PIHAK PIHAK YANG BERPERAN DALAM PERENCAN

1

PIHAK-PIHAK YANG BERPERAN DALAM PERENCANAAN
DAN PENGELOLAAN PARIWISATA
(STUDI KASUS: TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER)
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019
Email: [email protected]
Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi dan Sains Bandung
ABSTRAK
Key players atau pelaku utama adalah orang-orang yang paling penting pada
suatu kegiatan atau suatu bidang tertentu. Pada perencanaan dan pengelolaan
pariwisata atau tourism ada empat (4) pihak yang dapat dikatakan sebagai key
players yaitu, wisatawan, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi wisata (host
community), industri pariwisata (tourism industry), dan pemerintah. Selain key
players terdapat pihak lain yang memiliki peran secara tidak langsung, namun
tidak kalah pentingnya keberadaannya dalam perencanaan dan pengelolaan
pariwisata. Mereka adalah organisasi sukarela atau NGO (hal itu termasuk
kelompok sukarela dan kelompok penekan), serta media (Swarbrooke,1999).
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah memberikan pemahaman mengenai
seberapa pentingnya peran dan posisi pihak-pihak yang ada pada pelaksanaan
perencanaan dan pengelolaan suatu pariwisata. Dan yang dapat disimpulkan)

dari paper ini semua key player dan pihak di luar key player (NGO dan Media
memiliki peran yang tidak kalah penting satu sama lainnya mereka saling
mengisi satu sama lain. Seperti, peran wisatawan yang menjaga keberlanjutan
pariwisata dengan memenuhi tanggung jawab dan menerima haknya,
masyarakat yang berperan dalam menjaga kelestarian dan memberikan
pengetahuan lokalnya sehingga pembuat keputusan dapat membuat keputusan
lebih dan minimal konflik, pemerintah yang selain menjadi regulator dan
promotor sekaligus, dan peran industri pariwisata yang meningkat ekonomi
lokal dan menjaga keberlanjutan pariwisata. Serta pihak lain NGO dan media
yang mampu menjadi daya tarik sehingga pengunjung bertambah, sekaligus
menjaga keberlanjutan atau sustainability dari pariwisata tersebut, seperti
dalam kasus di Taman Nasional Bromo Tengger
Keywords:, Key player, kelompok lain, perencanaan dan pengelolaan
pariwisata, Taman Nasional Bromo Tengger
1.

PENDAHULUAN

Key players adalah orang-orang yang paling penting pada suatu kegiatan atau
suatu bidang tertentu. Mereka adalah orang yang secara langsung terlibat pada

suatu kegiatan dan bidang tersebut. Pada perencanaan dan pengelolaan
pariwisata atau tourism ada empat (4) pihak yang dapat dikatakan sebagai key
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

2

players yaitu, wisatawan, masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi wisata (host
community), industri pariwisata (tourism industry), dan pemerintah. Mereka
dianggap key players karena peran mereka yang sangat penting serta secara
langsung terlibat dalam pengelolaan dan perencanaan pariwisata.
Selain key players terdapat pihak lain yang memiliki peran secara tidak
langsung, namun tidak kalah pentingnya keberadaannya dalam perencanaan
dan pengelolaan pariwisata. Mereka adalah organisasi sukarela atau NGO (hal
itu termasuk kelompok sukarela dan kelompok penekan), serta media
(Swarbrooke,1999). Adapun tujuan penulisan paper ini adalah memberikan
pemahaman mengenai seberapa pentingnya peran dan posisi pihak-pihak yang
ada pada pelaksanaan perencanaan dan pengelolaan suatu pariwisata.
2.

KEY PLAYERS PADA PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN PARIWISATA


Seperti yang dibahas sebelumnya key players adalah pihak yang memiliki peran
penting dan terlibat secara langsung dalam perencanaan dan pengelolaan
pariwisata. Ada empat pihak yang dapat dikatakan sebagai key players dalam
perencanaan dan pengelolaan pariwisata yakni, key players yaitu, wisatawan,
masyarakat tuan rumah (host community), industri pariwisata (tourism
industry), dan pemerintah.
2.1. Wisatawan
Wisatawan sudah pasti adalah key players pada pariwisata. Hal itu dikarenakan
tanpa adanya wisatawan, maka pariwisata tidak dapat dikatakan pariwisata.
Mereka adalah komponen penting, serta sumber pendapatan dari suatu
pariwisata. Namun, wisatawan itu sendiri sering dilihat sebagai masalah utama
yang ada di pariwisata. Sebagai orang luar, mereka akan mudah disalahkan
oleh masyarakat lokal dari konsekuensi negatif yang timbul dari pariwisata.
Untuk lebih mudah, hal itu dapat digambarkan seperti ini, ketika mereka
memiliki tingkah laku dan pakaian yang sangat berbeda dengan masyarakat
lokal, mereka akan mudah ditunjuk dan disalahkan. Tetapi ketika hal itu
terjadi, kita dapat berargumen wisatawan juga memiliki hak dan tanggung
jawab (Swarbrooke, 1999). Ketika wisatawan telah memenuhi tanggung
jawabnya, maka hak-hak mereka perlu dipenuhi juga. Swarbrooke telah

membagi 2 macam tanggung jawab wisatawan menjadi 2, yakni tanggung
jawab dasar wisatawan dan tanggung jawab tambahan wisatawan dalam
hubungannya dengan keberlanjutan pariwisata. Adapun isi tanggung jawab itu
dijabarkan pada tabel 1.
Tabel 1: Tanggung Jawab Wisatawan
Jenis Tanggung
Jawab

Tanggung Jawab
Dasar

Isi Tanggung Jawab

• Tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan peraturan
masyarakat lokal
• Tanggung jawab untuk tidak ikut serta dalam kegiatan ilegal, atau
hal yang dilarang oleh otoritas lokal yang bersifat tetap, dan

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019


3
dikutuk atau tidak disukai oleh masyarakat luas, seperti
berhubungan intim dengan anak-anak.
• Tanggung jawab untuk tidak secara sengaja menyerang
kepercayaan lokal atau norma dan kultur dari lingkungan sekitar.
• Tanggung jawab untuk tidak secara sengaja merusak fisik
lingkungan alam sekitar.
• Tanggung jawab untuk meminimalkan penggunaan sumber daya
lokal yang langka.
Tanggung Jawab
Tambahan
Wisatawan Dalam
Hubungannya
Dengan
Keberlanjutan
Pariwisata

• Tanggung jawab untuk tidak mengunjungi destinasi yang memiliki
catatan buruk mengenai hak pada manusia atau memiliki catatan
pelanggaran HAM.

• Tanggung jawab untuk mencari tahu mengenai destinasi yang akan
dikunjungi sebelumnya dan mencoba belajar paling tidak beberapa
kata dari Bahasa lokal yang ada di sana.
• Tanggung jawab untuk mencoba bertemu orang lokal, belajar
mengenai gaya hidup mereka, dan menjalin pertemanan dengan
mereka
• Tanggung jawab untuk menjaga alam liar dengan tidak membeli
suvenir dari makhluk hidup sebagai contoh
• Tanggung jawab untuk patuh pada kepercayaan lokal dan nilai
kultural, meskipun secara personal turis tidak setuju pada hal itu
• Tanggung jawab untuk memboikot bisnis lokal yang memberikan
bayaran kecil pada pegawainya, atau memberikan suasana kerja
yang buruk pada pegawainya.
• Tanggung jawab untuk berperilaku bijaksana, sehingga tidak
menyebarkan infeksi seperti HIV dan Hepatitis B
• Tanggung jawab untuk berkontribusi sebanyak mungkin terhadap
ekonomi lokal

Sumber: Swarbrooke, 1999


Selain tanggung jawab wisatawan, Swarbrooke juga menjabarkan hak-hak yang
dimiliki wisatawan dan pihak-pihak yang harus memenuhinya. Hal itu
dijabarkan pada tabel 2.
Tabel 2: Hak Wisatawan

Hak Untuk Wisatawan

Hak
untuk
aman
dan
terlindung dari kejahatan,
teroris, dan penyakit

Pihak yang Bertanggung Jawab
Untuk Memenuhinya

• Masyarakat sekitar
• Pemerintah (Seperti, otoritas yang
menjaga keamanan dan kesehatan)


ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

4
Hak untuk tidak didiskriminasi
pada ras, jenis kelamin, dan
distabilitas

• Masyarakat sekitar

Hak untuk tidak dieksploitasi
oleh
bisnis
lokal
dan
seseorang

• Pihak Swasta (the tourism industry)

Hak

untuk
mendapatkan
penjualan yang adil melalui
brosur perjalanan dan iklan
yang jujur

• Pihak Swasta (the tourism industry)

Hak
untuk
mendapatkan
lingkungan yang aman dan
bersih

• Masyarakat sekitar

Hak untuk bebas dan tidak
dibatasi pergerakannya yang
tidak menyebabkan kerusakan
pada hak masyarakat lokal,

serta mendapatkan hak untuk
mendapatkan
jasa
yang
kompeten dan sopan

• Pihak Swasta (the tourism industry)
• Pemerintah (Seperti, Departemen
imigrasi)

• Masyarakat sekitar
• Pemerintah (Seperti, Polisi)

• Pemerintah
(Seperti,
peraturan iklan)

Pembuat

• Pihak Swasta (the tourism industry)

• Pemerintah
(Seperti,
lingkungan hidup)
• Pemerintah
keamanan

(seperti,

Badan

pihak

• Masyarakat sekitar
• Pihak Swasta (the tourism industry)

Sumber: Swarbrooke, 1999

Meskipun sudah banyak hukum dan peraturan yang berhubungan dengan
aspek operasional, tetapi sangat sedikit yang membahas secara langsung
terhadap tingkah laku wisatawan (Mason dan Mowforth, 1996). Gagasan pada
konsep tanggung jawab wisatawan sendiri sering dianggap sebagai konsep
alien. Walaupun, hal itu juga mempengaruhi tingkah laku dari wisatawan.
Peraturan terhadap tingkah laku wisatawan biasanya dalam bentuk peraturan
yang bersifat sukarela (Mason dan Mowforth, 1996) dan/atau dengan
pendekatan pendidikan terbuka (lihat Orams, 1995 pada the efficacy of such
approaches).
Upaya mendidik wisatawan sering kali dihubungkan dengan dampak nyatanya
dan potensi dampak yang diterima lingkungan dan/atau masyarakat di
destinasi. Upaya tersebut memiliki hubungan yang dekat dengan apa yang
disebut pariwisata alternatif atau pariwisata bertanggung jawab , yang mana
dikembangkan pada akhir 1980an (Mowforth, 1992). Hingga, pada awal 1990,
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

5

munculnya yang disebut wisatawan baik atau good tourist’ yang berjalan
secara independen di segala musim, menikmati tradisi lokal dan kegiatan
kebudayaan dan mengenal penduduk lokal, serta memiliki ketertarikan pada
lingkungan lokal dan alam liar (Wood dan House, 1991). Lalu, bagaimana posisi
wisatawan dalam perencanaan dan pengelolaan? Seperti disebutkan
sebelumnya wisatawan telah membuat peraturan yang bersifat sukarela
dengan membuat peraturan, maka mereka telah membantu menjaga
keberlanjutan pariwisata yang artinya membantu mengelola pariwisata itu
sendiri. Membuat peraturan untuk menjaga pariwisata, maka mereka juga ikut
dalam merencanakan suatu jenis sistem dalam pariwisata.
Selain hal itu, pada zaman modern ini wisatawan juga memberi kontribusi yang
besar dalam mempromosikan suatu wisata dengan memfoto dan
mempublikasikannya ke dalam sosial media yang mereka miliki. Wisatawan
inilah yang sering disebut wisatawan yang memiliki loyalitas pada suatu
tempat wisata.
2.2. Masyarakat Tuan Rumah
Terminologi dari masyarakat tuan rumah (host community) adalah seperti
adanya tamu yang melengkapi tuan rumah. Wisatawan sebagai tamu dan
masyarakat sebagai tuan rumah. Meskipun wisatawan tidak selalu diterima
dengan baik. Masyarakat tuan rumah atau host community bisa disebut juga
masyarakat lokal (local community), masyarakat setempat (resident
community), atau masyarakat destinasi (destination community). Dalam
beberapa literatur masyarakat tuan rumah seringkali dianggap sebagai
homogen. Hal itu dapat dilihat baik dari segi geografis ataupun budaya yang
dimiliki. Hal itu akan menimbulkan pertanyaan apakah benar masyarakat tuan
rumah homogen? .
2.2.1. Masyarakat Tuan Rumah dan Geografi

Pengertian-pengertian yang ada mengenai masyarakat tuan rumah sering
dihubungkan dengan letak geografis. Namun, hal itu akan sulit dimengerti
apabila masyarakat tersebut itu sedang melakukan perjalanan keluar
daerahnya. Contoh, Orang Bekasi dianggap Orang Bekasi tinggal di Bekasi.
Suatu saat dia harus bekerja dan tinggal di Banjarmasin. Lalu, apakah dia
menjadi orang Banjarmasin?
Diskusi ini akan mengarahkan kita bahwa sebenarnya masyarakat tuan rumah
(host community) akan lebih mudah didefinisikan berdasarkan nilai dan
tingkah laku (behavior) mereka. Meskipun pendekatan ini memiliki masalah
juga. Karena suatu geografi dibentuk dari kelompok-kelompok baik mayoritas
ataupun minoritas. Hal itu berarti akan ada banyak macam nilai dan tingkah
laku (behavior). Hal itu akan mengarahkan kita bahwa sebenarnya masyarakat
tuan rumah adalah heterogen bukan homogen.
2.2.2. Masyarakat Tuan Rumah sebagai Masyarakat yang Heterogen

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya masyarakat tuan rumah adalah
masyarakat yang heterogen, hingga Swarbrooke (1999, p25) memberikan
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

6

saran untuk membagi masyarakat tuan rumah menjadi kelompok-kelompok
berikut,


Elit dan populasi sisanya



Pribumi dan migran



Pemilik properti dan penyewa properti



Anak muda dan orang tua



Pemberi pekerjaan, pekerja, dan bekerja sendiri



Yang menggunakan kendaraan pribadi dan yang menggunakan
kendaraan publik



Orang kaya dan orang tidak kaya



Masyarakat mayoritas dan masyarakat minoritas

Selanjutnya, kesadaran akan masyarakat tuan rumah adalah masyarakat yang
heterogen membuat perencanaan dan pengelolaan pariwisata akan lebih
kompleks dan memberikan pekerjaan yang lebih (lihat Mason dan Cheyne,
2000). Hingga pada akhir tahun 1990, hal tersebut memicu munculnya gagasan
yang mengatakan masyarakat harus berperan aktif dalam perencanaan
pariwisata (Middleton dan Hawkins, 1998). Hal itu juga sesuai dengan
pendapat Murphy (1985) yang berargumen pariwisata menggunakan sumber
daya dari masyarakat, jadi masyarakat seharusnya menjadi key players pada
proses perencanaan dan pengelolaan pariwisata. Swarbrooke (1999)
menambahkan ikut serta masyarakat adalah salah satu bentuk proses
demokrasi; hal itu akan memberikan suara-suara yang terpengaruh secara
langsung oleh adanya dampak pariwisata; lalu dengan menggunakan
pengetahuan lokal akan membuat keputusan tersampaikan dengan baik; dan
mengurangi potensi konflik antara wisatawan dan anggota masyarakat.
Meskipun, peran masyarakat pada perencanaan dan pengelolaan akan
tergantung pada beberapa faktor, seperti keadaan dari sistem politik pada
tingkat nasional dan lokal, tingkat politik tertulis dari populasi lokal, keadaan
dari masalah yang ada pada pariwisata tersebut, kesadaran dari masalah
pariwisata di masyarakat, bagaimana masalah pariwisata yang dirasakan oleh
anggota masyarakat, sejarah keterlibatan (atau tidak adanya akan hal itu) pada
pariwisata yang berhubungan dengan masalah, dan sikap dan tingkah laku dari
media.
2.3. Pemerintah
Badan pemerintah yang mengelola pariwisata sering kali disebut sebagai
penyedia sektor publik. Mereka bukan organisasi komersial yang memiliki
tujuan membuat keuntungan, tetapi berusaha mempresentasikan pandangan
dari pembayar pajak dan memilih mereka. Hal itu karena pemerintah
mendapatkan dananya dari pajak dan di beberapa negara maju mereka secara
demokratis dipilih sebagai wakil rakyat dan didukung oleh bayaran yang
diterima sebagai pelayan publik. Di bagian dunia lainnya, pada negara maju
tertentu yang pemerintahnya dipimpin oleh diktator yang tidak dipilih rakyat

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

7

atau dipimpin oleh pemimpin militer. Mereka tidak menganggap sektor
pariwisata adalah bagian sektor publik yang penting untuk dikembangkan.
Bagaimanapun juga, ada banyak macam badan pemerintah yang berhubungan
dengan perencanaan dan pengelolaan pariwisata. Badan tersebut berbeda
berdasarkan tingkat skalanya, baik skala nasional, regional, dan paling rendah
lokal. Beberapa negara di Eropa, seperti Perancis dan Spanyol (dua destinasi
paling penting dunia pada tahun 2001 berdasarkan jumlah pengunjung
internasional) memiliki badan pariwisata setingkat nasional dalam bentuk
kementerian atau departemen pariwisata. Inggris memiliki banyak destinasi
pariwisata juga memiliki kementerian pariwisata, tetapi memiliki peran kecil
dan fungsi sektor publik di pariwisata pada tingkat nasional berada pada
departemen kultur, media dan olahraga. Pada tingkat lokal dan regional di
inggris sebanyak yang ada di negara maju lainnya, tidak ada badan pemerintah
yang penting dan fokus secara khusus pada pariwisata atau perwakilan
pariwisata dengan pengetahuan dan pengalaman pariwisata (Middleton dan
Hawkins, 1998). Faktor tersebut akan memberikan dampak yang signifikan
pada kemampuan sektor publik dalam menentukan arah tujuan dari
pengembangan pariwisata pada tujuan destinasi pariwisata tertentu.
Alasan utama adanya penyedia sektor publik pada pariwisata adalah sebagai
berikut (Swarbrooke, 1999, p 87):





Penyedia sektor publik adalah mandat yang mempresentasikan
keseluruhan populasi dan tidak hanya satu stakeholders atau kelompok
tertentu yang memiliki kepentingan
Penyedia sektor publik memiliki tujuan untuk melakukan hal yang
berimbang, tanpa adanya kepentingan pribadi atau kepentingan
komersial.
Penyedia sektor publik dapat melihat manfaat jangka panjang pada
pengembangan pariwisata dibanding organisasi lainnya (sebagai
contoh pihak swasta).

Penyedia publik sektor atau pemerintah di banyak negara maju mungkin akan
menghadapi peran yang kontradiksi. Pemerintah mungkin akan memiliki peran
dalam membuat peraturan pada pariwisata, tetapi mereka juga memiliki peran
dalam memasarkan pariwisata (Mason dan Mowforth, 1995; Seaton dan
Bennett, 1996). Memasarkan biasanya berhubungan dengan mempromosikan
pariwisata, dan hal itu bukan mengendalikan atau mengatur pariwisata itu.
Meskipun demikian, ada beberapa contoh ketika pemasaran digunakan sebagai
juga sebagai pengendalian. Sebagai contoh, badan pemerintah yang mengatur
peninggalan sejarah inggris dan organisasi non pemerintah (NGO) yang
bernama National Trust of England melakukan kerja sama dalam memasarkan
dan mengelola dari dua situs prasejarah di Inggris. Stonehenge adalah situs
batu memutar prasejarah yang paling sering dikunjungi di Inggris. Kira-kira
jarak 30 Km dari Stonehenge terdapat situs batu memutar prasejarah yang
mirip di Avebury. Stonehenge mendapatkan kunjungan kurang lebih satu juta
(1.000.000) pengunjung setiap tahun pada akhir dekade pada abad ke-20,
ketika Avebury hanya mendapatkan 50.000 pengunjung. Alasan utama untuk
perbedaan yang besar dalam jumlah pengunjung ini adalah Stonehenge sangat
dipasarkan atau dipromosikan, baik domestik ataupun luar negeri. Sedangkan,
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

8

Avebury tidak dipasarkan ke luar negeri dan juga hanya dibatasi
memasarkannya di dalam Inggris.
Pada diskusi di atas juga telah menunjukkan kemampuan sektor publik untuk
mengatur pariwisata relatif terbatas. Hal ini ditunjukkan pada fakta hanya ada
sedikit peraturan yang secara langsung mempengaruhi pariwisata. Pemerintah
di beberapa negara Eropa, seperti inggris memiliki peraturan mengenai
penggunaan lahan dan juga pengendalian bangunan. Pemerintah berkeinginan
untuk mengoperasikan beberapa tingkat yang berbeda pada suatu negara.
Karenanya paling tidak ada tingkat nasional, regional, dan lokal pada badan
pemerintah. Sebagai contoh di New Zealand peraturan utama mengenai
perencanaan tata guna lahan adalah Resource Management Act (RMA). RMA
diperkenalkan pada tahun 1991 dan menyediakan kerangka legislatif untuk
mengatur tanah, udara, air, pesisir, panas bumi dan masalah polusi di bawah
satu payung di New Zealand (Mason dan Leberman, 2000). Tujuan akhir dari
RMA adalah untuk mempromosikan pengelolaan keberlanjutan serta pada saat
yang sama mengembangkan dan melindungi sumber daya yang membuat
keadaan sosial dan ekonomi menjadi lebih baik. Di bawah pengelolaan RMA
sumber daya alam diberikan pengelolaannya pada otoritas atau pemerintah
pada tingkat regional atau lokal. Pemerintah distrik atau lokal bertanggung
jawab dalam pengembangan rencana distrik. Department of Conservation
(DOC) di New Zealand juga memiliki tugas untuk menyiapkan rencana
pengelolaan lahan dan saat ini rencana yang telah tercapai kira-kira 1/3 dari
luas wilayah New Zealand.
Hampir semua pemerintahan di negara maju dan meningkatnya negara
berkembang yang ikut serta dalam pembuatan perencanaan proteksi spesial
terhadap lingkungan dan kebudayaan. Hal ini mengarah pada pembuatan
National Park pada setiap negara dan ketika mereka berkolaborasi secara
internasional, hal ini akan mengarahkan terbentuknya World Heritage Sites
atau Peninggalan Situs Dunia, seperti Kakadu National Park di utara wilayah
Australia dan Tonagariro National Park di pulau utara dari New Zealand.
Pemerintah mungkin juga membutuhkan Environmental Impact Assesment
(EIA) ketika ingin mengembangkan usaha pariwisata yang baru. Middleton dan
Hawkins (1998) menyarankan, EIA harus dilaksanakan untuk mencegah
degradasi lingkungan dengan memberikan pemberi keputusan informasi
tentang konsekuensi dari pengembangan yang dilakukan.

2.4. Industri Pariwisata
Industri pariwisata sulit didefinisikan, bersifat kompleks dan memiliki banyak
dimensi. Seperti argumen dari Middleton dan Hawkins (1998) yang
mengatakan industri itu sangat besar dan bermacam-macam, fungsinya,
beberapa dari mereka tidak dapat dilihat merupakan bagian dari industri yang
sama.
Jika kita lihat sistem model pariwisata yang dibuat Leiper pada gambar 1
berikut ini,

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

9

Gambar 1: Sistem Pariwisata, Konsep Spasial
Sumber: Diadaptasi dari Leiper, 1990

Sistem tersebut menunjukkan tiga sektor, yaitu zona pembangkit (generating
zone), zona transisi (transition zone), dan zona destinasi (destination zone).
Setiap zona atau sektor memiliki organisasi industri pariwisata sendiri. Pada
zona pembangkit terdapat travel agent, tur operator, dan agensi pemasaran,
termasuk travel media beroperasi di sini. Pada zona transisi terdiri dari
perusahaan transportasi, seperti perusahaan penerbangan atau perusahaan
kereta api. Selanjutnya pada zona destinasi terdapat perusahaan yang
memberikan hiburan yang juga bisa menjadi daya tarik pengunjung, kantor
informasi penyedia transportasi, dan infrastruktur lainnya yang mendukung
pariwisata. Dan harus dicatat beberapa industri di dalam pariwisata, seperti
pusat informasi wisatawan faktanya adalah organisasi sektor publik atau
pemerintah. Bagaimanapun juga, salah satu hal yang membedakan antara
sektor swasta dari industri pariwisata dan sektor publik (pemerintah) adalah
sektor swasta merespons secara langsung terhadap kekuatan pasar (Middleton
dan Hawkins, 1998).
Industri pariwisata sering disalahkan terhadap kerusakan pada destinasi dan
menunjukkan sedikitnya keinginan untuk terlibat dalam perencanaan
keberlangsungan jarak panjang pada pengembangan pariwisata (Mason dan
Mowforth, 1995). Bagaimanapun juga, kompleksitas dari industri pariwisata
membuat sulitnya menyalahkan secara langsung sebagai penyebab masalah.
Namun, industri pariwisata tetap dapat dituduh pada hal berikut (Swarbrooke,
1999, pp. 104-5):
 Terlalu berfokus pada keuntungan
keberlanjutan jangka panjang.

jarak

pendek

dibandingkan

 Eksploitasi lingkungan dan populasi lokal dibanding mengkonservasi
mereka.

 Relatif bersikap berubah-ubah dan sedikit menunjukkan komitmen pada
destinasi tertentu.

 Tidak cukup baik untuk meningkatkan kesadaran wisatawan terhadap
masalah-masalah keberlanjutan (sustainability).

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

10

 Hanya mempromosikan keberlanjutan (sustainability) hanya untuk untuk
mencapai publisitas yang baik.

 Menjadi dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan besar antar negara
yang memiliki sedikit penghargaan terhadap individual destination.

Meskipun begitu, faktanya banyak dan luasnya jangkauan bisnis pariwisata
yang memberikan linkages antara sektor-sektor yang berbeda. Sebagai contoh,
travel agent dan operator tur sering kali kerja bersama, dan beberapa travel
agent dimiliki oleh operator tur. Di bawah kondisi tersebut, travel agent
mungkin memiliki pasar yang kuat dari nama atau brand operator tur yang
berhubungan dengan mereka. Tur Operator juga mungkin memiliki hotel dan
perusahaan penyedia transportasi. Hubungan atau linkages di dalam industri
sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan organisasi yang saling bersaing mungkin
juga terhubung. Pada tahun 1990an contohnya, Qantas memiliki hubungan
dengan British Airways dan beberapa perusahaan penerbangan internasional
lainnya yang memberikan jasa secara global. Untuk mendapatkan loyalitas dari
pelanggan mereka membuat Frequent Flyer yaitu, program yang akan
memberikan hadiah berjalan-jalan gratis dengan mengumpulkan poin.
Kebanyakan cara anggota dari industri pariwisata dalam mengatur operasional
mereka adalah dengan marketing mix (Middleton dan Hawkins, 1998).
Marketing mix dapat diringkas menjadi empat P, yaitu Product (Produk), Price
(Harga), Promotion (Promosi), dan Place (Lokasi atau tempat). Middleton dan
Hawkins (1998) menambah satu lagi, yaitu People (orang-orang). Marketing
mix dapat digunakan industri pariwisata untuk mengatur konsumennya, pada
kasus ini pengunjung atau wisatawan.
Sektor swasta mengembangkan dalam jumlah banyak produk untuk wisatawan
di destinasi wisata. Khususnya dengan wisatawan yang tinggal pada akomodasi
komersial. Meskipun yang tinggal dengan teman atau kenalan mereka dapat
membelinya di destinasi. Banyaknya jumlah dan jenis pengunjung tergantung
dari pengaruh tur operator komersial, pengaruh tersebut maksudnya apa saja
produk yang ditawarkan sehingga pengunjung tertarik. Bisnis kecil pada hal
tertentu sering memberikan akses gratis ke lingkungan sekitar mereka tanpa
menerima tanggung jawab apa pun. Sebagai contoh kemacetan lalu-lintas,
polusi dan sampah yang mungkin disebabkan oleh wisatawan (Middleton dan
Hawkins, 1998). Meskipun kualitas lingkungan menurun akan membuat
pelanggan bisa pergi. Dan lebih sektor publik atau pemerintah yang
memperbaiki kualitas lingkungan yang mana dirusak oleh wisatawan yang
membeli produk dari sektor swasta.
Pengaruh terkuat oleh sektor swasta dalam menentukan tingkat permintaan
adalah harga (Middleton dan Hawkins, 1998). Harga ketika liburan sangat
tergantung pada keputusan komersial dari apa yang pasar tanggung.
Karenanya, sektor swasta sangat tergantung pada produk dan harga,
segmentasi target, dan volume produk yang ditawarkan. Ketika keputusan
komersial pada produk dan harga telah dibuat, sangat sedikit usaha yang
diberikan pada faktor biaya lingkungan dan dampak sosial budaya yang
diperhitungkan (Swarbrooke, 1999). Seperti pada argumen Middleton dan
Hawkins (1998) hal itu butuh beberapa peraturan dari luar dan kolaborasi
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

11

sektor swasta untuk memastikan faktor-faktor tersebut diaplikasikan pada
semua yang berkompetisi di pasar yang sama.
Operator komersial pun dapat mempengaruhi tingkah laku pariwisata
menggunakan promosi. Promosi ini termasuk publisitas dan hal yang biasanya
digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan produk dan sangat sering
dijual pada saat liburan. Promosi produk sering dilihat sebagai peran utama
dari operator komersial (Seaton dan Bennet, 1996). Bagaimanapun juga, sektor
publik juga memiliki peran dalam memasarkan destinasi (Middleton dan
Hawkins, 1998). Promosi merupakan cara utama sektor swasta dan sektor
publik (pemerintah) dalam mempengaruhi tingkah laku wisatawan, hal itu
dapat menjadi alat penting dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata.
P" keempat pada marketing mix adalah place atau tempat. Pada pemasaran
pariwisata, place atau tempat merupakan titik di mana wisatawan
mendapatkan akses mudah terhadap informasi tentang macam-macam produk
pariwisata yang ditawarkan. Place atau tempat yang dimaksud sudah tentu
destinasi itu sendiri dan tempat lain adalah travel agent. Distribusi dari
informasi memastikan yang berpotensi menjadi pelanggan mendapatkan
materi penting. Semakin maju, wisatawan bisa mendapatkan akses ke
informasi pemasaran melalui internet atau dari World Wide Web (WWW).
Seperti yang dikatakan di atas, Middleton dan Hawkins (1998) menambahkan
P kelima di dalam marketing mix tradisional. Mereka berkata people atau
orang-orang adalah hal yang vital pada pemasaran. Mereka yang disebut secara
spesifik menyediakan layanan wisata, baik di dalam destinasi dan di luar.
Sangat jelas, hubungan antara staf hotel dan pengunjung sangat mempengaruhi
sudut pandang wisatawan pada destinasi. Ada juga orang-orang yang memiliki
keterlibatan sangat kecil atau secara tidak langsung pada pariwisata, yaitu
seperti staf bank dan pekerja kesehatan yang dapat mempengaruhi
pengalaman wisatawan dari sebuah resor.
Pada keadaan sebelumnya, hanya ada sedikit yang memiliki perhatian akan
dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap lingkungan ataupun sosial
di destinasi. Namun, pada akhir dekade abad ke-20 jumlah perusahaan
pariwisata menjadi sangat terlibat pada meningkat kesadaran dan perhatian
akan dampak. Hal itu termasuk recycling, mempromosikan liburan hijau ,
menyediakan informasi untuk menjaga lingkungan pada wisatawan dan
berdonasi uang pada masyarakat lokal. Beberapa operator tur juga
menggunakan arahan atau panduan yang dipilih dari masyarakat lokal dan ikut
serta dalam partnerships dengan kelompok masyarakat lokal.
Hal itu muncul pada kebanyakan industri pariwisata saat ini dan didesain
untuk menunjukkan industri dapat membuat peraturannya sendiri. Satu
interpretasi dari hal ini dapat disimpulkan bahwa industri tidak mau adanya
kendali dan peraturan dari luar, sehingga membuat peraturan secara sukarela
menjadi lebih baik (Mason dan Mowforth, 1996; Swarbrooke, 1999).
Interpretasi lainnya industri sadar regulasi itu pasti akan datang dan berharap
untuk menjadi proaktif dibanding reaktif, hal ini juga mungkin dapat
melembutkan tekanan dari peraturan dari luar (Mason dan Mowforth, 1996)

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

12

3.

KELOMPOK LAIN
PARIWISATA

PADA

PERENCANAAN

DAN

PENGELOLAAN

Ada dua kelompok aktor penting dalam perencanaan dan pengelolaan
pariwisata. Mereka adalah organisasi sukarela (voluntary sector organizations)
dan media. Organisasi sukarela terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda.
Mereka termasuk kelompok penekan, voluntary trust, dan beberapa kelompok
yang memiliki status sebagai kelompok amal, dan asosiasi industri. Kelompok
penekan dapat dibagi menjadi mereka yang kebanyakan anggotanya adalah
masyarakat dan mereka yang kebanyakan anggotanya datang dari dalam
industri pariwisata.
Kelompok penekan terbesar di Inggris adalah Tourism Concern. Anggota asli
dari Tourism Concern merupakan individu yang memiliki perhatian utama
tentang dampak sosial dari pariwisata, terutama di negara-negara berkembang.
Tourism Concern telah berinisiasi dan menjalankan kampanye yang ditargetkan
pada prostitusi anak dan pemaksaan pemindahan masyarakat lokal sebagai
hasil pengembangan pariwisata.
Ada juga organisasi yang berperan sebagai kelompok penekan, tetapi bukan
bagian dari kelompok sukarela dan juga bukan bagian dari industri pariwisata.
Mereka seperti non goverment organization (NGO) dan mereka biasanya lebih
luas dari pariwisata, tetapi mereka menjalankan event/ kampanye/atau
merencanakan proyek yang penting dalam dimensi pariwisata. Mereka seperti
yang mengadakan event dan konser dari musisi terkenal pada suatu destinasi
wisata.
4.

STUDI KASUS

Peran key player atau pelaku utama dari perencanaan dan pengelolaan
pariwisata sudah cukup jelas, namun bagaimana peran dari kelompok penting
lainnya? Terutama dengan media yang secara khusus tujuan utamanya
bukanlah merencanakan dan mengelola pariwisata. Pada studi kasus ini akan
menjelaskan bagaimana media menjadi suatu alasan atau daya tarik tersendiri
dari suatu wisata dan bagaimana peran key player di dalamnya. Adapun studi
kasus yang di bahas adalah wisata di Gunung Semeru dari film 5cm .

Gunung Semeru merupakan bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru. Sebelum dijadikan taman nasional, daerah Tengger ini merupakan
kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam dan hutan wisata. Selain itu,
kawasan hutan ini juga memiliki fungsi sebagai hutan lindung dan hutan
produksi. Melihat berbagai fungsi tersebut, Kongres Taman Nasional Sedunia
mengukuhkan Kawasan Bromo Tengger sebagai taman nasional dalam
pertemuan yang di selenggarakan di Denpasar, Bali pada tanggal 14 oktober
1982 atas pertimbangan alam dan lingkungannya yang perlu terus
dikembangkan. Lalu pada tanggal 12 November 1992, Pemerintah Indonesia
meresmikan Kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi Taman Nasional. Hal
tersebut menunjukkan pemerintah berperan menjadi regulator.
Di Gunung Semeru sendiri merupakan salah satu wisata minat khusus atau
salah satu destinasi pendakian gunung, karena Gunung Semeru atau Mahameru
ini adalah puncak tertinggi Jawa. Hanya mereka yang memiliki minat dalam
pendakian gunung yang datang ke lokasi tersebut.
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

13

Gambar 2: Peta Taman Nasional Bromo Tengger
Sumber: www.kompasiana.com

Gambar 3: Gunung Semeru atau Dikenal dengan Mahameru
Sumber: news.liputan6.com

Hingga pada tahun 2012 munculnya film 5cm yang menunjukkan keindahan
Gunung Semeru dan keindahan alam lainnya, seperti Danau Ranu Kumbolo
membuat munculnya pendaki-pendaki pemula yang ingin menikmati
keindahan alam di lokasi film tersebut.

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

14

Gambar 4: Daya Tarik Keindahan Alam Gunung Semeru di Film 5 cm
Sumber: diambil dari beberapa situs melalui google.com

Hal itu dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang melonjak dan sejalan dengan
pernyataan Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS), Ayu Dewi Utari, jumlah pendakian ke Semeru melonjak drastis
setelah pemutaran film besutan Rizal Mantovani tersebut. (dikutip dari
tempo.co)
Menurut Ayu, lonjakan pendakian terjadi selama sepekan dari 25 Desember
2012 sampai 1 Januari 2013. Diperkirakan ada 5-10 ribu pengunjung. "Saat
malam tahun baru 2013 saja, ada sekitar 3.000 pengunjung. Pasti ada
dampaknya dari film itu," kata Ayu kepada Tempo, Rabu, 20 Februari 2013.
(dikutip dari tempo.co)
Menurut dia, jumlah pengunjung itu berlipat hingga 100 persen lebih. Selama
ini, TNBTS nyaris tak pernah menerima pengunjung melebihi 5.000 orang
dalam setahun. Sebagai gambaran, pada 2009 dan 2010, jumlah pendaki
masing-masing tercatat 2.532 dan 2.769 orang. (dikutip dari tempo.co)
Mayoritas pengunjung tersebut adalah pendaki pemula yang ingin mendaki
Semeru, yang merupakan gunung tertinggi di Jawa dengan ketinggian 3.676
meter dari permukaan laut (mdpl) (dikutip dari tempo.co). Hal itu
menunjukkan kuatnya pengaruh media dalam mempengaruhi suatu pariwisata.
Adapun peran masyarakat suku tengger (penduduk asli) dalam pengelolaan
wisata di Taman Nasional Bromo tengger ini adalah menjadi porter,
menyewakan kuda, dan juga adanya mengelola penyewaan jeep dan sepeda
motor sebagai sarana transportasi. Ada yang melakukan pelayanan secara
paruh waktu, penambah kegiatan selain bertani di ladang atau pekerja lain;
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

15

Ada juga yang melakukannya sebagai profesi utama, yakni kebanyakan yang
bekerja di hotel dan penginapan di sekitar Bromo-Tengger. (Balai Taman
Nasional Bromo-Tengger-Semeru di dalam Hikayat Wong Tengger Kisah
Peminggiran dan Dominasi ,
). Hal itu sungguh disayangkan karena
sumber daya alam yang ada sebenarnya adalah milik mereka yang seharusnya
juga membuat mereka ikut serta dalam perencanaan dan pengelolaan, bukan
hanya yang dapat pekerjaan dari pariwisata

Gambar 5: Panorama Suatu Tempat di Tosari yang Memperlihatkan
Masyarakat Suku Tengger
Sumber: Hikayat Wong Tengger Kisah Peminggiran dan Dominasi

Meskipun pengelola adalah pihak publik sektor atau pemerintah, namun tetap
industri wisata yang dikelola sektor swasta, seperti perhotelan, travel agent
dan sebagainya.
5.

KESIMPULAN

Semua key player dan pihak di luar key player (NGO dan Media) memiliki peran
yang tidak kalah penting satu sama lainnya mereka saling mengisi satu sama
lain. Seperti peran dari wisatawan selain sebagai sumber pendapatan utama
dari pariwisata sendiri, mereka memiliki peran untuk menjaga keberlanjutan
pariwisata dan memiliki peran dalam mempromosikan pariwisata dari media
sosial yang mereka miliki.
Selanjut masyarakat yang merupakan salah satu key player sering dianggap
homogen pada literatur pariwisata, namun sebenarnya mereka adalah
masyarakat heterogen. Hal itu juga membuat perencanaan pengelolaan
menjadi kompleks. Selain itu, peran masyarakat seharusnya juga menjadi
bagian dalam perencanaan dan pengelolaan. Bukan, hanya seseorang
mendapatkan pekerjaan karena adanya pariwisata. Selain itu, dengan
keterlibatan mereka akan memberikan pembuat keputusan membuat aturan
atau keputusan lebih baik dan minim konflik.
ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

16

Pemerintah yang merupakan key player juga memiliki fungsi selain sebagai
regulator (pembuat aturan/pengendali) mereka juga memiliki peran sebagai
promotor. Pemerintah dalam hal ini bisa menjadi keduanya sekaligus dengan
hanya promokan wilayah tertentu dan tidak yang lain.
Industri wisata adalah key player yang kompleks karena keberagamannya,
karena di ketiga zona pada sistem pariwisata yang disampaikan Leiper, yakni
zona pembangkit (generating zone), zona transisi (transition zone), dan zona
destinasi (destination zone) memiliki macam-macam jenis industry wisata yang
berbeda pada setiap zona. Keberagaman ini juga sering sulitnya menyalahkan
industri pariwisata yang sering mengakibatkan kerusakan pada lokasi
destinasi. Hal itu juga yang mendorong adanya peraturan dari luar untuk
mengatur industri pariwisata. Namun, pada akhir dekade ke-20 mereka
(industri pariwisata) membuat peraturan sendiri untuk menjaga keberlanjutan
pariwisata. Hal itu karena mereka (industri pariwisata) tidak mau diatur dan
dikendalikan dari luar atau karena mereka menyadari bahwa peraturan
tersebut pasti akan datang, sehingga dorongan yang mereka terima akan
semakin kecil, bila mereka melakukan inisiatif sendiri.
Adapun, pihak lain di luar key player, seperti NGO dan media memiliki peran
dan pengaruh yang sangat besar. Hal itu dapat dilihat pada kasus Gunung
Semeru yang meningkat jumlah pengunjungnya, karena digunakan lokasi film
5cm . Selain itu, ada juga kelompok penekan yang mengawasi pariwisata
keberlanjutan, seperti Tourism Concern di Inggris.
REFERENSI
Swarbrooke, J. (1999). Sustainable Tourism Management.
Publications.

Wallingford, CABI

Mason, P. and Mowforth, M. (1996). Codes of conduct in tourism. Progress in Tourism
and Hospitality Research, 2, 151–67.
Orams, M. (1995). Using interpretation to manage nature-based tourism. Journal of
Sustainable Tourism, 4, 81–94.
Mowforth, M. (1992). Ecotourism Terminology and Definitions. Occasional Paper No. 1,
University of Plymouth.
Wood, K. and House, S. (1991). The Good Tourist. London, Mandarin.
Mason, P. and Cheyne, J. (2000). Resident attitudes to tourism development. Annals of
Tourism Research, 27 (2), 391–412.
Middleton, V. T. R. and Hawkins, R. (1998). Sustainable Tourism: A Marketing
Perspective. London, Butterworth-Heinemann.
Murphy, P. (1985). Tourism: A Community Approach. London, Methuen.
Mason, P. and Mowforth, M. (1995). Codes of Conduct in Tourism, Research Paper No. 1,
Department of Geographical Sciences, University of Plymouth.
Seaton, A. and Bennet, M. (1996). Marketing Tourism Products. London, International
Thomson Business Press.

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019

17
Mason, P. and Leberman, S. (2000). Local planning for recreation and tourism: mountain
biking in the Manawatu region of New Zealand. Journal of Sustainable Tourism, 8,
84–97.
Leiper, N. (1990). The Tourism System. Plamerston North, New Zealand Massey
University Department of Management Systems.
Jembatan3. (2013). Hikayat Wong Tengger: Kisah Peminggiran dan Dominasi. Indonesia.
Purnomo, Abdi. (2013). Gara-gara 5 Cm, Pendaki ke Semeru Melonjak Drastis.
https://m.tempo.co/read/news/2013/02/23/108463203/gara-gara-5-cmpendaki-ke-semeru-melonjak-drastis. 13 April 2016

ZAIHAN ANGGA WIRAWAN-11312019