup praktis dan mudah
diadministrasikannya?
d. Deskriptor dan Level Kinerja
Rubrik di atas melibatkan komponen lain yang umum digunakan dalam penilaian
otentik
atau
penilaian
berbasis
kinerja,
yaitu
deskriptor.
Deskriptor
mengeksplisitkan tingkat kinerja peserta didik pada masing-masing level dari
suatu penampilan. Contohnya seperti rumusan standar minimal dalam perumusan
tujuan pembelajaran khusus. Deskriptor digunakan untuk memperjelas harapan
atau aspek yang dinilai. Selain itu descriptor juga membantu penilai (rater) lebih
konsisten dan lebih obyektif. Bagi pendidik yang melaksanakan penilaian otentik,
deskriptor membantu memperoleh umpan balik yang lebih baik.
Langkah-langkah Menciptakan Penilaian Otentik
Peserta didik diminta menampilkan sejumlah tugas dalam dunia sesungguhnya yang
memperlihatkan aplikasi keterampilan dan pengetahuan yang esensial dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 Mengidentifikasi capaian kemampuan akhir peserta didik
Seperti merumuskan pernyataan untuk tujuan umum (goal) dari pembelajaran,
scapaian kemampuan akhir merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat
dilakukan peserta didik, tetapi ruang lingkupnya lebih sempit dan lebih mudah
dicapai daripada tujuan umum. Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus
diketahui atau mampu dilakukan peserta didik pada poin tertentu. Agar operasional,
rumusan standar hendaknya dapat diobservasi dan dapat diukur. Contoh: peserta
didik mampu menjumlah dua digit angka dengan benar; Peserta didik mampu
membuat grafik dengan benar; menjelaskan proses perubahan wujud zat;
Menjelaskan hukum kekekalan energi ; mengidentifikasi sebab dan akibat pemuaian
benda; Mengidentifikasi sarat-sarat hukum tiga newton, Jadi, standar harus ditulis
dengan jelas, operasional, tidak ambigu dan tidak rancu, tidak terlalu luas atau terlalu
sempit, mengarahkan pembelajaran dan melakukan penilaian.
Langkah 2 Memilih suatu tugas otentik
Dalam memilih tugas otentik, pertama-tama kita perlu mengkaji standar yang kita
buat, dan mengkaji kenyataan (dunia) sesungguhnya. Misalnya daripada meminta
peserta didik menyelesaikan soal pecahan, lebih baik kita siapkan tugas
memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan sehari-hari.
Langkah 3 Mengidentifikasi Kriteria untuk tugas (tasks)
Kriteria tidak lain adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik pada
sebuah tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan
apakah indikator-indikator tersebut sekuensial (memerlukan urutan) atau tidak.
a. Contoh-contoh kriteria
Contoh sejumlah indikator dalam urutan (mengamat dengan mikroskop):
1. Mengatur pencahayaan melalui penggunaan cermin;
2. Menempatkan obyek di atas lubang pada meja mikroskop;
3. Mengatur posisi lensa obyektif (perbesaran rendah) tepat di atas lubang
4. dengan obyek tersebut dengan jarak kira-kira setengah sentimeter di atasnya;
5. Menempatkan salah satu mata (dengan kedua mata terbuka) pada lensa
6. okuler sambil memutar pengatur kasar ke belakang;
7. Mengatur penempatan obyek sambil tetap melihat di bawah mikroskop;
8. Memutar revolver yang merupakan tempat melekatnya lensa obyektif
9. sehingga lensa obyek berukuran lebih tinggi tepat di atas obyek yang sedang
diamati;
10. Memutar pengatur halus perlahan-lahan dengan mata tetap mengamati melalui
lensa okuler;
11. Memperlihatkan obyek yang sudah ditemukan (atau menggambar obyek yang
ditemukan).
Contoh sejumlah indikator dalam urutan (menggunakan thermometer):
1. Mengeluarkan thermometer dari tempat dengan memegang bagian ujung
termometer yang tak berisi air raksa
2. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya
3. Memasang termometer pada psien ( dimulut atau diketiak ) sehingga bagian
yang berisi air raksa terkontak dengan tubuh pasien
4. Menunggu beberapa menit ( membiarkan termometer menempel ditubuh pasien
selama beberapa menit ).
5. Mengambil termometer dari tubuh pasien, dengan memegang bagian ujung
termometer yang tidak berisi air raksa.
6. Membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler dengan posisi mata tegak lurus
Contoh sejumlah indikator tidak dalam ururtan (dalam matematika):
1. ketepatan kalkulasi;
2. ketepatan pengukuran pada model skala;
3. label-label pada model skala;
4. organisasi kalkulus;
5. kerapihan menggambar;
6. kejelasan keterangan/eksplanasi.
b. Karakteristik suatu kriteria yang baik
Kriteria yang baik antara lain adalah sebagai berikut.
1. dinyatakan dengan jelas, singkat;
2. pernyataan tingkah laku, dapat diamati;
3. ditulis dalam bahasa yang dipahami peserta didik.
c. Jumlah Kriteria untuk sebuah task
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas
(antara 3-4, di bawah 10);
2. tidak perlu mengukur setiap detil tugas;
3. Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau sederhana.
Contoh tes singkat atau kuis diberikan berikut ini sebagai latihan
Tugas 1: Tuliskan tiga kriteria bagi seorang petugas laboratorium yang baik
Tugas 2: Tuliskan empat kriteria berlakunya hukum Newton
Tugas 3: Tuliskan tiga kriteria presentasi lisan yang baik.
Langkah 4 Menciptakan standar kriteria atau rubrik (rubrics)
a. Menyiapkan suatu rubrik analitis
Dalam rubrik tidak selalu diperlukan deskriptor. Deskriptor merupakan karakteristik
perilaku yang terkait dengan level-level tertentu, seperti observasi mendalam,
prediksinya beralasan, kesimpulannya berdasarkan hasil observasi.
b. Menyiapkan suatu rubrik yang holistic
Dalam rubrik holistic, dilakukan pertimbangan seberapa baik seseorang
telah menampilkan tugasnya dengan mempertimbangkan kriteria secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam praktikum dapat disiapkan rubrik keseluruhan
sebagai berikut.
c. Mencek rubrik yang telah dibuat
Untuk keperluan pengecekan rubrik yang telah dibuat sebaiknya kita meminta
kepada rekan kerja sesama pendidik untuk mereviunya, atau meminta peserta didik
mengenai kejelasannya. Masukan dari mereka dapat digunakan untuk memperbaiki
standar yang telah kita siapkan. Ada baiknya kita juga memeriksa atau mencek
apakah rubrik tersebut dapat dikelola dengan mudah. Bayangkan penampilan atau
kinerja peserta didik ketika sedang melakukannya.
2. Contoh Iplementasi Penilaian Otentik untuk Pembelajaran SENDRATASIK
Profil Lulusan PT dan SMA:
Kompetensi utama lulusan
Program Studi Pendidikan Seni,
Drama, Tari, dan Musik
(Sendratasik) adalah
1.
2.
(a) kompeten dan profesional
sebagai tenaga kependidikan
dalam bidang Sendratasik dan
(b) kompeten dan profesional
dalam bidang Sendratasik.
PROFIL PENDIDIKAN
SENDRATASIK
1.
2.
3.
4.
Calon Pendidik dalam bidang
sendratasik
Pencipta/ Praktisi sendratasik
Pengkaji/ peneliti sendratasik
Wirausaha(enterpreneurship)
bidang sendratasik
SMA: KOMPETENSI MATA
PELAJ ARAN SENI BUDAYA
TUJ UAN: Menumbuhkan
kemampuan menghargai
karya seni dan budaya
nasional,
KOMPETENSI LULUSAN:
1. mengekspresikan diri
melalui kegiatan seni dan
budaya,
2. mengapresiasi karya seni
dan budaya,
3. menghasilkan karya
kreatif baik individual
maupun kelompok
Mata Pelajaran Seni Budaya mencakup:
SENI DRAMA
SENI MUSIK
Apresiasi seni teater, Estetika seni
teater, Pengetahuan bahan dan alat
seni teater, Teknik penciptaan seni
teater, Pertunjukkan seni teater,
Evaluasi seni teater, Portofolio seni
teater. Aspek seni teater menampilkan
pementasan karya teater.
Apresiasi seni musik, Estetika seni musik,
Pengetahuan bahan dan alat seni musik,
Teknik penciptaan seni musik,
Pertunjukan seni musik, Evaluasi seni
musik, Portofolio seni musik. Aspek seni
musik menampilkan pergelaran
karya musik.
SENI TARI
SENI RUPA
Apresiasi seni tari, Estetika seni tari,
Pengetahuan bahan dan alat seni tari,
Teknik penciptaan seni tari,
Pertunjukkan seni tari, Evaluasi seni
tari, Portofolio seni tari. Aspek seni tari
melakukan dan mengkreasikan karya
tari.
Langkah
Apresiasi seni rupa, Estetika seni
rupa, Pengetahuan bahan dan alat
seni rupa, Teknik penciptaan seni
rupa, Pameran seni rupa, Evaluasi
seni rupa, Portofolio seni rupa. Aspek
seni rupa berisi kegiatan mengkreasi
karya seni rupa dua dan tiga dimensi.
Keterangan
Langkah1
Menentukan
capaian
kemampuan akhir
Langkah 2
Memilih suatu
tugas otentik
Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu
dilakukan siswa pada poin tertentu.
Agar operasional, rumusan standar hendaknya dapat diobservasi dan
dapat diukur
Mengkaji standar yang kita buat, dan mengkaji kenyataan (dunia)
sesungguhnya.
Menyiapkan tugas memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan seharihari.
Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik pada sebuah
tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan
apakah indikator-indikator tersebut sekuensial (memerlukan urutan) atau
tidak.
Langkah 3
Mengidentifikasi
Kriteria untuk tugas
(tasks)
Kriteria yang baik antara lain adalah:.
dinyatakan dengan jelas, singkat
pernyataan tingkah laku, dapat diamati;
ditulis dalam bahasa yang dipahami peserta didik
Jumlah kriteria untuk setiap tugas
batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu
tugas (antara 3-4, di bawah 10);
tidak perlu mengukur setiap detil tugas;
Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau
sederhana
Format Penilaian: Asesmen-diri PertunjukanDrama
R in c ia n T u g a s A s e s m e n M e m b u a t G ra f k
1.
1 .
M e m b a c a k a r y a u n tu k p e m ilih a n to p ik
P e n e n t u a n to k o h , la t a r d a n s u d u t p a n d a n g
2 .
M e n e n tu k a n P lo t c e r ita
3.
M e m b u a t ra n c a n g a n
4 .
M e n u lis n a s k a h
5 .
M e r e v is i N a s k a h
6 .
P e n g e lo la a n
7 .
P e re n c a n a a n
J u m la h
t u lis a n a w a l
a k h ir
L a t ih a n
P a n g g u n g
S k o r A s e s m e n
S k o r y a n g m u n g k in
S k o r y a n g d ib e r ik a n
d ib e rik a n
S e n d ir i
G u ru
15
15
15
15
10
15
15
10
100
!
PENUTUP
Diperlukan Paradigma baru dalam pendidikan agar mampu menciptakan generasi
emas yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi, dimana
sekarang masih tersembunyi. Kurikulum 2013 untuk pendidikana dasar, dan
kurikulum berdasarkan deskripsi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI)
(Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT) (Permendikbud NO.49 Tahun 2014) untuk perguruan tinggi.
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik lebih mampu
dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan mengomunikasikan
Penguatan pendekatan
saintifik diterapkan melalui pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong
kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang
mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui
metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry”
dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
Pembelajaran autentik dengan penilaian autentik adalah suatu cara untuk
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran yang kolaboratif, kooperatif,
kompetitif dan karakter. Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang
autentik pula. Penilaian otentik memerlukan tugas (task) untuk menampilkan kinerja
peserta didik, dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan
untuk menilai penampilan kinerja berdasarkan tugas tersebut
DAFTAR PUSTAKA
--------------------Assessment in The Science Classroom. New York: Glencoe/McGrawHill.
ISBN 0-07-825453-1
____________Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
___________Permendikbud NO.49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi (SNPT)
Anonymous (2005). Performance Assessment for Science Teachers:
Performance Test and Task. Available:
http://www.usoe.k12.ut.us/curr/science/perform/past5.htm
O’Malley, J.M., Pierce, L.V. 1996. Authentic Assessment for English Language
Learners Practical Approaches for Teachers. Printed in the United States of
America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Nur. Muhanad (2005) Makalah presentasi di Universitas Negeri Padang, UNESA
Nur. Mohamad. 2003. Asesmen Komprehensip dan Berkelanjutan. Makalah yang
disampaikan pada Seminar Metodologi Pembelajaran dan Asesmen dalam
rangka pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diselenggarakn
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Unesa pada tanggal 5
Agustus 2003
Marzano, R.J., et al. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance
Assessment Using the Five dimensions of Learning Model. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Mueller, J. (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia:
http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm
Popham, W. J. (2005). Classroom Assessment: What Teachers Need to
Know. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York:
Macmillan College Publishing Company.
Wiggins, G. (2005). Grant Wiggins on Assessment. Edutopia. The George Lucas
Educational Foundation (online). Available: http://www.glef.org.
Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan
pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas.
UU No 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional (lembar Negara
RI tahun 2003 No. 78, Tambahan lembar Negara RI No. 4301),
BERDASARKAN KKNI UNTUK MEMBANTU GURU MENCIPTAKAN OUTPUT
PEMBELAJARAN DENGAN BAHAN AJA DAN STANDAR PROSES
PEMBELAJARAN YANG PROFESIONAL DAN BERKUALITAS1
Oleh: Prof. Dr. Festiyed, MS,
Email: [email protected] Hp:08126742403
Universitas Negeri Padang
PENDAHULUAN
Era globalisasi ditandai degan segala sesuatu cepat
berubah, maka dunia
pendidikan juga harus berubah, sehingga dunia pendidikan menjadi relevan dengan
tantangan dan peluang yang terjadi di kehidupan nyata. Dalam dunia kerja saat ini
kemampuan yang diminta adalah kemampuan untuk bekerja sama dalam team,
kemampuan pemecahan masalah, kemampuan untuk mengarahkan diri, berpikir
kritis, menguasai teknologi serta mampu berkomunikasi dengan efektif. Kemampuankemampuan tersebut diatas dicita-citakan terlaksana seutuhnya oleh generasi emas
2045 (100 tahun Indonesia merdeka).
Mewujudkan generasi emas dihadapkan dengan sejumlah tantangan dan peluang,
yang tentunya berbeda dengan zaman sebelumnya. Guna mengantisipasi dan
menyesuaikan dinamika perubahan yang sedang dan akan terus berlangsung,
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), pada tahun 2010 telah berupaya
mengkonsepsikan pendidikan Indonesia untuk abad ke-21. Konsepsi pendidikan
tersebut dimulai dari proses pembelajaran bercirikan : 1) Dari berpusat pada pendidik
menuju berpusat pada peserta didik, 2) Dari satu arah menuju interaktif, 3) Dari
isolasi menuju lingkungan jejaring, 4) Dari pasif menuju aktif-menyelidiki, 5) Dari
maya/abstrak menuju konteks dunia nyata, 6) Dari pribadi menuju pembelajaran
berbasis tim, 7) Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan,
8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru, 9) Dari alat
tunggal menuju alat multimedia, 10) Dari hubungan satu arah bergeser menuju
kooperatif, 11) Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, 12) Dari usaha
sadar tunggal menuju jamak, 13) Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan
kepercayaan, 14) Dari pemikiran faktual menuju kritis, 15) Dari penyampaian
pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
1 Disajikan pada Seminar Nasional Sendratasik, di Aula FBS Universitas Negeri Padang (UNP) ,
Sabtu 14 November 2015
Begitu juga Kementerian Pendidikan Nasional (2010) mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand
design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan,
dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam:
Olah
Hati
(Spiritual
and
emotional
development),
Olah
Pikir
(intellectual
development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan
Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan
implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Diperlukan Paradigma baru dalam pendidikan agar mampu menciptakan generasi
emas yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi, dimana
sekarang masih tersembunyi. Kurikulum 2013 untuk pendidikana dasar, dan
kurikulum berdasarkan deskripsi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI)
(Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT) (Permendikbud NO.49 Tahun 2014) untuk perguruan tinggi. Kerjasama yang
harmonis dan terus menerus antara seluruh insan pendidikan, pemerintah,
pemerintah daerah, organisasi yang bergerak di dunia pendidikan diperlukan untuk
mewujudkan generasi emas yang berkarakter, cerdas, dan kompetitif. Salah satu
usaha lansung yang dapat dilakukan oleh organisasi yang bergerak di dunia
pendidikan khususnya pendidik melahirkan generasi emas adalah melalui model
pembelajaran autentik dengan penilaiaan (asesmen) autentik pula.
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik lebih mampu
dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan mengomunikasikan. Penguatan penilaian autentik mencakup pengembangan
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah kompetensi tersebut
memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh
melalui
aktivitas
menerima, menjalankan,
menghargai,
menghayati,
dan
mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh
melalui aktivitas
mengamati,
menanya,
mencoba,
menalar,
menyaji,
dan
mencipta.
Penguatan pendekatan
saintifik diterapkan melalui pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry
learning).
Untuk
mendorong
kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok maka sangat
disarankan
menggunakan pendekatan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah
saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran
yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir
sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif peserta
didik (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah yang
mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil: 1996), bukan saja
diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh
peserta didik (Zamroni, 2000; &Semiawan, 1998).
Pendekatan pembelajaran saintifik tidak hanya memandang hasil belajar sebagai
muara akhir, namum proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena
itu
pembelajaran
saintifik
menekankan
pada
keterampilan
proses.
Model
pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model
pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem
penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses
pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang
sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
pendidik hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses
pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai
aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam
melakukan penyelidikan ilmiah (Nur: 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan
untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru
yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan keterampilan peserta didik dalam memproseskan pengetahuan,
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang
diperlukan (Semiawan: 1992).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik tidakakan bermakna kalau tidak
menggunakan penilaian autentuk. Penilaian autentik merupakan penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,
dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan peserta didik, serta proses dan
hasil belajar secara utuh.
PEMBELAJARAN AUTENTIK DAN ASESMEN AUTENTIK
Pembelajaran autentik dengan penilaian autentik adalah suatu cara untuk
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran yang kolaboratif, kooperatif,
kompetitif dan karakter. Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang
autentik pula. Menurut Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah. Asesmen
Autentik terdiri dari berbagai teknik:
1. Pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan
hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja.
2. Penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja
yang kompleks.
3. Analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas
perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan yang ada.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi pendidik untuk
menentukan cara-cara terbaik agar semua peserta didik dapat mencapai hasil akhir,
meski dengan satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah
memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan
tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi
dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan
hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang
dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, pendidik dan peserta didik
memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka
ingin
pelajari,
memiliki
parameter
waktu
yang
fleksibel,
dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong
peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis,
menafsirkan,
menjelaskan,
dan
mengevaluasi
informasi
untuk
kemudian
mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, pendidik harus
menjadi “pendidik autentik.” Peran pendidik bukan hanya pada proses pembelajaran,
melainkan juga pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik,
pendidik harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.
1.
Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta
didik serta desain pembelajaran.
2.
Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk
mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan
pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk
melakukan akuisisi pengetahuan.
3.
Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan
mengasimilasikan pemahaman peserta didik.
4.
Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat
diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lainlain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam
ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah
atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna
kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar
peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum,
tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya
terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan
dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik
memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai
dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian,
sudah saatnya pendidik profesional pada semua satuan pendidikan memandu
gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui
asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan
kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu.
Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas
capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan,
motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data
asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai
tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari
empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir,
dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 untuk pendidikan dasar dan KBK berbasis
KKNI-SNPT untuk perguruan tinggi, memudahkan terlaksananya pembelajaran
autentik dengan asesmen autentik.
APAKAH ASESMEN AUTENTIK ITU?
Pada awalnya istilah asesmen autentik diperkenalkan oleh Wiggins tahun 1990 untuk
menyesuaikan dengan yang biasa dilakukan oleh orang dewasa sebagai reaksi
(menentang) penilaian berbasis sekolah seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan
ganda, kuis jawaban singkat. Jadi dikatakan otentik dalam arti sesungguhnya dan
realistis. Apabila kita melihat di tempat kerja, orang-orang tidak diberikan tes pilihan
ganda untuk menguji bisa tidaknya mereka melakukan pekerjaan tersebut. Mereka
mempunyai performansi, kinerja atau unjuk kerja.
Dalam bisnis dikatakan performance assessment. Menurut Jon Mueller (2006)
penilaian otentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para peserta didiknya
diminta untuk menampilkan tugas pada situasi yang sesungguhnya yang
mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan esensial yang
bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J. Stiggins (1987), bahkan
Stiggins menekankan keterampilan dan kompetensi spesifik, untuk menerapkan
keterampilan dan pengetahuan yang sudah dikuasai. Hal itu terungkap dalam
cuplikan kalimat berikut ini: “performance assessments call upon the examinee to
demonstrate specific skills and competencies, that is, to apply the skills and
knowledge they have mastered” (Stiggins, 1987:34)
Grant Wiggins (1993) menekankan hal yang lebih unik lagi. Grant menekankan
perlunya kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif. Selain itu tugas yang diberikan
dapat berupa pengulangan tugas atau masalah yang analog dengan masalah yang
dihadapi orang dewasa (warganegara, konsumen, professional) di bidangnya.
Asesmen otentik lebih sering dinyatakan sebagai asesmen berbasis kinerja
(performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain (kecuali
Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian alternatif
(alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Selain itu
Mueller (2006) memperkenalkan istilah lain sebagai padanan nama penilaian otentik,
yaitu penilaian langsung (directassessment). Nama performance assessment atau
performance based assessment digunakan karena peserta didik diminta untuk
menampilkan tugas-tugas (tasks) yang bermakna. Terdapat sejumlah pakar
pendidikan yang membedakan penggunaan istilah penilaian otentik dengan penilaian
kinerja, seperti misalnya Meyer (1992) dan Marzano (1993). Sementara itu Stiggins
(1994) dan Mueller (2006) menggunakan kedua istilah itu secara sinomim.
Nama alternative assessment digunakan karena merupakan alternatif dari penilaian
yang biasa digunakan (traditional assessment). Adapun nama direct assessment
digunakan karena penilaian otentik menyediakan lebih banyak bukti langsung dari
penerapan keterampilan dan pengetahuan. Apabila seorang peserta didik dapat
mengerjakan dengan baik tes pilihan ganda, maka kita inferensikan secara tidak
langsung (indirectly) bahwa peserta didik tersebut dapat menerapkan pengetahuan
yang telah dipelajarinya dalam konteks dunia yang sesungguhnya. Namun kita akan
lebih suka membuat inferensi dari suatu demonstrasi langsung tentang penerapan
pengetahuan dan keterampilannya.
Berdasarkan fokusnya asesmen dapat dikelompokkan sebagai asesmen diagnostik,
formatif, dan sumatif. Asesmen diagnostik berfokus untuk memperbaiki proses
pembelajaran atau untuk menentukan hasil-hasil pembelajaran. Asesmen formatif
berfokus pada proses pembelajaran dan hasil-hasil pembelajaran. Sedang Asesmen
sumatif, terutama difokuskan pada hasil-hasil pembelajaran. Beberapa istilah untuk
asesmen diantaranya: asesmen tradisional, asesmen autentik, asesmen alternatif,
dan asesmen informal.
Assesmen tradisional (AT) ini mengacu pada forced-choice ukuran tes pilihan
ganda, fill-in-the-blank, true-false, menjodohkan dan semacamnya yang telah
digunakan dalam pendidikan umumnya. Tes ini memungkinkan distandarisasi atau
dikreasi oleh pendidik. Mereka dapat mengatur setingkat lokal, nasional atau secara
internasional ( Mueller,2008). Esensi assesmen tradisional didasarkan pada filosofi
bidang pendidikan yang mengadopsi pemikiran yang berikut:( 1). Suatu misi sekolah
adalah
untuk mengembangkan
warganegara produktif,
(2)
Untuk menjadi
warganegara produktif setiap orang harus memiliki suatu kopetensi tertentu dari
pengetahuan dan ketrampilan (3) Oleh karena itu sekolah harus mengajarkan
kopetensi ketrampilan dan pengetahuan ini: (4) Untuk menentukan kopetensi itu
sukses, kemudian sekolah menguji para peserta didik, untuk melihat apakah mereka
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Di dalam assesmen tradisional,
kurikulum memandu penilaian. Kopetensi pengetahuan ditentukan lebih dulu.
Pengetahuan itu menjadi kurikulum yang ditransferkan. Sesudah itu penilaian
dikembangkan dan diatur untuk menentukan jika suatu saat kurikulum tersebut
diterapkan.
Asesmen Alternatif (Alternative Assessment)
Asesmen yang tidak melibatkan
suatu tes baku dengan butir-butir asesmen tradisional. Asesmen alternatif memfokus
pada pengukuran pengetahuan prosedural. Asesmen ini mencakup sejumlah
prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang apa yang peserta
didik ketahui, ia yakini, dan dapat ia lakukan. Asesmen ini memfokus pada
pertumbuhan perorangan peserta didik dari waktu ke waktu dan menekankan pada
kekuatan bukan kelemahan peserta didik. Pertimbangan diberikan pada gaya belajar
perorangan peserta didik dan tingkat keterampilannya. Menurut Mertler, dalam
Classroom Assessment: A Practical Guide for Educators, bentuk penilaian
berdasarkan alat penilaian dalam asesmen alternative berupa asesmen kinerja
(Performance Assessment), asesmen informal (informal assessment), observasi
(Observation), penggunaan pertanyaan (Questioning), Presentasi (Presentation),
diskusi (Discusions), Projek (Project) , investigasi atau penyelidikan (Investigation),
Portofolio (Portofolio), Jurnal (Journal), Wawancara (Interview), Konferensi, dan
Evaluasi diri oleh peserta didik (Self Evaluation).
Asesmen informal merupakan asesmen peserta didik melalui pengamatan tidak
resmi, interviu informal, dan prosedur-prosedur tidak-baku. Asesmen informal
memungkinkan pendidik mengukur kemajuan peserta didik dari-hari-ke-hari dan
keefek-tivan pengajaran. Pengamatan merupakan asesmen informal pembelajaran
peserta didik yang didasarkan pada melihat dan mendengarkan peserta didik pada
saat mereka bekerja. Pengatan kelas sering digunakan untuk mengevaluasi
pembelajaran peserta didik pada saat peserta didik sedang bekerja dengan seorang
partner atau suatu kelompok peserta didik dalam penyelidikan atau tugas-tugas
kinerja yang memerlukan kerja-tim dan kooperatif. Pengamatan merupakan suatu
proses berkelanjutan yang menda-tangkan pemahaman yang mendalam terhadap
sikap, gaya belajar, kekuatan dan kelemahan, teknik-teknik pemecahan masalah
peserta didik. Pengamatan tersebut me-nyumbang kepada gambaran peserta didik
yang lebih lengkap tentang kemajuan peserta didik. Panduan berikut ini
direkomendasikan pada saat menggunakan pengamatan kelas untuk asesmen
peserta didik:
Gunakan ceklis atau perangkat criteria yang sama untuk seluruh peserta
didik.
Amati setiap peserta didik beberapa kali dan pada waktu-waktu yang
berbeda dari hari-ke-hari.
Amati tiap peserta didik dalam berbagtai ragam situasi.
Evaluasi berbagai ragam keterampilan dan perilaku untuk tiap peserta didik.
Catat pengamatan dan evaluasi sesegera mungkin.
Asesmen autentik digunakan untuk mendeskripsikan berbagai macam format
asesmen yang mencerminkan pembelajaran, hasil belajar, motivasi, dan sikap-sikap
peserta didik terhadap kegiatan-kegiatan kelas yang relevan dengan pengajaran.
Asesmen autentik melibatkan peserta didik dalam situasi dunia-nyata. Asesmen ini
menyajikan tugas-tugas pemecahan-masalah yang mungkin dihadapi peserta didik di
dalam atau di luar sekolah. Lebih dari itu, asesmen ini melibatkan peserta didik
dalam inquiri dan proyek. Contoh-contoh asesmen autentik dapat meliputi
pengamatan sehari-hari di kelas, proyek-proyek, atau tugas-tugas seperti mengisi
lamaran kerja, menulis surat kepada sebuah perusahaan atau seorang politisi, atau
menganalisis sebuah siaran televisi.
Contoh-contoh asesmen autentik meliputi: 1) asesmen kinerja, 2) porto-folio, dan 3)
asesmen-diri peserta didik.
Asesmen kinerja terdiri dari setiap bentuk asesmen dimana peserta didik
menunjukkan atau mendemonstrasikan suatu response secara lisan, tertulis, atau
menciptakan suatu karya. Response peserta didik tersebut dapat diperoleh pendidik
dalam konteks asesmen formal atau informal atau dapat diamati selama pengajaran
di kelas atau seting
di luar pengajaran. Asesmen kinerja meminta peserta didik
untuk “menye-lesaikan tugas-tugas kompleks dan nyata, dengan mengerahkan
pengetahuan
awal,
pembelajaran
yang
baru
diperoleh,
dan
keterampilan-
keterampilan yang relevan untuk memecahkan masalah-masalah realistik atau
autentik.” Peserta didik mungkin diminta untuk menggunakan bahan-bahan atau
melakukan kegiatan hands-on dalam mencapai pemecahan masalah-masalah.
Contohnya adalah laporan-laporan lisan, contoh-contoh tulisan, proyek individual
atau kelompok, pameran, atau demonstrasi. Beberapa karakteristik dari asesmen
kinerja adalah sebagai berikut:
1. Menyusun Response: peserta didik menyusun suatu response, memberikan
suatu response yang diperluas, terlibat dalam suatu pertunjukan, atau
menciptakan suatu karya.
2. Pemikiran Tingkat-Tinggi: secara khas peserta didik menggunakan berfikir tingkat
tinggi dalam menyusun response terhadap pertanyaan-pertanyaan open-ended.
3. Keautentikan: tugas-tugas bermakna, menantang, dan melibatkan kegiatan yang
mencerminkan pengajaran yang baik atau konteks dunia-nyata lain dimana
peserta didik diharapkan untuk menggelutinya.
4. Keterpaduan: tugas-tugas tersebut menghendaki keterpaduan dari keteram-pilan
bahasa, dan dalam beberapa hal, menghendaki keterpaduan penge-tahuan dan
keterampilan-keterampilan lintas mata pelajaran.
5. Proses dan Produk: prosedur dan strategi untuk mendapatkan jawaban benar
atau untuk mengeksplorasi alternatif pemecahan untuk tugas-tugas kom-pleks
sering kali diases di samping produk atau jawaban “benar” tersebut.
6. Kedalaman vs Luas namun Dangkal: asesmen kinerja memberikan informasi
mendalam tentang keterampilan atau ketuntasan seorang peserta didik bukan
luasnya cakupan seperti yang diberikan oleh tes pilihan-ganda.
Asesmen portofolio merupakan suatu kumpulan sistematik karya peserta didik
yang dianalisis untuk menunjukkan kemajuan peserta didik dari waktu ke waktu
ditinjau dari pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Contoh karya yang dimasukkan
ke dalam portofolio meliputi contoh-contoh tulisan, catatan harian bacaan, gambargambar, rekaman audio atau video, dan/atau komentar pendidik dan peserta didik
atas kemajuan yang dibuat peserta didik. Salah satu fitur penting dari asesmen portofolio adalah keterlibatan peserta didik dalam pemilihan contoh-contoh karya
mereka sendiri untuk menunjukkan perkembangan atau pembelajaran dari waktu ke
waktu.
Asesmen-diri peserta didik merupakan suatu elemen kunci dalam asesmen
autentik dan dalam pembelajaran yang dikendalikan sendiri oleh peserta didik (selfregulated learning). Asesmen-diri menggalakkan keterlibatan langsung dalam
pembelajaran dan pengintegrasian kemampuan-kemanpuan kognitif dengan motivasi
dan sikap menuju pembelajaran. Dalam menjadi peserta didik yang mengatur
pembelajaran mereka secara mandiri, mereka membuat pilihan-pilihan, memilih
kegiatan-kegiatan pembelajaran, dan merencanakan bagaimana menggunakan
waktu dan sumber belajar mereka. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih
kegiatan-kegiatan menantang, berani mengambil resiko, membuat kemajuan
pembelajaran mereka sendiri, dan menyelesaikan tujuan-tujuan yang diinginkan.
Karena mereka memegang kendali atas pembelajaran mereka sendiri, mereka dapat
memutuskan bagaimana menggunakan sumber belajar yang tersedia bagi mereka di
dalam atau di luar kelas. Peserta didik yang mengatur diri sendiri pembe-lajaran
mereka tersebut (self-regulated learners) bekerja sama dengan peserta didik lain
dalam bertukar ide, mencari bantuan bila diperlukan, dan memberikan dukung-an
kepada teman sebaya mereka. Akhirnya, self-regulated learners atau pebelajar
mandiri memonitor kinerja mereka sendiri dan mengevaluasi kemajuan dan hasil
belajar mereka sendiri. Asesmen-diri dan pengelolaan-diri merupakan inti jenis
pembelajaran ini dan seharusnya merupakan suatu bagian keseharian dari
pengajaran. (O’Malley & Pierce 1996, h. 4 & 5)
Tabel berikut memperjelas perbedaan antara asesmen yang biasa digunakan
dengan asesmen autentik:
Tabel 1. Perbandingan Asesmen Tradisional dan Autentik
Asesmen Tradisional
Memilih/Merespon: Peserta didik
memililh jawaban, menentukan
pilihan, dan menjawab dengan
uraian.
Dikondisikan: Akavitas peserta
didik dikondisikan sesuai dengan
keinginan penguji, seperti memilih
jawaban yang dikodisikan pendidik.
Mengingat/ Menyatakan:Peserta
didik mengingat atau menyatakan
informasi yang mereka kuasai.
Asesmen Autentik
Melaksanakan kegiatan:Peserta didik
melakukan aktivitas yang
sesungguhnya sehingga memperoleh
pengalaman belajar.
Kenyataan Hidup: Pendidik menilai
kenyataan yang sesungguhnya
peserta didik lakukan pada kehidupan
nyata dalam waktu pendek.
Konstruksi/Aplikasi: Penilaian
Autentik memperhatikan peserta didik
menganalisis atau mengaplikasikan
ilmu dalam proses berkreasi,
berinovasi atau mencipta..
Struktur Dirancang
Struktur Prilaku Dikembangkan
Pendidik: Peserta didik perlu
Peserta didik: Penilaian autentik
berhati-hati untuk mengembangkan memberi ruang kepada peserta didik
struktur yang pendidik harapkan,
mengembangkan konstruksi sesuai
memenuhi target seperti yang
pendidik inginkan.
Bukti Tidak Langsung: Dalam
penilaian tradisional melalui tes
pilihan ganda, misalnya,
memperoleh bukti kompetensi
peserta didik tidak langsung
dengan keinginannya
Bukti Langsung: Dalam penilaian
autentik pendidik memperoleh bukti
langsung tentang perkembangan
kompetensi yang ditunjukkan peserta
didik secara langsung
JENIS-JENIS ASESMEN AUTENTIK
Pada Tabel 1 ditunjukkan berbagai macam asesmen, seperti in-terviu lisan,
menceritakan kembali bacaan, contoh-contoh tulisan, dan sebaga-inya, serta
pengamatan pendidik terhadap pengetahuan dan keterampilan peserta didik di kelas.
Tabel 2. Jenis-jenis Asesmen Autentik
Asesmen
Deskripsi
Interviu Lisan
Pendidik mengajukan pertanyaanpertanyaan kepada peserta didik
tentang kegiatan, bacaan, dan minat
Menceritakan
kembali Cerita atau
Bacaan
Peserta didik menceritakan kembali
ide-ide pokok atau rincian tertentu
dari bacaan yang dialami melalui
mendengar atau membaca
Contoh-contoh
tulisan
Peserta didik menghasilkan makalah
naratif, ekspositori, persuasif, atau
referensi
Proyek/Pameran
Peserta didik menyelesaikan proyek,
bekerja secara individual atau
berpasangan
Eksperimen/
Demonstrasi
Peserta didik eksperimen atau
menyelesaikan mendemonstrasikan
penggunaan bahan
Keuntungan
Konteks informal dan santai
Dilakukan dari hari ke hari dengan
tiap peserta didik
Mencatat pengamatan pada suatu
panduan interviu
Peserta didik memproduksi laporan
lisan
Dapat diskor pada komponen isi
atau bahasa
Diskor dengan rubrik atau sejenis
skala sikap (rating scale)
Dapat menentukan pemahaman
membaca, strategi membaca, dan
pengembangan bahasa
Peserta didik menghasilkan
dokumen tertulis
Dapat diskor pada komponen isi
atau bahasa
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Dapat menentukan proses-proses
menulis
Peserta didik membuat presentasi
formal, laporan tertulis, atau duaduanya
Dapat mengamati produk-produk
lisan atau tertulis dan keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Peserta didik membuat presentasi
formal, laporan tertulis, atau duaduanya
Dapat mengamati produk-produk
lisan atau tertulis dan keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
Menyusun Butir-butir
Jawaban
Portofolio
Peserta didik merespon dalam bentuk
tulisan terhadap pertanyaanpertanyaan open-ended
Memusatkan pada koleksi karya
peserta didik untuk menunjukkan
kemajuan dari waktu ke waktu
rating scale
Peserta didik menghasilkan laporan
tertulis
Biasanya diskor pada informasi
substantif atau keterampilanketerampilan berfikir
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Dapat diskor dengan rubrik atau
rating scale
Memadukan informasi dari
sejumlah sumber
Memberikan gambaran menyeluruh
dari kinerja dan pembelajaran
peserta didik
Keterlibatan dan komitmen peserta
didik yang kuat
Menghimbau evaluasi-diri peserta
didik
(O’Malley & Pierce 1996, h. 11 & 12)
Penilaian otentik memerlukan tugas (task) untuk menampilkan kinerja peserta didik,
dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan untuk menilai
penampilan kinerja berdasarkan tugas tersebut.
a. Tugas Otentik
Tugas otentik adalah suatu tugas yang meminta peserta didik melakukan atau
menampilkannya dianggap otentik apabila:
1) peserta didik diminta untuk mengkonstruk respons mereka sendiri, bukan
sekedar memilih dari yang tersedia;
2) tugas merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapkan dalam
(dunia) kenyataan sesungguhnya. Mungkin saja ada definisi yang lain.
Baron’s (Marzano, 1993) mengemukakan lima kriteria task untuk penilaian otentik,
yaitu:
1) tugas tersebut bermakna baik bagi peserta didik maupun bagipendidik;
2) tugas disusun bersama atau melibatkan peserta didik;
3) tugas tersebut menuntut peserta didik menemukan dan menganalisis
informasi sama baiknya dengan menarik kesimpulan tentang hal tersebut;
4) tugas tersebut meminta peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil dengan
jelas;
5) tugas tersebut mengharuskan peserta didik untuk bekerja atau melakukan.
Anonymous (2005) mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam menyiapkan
tugas dalam penilaian otentik, yaitu: keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities).
Selanjutnya anonymous mengungkapkan lima dimensi yang perlu dipertimbangkan
pada saat menyiapkan task yang otentik pada pembelajaran sains:
1)
2)
3)
4)
5)
Pertama, length atau lama waktu pengerjaan tugas.
Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui peserta didik.
Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi keduanya.
Keempat, fokus penilaian: pada produk atau pada proses.
Kelima, keragaman cara-cara komunikatif yang dapat digunakan peserta
didik untuk menunjukkan kinerjanya.
b. Tipe Tugas Otentik
Tugas-tugas penilaian autentik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk.
1) computer adaptive testing (tidak berbentuk tes obyektif), yang menuntut
2) peserta tes dapat mengekspresikan diri untuk dapat menunjukkan tingkat
3) kemampuan yang nyata;
4) tes pilihan ganda diperluas, dengam memberikan alasan terhadap jawaban
5) yang dipilih;
6) extended response atau open ended question juga dapat digunakan;
7) group performance assessment (tugas-tugas kelompok) atau individual
8) performance assessment (tugas perorangan);
9) interviu berupa pertanyaan lisan dari asesor;
10) (vi).observasi partisipatif;
11) portofolio sebagai kumpulan hasil karya peserta didik;
12) projek, expo atau demonstrasi;
13) constructed response, yang peserta didik perlu mengkonstruk sendiri
jawabannya.
c. Kriteria Penilaian (Rubrics)
Sebagaimana telah diungkapkan bahwa penilaian otentik atau penilaian berbasis
kinerja terdiri dari tasks dan rubrics. Rubrik merupakan alat pemberi skor yang berisi
daftar kriteria untuk sebuah pekerjaan atau tugas (Andrade dalam Zainul, 2001:19).
Rubrik dapat berupa rubrik deskriptif, holistik dan skala persepsi . Secara singkat
scoring rubrics terdiri dari beberapa 4 komponen,
1) dimensi
Dimensi akan dijadikan dasar menilai kinerja peserta didik
2) definisi dan contoh
Definisi dan contoh merupakan penjelasan mengenai setiap dimensi.
3) skala
Skala ditetapkan karena akan digunakan untuk menilai dimensi
4) standar
standar ditentukan untuk setiap kategori kinerja
Walaupun suatu rubrik atau scoring rubrics sudah disusun sebaik-baiknya, tetapi
harus disadari bahwa tidak mungkin rubrik yang sudah disusun itu sempurna atau
satu-satunya kriteria untuk menilai kinerja peserta didik dalam bidang tertentu. Dari
satu tugas bisa saja disusun lebih dari satu rubrik. Oleh karena itu perlu pula
dikembangkan alat untuk menilai suatu rubrik. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat
digunakan sebagai patokan untuk menilai suatu rubrik (Zainul, 2001:29-30).
1) Seberapa jauh rubrik tersebut (jelas) berhubungan langsung dengan kriteria yang
dinilai?
2) Seberapa jauh rubrik tersebut mencakup keseluruhan dimiensi kinerja yang
dinilai?
3) Apakah kriteria yang dipilih sudah menggunakan standar yang secaraumum
berlaku dalam bidang kinerja yang dinilai?
4) Sejauh mana dimensi & skala yang digunakan terdefinisi dengan baik?
5) Jika menggunakan skala numeric sejauh mana angka-angka yang digunakan itu
memang secara adil telah menggambarkan perbedaan dari setiap kategori
6)
7)
8)
9)
kinerja?
Seberapa jauh selisih skor yang dihasilkan oleh rater yang berbeda?
Apakah rubrik yang digunakan dipahami oleh peserta didik?
Apakah rubrik cukup adil dan bebas dari bias?
Apakah rubrik mudah digunakan, cukup praktis dan mudah
diadministrasikannya?
d. Deskriptor dan Level Kinerja
Rubrik di atas melibatkan komponen lain yang umum digunakan dalam penilaian
otentik
atau
penilaian
berbasis
kinerja,
yaitu
deskriptor.
Deskriptor
mengeksplisitkan tingkat kinerja peserta didik pada masing-masing level dari
suatu penampilan. Contohnya seperti rumusan standar minimal dalam perumusan
tujuan pembelajaran khusus. Deskriptor digunakan untuk memperjelas harapan
atau aspek yang dinilai. Selain itu descriptor juga membantu penilai (rater) lebih
konsisten dan lebih obyektif. Bagi pendidik yang melaksanakan penilaian otentik,
deskriptor membantu memperoleh umpan balik yang lebih baik.
Langkah-langkah Menciptakan Penilaian Otentik
Peserta didik diminta menampilkan sejumlah tugas dalam dunia sesungguhnya yang
memperlihatkan aplikasi keterampilan dan pengetahuan yang esensial dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1 Mengidentifikasi capaian kemampuan akhir peserta didik
Seperti merumuskan pernyataan untuk tujuan umum (goal) dari pembelajaran,
scapaian kemampuan akhir merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat
dilakukan peserta didik, tetapi ruang lingkupnya lebih sempit dan lebih mudah
dicapai daripada tujuan umum. Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus
diketahui atau mampu dilakukan peserta didik pada poin tertentu. Agar operasional,
rumusan standar hendaknya dapat diobservasi dan dapat diukur. Contoh: peserta
didik mampu menjumlah dua digit angka dengan benar; Peserta didik mampu
membuat grafik dengan benar; menjelaskan proses perubahan wujud zat;
Menjelaskan hukum kekekalan energi ; mengidentifikasi sebab dan akibat pemuaian
benda; Mengidentifikasi sarat-sarat hukum tiga newton, Jadi, standar harus ditulis
dengan jelas, operasional, tidak ambigu dan tidak rancu, tidak terlalu luas atau terlalu
sempit, mengarahkan pembelajaran dan melakukan penilaian.
Langkah 2 Memilih suatu tugas otentik
Dalam memilih tugas otentik, pertama-tama kita perlu mengkaji standar yang kita
buat, dan mengkaji kenyataan (dunia) sesungguhnya. Misalnya daripada meminta
peserta didik menyelesaikan soal pecahan, lebih baik kita siapkan tugas
memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan sehari-hari.
Langkah 3 Mengidentifikasi Kriteria untuk tugas (tasks)
Kriteria tidak lain adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik pada
sebuah tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan
apakah indikator-indikator tersebut sekuensial (memerlukan urutan) atau tidak.
a. Contoh-contoh kriteria
Contoh sejumlah indikator dalam urutan (mengamat dengan mikroskop):
1. Mengatur pencahayaan melalui penggunaan cermin;
2. Menempatkan obyek di atas lubang pada meja mikroskop;
3. Mengatur posisi lensa obyektif (perbesaran rendah) tepat di atas lubang
4. dengan obyek tersebut dengan jarak kira-kira setengah sentimeter di atasnya;
5. Menempatkan salah satu mata (dengan kedua mata terbuka) pada lensa
6. okuler sambil memutar pengatur kasar ke belakang;
7. Mengatur penempatan obyek sambil tetap melihat di bawah mikroskop;
8. Memutar revolver yang merupakan tempat melekatnya lensa obyektif
9. sehingga lensa obyek berukuran lebih tinggi tepat di atas obyek yang sedang
diamati;
10. Memutar pengatur halus perlahan-lahan dengan mata tetap mengamati melalui
lensa okuler;
11. Memperlihatkan obyek yang sudah ditemukan (atau menggambar obyek yang
ditemukan).
Contoh sejumlah indikator dalam urutan (menggunakan thermometer):
1. Mengeluarkan thermometer dari tempat dengan memegang bagian ujung
termometer yang tak berisi air raksa
2. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya
3. Memasang termometer pada psien ( dimulut atau diketiak ) sehingga bagian
yang berisi air raksa terkontak dengan tubuh pasien
4. Menunggu beberapa menit ( membiarkan termometer menempel ditubuh pasien
selama beberapa menit ).
5. Mengambil termometer dari tubuh pasien, dengan memegang bagian ujung
termometer yang tidak berisi air raksa.
6. Membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler dengan posisi mata tegak lurus
Contoh sejumlah indikator tidak dalam ururtan (dalam matematika):
1. ketepatan kalkulasi;
2. ketepatan pengukuran pada model skala;
3. label-label pada model skala;
4. organisasi kalkulus;
5. kerapihan menggambar;
6. kejelasan keterangan/eksplanasi.
b. Karakteristik suatu kriteria yang baik
Kriteria yang baik antara lain adalah sebagai berikut.
1. dinyatakan dengan jelas, singkat;
2. pernyataan tingkah laku, dapat diamati;
3. ditulis dalam bahasa yang dipahami peserta didik.
c. Jumlah Kriteria untuk sebuah task
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut.
1. batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas
(antara 3-4, di bawah 10);
2. tidak perlu mengukur setiap detil tugas;
3. Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau sederhana.
Contoh tes singkat atau kuis diberikan berikut ini sebagai latihan
Tugas 1: Tuliskan tiga kriteria bagi seorang petugas laboratorium yang baik
Tugas 2: Tuliskan empat kriteria berlakunya hukum Newton
Tugas 3: Tuliskan tiga kriteria presentasi lisan yang baik.
Langkah 4 Menciptakan standar kriteria atau rubrik (rubrics)
a. Menyiapkan suatu rubrik analitis
Dalam rubrik tidak selalu diperlukan deskriptor. Deskriptor merupakan karakteristik
perilaku yang terkait dengan level-level tertentu, seperti observasi mendalam,
prediksinya beralasan, kesimpulannya berdasarkan hasil observasi.
b. Menyiapkan suatu rubrik yang holistic
Dalam rubrik holistic, dilakukan pertimbangan seberapa baik seseorang
telah menampilkan tugasnya dengan mempertimbangkan kriteria secara keseluruhan. Sebagai contoh, dalam praktikum dapat disiapkan rubrik keseluruhan
sebagai berikut.
c. Mencek rubrik yang telah dibuat
Untuk keperluan pengecekan rubrik yang telah dibuat sebaiknya kita meminta
kepada rekan kerja sesama pendidik untuk mereviunya, atau meminta peserta didik
mengenai kejelasannya. Masukan dari mereka dapat digunakan untuk memperbaiki
standar yang telah kita siapkan. Ada baiknya kita juga memeriksa atau mencek
apakah rubrik tersebut dapat dikelola dengan mudah. Bayangkan penampilan atau
kinerja peserta didik ketika sedang melakukannya.
2. Contoh Iplementasi Penilaian Otentik untuk Pembelajaran SENDRATASIK
Profil Lulusan PT dan SMA:
Kompetensi utama lulusan
Program Studi Pendidikan Seni,
Drama, Tari, dan Musik
(Sendratasik) adalah
1.
2.
(a) kompeten dan profesional
sebagai tenaga kependidikan
dalam bidang Sendratasik dan
(b) kompeten dan profesional
dalam bidang Sendratasik.
PROFIL PENDIDIKAN
SENDRATASIK
1.
2.
3.
4.
Calon Pendidik dalam bidang
sendratasik
Pencipta/ Praktisi sendratasik
Pengkaji/ peneliti sendratasik
Wirausaha(enterpreneurship)
bidang sendratasik
SMA: KOMPETENSI MATA
PELAJ ARAN SENI BUDAYA
TUJ UAN: Menumbuhkan
kemampuan menghargai
karya seni dan budaya
nasional,
KOMPETENSI LULUSAN:
1. mengekspresikan diri
melalui kegiatan seni dan
budaya,
2. mengapresiasi karya seni
dan budaya,
3. menghasilkan karya
kreatif baik individual
maupun kelompok
Mata Pelajaran Seni Budaya mencakup:
SENI DRAMA
SENI MUSIK
Apresiasi seni teater, Estetika seni
teater, Pengetahuan bahan dan alat
seni teater, Teknik penciptaan seni
teater, Pertunjukkan seni teater,
Evaluasi seni teater, Portofolio seni
teater. Aspek seni teater menampilkan
pementasan karya teater.
Apresiasi seni musik, Estetika seni musik,
Pengetahuan bahan dan alat seni musik,
Teknik penciptaan seni musik,
Pertunjukan seni musik, Evaluasi seni
musik, Portofolio seni musik. Aspek seni
musik menampilkan pergelaran
karya musik.
SENI TARI
SENI RUPA
Apresiasi seni tari, Estetika seni tari,
Pengetahuan bahan dan alat seni tari,
Teknik penciptaan seni tari,
Pertunjukkan seni tari, Evaluasi seni
tari, Portofolio seni tari. Aspek seni tari
melakukan dan mengkreasikan karya
tari.
Langkah
Apresiasi seni rupa, Estetika seni
rupa, Pengetahuan bahan dan alat
seni rupa, Teknik penciptaan seni
rupa, Pameran seni rupa, Evaluasi
seni rupa, Portofolio seni rupa. Aspek
seni rupa berisi kegiatan mengkreasi
karya seni rupa dua dan tiga dimensi.
Keterangan
Langkah1
Menentukan
capaian
kemampuan akhir
Langkah 2
Memilih suatu
tugas otentik
Ditulis dalam pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu
dilakukan siswa pada poin tertentu.
Agar operasional, rumusan standar hendaknya dapat diobservasi dan
dapat diukur
Mengkaji standar yang kita buat, dan mengkaji kenyataan (dunia)
sesungguhnya.
Menyiapkan tugas memecahkan masalah yang terjadi dikehidupan seharihari.
Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik pada sebuah
tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan
apakah indikator-indikator tersebut sekuensial (memerlukan urutan) atau
tidak.
Langkah 3
Mengidentifikasi
Kriteria untuk tugas
(tasks)
Kriteria yang baik antara lain adalah:.
dinyatakan dengan jelas, singkat
pernyataan tingkah laku, dapat diamati;
ditulis dalam bahasa yang dipahami peserta didik
Jumlah kriteria untuk setiap tugas
batasi jumlah kriteria, hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu
tugas (antara 3-4, di bawah 10);
tidak perlu mengukur setiap detil tugas;
Kriteria yang lebih sedikit untuk tugas-tugas yang lebih kecil atau
sederhana
Format Penilaian: Asesmen-diri PertunjukanDrama
R in c ia n T u g a s A s e s m e n M e m b u a t G ra f k
1.
1 .
M e m b a c a k a r y a u n tu k p e m ilih a n to p ik
P e n e n t u a n to k o h , la t a r d a n s u d u t p a n d a n g
2 .
M e n e n tu k a n P lo t c e r ita
3.
M e m b u a t ra n c a n g a n
4 .
M e n u lis n a s k a h
5 .
M e r e v is i N a s k a h
6 .
P e n g e lo la a n
7 .
P e re n c a n a a n
J u m la h
t u lis a n a w a l
a k h ir
L a t ih a n
P a n g g u n g
S k o r A s e s m e n
S k o r y a n g m u n g k in
S k o r y a n g d ib e r ik a n
d ib e rik a n
S e n d ir i
G u ru
15
15
15
15
10
15
15
10
100
!
PENUTUP
Diperlukan Paradigma baru dalam pendidikan agar mampu menciptakan generasi
emas yang mempunyai kemampuan belajar, beradaptasi dan berinovasi, dimana
sekarang masih tersembunyi. Kurikulum 2013 untuk pendidikana dasar, dan
kurikulum berdasarkan deskripsi kerangka kualifikasi nasional indonesia (KKNI)
(Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012) dan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT) (Permendikbud NO.49 Tahun 2014) untuk perguruan tinggi.
Pembelajaran kurikulum 2013 adalah pembelajaran kompetensi dengan memperkuat
proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui
pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik lebih mampu
dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar,
dan mengomunikasikan
Penguatan pendekatan
saintifik diterapkan melalui pembelajaran berbasis
penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry
learning). Untuk mendorong
kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun
kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang
mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui
metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry”
dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
Pembelajaran autentik dengan penilaian autentik adalah suatu cara untuk
memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran yang kolaboratif, kooperatif,
kompetitif dan karakter. Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang
autentik pula. Penilaian otentik memerlukan tugas (task) untuk menampilkan kinerja
peserta didik, dan sebuah kriteria penilaian atau rubrik (rubrics) yang akan digunakan
untuk menilai penampilan kinerja berdasarkan tugas tersebut
DAFTAR PUSTAKA
--------------------Assessment in The Science Classroom. New York: Glencoe/McGrawHill.
ISBN 0-07-825453-1
____________Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
___________Permendikbud NO.49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi (SNPT)
Anonymous (2005). Performance Assessment for Science Teachers:
Performance Test and Task. Available:
http://www.usoe.k12.ut.us/curr/science/perform/past5.htm
O’Malley, J.M., Pierce, L.V. 1996. Authentic Assessment for English Language
Learners Practical Approaches for Teachers. Printed in the United States of
America: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Nur. Muhanad (2005) Makalah presentasi di Universitas Negeri Padang, UNESA
Nur. Mohamad. 2003. Asesmen Komprehensip dan Berkelanjutan. Makalah yang
disampaikan pada Seminar Metodologi Pembelajaran dan Asesmen dalam
rangka pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diselenggarakn
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Unesa pada tanggal 5
Agustus 2003
Marzano, R.J., et al. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance
Assessment Using the Five dimensions of Learning Model. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum Development.
Mueller, J. (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia:
http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm
Popham, W. J. (2005). Classroom Assessment: What Teachers Need to
Know. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.
Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York:
Macmillan College Publishing Company.
Wiggins, G. (2005). Grant Wiggins on Assessment. Edutopia. The George Lucas
Educational Foundation (online). Available: http://www.glef.org.
Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. Applied Approach Mengajar di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk peningkatan dan
pengembangan aktivitas instruksional. Ditjen Dikti Depdiknas.
UU No 20 tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional (lembar Negara
RI tahun 2003 No. 78, Tambahan lembar Negara RI No. 4301),