Determinan Pemanfaatan Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 1957, rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit umum, dalam Undang-Undang tersebut didefinisikan sebagai rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan penyakit.


(2)

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.

Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.


(3)

2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaanya yaitu:

1. Berdasarkan jenis pelayanan

a. Rumah sakit umum (RSU), merupakan rumah sakit yang melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.

b. Rumah sakit khusus (RSK), merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

2. Berdasarkan Pengelolaannya (kepemilikan)

Berdasarkan kepemilikannya, Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit membedakan rumah sakit di Indonesia ke dalam 2 jenis, yaitu: a. Rumah sakit publik

Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik meliputi: RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten / kota, rumah sakit BUMN/ABRI dan rumah sakit TNI / Polri.


(4)

b. Rumah sakit privat (swasta)

Rumah sakit privat merupakan rumah sakit profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Rumah sakit privat meliputi: RS milik yayasan, milik perusahaan, milik penanam modal dan milik badan hukum.

2.1.3.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum 1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah

Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit, meliputi:

a) Rumah sakit kelas A tersedianya pelayanan spesialistik yang luas, termasuk subspesialistik.

b) Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.

c) Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak).

d) Rumah sakit kelas D hanya mempunyai fasilitas dan pelayanan medis dasar.

2. Rumah sakit khusus pemerintah

Rumah sakit khusus pemerintah ditentukan berdasarkan tingkat fasilitas dan bidang kekhususan meliputi: rumah sakit TB Paru, rumah sakit mata, rumah sakit orthopedi (Depkes RI, 2009).


(5)

2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit

Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang ingin diwujudkan suatu institusi rumah sakit pada masa yang akan datang, sehingga dapat menjawab pertanyaan rumah sakit / institusi ingin menjadi apa. Memberikan dan mengatur hubungan baik antara rumah sakit, stakeholder dan pengguna rumah sakit untuk menyatakan tujuan dari kerja rumah sakit.

Misi merupakan sesuatu yang harus diemban oleh suatu rumah sakit / institusi sesuai dengan visinya. Tujuannya ialah memiliki hasil spesifik ke depan yang ingin dicapai suatu rumah sakit / institusi terkait dengan misi utamanya. Rumah sakit didirikan mempunyai suatu tujuan tertentu, ketetapan misi rumah sakit penting oleh karena merupakan gambaran tujuan rumah sakit.

2.2 Pelayanan Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

2.2.1 Rawat Inap

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) yang meliputi rawat jalan dan rawat inap. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan dan / atau pelayanan


(6)

medis lainnya, dimana peserta dan / atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.

Menurut Azwar (1996), menyatakan bahwa sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapatkan pelayanan seperti:

1. Pelayanan penerimaan atau administrasi

Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari pelayanan rumah sakit, karena bagian ini merupakan bagian awal dari seluruh bentuk pelayanan kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan penerimaan pasien adalah menciptakan suasana yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama ini sering menetap dalam diri pasien dan memengaruhi sikap pasien terhadap lembaga, staf, dokter, perawat atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).

2. Pelayanan dokter

Dokter merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam menentukan kualitas pelayanan rumah sakit. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya ialah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran dank ode etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan (Aditama, 2003).


(7)

3. Pelayanan perawat

Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososio kultural dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).

4. Pelayanan makanan / gizi

Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat-zat gizi oleh tubuh yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.

5. Pelayanan penunjang medik dan non medik

Rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi untuk dapat melakukan tugasnya, salah satu diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi pelayanan penunjang medik dan non medik (Aditama, 2003).

Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi: 1. Laboratorium

2. Radiologi

3. Electro Cardio Graph (ECG) 4. Ultrasonography (USG) 5. Unit Gawat Darurat (UGD)


(8)

Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi: 1. Farmasi

2. Rehabilitasi medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi.

3. Pelayanan social 4. Radioterapi

5. Psikologi klinik (Aditama, 2003). 6. Kebersihan lingkungan

Lingkungan fisik merupakan tempat dimana pasien berada selama menjalani perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan yang nyaman, bersih dan sehat sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses penyembuhan pasien, pada pengunjung dan juga pada tenaga kerja rumah sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi bangunan, dan penggunaan ruangan, lantai harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan (Aditama, 2003).

2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan

Banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep untuk menggambarkan orang-orang yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Salah satunya Mc.Kinlay yang telah mempelajari berbagai literatur mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengidentifikasikan enam pendekatan utama yaitu dari sudut ekonomi, ekologi, sosio-demografi, psikologi sosial, sosial budaya dan organisasi.


(9)

Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, maka konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), ia menyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pok ok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku seseorang itu ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor predisposisi (Predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

b. Faktor pendukung (Enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan. Misalnya, rumah sakit, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. c. Faktor penguat / pendorong (Reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok yang dilihat oleh masyarakat.

Andersen juga menambahkan salah satu faktor dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan (need). Faktor kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah seseorang akan melakukan atau mencari upaya pelayanan kesehatan tersebut apabila seseorang tersebut sudah merasa membutuhkan. Keadaan status kesehatan seseorang dapat menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan akan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan atau tidak.


(10)

Anderson dan Newman (1973) dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan bahwa terdapat beberapa model penggunaan pelayanan kesehatan yang meliputi: model demografi (kependudukan), model-model struktur sosial (social structure models), model-model sosial psikologis (psychological models), model sumber keluarga (family resource models), model sistem kesehatan (health system models), model-model organisasi (organization models), model sumber daya masyarakat (community resource models).

1. Model Demografi (Kependudukan)

Model demografi menyebutkan bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Selain itu, karakteristik demografi juga berhubungan dengan karakteristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).

2. Model Struktur Sosial (Social Structure Models)

Model struktur sosial menggunakan beberapa variabel seperti pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan yang mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang sosial yang berbeda akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula terhadap kesehatan mereka.

3. Model Sosial Psikologi (Psychological Models)

Model sosial psikologis menggunakan variabel ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Pada umumnya variabel sosial psikologis terdiri 4


(11)

kategori yaitu, kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan dari penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit dan kesiapan tindakan individu.

4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Models)

Model sumber keluarga berupa pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Model ini lebih menekankan pada kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. 5. Model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Models)

Model sumber daya masyarakat menggunakan variabel penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber didalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia. Model ini menitikberatkan pada suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat

6. Model-Model Organisasi (Organization Models)

Model organisasi menggunakan variabel pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Variabel-variabel tersebut meliputi: a. Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekaan, atau grup)

b. Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak) c. Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)

d. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat, asisten dokter).


(12)

7. Model Sistem Kesehatan (Health System Models)

Model sistem kesehatan menyatukan keenam model sebelumnya kedalam model yang lebih sempurna. Dalam model ini, demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan secara bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang mempunyai cakupan lebih luas (negara). Apabila akan dilakukan penelitian perilaku sehubungan dengan penggunaan/pencarian fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya. 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan / atau masyarakat (Depkes RI, 2009).

Menurut Blum 1974, untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan


(13)

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).

Menurut Azwar (1996), untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki banyak persyaratan pokok, yaitu:

1. Tersedia dan berkesinambungan (available and continue)

Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat dibutuhkan.

2. Dapat diterimadan wajar (acceptable and appropriate)

Pelayanan kesehatan harus dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya, pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai (accessible)

Mudah dicapai maksudnya adalah ditinjau dari sudut lokasi. Jadi, pelayanan kesehatan yang baik itu pendistribusiannya tidak hanya terkonsentrasi hanya pada satu tempat saja.

4. Mudah dijangkau (affordable)

Mudah dijangkau yang dimaksud ialah terutama dari sudut biaya. Dengan kata lain bahwa pelayanan kesehatan yang baik itu apabila biaya pelayanan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.


(14)

5. Bermutu (quality)

Pengertian bermutu menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dimana pada satu pihak dapat memuaskan para pengguna jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.

2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan

Banyak macam bentuk dan jenis pelayanan kesehatan, menurut pendapat Hodgetts dan casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan kedokteran, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasiannya dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, dengan sasaran terutama untuk perseorangan atau keluarga secara keseluruhan.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dengan sasaran utama kelompok dan masyarakat.


(15)

2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan 2.6.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah (predisposing factor) adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini memberikan efek kepada mereka sebelum perilaku terjadi, dengan meningkatkan atau menurunkan motivasi seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan, faktor-faktor ini mencakup: 1. Pendidikan

Menurut Widyastuti, dkk (2010) pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan. Tujuan pendidikan diharapkan agar individu mempunyai kemampuan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan meningkatkan peranannya secara pribadi.

2. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar

menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).


(16)

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan (knowledge) yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.


(17)

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tindakan terbuka. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana (2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk merespons (secara positif dan negatif) baik manusia, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).

Menurut Azwar (1996) dalam Maulana (2009), sikap memiliki 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif (cognitive), yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran dan lain-lain.


(18)

b. Komponen afekfif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik bersifat positif (rasa senang) maupun bersifat negative (rasa tidak senang).

c. Komponen konatif (komponen perilaku), kecenderungan bertindak terhadap objek yang dihadapinya.

4. Persepsi

Alex Sobur (2010), menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi dalam pelayanan di rumah sakit ialah penglihatan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh selama berada dirumah sakit. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1) Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.

2)Persepsi Negatif

Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menunjuk pada keadaan dimana subjek yang mempersepsi cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.


(19)

2.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin merupakan sarana dan prasarana, hal ini mencakup personal skill dan sumberdaya kelompok maupun masyarakat yang meliputi tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan, biaya, pendapatan, jarak.

1. Akses Geografi

Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu tempuh dan jarak.

2. Tersedianya fasilitas kesehatan (SDM)

Tersedianya fasilitas kesehatan salah satunya Sumberdaya Manusia (SDM) seperti jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dan jumlah sarana kesehatan yang ada seperti kelengkapan peralatan yang ada di rumah sakit tersebut. 2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku kesehatan, hal ini menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi faktor untuk menentukan pelayanan kesehatan diminati atau tidak oleh masyarakat dapat dilihat melalui perilaku petugas kesehatannya yang bisa menjadi kelompok referensi (kelompok yang bisa dicontoh) oleh masyarakat.


(20)

1. Perilaku petugas kesehatan

Perilaku petugas kesehatan adalah reaksi atau tindakan petugas rumah sakit kepada pasien atau penunjang RSU berupa sikap sopan, ramah, penuh perhatian / sungguh-sungguh termasuk ketepatan kehadiran di RSU. Perilaku petugas kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan, diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang lain saling menunjang satu sama lain. Sistem ini akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.

2.6.4 Faktor Kebutuhan

Menurut Andersen yang dikutip oleh Zulikhfan (2004), faktor kebutuhan merupakan faktor yang paling penting diantara kedua faktor diatas sebelumnya, karena faktor predisposisi dan faktor kemampuan untuk menggunakan pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan akan bisa menjadi suatu kebutuhan apabila terjadi keseriusan penyakit yang dirasakan seseorang, maka disaat seperti itu mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Jadi faktor kebutuhan ini menjadi stimulasi langsung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan atau dipersepsikan seperti: kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan untuk


(21)

bekerja dan hal-hal yang dinilai seperti: tingkat berat tidaknya suatu penyakit dan gejala menurut diagnosis klinis dokter (Notoatmodjo, 2010).

2.7Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis, determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit Bhayangkara T.Tinggi, digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Sumber: Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010) Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor pendorong (Reinforcing Factor) - Perilaku petugas

kesehatan

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) - Pengetahuan

- Sikap - Persepsi

Faktor Pemungkin (Enabling Factor) - Akses geografi (jarak) - Tersedianya fasilitas

Pemanfaatan Kembali Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2015


(22)

2.8 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini ialah adanya pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan persepsi), faktor pemungkin (akses geografi, tersedianya fasilitas kesehatan), dan faktor penguat (perilaku petugas kesehatan) terhadap pemanfaatan kembali sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.


(1)

e. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tindakan terbuka. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana (2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk merespons (secara positif dan negatif) baik manusia, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).

Menurut Azwar (1996) dalam Maulana (2009), sikap memiliki 3 komponen yaitu:

a. Komponen kognitif (cognitive), yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran dan lain-lain.


(2)

b. Komponen afekfif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik bersifat positif (rasa senang) maupun bersifat negative (rasa tidak senang).

c. Komponen konatif (komponen perilaku), kecenderungan bertindak terhadap objek yang dihadapinya.

4. Persepsi

Alex Sobur (2010), menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi dalam pelayanan di rumah sakit ialah penglihatan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh selama berada dirumah sakit. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.

1) Persepsi Positif

Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.

2)Persepsi Negatif

Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menunjuk pada keadaan dimana subjek yang mempersepsi cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.


(3)

2.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin merupakan sarana dan prasarana, hal ini mencakup personal skill dan sumberdaya kelompok maupun masyarakat yang meliputi tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan, biaya, pendapatan, jarak.

1. Akses Geografi

Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu tempuh dan jarak.

2. Tersedianya fasilitas kesehatan (SDM)

Tersedianya fasilitas kesehatan salah satunya Sumberdaya Manusia (SDM) seperti jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dan jumlah sarana kesehatan yang ada seperti kelengkapan peralatan yang ada di rumah sakit tersebut. 2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku kesehatan, hal ini menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi faktor untuk menentukan pelayanan kesehatan diminati atau tidak oleh masyarakat dapat dilihat melalui perilaku petugas kesehatannya yang bisa menjadi kelompok referensi (kelompok yang bisa dicontoh) oleh masyarakat.


(4)

1. Perilaku petugas kesehatan

Perilaku petugas kesehatan adalah reaksi atau tindakan petugas rumah sakit kepada pasien atau penunjang RSU berupa sikap sopan, ramah, penuh perhatian / sungguh-sungguh termasuk ketepatan kehadiran di RSU. Perilaku petugas kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan, diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang lain saling menunjang satu sama lain. Sistem ini akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.

2.6.4 Faktor Kebutuhan

Menurut Andersen yang dikutip oleh Zulikhfan (2004), faktor kebutuhan merupakan faktor yang paling penting diantara kedua faktor diatas sebelumnya, karena faktor predisposisi dan faktor kemampuan untuk menggunakan pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan akan bisa menjadi suatu kebutuhan apabila terjadi keseriusan penyakit yang dirasakan seseorang, maka disaat seperti itu mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Jadi faktor kebutuhan ini menjadi stimulasi langsung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan atau dipersepsikan seperti: kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan untuk


(5)

bekerja dan hal-hal yang dinilai seperti: tingkat berat tidaknya suatu penyakit dan gejala menurut diagnosis klinis dokter (Notoatmodjo, 2010).

2.7Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis, determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit Bhayangkara T.Tinggi, digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)

Sumber: Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010) Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor pendorong (Reinforcing Factor) - Perilaku petugas

kesehatan

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) - Pengetahuan

- Sikap - Persepsi

Faktor Pemungkin (Enabling Factor) - Akses geografi (jarak) - Tersedianya fasilitas

Pemanfaatan Kembali Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2015


(6)

2.8 Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini ialah adanya pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan persepsi), faktor pemungkin (akses geografi, tersedianya fasilitas kesehatan), dan faktor penguat (perilaku petugas kesehatan) terhadap pemanfaatan kembali sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.