PENYEBAB MASALAH TKI DI MALAYSIA (1)

PENYEBAB MASALAH TKI DI MALAYSIA
NAMA : MAULIDYA RISNE ANDINI
NIM : 20170510189
TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU POLITIK

1. Pendahuluan
Terjadi arus pergerakan tenaga kerja ke Malaysia. Mengingat negari tetangga
ini mempunyai rumpun budaya dan adat istiadat yang sama sehingga setiap tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang hijrah ke Malaysia tidak perlu belajar lebih lama dalam
bidang budaya dan bahasa.
Melalui

pelbagai

forum,

Indonesia-Malaysia

terus

berusaha


bagi

mempereratkan lagi hubungan dua hala. Salah satu forum penting yang telah
diadakan oleh dua-dua negara ialah Annual Consultation (rundingan tahunan)
yang menghasilkan beberapa Joint Statement (kenyataan bersama). (Maksum,
2010)
Menurut data Imigrasi Malaysia ada dua juta TKI di Malaysia yang terdiri
atas 1,2 juta TKI legal dan 800.000 ilegal telah bermukim Di Malaysia sampai
dengan tahun 2007-2008. Migrasi tenaga kerja dari Indonesia ke Malaysia
khususnya mengisi bidang pekerjaan yang, sebenarnya oleh pemerintah Indonesia
memiliki potensi permasalahan yang mengganggu hubungan diplomatik dengan
Malaysia.

2. Diskusi
Pada sisi Indonesia diterimnya tenaga kerja asal Indonesia di Malaysia
merupakan lapangan perkerjaan bagi banyak warga negara Indonesia sebab
pemerintah Indonesia tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang
memadai bagi rakyatnya.


Sedang bagi Malaysia kedatangan para buruh migran ke negaranya
menguntungkan pada dua hal. Ketersediaan tenaga kerja kasar dan bisa dibayar
dengan harga yang lebih murah, seperti di sektor perkebunan, kontruksi, jasa
pembantu rumah tangga dan manufaktur. Artinya, roda ekonomi kedua negara
juga terbantu dengan kerja sama ini.
Para TKI yang datang ke Malaysia pada kenyataannya harus melalui proses
yang resmi atau legal. Untuk mengurus izin atau permit setiap buruh migran legal
harus membayar sekitar RM 1.800 untuk izin kerja. Itu berarti bahwa dari gaji
rerata sebesar RM 13-20, sebenarnya setiap buruh migrant mengembalikan RM 5
di antaranya ke pemerintah Malaysia.
Sedangkan yang mengalir ke anggaran pemerintah Indonesia secara pasti sulit
dihitung. Tapi, Wahyudi Kumorotomo, seorang pengajar FISIP UGM, tahun 2007
menyampaikan dalam makalahnya bahwa ketika Indonesia masih menghadapi
krisis pada periode antara 1999-2001, misalnya, tercatat bahwa remittance dari
buruh migran ke tanah air mencapai Rp 28,29 triliun. Secara lebih jauh dapat
disimpulkan bahwa buruh migrant legal juga membayar kewajibannya kepada
kedua negara secara mahal.
Sayangnya, baik pemerintah Indonesia dan Malaysia kurang menghargai jasa
dan kontribusi mereka. Status buruh migrant atau para TKI masih dianggap
rendah, atau bahkan secara ekstrim dikatakan sebagai budak (Slaver\/Maid).

Hal ini bisa dilihat dari berbagai perlakuan yang diterima dari kedua negara.
Pemerintah Indonesia hanya mau menerima devisa yang dihasilkan para buruh
migrant tanpa mau mengelola secara profesional dan bertanggung jawab. Di sisi
lain, pemerintah Malaysia menganggap bahwa pemerintah Indonesia yang harus
bertanggung jawab karena dengan diterimanya TKI bekerja di negaranya ini
sangat menguntungkan bagi perekonomian Indonesia.
Berbagai permasalahan seputar TKI Di Malaysia pada akhirnya muncul ke
permukaan. Muhammad Iqbal (dalam tulisanya sebuah harian terbit di Jawa
Timur) mengatakan bahwa tahun 2009 merupakan tahun duka bagi TKI di
Malaysia. Sebagai contoh kasus terakhir adalah penganiayaan Siti Hajar oleh
majikan dan kematian Muntik Hani akibat disiksa majikannya di Malaysia
beberapa bulan lalu.

Sebenarnya permasalahan TKI di Malaysia ibarat fenomena gunung es yang
kalau dibiarkan lama akan menyebabkan kerugian sosial bagi kedua negara.
Dalam setahun KBRI Kuala Lumpur harus menampung sekitar 1.000 kasus TKI
yang lari dari majikan dan sekitar 600 kasus kematian TKI di Malaysia. Itu belum
termasuk data di empat Konsulat Jenderal RI di Penang, Johor Bahru, Kota
Kinabalu, dan Kuching yang diperkirakan hampir sama dengan data kasus di
KBRI Kuala Lumpur.

Pihak yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas problematika TKI di
Malaysia pada khususnya dan di luar negeri pada khususnya adalah pemerintah
Indonesia. Kenapa demikian, karena pemerintah Indonesia adalah pihak yang
mengirimkan tenaga kerja. Sudah selayaknya pihak ini mengelolanya dengan
profesional.
Apabila dikelola dengan baik sebenarnya juga memberikan manfaat yang
besar bagi negara. Kalau ditinjau lebih dalam di tubuh pemerintah Indonesia ada
dua hal yang menjadi permasalahan utama. Pertama, pemerintah Indonesia gagal
mendidik buruh migrant yang kompetitif dan memiliki skill yang memadai dan
yang kedua birokrasi pemerintah Indonesia terlalu banyak korupsi yang
menyebabkan terdistorsinya kebijakan.
SDM yang tidak memadai dan skill yang kurang justru menyebabkan
permasalahan ketika para TKI sudah sampai di tempat tujuan. Mayoritas, pekerja
kasar yang datang untuk bekerja kasar memiliki latar belakang pendidikan yang
kurang memadai. Sebagai contoh biasanya hanya lulusan sekolah menengah
pertama dan sangat sedikit yang lulus sekolah menengah atas atau bahkan
perguruan tinggi. Sehingga, skill yang dimiliki juga rendah apabila dibandingkan
dengan tenaga kerja yang berasal dari Filipina atau India.
Tidak hanya skill yang rendah. Tetapi, juga menyebabkan intelektualitas yang
rendah. Maka terjadi kesulitan apabila menghadapi masalah atau berfikir secara

jernih. Dengan kata lain mudah sekali tertipu. Baik oleh para majikan, agent
tenaga kerja, atau pun oknum pemerintah.
Penderitaan para buruh migrant sebenarnya berlanjut secara terus menerus.
Tidak hanya karena kompetensi dan pemerintah yang tidak bertanggung jawab.
Terlebih dari itu oknum pemerintah terutama yang berhubungan dengan berbagai

urusan tenaga kerja seperti imigrasi dan departemen tenaga kerja sering memeras
para buruh migrant. Sebagai contoh ketika para buruh migrant ini kembali dari
Malaysia ke Indonesia. Mereka selalu dipisahkan dengan penumpang biasa baik
tourist, pelancong, atau pun pelajar. Tujuanya adalah untuk memudahkan
mengorganisir dalam memanfaatkan keluguan mereka untuk diperas.
Para oknum ini berupaya mencari setiap kesalahan. Atau bahkan
mengada-ngada setiap kesalahan dengan ujungnya adalah meminta uang dari para
TKI. Hal seperti ini bisa ditemui di berbagai pintu kedatangan atau keberangkatan
internasional. Khusunya yang membuka line penerbangan ke berbagai kota Di
Malaysia.
Ironis dan lengkap sudah penderitaan para buruh migrant ini. Di tempat kerja
mereka terkadang membanting tulang tanpa mengenal lelah dengan durasi masa
kerja hampir 18 jam sehari. Sedangkan, di Indonesia pemegang kebijakan justru
tidak bertanggung jawab. Dan, bahkan ada sebagian oknum yang menjadikan sapi

perahan.
Akhirnya,

pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat

bekerja

sama

menempatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia melalui sistem satu
chanel. Sistem satu channel dilaksanakan berdasarkan sistem yang terkoneksi
antara kedua negara. Dalam channel tersebut informasi pasar kerja saling
dipertukarkan, terutama mengenai data lowongan kerja dan profile calon TKI
yang akan mendatangkan banyak manfaat bagi TKI.
Pertama, informasi lowongan kerja disahkan otoritas ketenagakerjaan kedua
negara, sehingga calon TKI akan terhindar dari penipuan calo yang tidak
bertanggungjawab.
Kedua, pemberi kerja di Malaysia tidak akan bisa mempekerjakan TKI secara
ilegal. Nantinya, TKI hanya bisa dipekerjakan melalui sistem satu chanel tersebut.


3. Kesimpulan
Permasalahan TKI mengakar pada dua hal. Sumber daya manusia (SDM)
buruh migran yang tidak memadai khusunya dalam latar belakang pendidikan dan

birokrasi pemerintah Indonesia yang dianggap buruk. Sebagai solusi atas
hubungan bilateral terkait TKI, pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat
bekerja sama menempatkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia melalui
sistem satu chanel. Sistem satu channel dilaksanakan berdasarkan sistem yang
terkoneksi antara kedua negara.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/4091143/Hubungan_Indonesia_Malaysia_
Selepas_Era_Suharto_1998-2008_
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/09/24/indonesia-malaysia-t
anda-tangani-kerjasama-baru-terkait-tki
https://news.detik.com/berita/1903928/kasus-tki-indonesia-harus-eval
uasi-hubungan-diplomatik-dengan-malaysia
https://news.detik.com/opini/1283590/akar-permasalahan-tenaga-kerj
a-indonesia-di-malaysia

http://www.tribunnews.com/nasional/2016/09/24/indonesia-malaysia-t
anda-tangani-kerjasama-baru-terkait-tki?page= all