HUBUNGAN INDONESIA DENGAN INTERNASIONAL. docx

HUBUNGAN INDONESIA DENGAN MALAYSIA
Hubungan antardua negara Indonesia-Malaysia belum berlandaskan solidaritas yang saling
mengerti dan menghargai perasaan nasional masing-masing. Hal ini dibuktikan dengan
adanya serangkaian konflik antara Indonesia-Malaysia selama ini. Semakin hari, seiring
dengan terpuruknya perekonomian Indonesia, Malaysia merasa superior dibandingkan
Indonesia dan rendah dalam memandang Indonesia.
Hubungan tak baik antara Indonesia dan Malaysia sudah dimulai sejak pembentukan
negara Malaysia yang didukung oleh kolonialisme Inggris. Kala itu bergema slogan yang
sangat kuat: Ganyang Malaysia, yang digelorakan Presiden Sukarno, dalam rangka
memobilisasi dukungan masyarakat Indonesia dalam perang melawan Malaysia. Semboyan
ganyang Malaysia, walaupun sudah sangat lama, tetapi tidak lekang karena panas dan tidak
lapuk karena hujan, ia selalu diingat ketika muncul persoalan dengan Malaysia. Ganyang
Malaysia telah berada dibawah sadar sebagian masyarakat Indonesia, dan seketika bisa
muncul jika ada masalah dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Ungkapan “ganyang
Malaysia” telah menjadi bagian dari pembentuk heroik bangsa Indonesia dalam menghadapi
Malaysia. Presiden Soekarno kemudian mengumandangkan Dwikora (Dwi Komando Rakyat)
yang isinya
• Pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia
• Bantu Perjuangan Revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk
menghancurkan Malaysia
Indonesia pun siap mengerahkan segala sumber daya nasional mulai dari militer sampai

kesenian untuk menghancurkan negara boneka imperialis Inggris: Malaysia.
Akan tetapi periode ini sudah berakhir: terjadi perubahan orientasi politik dan
ekonomi di Indonesia sejak Orde Baru berkuasa. Permusuhan dihentikan dan hubungan baik
dijalankan. Keduanya bahkan aktif sebagai penjaga kawasan ekonomi dan politik di Asia
Tenggara dan bergabung dalam ASEAN. Terlebih lagi dari segi kultur dan bahasa memang tak
jauh beda antara Indonesia-Malasia. Walau begitu, selalu saja ada materi konflik yang
dimunculkan dan juga terasa tak tuntas dalam penyelesaiannya. Meski berjiran, hubungan
Indonesia dan Malaysia tak selalu mesra. Sebut saja persoalan tentang perebutan pulau
Sipadan dan Ligitan sejak 1967, masalah TKI dan perebutan wilayah teritorial.
Setelah Soeharto lengser pada Mei 1998, ledakan-ledakan dalam skala lebih besar
kembali mengusik hubungan Indonesia-Malaysia. Persoalan-persoalan yang belum tuntas
pada masa Orba, menjadi pemicu ketegangan. Diawali dengan lepasnya pulau Sipadan dan
Ligitan pada tahun 2002 oleh keputusan Mahkamah Internasional. Hubungan kedua negara
yang diibaratkan dengan abang-adik ini pun kembali memanas. Seperti kita tahu, persoalan
perebutan pulau Sipadan dan Ligitan diserahkan oleh Soeharto kepada Mahkamah
Internasional pada 1997. Belum sembuh dari guncangan atas kehilangan dua pulau di atas,
kembali Malaysia menyulut persoalan dengan mengklaim Ambalat sebagai wilayah teritorial

mereka pada tahun 2005. Negeri Jiran ini mempersilahkan perusahaan minyak Amerika,
Shell untuk melakukan eksplorasi di laut Sulawesi. Padahal, berdasarkan deklarasi Juanda

1957, pulau tersebut milik Indonesia. Deklarasi Juanda sendiri pada tahun 1959 telah
diadopsi oleh PBB ke dalam Konvensi Hukum Laut. Dengan demikian, PBB pun mengakui
kepemilikan Indonesia atas pulau itu. Slogan politik "Ganyang Malaysia" pun kembali
populer.
Isu-isu berkaitan dengan nasionalisme selalu berhasil menaikkan tensi hubungan dua
negara. Hal ini dapat dilihat pada kanyataan bahwa akhir-akhir ini hubungan IndonesiaMalaysia mulai terpicu oleh berbagai kasus lainnya yang lebih pada isu kemanusiaan, seperti
Manohara, TKW (PRT) yang dianiaya majikannya di Malaysia, dan sampai masalah klaim
Malaysia atas hasil seni budaya kita. Tak urung emosi publik pun semakin berkobar
menanggapi rentetatan kasus tersebut, seolah menantang semangat “nasionalisme” rakyat
yang cinta akan bangsanya. Upaya meredakan ketegangan antara Indonesia dan Malaysia
yang sering terjadi pun merupakan hubungan formal yang belum mampu memperkuat dan
memperluas hubungan interpersonal antarmasyarakat kedua negara.

Dalam suatu realitas suatu hubungan, baik hubungan personal maupun interpersonal,
nasional maupun internasional, memiliki beberapa keterkaitan dan ketergantungan satu
sama lainnya. Keterkaitan tersebut memberikan kontribusi yang sangat kuat bagi hubungan
pihak-pihak yang bersangkutan. Namun, ketika kita memahami suatu hubungan antar negara
satu dengan lainnya yang diartikan sebagi hubungan internasional ini, hal-hal yang
mempengaruhi baik dari segi positif maupun negatifnya masih cukup banyak. Entitas
Globalisasi membuat negara-negara menjadi satu dan bergabung membentuk wadah

organisasi yang mana tujuan kedepannya ialah agar dapat tercapainya suatu bentuk
kerjasama regional maupun keamanan bersama.
Masa Orde baru di Indonesia yang dipimpin oleh Presiden RI ke-2 Soeharto,
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap hubungan luar negeri Indonesia saat itu.
Ketika kita memahami Hubungan Indonesia dengan wilayah negara-negara di Asia Tenggara
pada masa orde baru, suatu bentukan organisasi yang dianggap mampu mendapat respon
yang cukup baik bagi politik luar negeri RI dan sebagai rekonstruksi pembangunan di sektor
ekonomi Indonesia, yang kemudian dikenal dengan ASEAN atau Association of South-East
Asian Nations. Dimana wadah organisasi ini dipelopori oleh 5 negara pendiri yakni:
Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
Beberapa kontroversi terus menerpa hubungan Indonesia dengan Malaysia sebelum
pemerintahan orde baru muncul. Seperti yang kita ketahui, pada saat era presiden Soekarno,
politik “Ganyang Malaysia” yang dikeluarkan sebagai senjata untuk memberontak sekaligus
menentang pembentukan persemakmuran Inggris, federasi Malaysia. Malaysia dinilai
sebagai bentuk pengaruh imperialisme barat yang disebarkan oleh Inggris, dan kemudian,

memberikan suatu ide “Konfrontasi” yang bersifat radikal terhadap kebijakan luar negeri
Indonesia yang dikeluarkan presiden Soekarno pada masa Orde Lama.
Hubungan Indonesia Malaysia yang pertama kali dikenal dalam konstelasi politik
regional, diawali dengan konfrontasi Indonesia vs Malaysia. Persamaan rumpun (melayu),

sejarah,letak geografis serta persamaan bahasa yang sama tidak menjadikan Indonesia dan
Malaysia menjalin hubungan yang sangat baik dan berlangsung secara harmonis, bahkan
hubungan Indonesia sangatlah buruk ketika itu. Perbedaan sejarah kolonialisasi
membuat Rezim Soekarno atas ketidakpuasan terbentuknya negara Malaysia pada dekade
tahun 1960an. Penyebarluasan imperialisme barat yang dinilai Soekarno memberikan
pengaruh negatif terhadap kelangsungan negara-negara Asia Tenggara akhirnya membentuk
suatu persepsi dan hubungan yang kurang baik dengan Malaysia.
Pemulihan Hubungan Indonesia-Malaysia atas konfrontasi yang dibuat oleh Soekarno,
diakhiri pada tahun 1967 dan sekaligus menggantikan posisi pemerintahan Soekarno yang
jatuh karena pemberontakan G-30S PKI, kemudian berganti menjadi pemerintahan Soeharto
yang sekaligus merupakan awal mula dari pemerintahan Orde baru ini. mnya dicerminkan
melalui kembalinya Indonesia dalam kea
Akan tetapi, perjalanan hubungan diplomatik antarnegara bertetangga memang tidak
selalu berjalan mulus dan lancar. Utamanya Indonesia belakangan ini gencar disinggung oleh
klaim budaya melalui propaganda pariwisata Malaysia. Kemudian, isu Terorisme yang gencar
dibicarakan. Isu-isu perbatasan wilayah (Sipadan dan Ligitan, Ambalat, Sabah dan Serawak),
penampungan kayu-kayu dan , penyelundupan BBM dan sebagainya sehingga hubungan
kedua negara tersebut sangat kurang harmonis. Malaysia dinilai sebagai bangsa yang sangat
melecehkan Indonesia bahkan menginjak-injak harga diri Indonesia. Dari hal inilah terlihat
bahwa hubungan yang terjalin antara Indonesia-Malaysia tidak berjalan secara harmonis dan

tidak mencerminkan suatu hubungan timbal-balik dalam lingkup geografis yang dapat
menghasilkan kerjasama dari sektor perekenomian maupun militer.
Membaranya Ketidak-sukaan
Hubungan Indonesia-Malaysia memburuk akibat Indonesia menganggap upaya pencaplokan
daerah Kalimantan (Borneo) oleh Malaysia. Hal ini dianggap Indonesia sebagai pelanggaran
terhadap Manilla Accord. Sedangkan menurut Malaysia ini merupakan upaya ikut campur
Indonesia terhadap urusan dalam negeri Malaysia. Hal ini mengakibatkan bangsa Malaysia
geram dan melakukan tindakan tidak hormat terhadap Indonesia. Demonstarn Malaysia
membakar foto Bung Karno di depan PM Tun Abdul Razak. Selain itu, para demonstran juga
meneriakkan propaganda lewat media tentang anti Indonesia.
Kerusuhan meningkat ketike Federasi Malaysia dibentuk pada 16 Sepetember 1963. Kantor
keduataan Inggris di Indonesia dibakar, diwaktu yang sama di Kuala Lumpur, massa
Indonesia ditangkap dan demonstran Malaysia menyerang kedaulatan Indonesia di Kuala

Lumpur. Sedangkan di perbatasan, massa Indonesia berusaha merebut Serawak dan Sabah
berkali-kali namun belum membuahkan hasil.
Tahun 1964, pasukan Indonesia menyerang wilayah semenanjung Malaya (Melaka dan
selatnya). Komando penyerangan ini dinamakan Komando Mandala Siaga (Kolaga). Kolaga
dipimpin oleh Laksamana Udara Omar Dani. Armada ini bersiaga di Bengkayang (Kalimantan
Barat), Riau, dan Kalimantan Timur.

Malaysia kemudian terkena dampak security dilemma. Malaysia dibnatu Inggris
menyerahkan pasukan SAS (Special Air Service). Pasukan dengan tingkat ketahanan perang
ini tentu bukan lawan yang proporsional untuk Indonesia. Pasukan gabungan Inggris dan
Australia ini berhasil emmukul mundur kekuatan komandan siaga Indonesia sehingga kontak
senjata antara Indonesia-Malaysia berkurang (mereda).
Pada awal tahun 1965, ketika PBB memasukkan Malaysia sebagai satu daintara sepuluh
anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia menyatakan keberatan secara diplomatis dan secara
frontal memutuskan keluar dari PBB.
Meskipun berani melakukan langkah frontal, Indonesia ternyata juga terjepit dengan
keaddan dimana tidak ada Negara yang beraliansi. Australia dan Inggris malah membantu
Malaysia mendapatkan kedaulatan yang lebih baik.akhir dari konfrtontasi ini ialah peristiwa
pengepungan 68 hari oleh angakatn bersenajata Malaysia terhadap 5000 warga Negara
Indonesia. Sejak saat itu, tidak ada lagi kontak senjata antara Indonesia-Malaysia.
Hasil survei Lembaga Survei Nasional di 33 Provinsi dari 20-29 Agustus 2009 dengan metode
multi stage random sampling terhadap 2.178 responden dan margin error 2,1 persen dengan
tingkat kepercayaan 95 persen, menyebutkan sebanyak 32 persen masyarakat Indonesia
menginginkan putus hubungan dengan Malaysia. 40 persen mendesak pemerintah bersikap
lebih tegas kepada Malaysia. Hanya 16 persen yang mendesak supaya hubungan dengan
Malaysia ditingkatkan.
Selain itu, hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dengan metode multi stage random

sampling dengan 1,000 responden, sebanyak 67,5 persen publik Indonesia mempersepsikan
hubungan Indonesia selama ini sangat buruk. Sangat baik 21,9 persen, tidak jawab 10,5
persen.
Hasil survei Sydney’s Lowy Institute tahun 2012, yang dilakukan seluruh Indonesia kecuali
Maluku, Papua dan Papua Barat. Usia responden 17 ke atas, negara yang dianggap ancaman
adalah Malaysia (63 persen), Amerika Serikat (19 persen), China, Australia, dan Singapura
12 persen.
Terakhir, hasil survei Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia tahun 2010
bahwa dari 250 mahasiswa, menyebutkan bahwa sebanyak 69 persen menempatkan
Malaysia sebagai ancaman utama Indonesia di era globalisasi

Dari hasil berbagai survei tersebut dapat dikemukakan bahwa tingkat ketidak-sukaan
sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap Malaysia sangat tinggi. Besarnya tingkat
ketidak-sukaan terhadap Malaysia merupakan bom waktu karena pada umumnya yang tidak
suka kepada Malaysia adalah dari kalangan muda Indonesia.
Pemecahan Masalah
Besarnya perasaan tidak suka terhadap Malaysia dan adanya perasaan terancam dari
Malaysia, tidak boleh dianggap sebagai angin lalu dan dibiarkan seperti selama ini.
Menurut saya, diperlukan upaya yang serius dan terus-menerus untuk memecahkan
masalah yang mengancam hubungan kedua negara. Pertama, mencari akar masalah yang

membuat sebagian bangsa Indonesia tidak suka terhadap Malaysia. Akar masalahnya
memang kompleks tetapi harus ada upaya untuk memecahkannya melalui dialog seperti
sengketa budaya harus ada dialog untuk menemukan titik persamaan pandangan antara Pto-P, dan G-to-G supaya masalah ini tidak menjadi bola liar yang merusak hubungan kedua
bangsa. Begitu juga masalah TKI, harus ada upaya untuk mencegah dan mengurangi
perlakuan kurang manusiawi terhadap TKI, misalnya dengan membentuk Lembaga
Monitoring TKI dan Majikan di Malaysia.
Kedua, lakukan pendekatan dengan masyarakat kampus, NGO, budayawan, dan kelompokkelompok kritis terhadap Malaysia melalui berbagai program kegiatan. Maka, sebaiknya
pemerintah Malaysia menyediakan dana yang cukup untuk membiayai kegiatan tersebut.
Untuk menghilangkan kecurigaan, maka para alumni dari Malaysia dapat memainkan peran
yang konstruktif untuk meluruskan persepsi negatif terhadap Malaysia. Selain itu, para
mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Malaysia, dapat dilatih untuk menjadi duta
untuk mengharmoniskan hubungan P-to-P dan P-to-G Malaysia.
Ketiga, pemerintah Malaysia, harus lebih aktif lagi membangun hubungan dengan media di
Indonesia. Lakukan kegiatan yang bisa mendekatkan hubungan harmonis dengan wartawan
seperti coffee morning sebulan sekali untuk membangun komunikasi dan keakraban.
Keempat, pemerintah Malaysia sebaiknya semakin meningkatkan lobby dengan para
pimpinan partai politik dan para anggota parlemen Indonesia khususnya Komisi l DPR RI.
Hubungan yang dibangun tidak hanya formal, tetapi akan lebih baik jika bersifat
kekeluargaan.
Kelima, manfaatkan para alumni dari Malaysia menjadi duta Indonesia-Malaysia untuk

mengurangi dan menghilangkan ketidak-sukaan terhadap Malaysia. Selain itu, partisipasikan
para alumni dari Malaysia dalam investasi Malaysia di Indonesia. Begitu juga dalam
membangun kerjasama dibidang ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya.
PERJANJIAN INDONESIA – MALAYSIA

Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan
adalah garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia
tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between
Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia relating to the
delimitation of the continental shelves between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969
dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun
1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat
Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara
Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor
Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia

maka jarak antara karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau
Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih dalam proses
perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki perundingan batas
laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak
Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu
menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen. Sementara
pada segmen. Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukarmenukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.

HUBUNGAN INDONSIA DENGAN SINGAPURA
Hubungan Bilateral Indonesia Singapura telah menunjukkan peningkatan di berbagai bidang
kerjasama terutama hubungan kerjasama politik, hubungan kerjasama ekonomi dan
hubungan kerjasama sosial budaya. Selain itu kunjungan antara sesama pejabat Pemerintah
maupun swasta di kedua negara telah memberikan kontribusi yang besar bagi
pengembangan hubungan kerjasama dan peningkatan investasi di kedua negara.
Hubungan diplomatik Indonesia- Singapura dilakukan secara resmi pada bulan September
1967, yang dilanjutkan dengan pembukaan kedutaan besar masing-masing negara. Secara
politik, pada dasarnya hubungan Indonesia–Singapura mengalami fluktuasi didasarkan isu
permasalahan menyangkut kepentingan nasional masing-masing negara, namun demikian

kedua negara memiliki fondasi dasar yang kuat untuk memperkuat dan meningkatkan
hubungan kedua negara yang lebih konstruktif, pragmatis dan strategis. Penandatanganan
Perjanjian Ekstradisi dan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan antara kedua negara di Bali
tanggal 27 April 2007 salah satu koridor hukum bagi palaksanaan dan peningkatan
hubungan bilateral kedua negara, meskipun masih diperlukan pendekatan-pendekatan pada
teknis pelaksanaannya.
Di bidang ekonomi, Singapura dengan luas negara 682.7 km2 dan populasi penduduk
sekitar 4.657.542 jiwa telah tumbuh menjadi negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang
besar, karena menjadi perlintasan transaksi jasa ekonomi di dunia. Oleh karena itu
peningkatan hubungan kerjasama antara Singapura dan Indonesia sebagai bagian dari
upaya pendekatan good neighbour policy merupakan peluang kerjasama yang saling
mengungtungkan.
Dalam hubungan kerjasama ekonomi, Indonesia dan Singapura saling melengkapi dan
memiliki tingkat komplementaritas yang tinggi. Indonesia memilki sumberdaya alam dan
sumber daya manusia yang besar sedangkan Singapura memiliki kemampuan pengetahuan
dan tehnologi tinggi, jaringan ekonomi serta sumber daya keuangan yang besar. Kondisi ini
menjadikan Indonesia dan Singapura saling membutuhkan dan saling melengkapi satu
sama lain. Selain itu, di bidang sosial budaya, kedua negara juga telah mendorong usaha-

usaha untuk meningkatkan kerjasama pendidikan, kebudayaan, pariwisata serta
hubungan people to people contact.
Kerangka hubungan kerjasama Indonesia dan Singapura tersebut di atas, telah menjadi
landasan dasar bagi pengembangan hubungan bilateral Indonesia-Singapura yang lebih
mengikat, salah satunya melalui kunjungan antara Kepala Negara/Kepala Pemerintahan
kedua negara yang menghasilkan kespakatan-kesepakatan susbtansial untuk meningkatkan
dan mengambangakan hubungan kerjasama bilateral kedua negara.
Dalam kunjungan Presiden RI ke Singapura pada tanggal 12 November 2009, Presiden RI
telah melakukan pertemuan bilateral dengan PM Lee Hsien Loong, kunjungan kehormatan
kapada Presiden Singapura, S.R. Nathan dan Minister Mentor Singapura, Lee Kuan Yew.
Dalam pertemuan Bilateral dengan Presiden RI tersebut, PM Singapura menyampaikan
beberapa pandangan antara lain :
1. Perlunya penyelenggaraan retreat para menteri kedua negara, untuk mereview
hubungan yang selama ini telah terjalin dengan baik, sehingga kedua negara dapat
melakukan stock takingatas berbagai capaian kerjasama, dan sekaligus
memproyeksikan langkah-langkah yang perlu dilakukan;
2.
Kerjasama kedua negara dalam konteks Joint Steering Committee (JSC) dan Joint
Working Group (JWG) on Economic Cooperation in the Islands of Batam, Bintan dan Karimun
telah meraih kemajuan terlepas dari sejumlah masalah yang harus diselesaikan.
3.
Masih ada kesalahpahaman yang sering terjadi dalam upaya pengembangan
hubungan kedua negara;
4.
Komitmen mendorong peningkatan investasi Singapura di Indonesia yang dapat
membantu pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja di
Indonesia.
5.
Perlunya ASEAN untuk terus menjadi driving force dalam pengembangan kerjasama
kawasan. Raihan kerjasama antara ASEAN dengan negara-negara mitra wicara, seperti
dalam kerangka ASEAN-AS dan ASEAN+3 mencerminkan sikap ASEAN yang selalu terbuka
untuk bekerjasama dengan negara-negara di luar kawasan serta menekankan ASEAN
menjadi center dalam setiap kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara.
Menanggapi hal tersebut, Presiden RI menyampaikan beberapa hal antara lain :
1.
Menyambut gembira hubungan bilateral Indonesia dan Singapura yang telah
berkembang dengan kokoh. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya untuk terus
meningkatkan hubungan persahabatan antara Indonesia dan Singapura. Permasalahan yang
terjadi antara Indonesia dan Singapura merupakan bagian dari proses yang selalu terjadi di
antara kedua negara. Berbagai permasalahan pending yang ada tidak akan pernah
melunturkan semangat untuk terus melakukan upaya-upaya peningkatan hubungan kedua
negara di barbagai bidang.

2.
Menyambut baik gagasan pelaksanaan retreat bilateral yang akan dilakukan pada
waktu 6 (enam) bulan mendatang. Melalui retreat ini akan dilakukan stock taking,
khususnya guna mereview kerjasama yang dilakukan selama ini.
3.
Dalam kerangka ASEAN, ASEAN+3 telah mencapai kemajuan-kemajuan yang berarti
dan ASEAN perlu mengembangkan kerjasama dengan negara lain termasuk dengan India
dan negara penting lainnya.
4.
Dalam kaitan dalam negeri, proses reformasi masih berlangsung di Indonesia.
Indonesia masih membutuhkan waktu untuk merekonstruksi berbagai macam aspek terkait
dengan upaya pembangunan nasional Indonesia serta perubahan perilaku dalam
melaksanakan hal tersebut.
5.
Indonesia mengundang partisispasi sektor swasta Singapura untuk mendukung
pembangunan nasional Indonesia. Indonesia telah berhasil meminimalisir dampak dari
krisis keuangan global terhadap perekonomian negara.
Selain hal tersebut, kedua negara juga sepakat untuk bersama-sama mensukseskan
pertemuan PBB tentang perubahan iklim yang akan berlangsung di Copenhagen, Denmark.
Kedua negara berharap ada suatu mekanisme kerjasama yang efektif untuk mensukseskan
pertemuan PBB tentang perubahan iklim di Copenhagen, Denmark bulan Desember
mendatang.
Komitmen-komitmen tersebut akan menjadi landasan kerjasama untuk dapat dilaksanakan
pada tingkat yang lebih teknis dalam kerangka mencapai sasaran dan tujuan kerjasama
bilateral Indonesia dan Singapura. Mekanisme retreat bilateral Indonesia-Singapura yang
akan dilakukan enam bulan mendatang akan menjadi media evaluasi terhadap posisi
kerjasama Indonesia-Singapura dan merumuskan target kemajuan yang hendak dicapai
secara bersama-sama.
Berkenaan dengan hal tersebut, kiranya Departemen/ instansi di Indonesia yang terkait
dengan kerjasama Indonesia-Singapura melakukan langkah-langkah koordinasi yang lebih
intensif untuk dapat menyiapkan dan merumuskan evaluasi komprehensif kerjasama
Indonesia-Singapura dan merumuskan posisi dasar kerjasama Indonesia-Singapura pada
isu-isu aktual yang menjadi pokok perhatian kedua negara. Sehingga
mekanisme retreat bilateral Indonesia-Singapura enam bulan mendatang akan memenuhi
target dan tujuan sesuai dengan keinginan untuk meningkatkan hubungan kerjasama
bilateral kedua negara yang saling menguntungkan.

PERJANJIAN INDONESIA – SINGAPURA

Perjanjian Batas Laut Indonesia Dengan Singapura
Batas laut antara Indonesia dengan Singapuran yang selama ini diperdebatkan kedua negara
telah terselesaikan. Perdebatan kedua negara terselesaikan setelah diadakan perjanjian
bilateral antara kedua belah pihak.Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan Menteri Luar
Negeri Singapura George Yoe di Jakarta, Selasa (10/3/2009), menandatangani naskah
perjanjian tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di bagian barat Selat
Singapura. perjanjian tersebut tercapai dari delapan putaran perundingan yang telah
dilakukan oleh kedua negara sejak 2005. Batas laut wilayah yang disepakati dalam perjanjian
tersebut adalah kelanjutan dari garis batas laut wilayah yang telah disepakati sebelumnya
pada perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis
Batas Laut Wilayah yang ditandatangani pada tanggal 25 Mei 1973.
Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan hukum
internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi Hukum Laut
(Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua Negara adalah Pihak pada Konvensi. Dalam
menentukan garis batas laut wilayah ini, Indonesia menggunakan referensi titik dasar
(basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia (archipelagic
baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar. Garis pangkal ini adalah garis
negara pangkal kepulauan yang dicantumkan dalam UU 4/Prp/1960 tentang Perairan
Indonesia dan diperbaharui dengan PP 38/2002 dan PP 37/2008.
Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat ini akan mempermudah bagi aparat
keamanan dan pelaksana keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura karena
terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan ke dua negara. Tim Teknis
Perunding batas maritim Indonesia terdiri atas unsur departemen dan instansi lintas sektoral
yaitu Deplu, Dephan, Dephub, DKP, Dep ESDM, Mabes TNI, Bakosurtanal, Mabes TNI-AL dan
Dinas Hidro-oseanographi AL. Tim juga memperoleh masukan dari Tim Pakar yang terdiri
dari para pakar dan akademisi.
Dengan selesainya perjanjian batas laut wilayah pada segmen barat (Tuas - P. Nipa) ini, maka
masih terdapat segmen timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan. Segmen timur 1
adalah di wilayah Batam - Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah sekitar Bintan-South
Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil negosiasi lebih lanjut antara
Singapura - Malaysia pasca keputusan ICJ. Selain itu, bangsa Indonesia dapat mengambil
pelajaran untuk menyelesaikan masalah-masalah perbatasan yang belum terselesaikan.
Jangan sampai Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar dalam menyelesaikan
masalah perbatasan wilayah Indonesia. Sehingga, Bangsa Indonesia berhasil
mempertahankan wilayah perbatasan Indonesia yang menjadi hak beserta kedaulatan
Bangsa Indonesia.

HUBUNGAN INDONEISA DENGAN THAILAND
Pemerintah Indonesia dan Thailand sepakat meningkatkan kerja sama di bidang pertanian,
terutama alih teknologi informasi dan teknologi, perdagangan, pelatihan, teknik dan
penelitian dalam bidang pertanian. Kesepakatan itu dituangkan dalam MoU yang
ditandatangi oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan Koperasi
Thailand, Khunying Sudarat Keyuprahan, Jumat siang. Penandatangan yang dilakukan di
Ruang Purple di Thai Koo Fah Building (gedung pemerintahan Thailand) di Bangkok,
disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Thailand Thaksin Shinawatra.
Menurut informasi Departemen Pertanian, bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan
menurut isi nota kesepahaman itu antara lain menyangkut promosi perdagangan komoditi
pertanian; pengelolaan dan perlindungan keragaman hayati pertanian; pengembangan dan
penyuluhan pertanian; kerja sama teknik dan peningkatan SDM; serta pengelolaan dan
perlindungan lahan-lahan pertanian dan air. Untuk mendukung pencapaian kerja sama,
kedua pihak sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Pertanian Bersama (JAWG), yang
diketuai oleh seorang pejabat tinggi dari masing-masing negara.
Tugas utama JAWG itu adalah menyampaikan masukan mengenai pengembangan dan
perbaikan kerjasama, memonitor dan mengevaluasi seluruh kegiatan, serta membuat
rekomendasi penanganan permasalahan yang timbul dari pelaksanaan MoU tersebut. MoU
yang ditandantangani menteri pertanian Indonesia dan Thailand itu merupakan tindak lanjut
dari kesepakatan yang dibuat oleh kedua negara dalam bidang kerjasama ekonomi dan
teknik (Agreement on Economic and Technical Cooperation) yang ditandatangani pada 18
Januari 1992 di Bangkok.
MoU juga merupakan tindak lanjut dari kesepakatan bidang pertanian (Agreement on
Agricultural Cooperation) yang ditandatangani dan diamandemen di Jakarta pada 22
Februari 1984 dan 23 April 1996. Sebelumnya pada Jumat pagi Presiden Yudhoyono dan PM

Thaksin melakukan pertemuan empat mata, yang dilanjutkan dengan pertemuan bilateral.
Delegasi yang dipimpin Presiden dalam pertemuan bilateral itu antara lain terdiri dari Menko
Perekonomian Boediono, Menlu Hassan Wirajuda, Menteri Pertanian Anton Apriyantono,
Menneg BUMN Soegiharto, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Ketua Umum Kadin M.S.
Hidayat, anggota DPR Ade Nasution dan Tristanti Mitayani, anggota DPD Edwin Kawilarang,
serta Dirjen Asia Pasifik dan Afrik-Deplu, Herijanto Soeprapto. Khusus untuk kerjasama di
kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, Presiden mengatakan Indonesia bisa mendapatkan
nilai tambah dari keberadaan kawasan khusus tersebut karena luas wilayah Singapura tak
akan bertambah dengan industrinya semakin maju.
Karena itu, kawasan sekitar Singapura seperti Batam, Bintan, dan Karimun, dapat meraih
keuntungan dari kondisi tersebut. Presiden mengatakan kerjasama erat dengan Singapura
juga diharapkan meningkat dalam bidang pariwisata dan transportasi udara, khususnya
menjelang kebijakan ASEAN Open Sky pada 2015. Sementara dalam bidang tenaga kerja,
Indonesia berharap agar tenaga kerja terampil atau kaum profesional semakin mendapatkan
tempat dalam pasar tenaga kerja Singapura. Untuk bidang agribisnis, Presiden menjelaskan,
Indonesia sampai saat ini masih sedikit berkontribusi dalam konsumsi sayur mayur dan
buah-buahan Singapura. Sebelum 2014, Kepala Negara mengatakan, Indonesia menargetkan
menguasai hingga 30 persen pasar sayur mayur dan buah-buahan Singapura. Di luar
kelompok kerja bidang ekonomi, Indonesia dan Singapura membentuk satu kelompok kerja
lagi untuk koordinasi kerjasama ancaman terorisme di kawasan. “Working Group masalah
`combating terorism` ini sudah berjalan dan kita ingin lebih efektif lagi dilakukan,” ujar
Presiden. Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan PM Lee Hsien Loong dilakukan dalam
suasana santai yang lepas dari suasana kaku keprotokoleran.
Sebelum melakukan pembicaraan bilateral, kedua pemimpin makan siang bersama di
sebuah restoran di tengah Botanic Garden yang rimbun. Presiden menegaskan posisi penting
Singapura sebagai mitra ekonomi yang kuat dalam bidang investasi dan perdagangan.
Namun selain membahas masalah kerjasama ekonomi dan terorisme, kedua pemimpin tidak
membicarakan masalah lain seperti perjanjian ekstradisi dalam pertemuan tersebut. Volume
perdagangan Indonesia-Singapura pada 2009 mencapai 25 miliar dolar AS, tertinggi keempat
setelah Amerika Serikat, Jepang, dan China. Sedangkan investasi Singapura di Indonesia pada
2009 mencapai 4,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp4,3 triliun.

PERJANJIAN INDONESIA – THAILAND
Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the
Kingdom of Thailand On Economic and Technical Cooperation. (Persetujuan Antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Mengenai Kerjasama Ekonomi dan Teknik).
Ditandatangani di Bangkok 18 Januari 1992

Diratifikasi melalui Keppres No.19 tanggal 25 Maret 1992 LN No.30.
Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the
Kingdom of Thailand Relating to the Delimitation of the Sea-Bed Boundary Between the Two
Countries in the Andaman Sea. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara Kedua Negara Di Laut
Andaman).
Ditandatangani di Jakarta , 11 Desember 1975.
Diratifikasi melalui Keppres No.1 tanggal 31 Januari 1977 LN No.3.
Record of Discussion the First Official Meeting at Technical Level on the Delimitation of Exclusive
Economic Zone (EEZ) Boundary Between Indonesia-Thailand, Jakarta, 13-15 August 2003. (Catatan
Hasil Perbincangan pada Pertemuan Pertama Pejabat di Tingkat Teknis Mengenai Penentuan BatasBatas Zona Ekonomi Eksklusif Antara Indonesia-Thailand, Jakarta, 13-15 Agustus
2003). Ditandatangani di Jakarta, 15 Agustus 2003

HUBUNGAN INDONESIA DENGAN PHILIPINA