ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT HIV AID (1)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PENYAKIT HIV/AIDS
KELOMPOK 4
SULKIFARMAN
SARMILA SYARIF
NUR RAHMAYANTI S
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN { STIKES}
ST.FATIMAH MAMUJU TAHUN AJARAN
2016/2017
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
A. PENGERTIAN HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi
virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik
dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala
penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency
Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006)
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan
kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
B. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan
HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan
AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.
Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.
Orang yang ketagian obat intravena
3.
Partner seks dari penderita AIDS
4.
Penerima darah atau produk darah (transfusi).
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam
hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel
virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Selsel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan
sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel
virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20
bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS
yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada
yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
D. GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita HIV/ AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik
(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan
kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher,
2.
radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
3.
darah akan diperoleh hasil positif.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium untuk HIV/AIDS dibagi atas tiga kelompok :
1. Pembuktian adanya antibodi (Ab) atau antigen (Ag) HIV.
HIV terdiri dari selubung , kapsid dan inti.Masing- masing terdiri dari protein
yang bersifat sebagai antigen dan menimbulkan pembentukan antibodi dalam
tubuh yang terinfeksi. Jenis antibody yang penting untuk diagnostik diantaranya
adalah antibody gp41, gp140, dan p24.
Teknik pemeriksaan adalah sebagai berikut.
a. Tes untuk menguji Ab HIV. terdapat berbagai macam cara yaitu ELISA,
Western Blot, RIPA dan IFA
b. Tes untuk menguji antigen HIV dapat dengan cara pembiakan virus, antigen
P24 dan PCR
2. Pemeriksaan status imunitas
Pada pasien AIDS dapat ditemui anemia leukopenia/limfopenia,
trombositopenia dan displasia sumsum tulang normo atau hiperselular. Test kulit
DHT (Delayed Type Hypersensitiviti) untuk tuberkulin dan kandida yang hasilnya
negatif atau energi menunjukan kegagalan imunitas selular. Dapat terjadi
poliklonal hypergamma globulinemiayang menunjukan adanya rangsangan
nonspesifik terhadap sel B untuk membentuk imunitas humoral.
3. Pemeriksaan terhadap infeksi oportunistik dan keganasan
Infeksi oportunistik atau kanker sekunder yang ada pada pasien AIDS diperiksa
sesuai dengan metoda diagnostik penyakitnya masing-masing. Misalnya
pemeriksaan makroskopik untuk kandidiasis, PCP,TBC Paru dll. Adapun
pemeriksaan peunjang lain seperti aboraturium rutin, serologis, radiologis, USG,
CTScan, bronkoskopi, pembiakan, histopatologis dll.
F. PENATALAKSANAAN HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan / rehabilitasi dan
edukasi.
1.
Pengobatan
Pengobatan pada pengidapan HIV/AIDS ditujukan terhadap :
a. Virus HIV
b. Infeksi oportunistik
c. Kanker sekunder
d. Status kekebalan tubuh
e. Simtomatis dan suportif
2. Obat Retrovirus
Yang biasa dipakai secara luas adalah :
a. Zidovudine (AZT) berfungsi sebagai terapi pertama anti retrovirus.
Pemakaian obat ini dapat menguntungkan diantaranya yaitu Dapat
memperpanjang masa hidup (1-2 tahun), mengurangi frekuensi dan berat
infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit, memperbaiki kualitas
hidup pasien, mengurangi resiko penularan perinatal, mengurangi kadar Ag
p24 dalam serum dan cairan spinal. Efek samping zidovudine adalah: sakit
kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique, agitasi, insomnia,
muntah dan rasa tidak enak diperut. Setelah pemakaian jangka panjang
dapat timbul miopati. Dosis yang sekarang dipakai 200mg po tid, dan dosis
diturunkan menjadi 100mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.
b. Didanosine ( ddl ), Videx.
Merupakan terapi kedua untuk yang terapi intoleransi terhadap AZT, atau
bisa sebagai kombinasi dengan AZT bila ternyata ada kemungkinan respon
terhadap AZT menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik respon terhadap
AZT menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik pada ARC dan
asimtomatik hasilnya lebih baik daripada AZT. Efek samping: neuropati
perifer, pankreatitis (7%), nausea, diare.
Dosis: 200mg po bid ( untuk BB >60kg), 125mg po bid (untuk BB < 60kg)
Mulanya hanya dipakai untuk kombinasi denganAZT. Secara invitro
merupakan obat yang paling kuat, tapi efek samping terjadinya neuropati ( 1731%) dan pankreatitis. Dosis : 0,75mg po tid.
3. Obat-obat untuk infeksi oportunistik
a. Pemberian profiklaktik untuk PCP dimulai bila cCD4 , 250 mm/mm 3. Dengan
kotrimokzasol dua kali/minggu. Dosis 2 tablet, atau dengan aerosol
pentamidine 300mg, dan dapsone atau fansidar.
b. Prokfilaksis untuk TBC dimulai bila PDD>=5mm, dan pasien anergik. Dipakai
INH 300mg po qd dengan vit.b6, atau rifampisin 600mg po qd bila intolerans
INH.
c. Profilaksis untuk MAI (mycobacterium avium intracelulare), bila CD4 ,
200/mm3, dengan frukanazol po q minggu, bila pernah menderita oral
kandidiasis, sebelumnya.
d. Belum direkomendasikan untuk profilaksis kandidiasis, karena cepat timbul
resistensi obat disamping biaya juga mahal.
4 Obat untuk kanker sekunder
Pada dasarnya sama dengan penanganan pada pasien non HIV. Untuk
Sakorma Kaposi, KS soliter:radiasi, dan untuk KS multipel:kemoterapi. Untuk
limfoma maligna: sesuai dengan penanganan limfoma paa pasien non HIV.
5 Immune restoring agents
Obat-obat ini diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, menambah
jumlah limfosit, sehingga dapat memperbaiki status kekebalan pasien. Bisa
dengan memakai:
a. Interferon alpha
b. ekstrak kelenjar thymus
c. Interferron gamma
d. Loprinosin
e. Interleukin 2
f. Levamisol
g. Mengganti sel limfosit dengan cara: transfusi limfosit, transplantasi timus dan
transplantasi sumsum tulang.
6. Pengobatan simtomatik supportif
Obat-obatan simtomatis dan terapi suportif sring harus diberikan pada
seseorang yang telah menderita ADIS, antara lain yang sering yaitu: analgetik,
tranquiller minor, vitamin, dan transfusi darah.
7.
Rehabilitasi
Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau
orang terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk :
a. Memberikan dukungan mental-psikologis
b. Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi
menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
c. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.
d. Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan
dengan penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah
pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.
8. Edukasi
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan
keluarganya tentang bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan
diskriminasi masyaratak sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman
dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat,
mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan, antara
lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Pengkajian data dasar
2.
Riwayat atau adanya perilaku risiko tinggi
a. Pasangan seksual multiple ( berganti-ganti pasangan )
b. Laki-laki dengan homoseksual atau biseksual
c. Penyalahgunaan obat terlarang
d. Hemophilia ( penerima factor pembekuan sebelum 1985 )
3. Penimpangan KDM
HIV masuk ke dalam
tubuh manusia
Menginfeksi sel yang
mempunyai molekul CD4
Mengikat molekul
CD4
Imunitas tubuh menurun
Sel limfosit T hancur
Memiliki sel target dan
memproduksi virus
Infeksi opurtinistik
Sistem pernafasan
Peradangan
pada jaringan
paru
Infeksi opurtinistik
Sesak,
demam
Batuk tidak
Efektif
Gangguan
pertukaran
gas
Sistem pencernaan
Infeksi jamur
Peradangan
mulut
Sistem intagumen
paristaltik
Diare kronis
Cairan output
Sulit menelan,
mual, bibir kering,
intake kurang
Mk: gangguan
pemenuhan
nutrisi
Sistem neurologis
Timbul lesi /
bercak putih
Gatal, nyeri
bersisik
Turgor kulit
Mk:
kekurangan
vol. cairan
Mk: gangguan
rasa nyaman
Gangguan eliminasi
BAB, diare
Peningkatan
suhu,
kehilangan
kesadaran
Kejang,nyeri
kepala
Mk:
perubahan
proses pikir
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik dasar pada survey umum (Apendiks F) dan pemeriksaan
laboratorium dapat menunjukan :
a. ARC ( ditandai tig agejala di bawah ini )
1) Limpadenopati
2) Candidiasis mulut
3) Jumlah sel CD, 500/mm3 ataukurang
4) Demam intermiten dengan banyak keringat pada malam hari ( sering
merupakan gejala awal )
5) Diare menetap ( terus menerus )
6) Anoreksia ( tidak nafsu makan )
7) Kelelahan terusmenerus
8) Mudah memar dan berdarah ( indikasi idiopatik trombositopenia purpura )
9) Penurunan berat badan
10)Ruam pada kulit
11)AIDS disebabkan tumor, misal penyakit Hodgkin’s atau kanker pada mulut
12)Komplikasi neurologis seperti psikosa( hilang ingatan, pelupa, dimensia,
kejang, lumpuh sebagian , nyeri perifer pada neuropati dan kehilangan
koordinasi.
b. AIDS
1) Infeksi oportunistik seperti tuberculosis , pneumocytiscarinii pneumonia
(PCP ) yang di tunjukan oleh batuk terus-menerus, demam dan sesak
nafas
2) Sarcoma Kaposi’s ( jenis kanker kulit ) yang ditujukan oleh banyaknya
bisul-bisul keungu-unguan dan benjolan pada kulit
3) Jumlah sel c, 200/mm 3 atau kurang
c. Tes diagnostic
1) Infeksi HIV diperkuat oleh tesserologi positif :
2) Tes ELISA ( Enzim – linked immunosorbent assay )
3) Western blot dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV , dilakukan
sama pada specimen darah jika tes ELISA positif ( 2 kali )
d. Kaji pengertian kondisi dan respon emosi terhadap diagnose dan rencana
pengobatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.
2. perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan,
peradangan rongga bukal.
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
4. resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
5. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan
jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot,
ataksia, lemah otot dan gelisah. Hasil yang diharapkan : keluhan hilang,
menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai
gejala nonverbal misalnya gelisah,
takikardia, meringis.
IMPLEMENTASI
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi
dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi atau imajinasi, Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman,
Berikan analgesik atau antipiretik
mengurangi demam. Obat yang dikontrol
narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang
pasien berdasar waktu 24 jam dapat
dikontrol pasien) untuk memberikan
mempertahankan kadar analgesia darah
analgesia 24 jam.
tetap stabil, mencegah kekurangan atau
kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal
pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan
tegangan otot.
2. Diagnosis keperawatan: perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh
dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat
badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif,
keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan
peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
mendemostrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERIVENSI
IMPLEMENTASAI
Kaji kemampuan untuk
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat
mengunyah, perasakan dan
menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan
menelan.
pasien untuk mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan.
Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi
dan dihubungkan dengan muntah dan diare,
yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara
makan.
Rencanakan diet dengan orang
terdekat, jika memungkinakan
sarankan makanan dari rumah.
Sediakan makanan yang sedikit
tapi sering berupa makanan padat
nutrisi, tidak bersifat asam dan
Melibatkan orang terdekat dalam rencana
member perasaan control lingkungan dan
mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi
kebutuhan akan makanan nonistitusional
mungkin juga meningkatkan pemasukan.
juga minuman dengan pilihan yang
disukai pasien. Dorong konsumsi
makanan berkalori tinggi yang
dapat merangsang nafsu makan
Batasi makanan yang
Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan
menyebabkan mual atau muntah.
mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan
Hindari menghidangkan makanan
menyebabakan pasien enggan untuk makan.
yang panas dan yang susah untuk
Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan
ditelan
pemasukan makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan
Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ,
laboratorium, misal BUN, Glukosa,
dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan
albumin.
Berikan obat anti emetic misalnya
Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan
metoklopramid.
fungsi gaster
3. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane
mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat
secara pribadi.
INTERVESI
IMPLEMENTASAI
Pantau pemasukan oral dan
Mempertahankan keseimbangan
pemasukan cairan sedikitnya 2.500
cairan, mengurangi rasa haus dan
ml/hari.
melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada
Meningkatkan pemasukan cairan
pasien; gunakan cairan yang mudah
tertentu mungkin terlalu
ditoleransi oleh pasien dan yang
menimbulkan nyeri untuk
menggantikan elektrolit yang
dikomsumsi karena lesi pada mulut.
dibutuhkan, misalnya Gatorade.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa
Indicator tidak langsung dari status
dan rasa haus.
cairan.
Hilangakan makanan yang potensial
Mungkin dapat mengurangi diare
menyebabkan diare, yakni yang
pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
Nerikan obat-obatan anti diare
Menurunkan jumlah dan keenceran
misalnya ddifenoksilat (lomotil),
feses, mungkin mengurangi kejang
loperamid Imodium, paregoric.
usus dan peristaltis.
4. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami
sesak nafas.
INTERVENSI
IMPLEMENTASAI
Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah
Memperkirakan adanya
paru yang mengalami penurunan,
perkembangan komplikasi atau
atau kehilangan ventilasi, dan
infeksi pernafasan, misalnya
munculnya bunyi adventisius.
pneumoni,
Misalnya krekels, mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan,
Takipnea, sianosis, tidak dapat
sianosis, peningkatan kerja
beristirahat, dan peningkatan
pernafasan dan munculnya dispnea,
nafas, menuncukkan kesulitan
ansietas
pernafasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan
atau intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur.
Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik,
yang optimal dan mengurangi
batuk, menarik nafas sesuai
aspirasi atau infeksi yang
kebutuhan.
ditimbulkan karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng
Mempertahankan oksigenasi
dilembabkan melalui cara yang
efektif untuk mencegah atau
sesuai misalnya kanula, masker,
memperbaiki krisis pernafasan
inkubasi atau ventilasi mekanis
5. Diagnose keperawatan : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan
produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah
atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI
IMPLEMENTASAI
Kaji pola tidur dan catat perunahan
Berbagai factor dapat meningkatkan
dalam proses berpikir atau
kelelahan, termasuk kurang tidur,
berperilaku
tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan
Rencanakan perawatan untuk
Periode istirahat yang sering sangat
menyediakan fase istirahat. Atur
yang dibutuhkan dalam memperbaiki
aktifitas pada waktu pasien sangat
atau menghemat energi.
berenergi
Perencanaan akan membuat pasien
menjadi aktif saat energy lebih
tinggi, sehingga dapat memperbaiki
perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan
Memungkinkan penghematan
apapun yang mungkin, misalnya
energy, peningkatan stamina, dan
perawatan diri, duduk dikursi,
mengijinkan pasien untuk lebih aktif
berjalan, pergi makan
tanpa menyebabkan kepenatan dan
rasa frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap
Toleransi bervariasi tergantung pada
aktifitas, misal perubahan TD,
status proses penyakit, status nutrisi,
frekuensi pernafasan atau jantung
keseimbangan cairan, dan tipe
penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan
aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan tonus
otot
PENYAKIT HIV/AIDS
KELOMPOK 4
SULKIFARMAN
SARMILA SYARIF
NUR RAHMAYANTI S
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN { STIKES}
ST.FATIMAH MAMUJU TAHUN AJARAN
2016/2017
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
A. PENGERTIAN HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
Aids adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi
virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik
dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala
penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency
Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006)
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang ) dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat
yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan
kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)
B. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan
HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan
AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1.
Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.
Orang yang ketagian obat intravena
3.
Partner seks dari penderita AIDS
4.
Penerima darah atau produk darah (transfusi).
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam
hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke
dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada
akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel
virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Selsel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan
sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan
sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel
virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20
bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini
disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS
yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada
yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
D. GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita HIV/ AIDS :
1. Panas lebih dari 1 bulan,
2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik
(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan
kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher,
2.
radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
3.
darah akan diperoleh hasil positif.
Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium untuk HIV/AIDS dibagi atas tiga kelompok :
1. Pembuktian adanya antibodi (Ab) atau antigen (Ag) HIV.
HIV terdiri dari selubung , kapsid dan inti.Masing- masing terdiri dari protein
yang bersifat sebagai antigen dan menimbulkan pembentukan antibodi dalam
tubuh yang terinfeksi. Jenis antibody yang penting untuk diagnostik diantaranya
adalah antibody gp41, gp140, dan p24.
Teknik pemeriksaan adalah sebagai berikut.
a. Tes untuk menguji Ab HIV. terdapat berbagai macam cara yaitu ELISA,
Western Blot, RIPA dan IFA
b. Tes untuk menguji antigen HIV dapat dengan cara pembiakan virus, antigen
P24 dan PCR
2. Pemeriksaan status imunitas
Pada pasien AIDS dapat ditemui anemia leukopenia/limfopenia,
trombositopenia dan displasia sumsum tulang normo atau hiperselular. Test kulit
DHT (Delayed Type Hypersensitiviti) untuk tuberkulin dan kandida yang hasilnya
negatif atau energi menunjukan kegagalan imunitas selular. Dapat terjadi
poliklonal hypergamma globulinemiayang menunjukan adanya rangsangan
nonspesifik terhadap sel B untuk membentuk imunitas humoral.
3. Pemeriksaan terhadap infeksi oportunistik dan keganasan
Infeksi oportunistik atau kanker sekunder yang ada pada pasien AIDS diperiksa
sesuai dengan metoda diagnostik penyakitnya masing-masing. Misalnya
pemeriksaan makroskopik untuk kandidiasis, PCP,TBC Paru dll. Adapun
pemeriksaan peunjang lain seperti aboraturium rutin, serologis, radiologis, USG,
CTScan, bronkoskopi, pembiakan, histopatologis dll.
F. PENATALAKSANAAN HIV/AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan / rehabilitasi dan
edukasi.
1.
Pengobatan
Pengobatan pada pengidapan HIV/AIDS ditujukan terhadap :
a. Virus HIV
b. Infeksi oportunistik
c. Kanker sekunder
d. Status kekebalan tubuh
e. Simtomatis dan suportif
2. Obat Retrovirus
Yang biasa dipakai secara luas adalah :
a. Zidovudine (AZT) berfungsi sebagai terapi pertama anti retrovirus.
Pemakaian obat ini dapat menguntungkan diantaranya yaitu Dapat
memperpanjang masa hidup (1-2 tahun), mengurangi frekuensi dan berat
infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit, memperbaiki kualitas
hidup pasien, mengurangi resiko penularan perinatal, mengurangi kadar Ag
p24 dalam serum dan cairan spinal. Efek samping zidovudine adalah: sakit
kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique, agitasi, insomnia,
muntah dan rasa tidak enak diperut. Setelah pemakaian jangka panjang
dapat timbul miopati. Dosis yang sekarang dipakai 200mg po tid, dan dosis
diturunkan menjadi 100mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.
b. Didanosine ( ddl ), Videx.
Merupakan terapi kedua untuk yang terapi intoleransi terhadap AZT, atau
bisa sebagai kombinasi dengan AZT bila ternyata ada kemungkinan respon
terhadap AZT menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik respon terhadap
AZT menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik pada ARC dan
asimtomatik hasilnya lebih baik daripada AZT. Efek samping: neuropati
perifer, pankreatitis (7%), nausea, diare.
Dosis: 200mg po bid ( untuk BB >60kg), 125mg po bid (untuk BB < 60kg)
Mulanya hanya dipakai untuk kombinasi denganAZT. Secara invitro
merupakan obat yang paling kuat, tapi efek samping terjadinya neuropati ( 1731%) dan pankreatitis. Dosis : 0,75mg po tid.
3. Obat-obat untuk infeksi oportunistik
a. Pemberian profiklaktik untuk PCP dimulai bila cCD4 , 250 mm/mm 3. Dengan
kotrimokzasol dua kali/minggu. Dosis 2 tablet, atau dengan aerosol
pentamidine 300mg, dan dapsone atau fansidar.
b. Prokfilaksis untuk TBC dimulai bila PDD>=5mm, dan pasien anergik. Dipakai
INH 300mg po qd dengan vit.b6, atau rifampisin 600mg po qd bila intolerans
INH.
c. Profilaksis untuk MAI (mycobacterium avium intracelulare), bila CD4 ,
200/mm3, dengan frukanazol po q minggu, bila pernah menderita oral
kandidiasis, sebelumnya.
d. Belum direkomendasikan untuk profilaksis kandidiasis, karena cepat timbul
resistensi obat disamping biaya juga mahal.
4 Obat untuk kanker sekunder
Pada dasarnya sama dengan penanganan pada pasien non HIV. Untuk
Sakorma Kaposi, KS soliter:radiasi, dan untuk KS multipel:kemoterapi. Untuk
limfoma maligna: sesuai dengan penanganan limfoma paa pasien non HIV.
5 Immune restoring agents
Obat-obat ini diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, menambah
jumlah limfosit, sehingga dapat memperbaiki status kekebalan pasien. Bisa
dengan memakai:
a. Interferon alpha
b. ekstrak kelenjar thymus
c. Interferron gamma
d. Loprinosin
e. Interleukin 2
f. Levamisol
g. Mengganti sel limfosit dengan cara: transfusi limfosit, transplantasi timus dan
transplantasi sumsum tulang.
6. Pengobatan simtomatik supportif
Obat-obatan simtomatis dan terapi suportif sring harus diberikan pada
seseorang yang telah menderita ADIS, antara lain yang sering yaitu: analgetik,
tranquiller minor, vitamin, dan transfusi darah.
7.
Rehabilitasi
Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau
orang terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk :
a. Memberikan dukungan mental-psikologis
b. Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi
menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
c. Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.
d. Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan
dengan penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah
pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat.
8. Edukasi
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan
keluarganya tentang bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan
diskriminasi masyaratak sekitar, bagaimana tanggung jawab keluarga, teman
dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat,
mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan, antara
lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1.
Pengkajian data dasar
2.
Riwayat atau adanya perilaku risiko tinggi
a. Pasangan seksual multiple ( berganti-ganti pasangan )
b. Laki-laki dengan homoseksual atau biseksual
c. Penyalahgunaan obat terlarang
d. Hemophilia ( penerima factor pembekuan sebelum 1985 )
3. Penimpangan KDM
HIV masuk ke dalam
tubuh manusia
Menginfeksi sel yang
mempunyai molekul CD4
Mengikat molekul
CD4
Imunitas tubuh menurun
Sel limfosit T hancur
Memiliki sel target dan
memproduksi virus
Infeksi opurtinistik
Sistem pernafasan
Peradangan
pada jaringan
paru
Infeksi opurtinistik
Sesak,
demam
Batuk tidak
Efektif
Gangguan
pertukaran
gas
Sistem pencernaan
Infeksi jamur
Peradangan
mulut
Sistem intagumen
paristaltik
Diare kronis
Cairan output
Sulit menelan,
mual, bibir kering,
intake kurang
Mk: gangguan
pemenuhan
nutrisi
Sistem neurologis
Timbul lesi /
bercak putih
Gatal, nyeri
bersisik
Turgor kulit
Mk:
kekurangan
vol. cairan
Mk: gangguan
rasa nyaman
Gangguan eliminasi
BAB, diare
Peningkatan
suhu,
kehilangan
kesadaran
Kejang,nyeri
kepala
Mk:
perubahan
proses pikir
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik dasar pada survey umum (Apendiks F) dan pemeriksaan
laboratorium dapat menunjukan :
a. ARC ( ditandai tig agejala di bawah ini )
1) Limpadenopati
2) Candidiasis mulut
3) Jumlah sel CD, 500/mm3 ataukurang
4) Demam intermiten dengan banyak keringat pada malam hari ( sering
merupakan gejala awal )
5) Diare menetap ( terus menerus )
6) Anoreksia ( tidak nafsu makan )
7) Kelelahan terusmenerus
8) Mudah memar dan berdarah ( indikasi idiopatik trombositopenia purpura )
9) Penurunan berat badan
10)Ruam pada kulit
11)AIDS disebabkan tumor, misal penyakit Hodgkin’s atau kanker pada mulut
12)Komplikasi neurologis seperti psikosa( hilang ingatan, pelupa, dimensia,
kejang, lumpuh sebagian , nyeri perifer pada neuropati dan kehilangan
koordinasi.
b. AIDS
1) Infeksi oportunistik seperti tuberculosis , pneumocytiscarinii pneumonia
(PCP ) yang di tunjukan oleh batuk terus-menerus, demam dan sesak
nafas
2) Sarcoma Kaposi’s ( jenis kanker kulit ) yang ditujukan oleh banyaknya
bisul-bisul keungu-unguan dan benjolan pada kulit
3) Jumlah sel c, 200/mm 3 atau kurang
c. Tes diagnostic
1) Infeksi HIV diperkuat oleh tesserologi positif :
2) Tes ELISA ( Enzim – linked immunosorbent assay )
3) Western blot dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV , dilakukan
sama pada specimen darah jika tes ELISA positif ( 2 kali )
d. Kaji pengertian kondisi dan respon emosi terhadap diagnose dan rencana
pengobatan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.
2. perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan,
peradangan rongga bukal.
3. resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
4. resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
5. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan
jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot,
ataksia, lemah otot dan gelisah. Hasil yang diharapkan : keluhan hilang,
menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai
gejala nonverbal misalnya gelisah,
takikardia, meringis.
IMPLEMENTASI
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi
dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
Instruksikan pasien untuk
menggunakan visualisasi atau imajinasi, Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,
sehingga persepsi akan intensitas rasa sakit.
M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman,
Berikan analgesik atau antipiretik
mengurangi demam. Obat yang dikontrol
narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang
pasien berdasar waktu 24 jam dapat
dikontrol pasien) untuk memberikan
mempertahankan kadar analgesia darah
analgesia 24 jam.
tetap stabil, mencegah kekurangan atau
kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal
pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit.
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan
tegangan otot.
2. Diagnosis keperawatan: perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh
dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat
badan, penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif,
keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan: mempertahankan berat badan atau memperlihatkan
peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
mendemostrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERIVENSI
IMPLEMENTASAI
Kaji kemampuan untuk
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat
mengunyah, perasakan dan
menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan
menelan.
pasien untuk mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk makan.
Auskultasi bising usus
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi
dan dihubungkan dengan muntah dan diare,
yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara
makan.
Rencanakan diet dengan orang
terdekat, jika memungkinakan
sarankan makanan dari rumah.
Sediakan makanan yang sedikit
tapi sering berupa makanan padat
nutrisi, tidak bersifat asam dan
Melibatkan orang terdekat dalam rencana
member perasaan control lingkungan dan
mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi
kebutuhan akan makanan nonistitusional
mungkin juga meningkatkan pemasukan.
juga minuman dengan pilihan yang
disukai pasien. Dorong konsumsi
makanan berkalori tinggi yang
dapat merangsang nafsu makan
Batasi makanan yang
Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan
menyebabkan mual atau muntah.
mengiritasi lesi pada mulut mungkin akan
Hindari menghidangkan makanan
menyebabakan pasien enggan untuk makan.
yang panas dan yang susah untuk
Tindakan ini akan berguna untuk meningkatakan
ditelan
pemasukan makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan
Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ,
laboratorium, misal BUN, Glukosa,
dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti.
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan
albumin.
Berikan obat anti emetic misalnya
Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan
metoklopramid.
fungsi gaster
3. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diare berat
Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane
mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat
secara pribadi.
INTERVESI
IMPLEMENTASAI
Pantau pemasukan oral dan
Mempertahankan keseimbangan
pemasukan cairan sedikitnya 2.500
cairan, mengurangi rasa haus dan
ml/hari.
melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada
Meningkatkan pemasukan cairan
pasien; gunakan cairan yang mudah
tertentu mungkin terlalu
ditoleransi oleh pasien dan yang
menimbulkan nyeri untuk
menggantikan elektrolit yang
dikomsumsi karena lesi pada mulut.
dibutuhkan, misalnya Gatorade.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa
Indicator tidak langsung dari status
dan rasa haus.
cairan.
Hilangakan makanan yang potensial
Mungkin dapat mengurangi diare
menyebabkan diare, yakni yang
pedas, berkadar lemak tinggi, kacang,
kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan
berselang jika dibutuhkan
Nerikan obat-obatan anti diare
Menurunkan jumlah dan keenceran
misalnya ddifenoksilat (lomotil),
feses, mungkin mengurangi kejang
loperamid Imodium, paregoric.
usus dan peristaltis.
4. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami
sesak nafas.
INTERVENSI
IMPLEMENTASAI
Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah
Memperkirakan adanya
paru yang mengalami penurunan,
perkembangan komplikasi atau
atau kehilangan ventilasi, dan
infeksi pernafasan, misalnya
munculnya bunyi adventisius.
pneumoni,
Misalnya krekels, mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan,
Takipnea, sianosis, tidak dapat
sianosis, peningkatan kerja
beristirahat, dan peningkatan
pernafasan dan munculnya dispnea,
nafas, menuncukkan kesulitan
ansietas
pernafasan dan adanya kebutuhan
untuk meningkatkan pengawasan
atau intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur.
Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik,
yang optimal dan mengurangi
batuk, menarik nafas sesuai
aspirasi atau infeksi yang
kebutuhan.
ditimbulkan karena atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng
Mempertahankan oksigenasi
dilembabkan melalui cara yang
efektif untuk mencegah atau
sesuai misalnya kanula, masker,
memperbaiki krisis pernafasan
inkubasi atau ventilasi mekanis
5. Diagnose keperawatan : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan
produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah
atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI
IMPLEMENTASAI
Kaji pola tidur dan catat perunahan
Berbagai factor dapat meningkatkan
dalam proses berpikir atau
kelelahan, termasuk kurang tidur,
berperilaku
tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan
Rencanakan perawatan untuk
Periode istirahat yang sering sangat
menyediakan fase istirahat. Atur
yang dibutuhkan dalam memperbaiki
aktifitas pada waktu pasien sangat
atau menghemat energi.
berenergi
Perencanaan akan membuat pasien
menjadi aktif saat energy lebih
tinggi, sehingga dapat memperbaiki
perasaan sehat dan control diri.
Dorong pasien untuk melakukan
Memungkinkan penghematan
apapun yang mungkin, misalnya
energy, peningkatan stamina, dan
perawatan diri, duduk dikursi,
mengijinkan pasien untuk lebih aktif
berjalan, pergi makan
tanpa menyebabkan kepenatan dan
rasa frustasi.
Pantau respon psikologis terhadap
Toleransi bervariasi tergantung pada
aktifitas, misal perubahan TD,
status proses penyakit, status nutrisi,
frekuensi pernafasan atau jantung
keseimbangan cairan, dan tipe
penyakit.
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Latihan setiap hari terprogram dan
aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan tonus
otot