ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HEPERBILIRUBIN
Nama kelompok :
Indah Listiani
Indah Nilam Sari
Intan Nurul Hikmah
Ita Kurniawati
Lucyana Dewi SasMitha
AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSAN
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabil alamin penulis ucapkan karena atas berkat rahmat Allah
SWT serta karunia-Nya yang tak terhingga, penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “HIPERBILIRUBINEMIA” ini tepat pada waktunya.
Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliahKeperawatan Anak I. Selain itu penyusunan makalah ini juga bertujuan
untuk
menambah
pengetahuan
dan

membuka
wawasan
mengenai Hiperbilirubinemia.

1.
2.
3.
4.

Pada kesempatan ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibu Silvana Evi Linda,S.Kp.,M.Kes sebagai Direktur AKPER Bina Insan
Jakartadan pembimbing karya ilmiah Keperawatan Anak I
Ibu Diah Ayu Agusti,Skp sebagai kordinator mata ajar Keperawatan Anak I
Ibu Ika Melasari SKp, M.Kep sebagai dosen pengajar mata ajar Keperawatan
Anak I
Ibu Hari Mustikawati,Skp sebagai dosen pengajar mata ajar Keperawatan Anak I
Kami menyadari akan keterbatasan kemampuan kami,maka dari itu penulis
mengharapakan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, sehingga
penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik di masa yang akan datang.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada
khususnya dan semua pembaca pada umumnya.
Jakarta, September 2015
Penulis

i
DAFTAR ISI

A.
B.
C.
D.

DAFTAR ISI………….
…………………………………………………………….i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………
…...ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar

belakang……………………………………………………………….
2
Tujuan…………………………………………………………………
…….2
Sistematika
Penulisan………………………………………………………..2
Kepustakaan……………………………………………………………
……3

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi…………………………………………………………………
……4
B. Anatomi
Fisiologi…………………………………………………………..4
C. Etiologi…………………………………………………………………
……9
D. Manifestasi
Klinis…………………………………………………………...9
E. Patofisiologi……………………………………………………………
…..10

F. Klasifikasi………………………………………………………………
…10
G. Pemeriksaan
Penunjang…………………………………………………...13
H. Komplikasi……………………………………………………………
…..14
I. Penatalaksanaan………………………………………………………
…..15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian……………………………………………………………...
.….18
B. Diagnosa
keperawatan……………………………………………………..18
C. Intervensi………………………………………………………………
…..19
D. Implementasi…………………………………………………………
…….23
E. Evaluasi………………………………………………………………
…….23

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………
….24
B. Saran……………………………………………………………………
…24
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………...25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat kesehatan
masyarakat komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN
(Association of South East Asia Nations) Angka kematian bayi di negara-negara
ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per
kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per
kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka
kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000per kelahiran hidup.

Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting
dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi
penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature
dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%).
Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah
infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare),
kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee,
WHO (World Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada
usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%,

kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi
baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus).
Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat.
Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa
berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran

mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen
empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan
dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
menimbulkan kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang
patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat
lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur
kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada
sebagian neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam
kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 %
bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi
mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu
minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl juga keadaan yang menunjukan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan
harus di lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.


B. Tujuan
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan dapat mengetahui tentang
hiperbilirubinemia pada anak. Mulai dari pengertian, etiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi dan klasifikasi, pemerisaan penunjang, komplikasi, dan
penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia.

C. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini dibagi dalam 4 bab yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN yang berisikan tentang latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN yang berisikan tentang pengertian, anatomi fisiologi
hati, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan
penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN yang berisikan tentang proses keperawatan
mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan
sampai proses evaluasi
BAB IV PENUTUP yang berisikan tentang kesimpulan dan penutup dari kasus
hiperbilirubinemia yang terjadi pada anak dan bayi.

D. Kepustakaan


Dalam penulisan makalah tentang hiperbilirubinemia yang terjadi pada anak atau
bayi, kelompok mencari data menggunakan beberapa referensi buku tentang
keperawatan anak, E-book, dan melalui internet. Agar dapat memperoleh data
yang sesuai dan tepat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan
ikterus,
yang
dikenal
dengan

ikterus
neonatorum
patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar
bilirubin didalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan
mukosa akan berwarna kuning. (Aziz, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah.
(Wong, 2003)
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang dihubungkan
dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
kecil, yang ditandai dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine.
(Mitayani, 2012)
Hiperbilirubinemia
adalah
bayi
dismatur
lebih
sering
menderita
hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan.
Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan

gangguan pertumbuhan hati

B. Anatomi fisiologi
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan
sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya
nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan

atau mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan
di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ
yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati
membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan utama dalam
proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ
ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya
ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk
sementara waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian
dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan
mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum (usus).
Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin
lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan
oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa
dalam empedu ke duodenum.
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang
sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat
mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang
diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke
dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki
sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin
dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati,
bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu)
atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada
obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai
akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada
bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai sehingga serum
bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin
merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta
beberapa zat lain.

Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran
biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian
bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam
sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation
hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya
proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan
pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin
yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai
sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan
terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada harihari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum
matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3
dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada
hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi
cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya
disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini
terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel
tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa
dihari kemudian.

Diagram Metabolisme Bilirubin

C. Etiologi
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen
bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati
sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Penyebab lain yaitu peningkatan bilirubin dapat terjadi karena; polycetlietnia,
isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan
obat
(hemolisis
kimia:
salisilat,
kortikoseteroid,
klorampenikol ), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematome, ecchyumosis
Gangguan fungsi hati ; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/atresia
biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.

D. Manifestasi Kinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia
diantaranya :
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila
ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus
berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

E. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada
sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya

dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar
darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia,
dan Hipoglikemia.

F. Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
- Kadar Bilirubin Serum berkala.
- Darah tepi lengkap.
- Golongan darah ibu dan bayi.
- Test Coombs.
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila
perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada
hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada
BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z,
enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan
lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi
5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar,
sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
- Sepsis.

-

Dehidrasi dan Asidosis.
Defisiensi Enzim G6PD.
Pengaruh obat-obat.
Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.
- Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
- Pemeriksaan Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan darah tepi.
- Skrining Enzim G6PD.
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :
1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan
anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid,
salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit
hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek
menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, antiA, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl,
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi)
tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih
dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung
pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl)
karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65 %)

pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia
berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap
kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru
lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan
bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi
SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

H. Kompliksi
1.
2.

a.

b.
c.

Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :
Ikterik ASI.
Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor koagulasi
pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan hemolisis yang
menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel darah merah dilakukan
dengan cara berikut ini.
Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin
(misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia) atau menambahkan
bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan
albumin dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat
adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat
bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi bilirubin
jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma
meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan
dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1
gram/kgBB sebelum maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada perpanjangan cahaya
yang berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap
cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang
berspektrum luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau
efektif menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang
terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya yang dengan
foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi
alamiah yang bersifat toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu

1.
2.
3.
1.
2.
3.

bilirubin (-42 sampai -15e). Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu
reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada keadaan
berikut ini :
Hidrops.
Adanya riwayat penyakit berat.
Adanya riwayat sensitisasi.
Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :
Mengoreksi anemia.
Menghentikan hemolisis.
Mencegah peningkatan bilirubin.

I. Penatalaksanaan
a.

b.

c.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam
baru terjadi penurunan bilirubin yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila
diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya :
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi
hepar sebagai sumber energi.
Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg
%. Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol
yang sulitlarut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan
dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada
terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan
empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu
kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar
bersama feses.
Pelaksanaan Terapi Sinar :
Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar
sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan
kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak
matanya. (untuk mencegah kerusakan retina)
Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila
mungkin, agar sinar merata.
Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam
sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan
banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu
tubuh bayi.
Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka.
Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.

7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan
walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam
serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam
digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi terapi sinar :
1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan
insesible water loss.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek
dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit
kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu
dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan
sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan
( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.
7. Transfusi tukar.
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :
1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %
2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam
3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coomb’s positif.
Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis,
membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin
indirek, dan memperbaiki anemia.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi

d.
e.
f.
g.
h.
-

Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
Makanan/cairan
Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada menyusu
botol.
Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
Neurosensori
Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat.
Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
Pernapasan
Riwayat asfiksia.
Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).
Keamanan
Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal
tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping
fototerapi.
Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi (LGA), seperti bayi
dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan
prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan
hipoglikemia.
2. Risiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan
dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
3. Risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar berhubungan dengan
prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep,
meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.

C. Intervensi
1. Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan
prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan
hipoglikemia.
Tujuan : system saraf pusat tidak terganggu
Kriteria hasil : a. menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi
cukup
bulan pada usia 3 hari
b. resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
c. bebas dari keterlibatan SSP
intervensi :
a. Pertahankan bayi tetap hangat dan kering: pantau kulit dan suhu inti dengan
sering
Rasional : stress dingi berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada sisi
ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi
dengan bebas ( tidak berikatan ).
b. Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan sclera dan mukosa oral, kulit
menguning segera setelah pemutihan, dan bagian tubuh tertentu terlibat. Kaji
mukosa oral, bagian posterior dari palatum keras, dan kantung konjungtiva pada
bayi baru lahir yang berkulit gelap.
Rasional : Mendeteksi bukti / derajat ikterik. Penampilan klinis dari ikterik jelas
pada kadar bilirubin lebih besar dari 7 – 8 mg/dl pada bayi cukup bulan. Perkiraan
derajat ikterik adalah sebagai berikut, dengan ikterik yang dimulai dari kepala ke
jari kaki, 4 – 8 mg/dl ; batang tubuh 5 – 12 mg/dl; lipat paha, 8 – 16 mg/dl;
lengan / kaki, 11 – 18 mg/dl; dan tangan / kaki, 15 – 20 mg/dl. Pigmen dasar
kuning mungkin normal pada bayi berkulit gelap.
c. Evaluasi bayi terhadap pucat, edema atau hepatomegali.
Rasional : Tanda – tanda ini mungkin berhubungan dengan hidrops fetalis,
inkompatibilitas Rh, dan pada hemolisis uterus SDM janin.
d. Pantau kadar bilirubin
Rasional : untuk mengetahui jumlah bilirubin yang ada dalam tubuh anak tersebut.
2. Risiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan
dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
Tujuan : efek samping pada tindakan fototerapi tidak terjadi
kriteria hasil :
BBL akan : - mempertahankan suhu tubuh dan kesembingan cairan dalam batas
normal
- bebas dari cedera kulit atau jaringan
- mendemonstrasikan pola interaksi yang diharapkan
- menunjukan penurunan kadar bilirubin serum
Intervensi :
a. Observasi adanya/perkembangan bilier atau obstruksi usus

b.

c.
d.
e.

Rasional : fototerapi dikontraindikasikan pada kondisi ini karena fotoisomer
bilirubun yang di produksi dalam kulit dan jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap dieksresikan.
Berikan tameng untuk menutup mata, inspeksi mata setiap 2 jam bila tameng
dilepaskan untuk pemberian makan, sering pantau posisi tameng.
Rasional : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar
intensitas tinggi. Pemasangan yang tidak tepat dapat menyebabkan irirasi, abrasi
kornea, dan konjungtivitis dan penuruna pernafasan oleh obstruksi pasase nasal.
Ubah posisi bayi setiap 2 jam
Rasional : memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap
sinar fluoresen, mencegah pemajanan berlebih dari bagian tubuh individu.
Pantau masukan dan haluaran cairan
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi pada anak/bayi.
Pantau pemeriksaan labolatorium sesuai indikasi seperti : kadar bilirubin, kadar
Hb, trombosit dan SDP ( Sel Darah Putih ).
Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi

3. Risiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan
dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia
Tujuan : komplikasi tidak terjadi
Kriteria hasil : - menyelesaikan transfuse tukar tanpa komplikasi
- menunjukan penurunan kadar bilirubin serum
Intervensi :
a. Observasi tali pusat bayi sebelum transfusi bila vena umbilical digunakan. Bila
tali pusat kering, berikan pencucian saline selama 30-60 menit sebelum prosedur
Rasional : pencucian digunakan untuk melunakan tali pusat dan vena umbilicus
sebelum transfuse untuk akses IV dan memudahkan pasase kateter umbilical
b. Pertahankan suhu tubuh sebelum selama dan sesudah prosedur
Rasional : membantu mencefah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko
fibrilasi ventrikel, dan menurunkan viskositas darah
c. Pastikan golongan darah dan Rh bayi dengan ibu
Rasional : transfuse tukar paling sering dihubungan dengan masalah
inkompatibilitas Rh.
d. Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit (mis : gugup, kejang, apnea, dan
bradkurang pemajanan kesalahan interpretasiikardia.
Rasional : hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah
transfuse tukar.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurang pemajana, kesalahan interpretasi, tidak mengenal
sumber informasi dibuktikan dengan pertanyaan masalah/kesalahan konsep,
meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi
Tujuan : pengetahuan orang tua bertambah
Kriteria hasil : - mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
- mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat

a.

Intervensi :
Berikan penkes tentang hiperbilirubinemia mengenai pengertian, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, dampak jangka panjang dan perawatan dirumah
pada bayi hiperbilirbinemia
Rasional : membeikan pemahaman kepada ibu

D. Implemntasi
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dan sebuah rencana yang sudah disusun
secara matang dan terperinci. Pada implementasi maka tindakan yang dilakukan
mengacu kepada intervensi yang dibuat untuk mengatasi masalah.

E. Evaluasi
a.
b.
c.
d.

Resiko tinggi cedera terhadap keterlibatan system saraf pusat tidak terjadi
Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah
Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar tidak terjadi
Pengetahuan klien bertambah

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia
adalah
bayi
dismatur
lebih
sering
menderita
hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan.
Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan
gangguan pertumbuhan hati. Penyebabnya yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi
atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air,
berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak
serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. Sedangkan
Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia
adalah Letargi, Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia,
fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

B. Saran

Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak
khususnya dengan hiperbilirubinemia.

DAFTAR PUSTAKA
Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny
Meiliya
Editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC
R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi/Balita dan Anak Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC

etelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
integritas kulit kembali baik/ normal.
Kriteria Hasil
1)

Kadar bilirubin dalam batas normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )

2)

Kulit tidak berwarna kuning/ warna kuning mulai berkurang

3)

Tidak timbul lecet akibat penekanan kulit yang terlalu lama

Intervensi
1)

Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam

R : Warna kulit kekuningan sampai jingga yang semakin pekat menandakan
konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi
2)

Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan

analis )
R : Kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan joundice yang
diderita.
3)

Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam

berbarengan dengan perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan
kulit

R : Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga
mencegah terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.
4)

Jaga kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan dan pemijatan bayi

R : Kulit yang bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan
menghindari kulit bayi meengelupas atau bersisik.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25