EKONOMI POLITIK DAN KETAHANAN PANGAN

EKONOMI POLITIK DAN KETAHANAN PANGAN
Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Ekonomi Politik Pembangunan

Disusun Oleh :
Yenis Tria Kusumadhani

(135030101111051)

Amanda Rachma Debyasari

(135030101111030)

Widiyawati

(135030101111050)

Elfananda Istiqlalia

(135030101111060)


Deasy Ayu Sartika D

(135030101111066)

Darin Iftinani Aulia D

(135030107111025)

Anasthasia Christina

(135030107113011)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1


KATA PENGANTAR

Penyusunan makalah dengan judul “Ekonomi Politik dan Ketahanan Pangan” ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Ekonomi Politik
Pembangunan pada semester ganjil tahun 2015. Pada makalah ini dijelaskan tentang kaitan
antara ekonomi politik dan ketahanan pangan di Indonesia.
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami, sehingga makalah yang berjudul “Ekonomi Politik dan Ketahanan
Pangan” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya tanpa ada halangan
apapun.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang berguna dari semua pihak
yang telah membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak
yang membacanya.

Malang, 19 Desember 2015

Penyusun


2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada Undang-Undang RI nomor 7
tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu
dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup,
aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang
aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata
dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan. Konsep
ketahanan pangan dapat diterapkan untuk menyatakan situasi pangan pada berbagai tingkatan
yaitu tingkat global, nasional, regional, dan tingkat rumah tangga serta individu yang
merupakan suatu rangkaian system hirarkis. Hal ini menunjukkan bahwa konsep ketahanan
pangan sangat luas dan beragam serta merupakan permasalahan yang kompleks. Namun
demikian dari luas dan beragamnya konsep ketahanan pangan tersebut intinya bertujuan
untuk mewujudkan terjaminnya ketersediaan pangan bagi umat manusia. Bagi Indonesia,
ketahanan pangan masih sebatas konsep.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya

menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersama-sama oleh negara dan
masyarakatnya. Pemerintah Indonesia selalu berupaya untuk mencapai kemakmuran rakyat
indonesia, salah satunya adalah meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pangan
merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.Salah satunya adalah
kebutuhan akan beras, di Indonesia beras merupakan salah satu makanan pokok. Setelah
beberapa tahun terakhir ini petani banyak yang mengalami gagal panen yang diakibatkan oleh
berbagai macam bencana seperti banjir, dan musim kemarau yang berkepanjangan, oleh
karena itu pemerintah melakukan kebijakan supaya warga indonesia tidak selalu bergantung
pada beras.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan
keanekaragaman konsumsi pangan. Kebijakan tidak hanya ditujukan untuk mengurangi
ketergantungan pada beras, tetapi juga dimaksudkan untuk mengubah pola konsumsi
masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan yang beranekaragam dan lebih baik gizinya.
Tetapi untuk daerah-daerah tertentu penganekaragamn konsumsi pangan itu masih sulit

3

karena didaerah tertentu pola konsumsi masyarakat masih didominasi dengan padi-padian.
Masyarakat umumnya masih mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras.
Sebenarnya jika ditinjau dari kondisi alam di Indonesia, negara kita termasuk negara

yang kaya akan sumber daya alam. Banyak negara luar yang datang ke Indonesia untuk
mengolah bahan mentah dari Indonesia. Tetapi walaupun negara Indonesia kaya akan sumber
daya alam kita mengimpor pangan, itu disebabkan karena kekurangan dan kemampuan
sumber daya manusia. Maka untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia juga sangat
membutuhkan sunber daya manusia untuk mampu mengolah kekayaan sumber daya alam.
Meskipun di Indonesia lahan untuk bertani luas, jika sumber daya manusia tidak ada itu sama
saja tidak menghasilkan apapun. Untuki itu sumber daya alam itu harus juga diikuti dengan
sumber daya manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Ekonomi Politik dalam Bidang Ketahanan Pangan di Indonesia

1.3 Tujuan Penulisan


Untuke mengetahui bagaimana ekonomi politik yang ada dalam bidang ketahanan
pangan yang ada di Indonesia


4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang individu
pada tingkat paling dasa, seperti pangan yang mencukupi, makan, minum, dan perumahan.
Dalam konteks peersoalan masyarakat Indonesia kebutuhan pokok untuk saat inimasih belum
seluruh masyarakat mampu memenuhi dan mencukupi kebutuhan pokoknya secara baik dan
stabil setiap waktunya. Ini ditandai dengan masih adanya kasus masyarakat yang makan nasi
aking, atau makan sehari hanya dua kali bahkan ada kasus makan sehari sekali. (Irham Fahmi
dalam buku Ekonomi Politik Teori dan Realita).

2.2 Definisi Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh
penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman
yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya
domestik.
Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan


pangan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada
setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.
Ketahanan pangan sering kali diidentikkan dengan suatu keadaan dimana pangan
tersedia bagi setiap individu setiap saat dimana saja baik secara fisik, maupun ekonomi. Ada
tiga aspek yang menjadi indicator ketahanana pangan suatu wilayah, yaitu sektor ketersidaan
pangan, stabilitas ekonomi (harga) pangan, dan akses fisik maupun ekonomi bagi setiap
individu untuk mendapatkan pangan. Ketahanan pangan mencerminkan ketersediaan bahan
makanan yang cukup, sama dalam jumlah maupun kualitas dan berbagai bahan makanan
yang dapat digunakan. Menurut World Food Conference on Human Right (1993) dan World
Food Summit (1996) ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya keperluan zat setiap
individu dalam jumlah dan kualitas, agar dapat hidup aktif dan selalu sehat sesuai dengan
kondisi budaya tempat tinggal. Bertiitik tolak dari definisi diatas, persoalan jaminan
ketahanan pangna tidak hanya sebatas bagaimana pencapaian pengeluaran pertanian oleh
suatu negara atau daerah secara kuantitas mampu mencukupi keperluan masyarakat, namun

5

yang lebih penting adalah merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki
perspektif pembangunan dan ekonomi politik.


2.3 Sistem Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri
dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem
distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga
subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input
sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan
dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan,
distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah
diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang
perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya
kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya
pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan
antara impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman maupun
keamanannya. Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan
menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh
faktor teknis dan sosial – ekonomi;
1. Teknis

a. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke
non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
b. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
d. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
e. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (1015%).
f. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada
musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2. Sosial-Ekonomi
6

a. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
b. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena
besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi
yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
c. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
d. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif
impor yang melindungi kepentingan petani.

e. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.

2.4 Aspek-aspek Tentang Permasalahan dan Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah
dalam Mencapai Ketahanan Pangan
1. Aspek Ketersediaan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan
menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh
faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi.
a. Faktor Teknis











Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke
industry dan perumahan (laju 1%/tahun).
Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (1015%).
Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada
musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir.

b. Faktor sosial-ekonomi




Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena
besarnya jumlah petani ( 21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang
semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5 % /tahun).

7





Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor
yang melindungi kepentingan petani.
Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.

2.

Aspek Distibusi Pangan
a. Faktor Teknis







Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang
dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan
distribusi pangan kecuali beras.
Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim
menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan
tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.

b. Faktor Sosial – Ekonomi




Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam
menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan
daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran
telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk
pangan.

3. Aspek Konsumsi Pangan
a. Faktor Teknis




Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya
pangan lokal.
Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan
lokal.

b. Faktor Sosial – Ekonomi


Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun.

8



Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga
tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta




pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.
Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya
pangan yang sehat dan aman.
Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah
yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi
perhatian utama.

4. Aspek Pemberdayaan Masyarakat
a. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di
masyarakat dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran
pangan kepada masyarakat yang membutuhkan.
b. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat topdown karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat
yang bersangkutan.
c. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini
dan akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.
d. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha
seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan
mereka kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.

5. Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek
perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai
kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
a. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.
b.

Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan
antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan
daerah dan antar daerah.

9

c. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses
yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan
pangan.

2.5 Ekonomi Politik dalam Bidang Ketahanan Pangan
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan merupakan
kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Kecukupan
pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan bangsa. Lebih jauh
ketahanan pangan akan memberikan gambaran terbentuknya stabilitas kesejahteraan
rakyat yang didambakan. Kesejahteraan masyarakat juga menjadi sangat penting untuk
diutamakan. Masyarakat yang cenderung memiliki produktivitas yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Negara yang memiliki masyarakat yang sejahtera maka tingkat kreativitas
yang akan dihasilkan bangsa tersebut akan tergolong tinggi. Sehingga sangat wajar jika
salah satu janji calon dari setiap partai politik termasuk calon presiden adalah janji untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kemiskinan bisa terjadi jika perhatian pada usaha-usaha untuk eningkatkan
kesejahteraan tidak diperhatikan dengan serius. Semakin tidak ada perhatian terhadap
kemiskinan maka semakin besar jurang (gap) antara masyarakat miskin dan masyarakat
kaya. Persoalan seperti ini jika terus dibiarkan maka akan menjadi bom waktu yang siap
meledak kapan saja. Pembangunan akan memiliki nilai positif tinggi jika pembangunan
tersebut berpengaruh terhadap usaha dalam mengurangi angka kemiskinan. Tetapi, jika
pembangunan hanya membawa pengaruh pada semakin lebarnya jurang kemiskinan
antara kaya dan miskin, atau dengan kata lain pembangunan tersebut hanya akan memberi
ruang besar bagi semakin makmurnya si kaya. Sehingga pembangunan tersebut diartikan
tidak bernilai pembangunan kesejahteraan atau dikenal dengan pembangunan kaum
borjuis.
Upaya untuk mendefinisikan kembali pengertian pembangunan mulai terjadi, seperti
yang ditunjukkan oleh Dudley Seer (1973) ada tiga sasaran penting yang terjadi dengan
pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan. Apabila ketiganya mengalami penurunan,
pembangunan tidak diragukan terjadi. Namun apabila terjadi sebaliknya, maka sulit
mengakui adanya pembangunan. Ada yang berpendapat bahwa salah satu faktor
kesejahteraan asyarakat masih rendah karena "kue pembangunan" hanya dinikmati oleh
beberapa sekelompok orang saja. Sehingga kemerataan, kesejahteraan, serta keadilan
10

masih bersifat tidak seimbang. Dimasa orde baru pertumbuhan dan dukungan para
konglomerat dirasa sangat terlalu. Karena pada masa itu ada anggapan jika mereka
mampu membuka berbagai jenis usaha akan memungkinkan tersedianya lapangan
pekerjaan dan kesejahteraan akan meningkat. Namun semua itu berbeda ketika para
konglomerat tersebut membangun bisnis dengan sumber dana dari utang.
Pemberdayaan ekonomi rakyat sebagai wujud prmbangunan pusat ekonomi rakyat
(people centered development) merupakan agenda penting yang perlu dikedepankan.
Rakyat sduah tidak dapat dikesampingkan lagi dalam pembangunan, nmelainkan
menjadikan mereka sebagai bagian dalam menyukseskan pembangunan itu sendir yakni
menjadi menjadi target perencanaan pembangunan atau offirmative policy dalam
kerangka

mekanisme

pasar.

Pembangunan

ekonomi

memang

tidak

bisa

mengesampingkan masyarakat, dan salah jika pemerintah mengesampingkan rakyat
dalam meaksanakan pembangunan. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Mubyarto bahwa
"The brief analysis above indicates how economicsts have been forgetting the role of
people's economy outside the big bussinesses proved to be strong and reliable as the
basis of national economy."

Jika kembali pada masa krisi di tahun 1997/1998 dapat dilihat bahwa ekonomi rakyat
memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat. Ini terjadi karena produk tersebut memiliki
daya jual yang bagus di pasar internasional, seperti para petani coklat di Sulawesi
menerima untung besar dengan ekspor coklat ke pasar internasionalpada masa itu.
Indonesia memang telah lama dikenal sebagai negara yang menghasilkan palawija dan
berbagai komoditi lainnya yang mana produk itu dihasilkan oleh para petani Indonesia.
Sejarah kesuksesan itu juga dapat dilihat pada saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1920an
dan 1930an produk pertanian Indonesia mengalami penjualan yang bagus di pasar
Internasional. Saat ini para ekonom kita lupa akan sejarah kesuksesan masa lalu, ini
disebabkan oleh banyaknya ekonom yang belajar bagaimana membangun bisnis dengan
konsep padat modal dengan harapan akan memberi keuntungan tinggi nantinya.
Pembangunan dengan fokus yang begitu tinggi pada pengembangan teknologi tinggi dan
pembangunan infrastruktur yang begitu dominan di perkotaan telah menyebabkan
pedesaan mengalami ketertingalan sarana infrastruktur.
Untuk memperlancar pemerataan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pembangunan infrastruktur di pedesaan sangat diperlukan. dari data statistik disebutkan
jika 70% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. Artinya kekuatan ekonomi rakyat ada
di pedesaan. Analisis kondisi yang seperti ini menjadi bahan kajian penting bagi
11

pemerintah Thailand. Dapat dilihat bagaimana sektor pertanian Thailand mengalami
kemajuan yang pesat. Berdasarkan informasi, disebutkan bahwa setiap kawasan pertanian
di Thailand sarana jalan dan jembatan dibangun dengan sangt baik sekali. Sehingga wajar
jika ini mendukung ke arah pengembangan ekonomi masyarakat Thailand yang
meningkat, termasuk beberapa produk komoditi pertanian dan perkebunan Thailand yang
sudah masuk ke pasar Indonesia, seperti beras, tepung, gula, buah-buahan, dan lain
sebagainya.
Dukungan yang begitu besar dari Pemerintah Thailand dalam membangun sarana dan
prasarana bagi pengembangan sektor pertanian menjadi sangat berbeda jika dibandingkan
dengan dengan negara Indonesia. Semua ini terlihat dari berbagai data yang diperoleh
menunjukkan permasalahan yang harus diselesaikan secara serius. Irigasi yang rusak
mencapai 52% dengan perincian rusak berat 705.571,96 ha (10%), rusak sedang
1.873.184,34 ha (26%) dan rusak rigan 1.170.128,84 ha (16%). Pada kondisi irigasi yang
seperti ini kita bisa melihat jika ekonomi politik kita dalam bidang pangan untuk dalam
negeri saja bermasalah. Pihak departemen pekerjaan umum dan dinas pertanian tidak
membangun sikap kerjasama yang tinggi untuk membangun sarana pertanian yang
dibutuhkan untuk memperkuat sektor pertanian. Kondisi yang seperti ini sangat berbeda
jika dibandingkan dengan masa orde baru yang begitu perhatian terhadap sektor pertanian
terutama dalam mewujudkan swasembada pangan.
Sektor pertanian jangan dilihat dan dibangun secara konsep kapitalis, karena pertanian
merupakan bagian untuk menjaga stabilitas politik.Dalam sejarah bangsa-bangsa, pangan
adalah bagian penting dari ketahanan negara , selain energi dan keamanan dalam negeri.
Jika pangan tidak dikelola dengan baik maka suatu negara memungkinkan akan
mengalami krisis pangan. Naiknya beberapa produk sektor pertanian dan perkebunan
telah menunjukkan isyarat akan menuju pada krisis pangan. Sempitnya lahan pertanian
yang terjadi secara sistematis, termasuk dipakainya lahan persawahan untuk
pembangunan perumahan. Terutama dibeli oleh para developer untuk dibangun peruahan,
dan jumlah dibeli itu mencapai puluhan hektar lebih, seperti lahan persawahan.
Seharusnya pemerintah membuat dan menjalankan peraturan

dengan tegas yaitu

melarang pembuatan perumahan di atas lahan pertanian. Kecuali pada lahan pertanian
yang dianggap tidak memiliki lagi nilai produktif, seperti kualitas kesuburan tanah yang
tidak bagus jika dipakai untuk pengembangan sektor pertanian dan perkebunan. Di sisi
lain pemerintah perlu menambah areal pertanian dan perkebunan baru, termasuk
menginfestasikan lahan tanah yang selama ini belum terpakai secara serius. Sebagai
12

catatan bersama bahwa pangan termasuk salah satu produk yang memiliki peran sebagai
penyumbang inflasi terbesar sehingga penting mengendalikan harga karena pangan bisa
mencapai 75% pengeluaran keluarga.

2.6 Strategi dan Program dalam Upaya Ketahanan Pangan
Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta tujuan dan strategi
untuk mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh
dikelompokkan dalam :
1. Program jangka pendek (sampai dengan 5 tahun)
Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas produksi pangan nasional
dengan menggunakan sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah teruji.
Komponen utama program ini adalah :
a. Ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian (140.000 Ha/tahun)
Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan untuk memperluas lahan produksi pertanian,
sehingga produksi pangan secara nasional yang sekarang dapat ditingkatkan.
Ekstensifikasi dilakukan terutama untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor
terhadap produksi besar (30-70%). Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani
miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan
kering yang potensial seluas 31 juta Ha dapat dimanfaatkan menjadi lahan usahatani.
b. Intensifikasi
Program ini diarahkan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas
pertanian. Intensifikasi ditujukan pada lahan-lahan pertanian subur dan produktif yang
sudah merupakan daerah lumbung pangan seperti Kerawang, Subang dan daerah
pantura lainya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi lainnya.
c. Diversifikasi
Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok
alternatif selain beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan
pokok alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal.
Diversifikasi dilakukan dengan mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan
pengolahan pangan lokal yang telah diteliti ke dalam industri.
d. Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan
Revitalisasi/restrukturisasi industri pasca panen dan pengolahan pangan diarahkan
pada :

13






Penekanan kehilangan hasil dan penurunan mutu karena teknologi penanganan
pasca panen yang kurang baik.
Pencegahan bahan baku dari kerusakan.
Pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan produk pangan.

e. Revitalisasi dan Restrukturisasi Kelembagaan Pangan
Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan seperti kelompok tani, UKM, Koperasi
perlu direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung pembangunan kemandirian
pangan. Kemitraan antara lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam
bidang pangan. Koordinator kegiatan ini adalah Meneg Koperasi dan UKM dan
Deptan dibantu oleh Depperindag. Alokasi dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi
antar departemen dan instansi untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan
pangan. Kebutuhan dana dibebankan pada anggaran masing-masing departemen
f. Kebijakan Makro
Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang
mendorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang
perlu dikaji seperti pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi,
dan penggunaan produksi dalam negeri serta kredit usaha.

2. Program jangka menengah (5-10 tahun)
Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan pembangunan ketahanan pangan
yang lebih efisien dan efektip dan berdaya saing tinggi. Beberapa program yang relevan
untuk dilakukan adalah :
a. Perbaikan undang-undang tanah pertanian termasuk didalamnya pengaturan luasan
lahan pertanian yang dimiliki petani, pemilikan lahan pertanian oleh bukan petani.
Sistem bawon atau pembagian keuntungan pemilik dan penggarap, dsb.
b. Modernisasi pertanian dengan lebih mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi
dan produktivitas lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan mesin
pertanian dan pengendalian hama terpadu dan pasca panen dan pengolahan pangan.
c. Pengembangan jaringan dan sistem informasi antar instansi, lembaga yang terkait
dalam bidang pangan serta pola kemitraan bisnis pangan yang berkeadilan.
d. Pengembangan prasarana dan sarana jalan di pertanian agar aktivitas kegiatan
pertanian lebih dinamis.

3. Program jangka panjang (> 10 tahun)
14

a. Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip,
karena masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan
pedesaan.
b. Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.

2.7 Diversifikasi Pangan
Salah satu cara untuk membuat ketahanan pangan tercipta adalah dengan menerapkan
konsep diversifikasi pangan. Selama rakyat Indonesia begitu dominan mengkonsumsi beras
sebagai salah satu makanan pokok, maka sepertinya tidak ada salahnya jika masyarakat juga
mengkonsumsi produk makanan lain yang bisa mendampingi makanan beras tersebut. Dalam
artian beras tidak lagi makanan rakyat, dan dampak lebih jauh akan membuat beban
memproduksi beras ditingkat nasioanal akan berkurang. Selama ini memang konsumsi beras
ditingkat nasional begitu tinggi, sehingga pemerintah untuk mengamankan sering
menerapkan kebijakan impor beras, dengan tujuan untuk kebutuhan beras dalam negeri.
Oleh karena itu yang harus dipahami bahwa ketahanan pangan untuk saat ini tidak
lagi identik beras, walaupun pembahasan tentang ketahanan pangan masih tetap
membicarakan tentang beras namun diharapkan dalam kampanye kedepan pembahasan
tentang beras akan terjadi peralihan ke jenis produk lain yang dianggap fleksibel untuk
dikonsumsi oleh masyarakat.
Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan lebih dari
satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan,diversifikasi memiliki dua
makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dandiversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk
diversifikasi tersebut masihberkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan.
Apabila diversifikasi tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok
tanam, makadiversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi
masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.
Menurut Riyadi (2003), diversifikasi pangan merupakan suatu proses pemilihan
pangan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi memiliki beragam
pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Pertimbangan rumah tangga untuk
memilih bahan makanan pokok keluarga didasarkan pada aspek produksi, aspek pengolahan,
dan aspek konsumsi pangan. Penganekaragaman pangan ditujukan tidak hanya untuk
mengurangi ketergantungan akan jenis pangan tertentu, akan tetapi dimaksudkan pula untuk
mencapai keberagaman komposisi gizi sehingga mampu menjamin peningkatan kualitas gizi
masyarakat.
15

Konsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan
pembangunan pertanian di Indonesia karena konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan
diinterprestasikan oleh para pakar. Kasryno, et al (1993) memandang diversifikasi pangan
sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup
aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi.
Tujuan

diversifikasi

konsumsi

pangan

berdasarkan

konsep

pembangunan

berkelanjutan adalah:
1. Mengurangi Ketergantungan Impor Beras
Impor beras dilakukan karena adanya ketergantungan permintaan pangan terhadap
bahan pangan berupa beras. Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapakan akan
membuat pilihan akan bahan pangan menjadi semakin beragam, sehingga dapat
menekan ketergantungan terhadap impor beras.
2. Mencapai Pola Konsumsi Pangan Yang Tepat
Ketahanan pangan menitikberatkan pada aspek alokasi sumberdaya ke arah
penggunaan yang efisien, fleksibel, dan stabil dengan memanfaatkan potensi lokal
yang tersedia. Salah satu prinsip pokok dalam pelaksanaan diversifikasi konsumsi
pangan adalah pemanfaatan atau pengoptimalan potensi lokal, baik berupa potensi
tanaman lokal maupun sumberdaya manusia.
3. Mewujudkan Pola Pangan Harapan
Diversifikasi konsumsi pangan memiliki sasaran untuk memberikan nutrisi atau gizi
yang memadai bagi pola konsumsi rumahtangga, sehingga akan mampu untuk
memenuhi pola konsumsi sehat dan bergizi di masyarakat.
4. Gizi Yang Terjangkau Oleh Semua Tingkat Pendapatan
Pola konsumsi pangan nasional yang selama ini banyak bergantung pada jenis beras
menyebabkan harga beras semakin cepat meningkat. Akibatnya, harga beras semakin
lama menjadi semakin sulit untuk dijangkau oleh semua kelompok pendapatan
rumahtangga. Melalui diversifikasi konsumsi pangan diharapkan akan mampu untuk
mengalokasikan pendapatan memilih jenis komoditi pangan yang relative lebih
terjangkau.

16

2.8 Solusi dalam Memperkuat Ketahanan Pangan
Dalam mewujudkan ketahanan pangan dan stabilitas yang terkendali dalam bidang
pangan ada beberapa solusi yang kiranya dapat diterapkan dan dilakukan oleh
pemerintah. Menurut Iman Sugema (2006) ada empat hal yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah :
1. Pembangunan infrastruktur fisik pertanian dan pedesaan harus ditingkatkan.
Karena infrastruktur irigasi, jalan desa, dan kecamatan selama ini mengalami
kemerosotan.
2. Adopsi bibit unggul yang baru sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.
3. Harus ada reformasi agrarian dengan fokus pemanfaatan lahan tidur dan tidak
produktif.
4. Perlu dilakukan rekayasa ulang kelembagaan pangan. Dengan desebtralisasi,
banyak penyuluh pertanian beralih profesi, sebaliknya jabatan di dinas pertanian
banyak diisi orang-orang dari luar pertanian.
Keempat solusi diatas dapat dianggap realistis dan diterapkan, walaupun pada
dasarnya penyesuaian dengan kondisi di lapangan dimana permasalahan itu ditemukan
menjadi sangat penting. Yang mana berarti tidak semua itu dapat diterapkan namun harus
dilihat juga keadaan yang realistis seperti keadaan geografis, budaya, struktur ekonomi,
politik, teknologi dan lain sebagainya. Pertanian harus dibangun dengan konsep kompetitif
dan bernilai saing. Dan setiap konsep pembangunan pertanian tersebut harus dilihat serta
diperhatikan dengan menempatkan skala prioritasnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Soekartawi bahwa "Dari semua itu, ragam kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia
dapat digolongkan menjadi empat pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Intensifikasi, intensifikasi yang mengandalkan konsep panca-usahatani
2. Pendekatan Ekstensifikasi, memanfaatkan lahan pertanian tidur dan perluasan areal
pertanian baru
3. Pendekatan Diversifikasi, baik diversifikasi tanaman maupun diversifikasi baru
4. Kebijakan Parsial untuk merespon perubahan, seperti kebijakan harga, kebijakan
sarana produksi, perdagangan dan sebagainya

17

2.9 Studi Kasus (Impor Beras)
Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam
yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara
Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia. Indonesia
adalah produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia
terhadap produksi beras dunia sebesar 8,5% atau 51 juta ton. China dan India sebagai
produsen utama beras berkontribusi 54%. Vietnam dan Thailand yang secara tradisional
merupakan negara eksportir beras hanya berkontribusi 5,4% dan 3,9%.
Dalam konteks pertanian umum, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa
sawit, karet, dan coklat produksi Indonesia mulai bergerak menguasai pasar dunia. Namun,
dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Meski menduduki posisi ketiga
sebagai negara penghasil pangan di dunia, hampir setiap tahun Indonesia selalu menghadapi
persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi beras Indonesia yang
begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih
harus mengimpor beras dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand. Salah satu
penyebab utamanya adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan
pada kisaran 230-237 juta jiwa, makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga
sudah jelas kebutuhan beras menjadi sangat besar.
Penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi
154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg,
India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras
Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri dan harus
mengimpornya dari negara lain.

18

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketahanan pangan merupakan basis utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan
nasional yang berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama dari
subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai ketahanan pangan dapat
dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu
difokuskan pada terwujudnya ketahanan pangan Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan
mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat secara
efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan. Mengacu pada permasalahan dan program
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian serta kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi
dan konsumsi), dan keberhasilan swasta dan daerah dalam pengembangan agribisnis dapat
dirumuskan kebijakan strategis pengembangan teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup
aspek pengembangan kualifikasi teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran; relevansi dan
efektivitas teknologi; pemberian otonomi luas kepada daerah; pelibatan swasta/pemilihan
komoditas prospektif berbasis pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja secara luas;
pengembangan program kemitraan berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program
Primatani berbasis industri pengolahan.

3.2 Saran
Dalam upaya mensukseskan program ketahanan pangan pemerintah harus mengoptimalkan dan
menggencarkan program-program yang telah dibuat seperti program diversifikasi pangan, intensifikasi
dan ekstensifikasi pertanian, dan perbaikan-perbaikan kualitas produksi pertanian di Indonesia.
Selain itu, sebagai warga Negara kita harus selalu mendukung dan melaksanakan program-program yang ada
agar ketahanan pangan kita tetap terjaga pada saat ini dan masa yang akan datang, sehingga akan terwujudnya
suatu bangsa yang mandiri dan mewujudkan bangsa yang makmur dan sejahtera.

19

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, Irham. 2013. Ekonomi Politik, Teori dan Realita . Alfabeta, cv. Bandung
Ariani, Mewa. 2006. Diversifikasi Pangan di Indonesia : Antara Harapan dan Kenyataan.
Forum Agro Ekonomi, Jakarta.
Winarno.2007. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT. Bumi Aksara
http://tugasmakalah234.blogspot.co.id/2015/01/makalah-ketahanan-pangan.html
http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/ketahanan-pangan.html
http://www.academia.edu/7437330/MAKALAH_PKN_KETAHANAN_PANGAN__PWK_UNKRIS

20