Determinan Pemanfaatan Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015
DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA
PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI
DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA TEBING TINGGI
TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH
NIM : 111000061
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
(2)
DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA
PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI
DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT
SBHAYANGKARA TEBING TINGGI
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH
NIM : 111000061
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
(3)
(4)
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “DETERMINAN PEMANFAATAN ULANG SARANA PELAYANAN KESEHATAN OLEH ANGGOTA POLRI DAN KELUARGANYA DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TEBING TINGGI TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juli 2015
(HALIMAH TUSYAKDIAH SARAGIH ) NIM. 111000061
(5)
ABSTRAK
Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.
Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Kata kunci: Perilaku petugas kesehatan, pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.
(6)
ABSTRACT
The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the Police Hospitals.
This type of research is a survey research using explanatory research approach that aims to find out to analyze the determinants that influence the utilization of health services by members of the police and their families. Population in this study were all members of the TNI / Polri and their families who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.
The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.
It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Halimah Tusyakdiah Saragih Tempat Lahir : Kuta Pinang
Tanggal Lahir : 30 September 1993
Suku Bangsa : Batak Simalungun / Indonesia
Agama : Islam
Nama Ayah : Miren Saragih (ALM)
Suku Bangsa Ayah : Batak Simalungun / Indonesia Nama Ibu : Suyanti
Suku Bangsa Ibu : Jawa / Indonesia
Pendidikan Formal
1. SD / Tamat Tahun : SD Negeri 105441 Kuta Pinang / 2005 2. SMP / Tamat Tahun : SMP Negeri 1 Tebing Tinggi / 2008 3. SMA / Tamat Tahun : SMA Negeri 2 Tebing Tinggi / 2011 4. Lama studi di FKM USU : 4 (empat) tahun.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pemanfaatan Ulang Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015”, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal pembuatan hingga terselesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr.Heldy BZ, MPH, selaku ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan di fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu dr.Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Penguji yang sudah banyak meluangkan waktu, tulus, sabar dan ikhlas dalam memberikan kritik, saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
(9)
4. Bapak dr.Fauzi, SKM, selaku Dosen Pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktu, tulus, sabar dan ikhlas dalam memberikan kritik, saran, dukungan, nasihat, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM, M.Kes, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dr.Muhammad Makmur Sinaga selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan dan nasihat kepada penulis selama kuliah di FKM USU.
7. Seluruh Dosen dan staff di FKM USU, terutama yang ada di Departemen AKK yang telah memberikan bekal ilmu dan membantu penulis selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Bapak dr.Romi Sebastian selaku Direktur Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
9. Seluruh pegawai dan staff Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi, khususnya dibagian Administrasi rumah sakit yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di wilayah kerja Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dan banyak memberikan bantuan serta kemudahan urusan selama peneliti melakukan penelitian.
(10)
10.Seluruh responden (Polisi dan keluarganya) yang berada di Polres Tebing Tinggi yang telah berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pada penelitian ini.
11.Teristimewa untuk ketiga orang tua penulis yang tercinta, Ayahanda Almarhum Miren Saragih, ayahanda Ratus Sarianto Saragih dan Ibunda Suyanti yang senantiasa tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang, semangat, doa serta dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil. Terima kasih juga kepada ketiga saudara-saudara tersayang Suriadi Saragih, S.Kom, Sarintan Saragih dan Laila Ramadhani Saragih atas doa dan dukungannya.
12.Sahabat-sahabat penulis yaitu group KHANU, Khairina Fitri Arwanda (Rina nose), Astry Elfira (Mbak Ira), Nadya Balqis (Nanad) dan Ummiyun (Inyong) yang senantiasa ada disaat penulis membutuhkan bantuan, semangat, saran dan dorongan dan terima kasih telah menjadi sahabat terbaik disaat susah maupun senang.
13.Sahabat-sahabat yang ada dikampung, Puput dan Ismet yang senantiasa mendukung serta memberikan semangat kepada penulis dan membantu serta ikut bersusah payah menemani penulis kesana kemari.
14.Teman-teman seperjuangan di FKM USU khususnya stambuk 2011 dan lebih terkhusus lagi peminatan AKK yang senantiasa saling memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
15.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak untuk semuanya.
(11)
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih perlu disempurnakan. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2015 Penulis,
Halimah Tusyakdiah Saragih (NIM. 111000061)
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan……… i
Abstrak……….. ii
Anstract……….. iii
Daftar Riwayat Hidup………. iv
Kata Pengantar……… v
Daftar Isi……… viii
Daftar Tabel……….. xi
Daftar Gambar………. xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….. 1
1.2 Rumusan Masalah………. 10
1.3 Tujuan Penelitian………... 10
1.4 Manfaat Penelitian………. ….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit……….. 11
2.1.1 Definisi Rumah Sakit……….. 11
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit……… 12
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit……… 13
2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit……… 13
2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit……… 14
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit……… 15
2.2 Pelayanan Rumah Sakit……….. 15
2.2.1 Rawat Inap………. 15
2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan………. 19
2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan………. 23
2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan……….. 24
2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan……… 25
2.6.1 Faktor Predisposisi………. 25
2.6.2 Faktor Pemungkin……….. 29
2.6.3 Faktor Penguat……….. 30
2.6.4 Faktor Kebutuhan……….. 31
2.7 Kerangka Konsep……….... 31
2.8 Hipotesa Penelitian……….. 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian……… 33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 33
3.2.1 Lokasi Penelitian……… 33
3.2.2 Waktu Penelitian……… 33
3.3 Populasi dan Sampel………... 34
(13)
3.3.2 Sampel……… 34
3.4 Metode Pengumpulan Data………. 35
3.4.1 Data Primer………. 35
3.4.2 Data Sekunder………. 35
3.5 Defenisi Operasional……… 36
3.6 Aspek Pengukuran……… 41
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas……… 41
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat………... 42
3.7 Teknik Analisis Data……… 42
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 44
4.1.1 Sejarah Singkat………... 44
4.1.2 Letak Geografis………... 45
4.1.3 Demografis………... 46
4.1.4 Visi dan Misi………... 46
4.1.5 Sumber Daya Manusia (SDM) ……… 50
4.1.6 Sumber Dana……… 51
4.2 Analisis Univariat………... 51
4.2.1 Deskripsi Karakteristik Responden………. 51
4.2.2 Faktor Predisposisi……… 53
4.2.2.1 Deskripsi Pengetahuan……… 53
4.2.2.2 Deskripsi Sikap……… 55
4.2.2.3 Deskripsi Persepsi……… 57
4.2.3 Faktor Pemungkin……… 60
4.2.3.1 Deskripsi Akses Geografis……… 60
4.2.3.2 Deskripsi Fasilitas Kesehatan……….. 61
4.2.4 Faktor Penguat……… 64
4.2.4.1 Deskripsi Perilaku Petugas Kesehatan…… 64
4.2.5Pemanfaatan Kembali Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi……… 68
4.3 Analisis Bivariat………..….. 69
4.4 Analisis Multivariat………. 70
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Variabel yang Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……….. 73
5.1.2 Variabel Perilaku Petugas Kesehatan……… 73
5.2 Variabel yang Tidak Memengaruhi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan……… 78
5.2.1 Variabel Pengetahuan……… 78
5.2.2 Variabel Sikap………... 81
5.2.3 Variabel Persepsi Pelayanan……… 83
5.2.4 Variabel Akses Geografis……… 85
(14)
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan……… 90
6.2 Saran……….. 91
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. KUESIONER PENELITIAN
2. MASTER DATA SPSS
3. HASIL PENGOLAHAN DATA STATISTIK
4. SURAT IZIN PENELITIAN
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Pasien dan Rawat Inap Anggota Polri dan Pasien Umum di Rumah sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun
2014………. 7
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas………. 41 Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat……… 41 Tabel 4.1 Distribusi Tempat Tidur Berdasarkan Tipe Ruangan di Rumah
Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50 Tabel 4.2 Distribusi SDM Menurut Pendidikan Kesehatan di Rumah Sakit
Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 50 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dari Karakteristik Responden……… 52 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pengetahuan
Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 54 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan
Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 55 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Sikap Anggota
Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 56
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 57
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Persepsi Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 58 Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Anggota
Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 60
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Akses Geografis Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 60
(16)
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Geografis Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 61 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Fasilitas
Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 62 Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas Kesehatan
Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 63 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Perilaku Petugas
Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 66 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku Petugas
Kesehatan Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan
Kembali Rumah sakit oleh Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi Tahun 2015……… 68 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Jawaban Item Pernyataan Pemanfaatan
Kembali Rumah Berdasarkan Pangkat Anggota Polri/Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
Tahun 2015……… 68
Tabe1 4.18 Tabulasi Silang antara Variabel bebas dengan Variabel Terikat terhadap Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri/Keluarganya……… 69 Tabel 4.19 Hasil Uji Statistik Chi-Square ……… 70 Tabel 4.20 Hasil Uji Regresi Logistik Berganda……… 71
(17)
DAFTAR GAMBAR
(18)
ABSTRAK
Rumah sakit merupakan penyedia jasa pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, salah satunya Rumah Sakit Bhayangkara di Kota Tebing Tinggi yang telah disediakan pemerintah khusus untuk anggota TNI/Polri beserta keluarganya, namun kenyataannya kurang dimanfaatkan oleh anggota Polri yang dapat dilihat dari nilai Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit pada pasien Polri hanya sebesar 27,6%. Hal tersebut terjadi diduga karena kurang berminatnya Polri dan anggota keluarganya untuk memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yang bertujuan untuk mengetahui, menganalisis determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya. Populasi didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri/keluarganya yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi sebanyak 612 orang. Pemilihan sampel ini diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 82 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan dianalisis menggunakan uji regresi logistik berganda dengan α=0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya yaitu variabel sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehan dan variabel perilaku petugas kesehatan memberikan pengaruh paling besar (0,012) terhadap pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dengan nilai koefisien (B)= 1,372.
Disarankan kepada managemen Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi supaya memperbaiki diri dengan meningkatkan pelayanan yang ada serta memperhatikan dan mengubah perilaku petugas yang ada di rumah sakit, salah satunya dengan membiasakan budaya 5S (senyum, salam, sapa, sabar dan semangat) serta dapat juga membudayakan 5R (ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin) agar dapat meningkatkan minat khususnya anggota Polri untuk memanfaatkan kembali sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara tersebut.
Kata kunci: Perilaku petugas kesehatan, pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.
(19)
ABSTRACT
The hospital is a health care services provider that is used to hold individual health care efforts, both promotive, preventive, curative and rehabilitative. The government does not only provide health services to the general public, but also provide health services for members of the TNI / Polri which aims to facilitate its members in accessing health services, such as the Police Hospital (Rumkitpol), but Rumkitpol Bhayangkara at Tebing Tinggi State which has supplied a special government for members of TNI / Polri and their families underutilized by members of the police who can be seen from the Bed Occupancy Rate (BOR) hospital for patients TNI / Polri only 27.6%. This occurs presumably because less as interested Police and family members to utilize the Police Hospitals.
This type of research is a survey research using explanatory research approach that aims to find out to analyze the determinants that influence the utilization of health services by members of the police and their families. Population in this study were all members of the TNI / Polri and their families who have never used and who have never Police Hospitals utilize as many as 612 people Tebing Tinggi. Selection of these samples were taken by using simple random method using simple random sampling technique as many as 85 people. Data obtained through direct interviews with respondents, based on the study questionnaires that had been prepared and analyzed using multiple logistic regression test with α = 0.05 with 95% confidence level.
The results showed that the variables that have a significant influence on the variable utilization of health services by members of the police and the family of variable behavior health officers (0,012) and the variable behavior of health workers give the most influence on the utilization of health services by members of the police and their families in the Hospital Bhayangkara Tebing Tinggi with coefficient (B) = 1.372.
It is suggested to doctors and nurses Hospitals Bhayangkara Tebing Tinggi in order to improve themselves by improving existing services as well as the attention and changing the behavior of the officer who is in the hospital , one of them with cultural familiarize 5S ( smiles, greetings, greetings, patience and spirit ) and can also civilize 5R ( compact, neat, rehearsal, care and diligence ) in order to increase interest in particular members of the police to utilize existing health care facilities in the Police Hospitals.
(20)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Usaha-usaha tersebut dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (Undang-Undang No.36 tahun 2009).
Salah satu upaya yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan penting supaya dapat melakukan upaya kesehatan seperti yang dimaksudkan diatas, ialah dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi setiap orang. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Undang-Undang No.36 tahun 2009).
(21)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk alat dan tempat) yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan / atau masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia (2013), menyebutkan bahwa tempat-tempat penyelenggaraan kesehatan antara lain yaitu rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan atau klinik, praktek dokter, praktek tenaga kesehatan, pengobatan tradisional, Polindes, Poskesdes, Posyandu, apotek, toko obat dan Pos Unit Kesehatan Kerja (Pos UKK).
Kesehatan dalam kaitannya dengan peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pemerintah juga menyediakan pelayanan berupa rumah sakit. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) dan secara umum menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan data yang dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2013, diketahui jumlah rumah sakit publik sebanyak 1.512 unit yang terdiri atas: milik kementrian kesehatan dan pemerintah provinsi / kabupaten / kota berjumlah 676 unit, milik TNI / Polri sebanyak 112 unit, milik kementrian lain 3 unit dan
(22)
swasta non-profit berjumlah 724 unit. Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat yang dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan, perusahaan dan swasta lainnya) pada tahun 2013 terdapat 666 unit rumah sakit yang terdiri dari 448 unit rumah sakit umum (RSU) dan 218 unit rumah sakit khusus (RSK).
Sarana kesehatan termasuk rumah sakit telah menjangkau hampir di seluruh wilayah masyarakat, namun kenyataannya pemanfaatan pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum maksimal dimana masih banyaknya masyarakat yang mengalami keluhan kesehatan lebih memilih untuk mengobati diri sendiri. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2008) yang dikutip Kristian (2011), mengungkapkan bahwa penduduk yang memiliki keluhan kesehatan memilih untuk mengobati dirinya sendiri (Depkes RI, 2009).
Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan, secara individu hal itu tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebut. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), beliau mengidentifikasikan bahwa ada tiga faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yakni, a) faktor predisposisi (predisposing factor), seperti: umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, pengetahuan, sikap dan nilai-nilai. b) faktor pendukung (enabling factor), seperti: jarak, tersedianya fasilitas, serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas tersebut. c) faktor penguat / pendorong (reinforcing factor), seperti sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya.
(23)
Menurut Andersen dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa faktor kebutuhan akan pelayanan juga memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Seseorang akan membutuhkan pelayanan kesehatan karena telah mengalami suatu penyakit, dan akan menggunakan pengalamannya tentang rumah sakit yang pernah digunakan sebelumnya untuk menentukan mau kembali berobat ke rumah sakit tersebut atau lebih memilih rumah sakit lain.
Sulitnya akses untuk menuju ke pelayanan kesehatan yang akan dicapai secara fisik juga dapat menjadi salah satu faktor rendahnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak termasuk salah satu faktor yang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, semakin jauh rumah dari pusat pelayanan kesehatan maka kemungkinan semakin kecil pula jumlah kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).
Pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, tetapi juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI / Polri yang bertujuan untuk memudahkan anggotanya dalam mengakses pelayanan kesehatan, seperti Rumah Sakit Polri (Rumkitpol). Rumkitpol merupakan rumah sakit yang bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi personel Polri dan anggota keluarganya. Rumkitpol menyelenggarakan dukungan kedokteran kepolisian dan pelayanan kesehatan baik dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia maupun dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain demi tugas operasional dan pembinaan Polri. Rumah sakit TNI dan Polri berjumlah 112, meliputi: 60 milik angkatan darat, 20 milik angkatan
(24)
laut, 19 milik angkatan udara dan 13 milik anggota Polri (Bidang kedokteran dan kesehatan (Biddokkes), 2014).
Selama ini TNI / Polri hanya bisa berobat di RS milik TNI dan Polri, sedangkan dengan jumlah RS TNI / Polri yang terbatas dan lokasi yang tidak merata membuat pelayanan kesehatan kepada TNI / Polri dan keluarganya menjadi kurang maksimal. Selama ini tanggung jawab pengelola Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) dikelola oleh masing-masing TNI / Polri, namun kemudian ada pengalihan tanggung jawab pengelola Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) yang sekarang berubah ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Setelah era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), seluruh prajurit TNI / Polri dan juga masyarakat umum dapat memanfaatkan seluruh fasilita s kesehatan dan rumah sakit dengan syarat rumah sakit tersebut menerima pasien peserta program JKN. Meski mengalami transformasi, pelayanan kesehatan untuk TNI / Polri tidak akan berkurang. Mereka tetap mendapatkan layanan pengobatan untuk semua jenis penyakit termasuk 5 jenis penyakit dengan biaya mahal yakni kanker, jantung, stroke, gagal ginjal, dan diabetes. Namun demikian, dengan bergabungnya TNI / Polri ke program JKN, maka terhadap mereka juga diberlakukan pelayanan dengan sistem berjenjang (rujukan) mulai dari Poliklinik tempat mereka bekerja atau dokter keluarga hingga rumah sakit.
Wasisto (1992) dalam Hervinas (2012), mengungkapkan bahwa dengan bertambahnya jumlah rumah sakit menyebabkan timbulnya persaingan antar rumah sakit dalam memperebutkan konsumen yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Kondisi yang demikian mengharuskan setiap rumah sakit
(25)
untuk melakukan upaya peningkatan citra rumah sakit. Peningkatan citra rumah sakit harus sejalan dengan asumsi masyarakat dan harus sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yakni untuk mewujudkan masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani.
Rumah sakit harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan profesi (quality of care) dan kualitas pelayanan manajemen (quality of service) serta harus memberikan pelayanan yang bermutu, oleh karena itu rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan cara melayani masyarakat sebaik mungkin agar menjadi tempat rujukan yang baik bagi masyarakat karena mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pelanggan dan pelanggan akan memanfaatkan ulang serta mau merekomendasikan pelayanan kesehatan tersebut kepada orang lain (Muninjaya, 2009).
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi merupakan salah satu rumah sakit milik kepolisian Republik Indonesia yang berfungsi melayani kesehatan masyarakat baik TNI / Polri dan anggota keluarganya, peserta BPJS maupun pasien umum. Dalam perkembangannya, Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi digunakan sebagai institusi pelayanan publik dibidang kesehatan.
Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi juga menerima segala bentuk pelayanan kesehatan, melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif serta memiliki fasilitas seperti, poli umum, poli gigi, poli bedah, poli kebidanan dan kandungan, poli THT, poli anak, poli penyakit dalam (internis), poli syaraf, gawat darurat, rawat inap, kamar jenazah, kamar rawat tahanan, kamar operasi, ruang bersalin, radiologi, laboratorium, apotek, gudang obat dan ruang dokpol /
(26)
DIV, serta memiliki tempat tidur (TT) sebanyak 51 tempat tidur yang terdiri dari: VIP (10 TT), Kelas I (5 TT), Kelas II (4 TT) dan Kelas III (32 TT) (Profil RS Bhayangkara Tebing Tinggi, 2014).
Pemanfaatan pelayanan rawat inap oleh anggota Polri dan keluarganya masih kurang dimanfaatkan, dengan tingkat hunian tempat tidur (Bed Occupancy Rate) <60% yaitu pada tahun 2014 BOR 33,3% dan pada januari-maret 2015 BOR 27,6 % dengan jumlah anggota Polri sebanyak 621 personel Polri dan ditambah anggota keluarganya menjadi sebanyak 1.836 orang, kemudian pada bulan januari-maret 2015 sebanyak 41 orang yang memanfaatkan pelayanan rawat inap. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Jumlah Pasien Rawat Inap Anggota Polri / Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi pada Bulan Januari-Maret Tahun 2015
Rawat Inap No. Bulan Anggota Polri
∑ Hari Perawatan Pasien Polri / Keluarganya
% 1. 2. 3. Januari Februari Maret 13 6 22 36 hari 15 hari 76 hari (rata-rata ±2,5 hari)
31,70 % 14,65 % 53,65 %
∑41 ∑ 127 hari 100 %
Sumber: Profil Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2014
Fenomena berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan, saat peneliti sedang berada di rumah sakit lain, peneliti melihat ada beberapa anggota Polri yang membawa anaknya untuk berobat ke rumah sakit lain daripada ke Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi karena menurut mereka sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara dirasa masih belum maksimal / memuaskan bagi anggota Polri dan keluarganya, ada beberapa fasilitas yang tidak memadai sehingga mengharuskan mereka untuk pergi ke tempat lain. Mereka juga
(27)
mengungkapkan bahwa petugas kesehatan seperti dokter dan perawat tidak menangani pasien dengan serius / sungguh-sungguh, dokter memeriksa pasien ala kadarnya saja bahkan terkadang dokter tidak mau memeriksa, hanya ditanya-tanya saja tentang keluhan pasien kemudian langsung diberi obat, dan yang dirasa pasien obat tersebut tidak sesuai karena pasien merasa kondisinya bukannya semakin membaik malah merasa semakin sakit dan penyakitnya tidak kunjung sembuh.
Kepala personalia Polres T.Tinggi juga menambahkan bahwa sekarang seluruh anggota Polri dan keluarganya sudah masuk menjadi peserta BPJS yang bisa mengakses seluruh rumah sakit yang diinginkan, oleh karena itu anggota Polri tidak lagi diharuskan ke rumah sakit Bhayangkara, mereka bisa memilih rumah sakit yang mereka inginkan bahkan tidak jarang dari mereka yang langsung minta rujukan ke rumah sakit yang ada diluar kota seperti rumah sakit yang ada di kota Medan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia mengungkapkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh perawat dan dokter dibeda-bedakan. Dokter dan perawat lebih mengutamakan pasien umum daripada pasien Polri dan anggota keluarganya, menurutnya karena pasien umum membayar premi mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Kristian (2011), menyatakan bahwa perilaku petugas kesehatan merupakan faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
(28)
Adapun hasil wawancara dengan anggota Polri yang lain, ia dan keluarga tidak memanfaatkan rumah sakit Bhayangkara karena jarak rumah mereka dengan rumah sakit cukup jauh sehingga mereka lebih memilih rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang lebih dekat dengan rumah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristian (2011), tentang poliklinik USU yang menyatakan bahwa jarak merupakan faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu keluarga pasien anggota Polri, menyatakan bahwa polisi tersebut baru mau diajak untuk berobat ke rumah sakit apabila pasien sudah merasa sakitnya parah dan tidak bisa ditahan lagi, tapi apabila keluhan kesehatan yang dialami masih tergolong ringan, sehingga merasa tidak perlu memanfaatkan pelayanan kesehatan dan lebih memilih untuk mengobati diri sendiri dengan membeli obat bebas atau minum obat herbal (tradisional). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rambe (2014), yang menyatakan bahwa sikap dan persepsi pasien mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi, untuk melihat penyebab atau faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan Polri oleh anggota dan keluarganya.
(29)
1.2 Rumusan Masalah
Determinan apa saja yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan rawat inap oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui determinan yang memengaruhi pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun secara teoritis:
1. Sebagai bahan masukan serta menambah judul bacaan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca serta memberikan gambaran faktor-faktor yang memengaruhi mengapa anggota Polri kurang memanfaatkan RS Bhayangkara Tebing Tinggi.
2. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi dalam rangka pengembangan pelayanan kesehatan bagi anggota Polri dan keluarganya serta bagi masyarakat umum.
3. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti rumah sakit tersebut lebih lanjut.
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 1957, rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit umum, dalam Undang-Undang tersebut didefinisikan sebagai rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan penyakit.
(31)
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 4 dan 5, dinyatakan bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.
Menurut Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.
(32)
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit 2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaanya yaitu:
1. Berdasarkan jenis pelayanan
a. Rumah sakit umum (RSU), merupakan rumah sakit yang melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.
b. Rumah sakit khusus (RSK), merupakan rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
2. Berdasarkan Pengelolaannya (kepemilikan)
Berdasarkan kepemilikannya, Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit membedakan rumah sakit di Indonesia ke dalam 2 jenis, yaitu: a. Rumah sakit publik
Rumah sakit publik merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik meliputi: RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten / kota, rumah sakit BUMN/ABRI dan rumah sakit TNI / Polri.
(33)
b. Rumah sakit privat (swasta)
Rumah sakit privat merupakan rumah sakit profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Rumah sakit privat meliputi: RS milik yayasan, milik perusahaan, milik penanam modal dan milik badan hukum.
2.1.3.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum 1. Rumah Sakit Umum (RSU) Pemerintah
Rumah sakit umum pemerintah diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit, meliputi:
a) Rumah sakit kelas A tersedianya pelayanan spesialistik yang luas, termasuk subspesialistik.
b) Rumah sakit kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.
c) Rumah sakit kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan dan anak).
d) Rumah sakit kelas D hanya mempunyai fasilitas dan pelayanan medis dasar.
2. Rumah sakit khusus pemerintah
Rumah sakit khusus pemerintah ditentukan berdasarkan tingkat fasilitas dan bidang kekhususan meliputi: rumah sakit TB Paru, rumah sakit mata, rumah sakit orthopedi (Depkes RI, 2009).
(34)
2.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit
Visi adalah suatu pandangan jauh ke depan mengenai cita dan citra yang ingin diwujudkan suatu institusi rumah sakit pada masa yang akan datang, sehingga dapat menjawab pertanyaan rumah sakit / institusi ingin menjadi apa. Memberikan dan mengatur hubungan baik antara rumah sakit, stakeholder dan pengguna rumah sakit untuk menyatakan tujuan dari kerja rumah sakit.
Misi merupakan sesuatu yang harus diemban oleh suatu rumah sakit / institusi sesuai dengan visinya. Tujuannya ialah memiliki hasil spesifik ke depan yang ingin dicapai suatu rumah sakit / institusi terkait dengan misi utamanya. Rumah sakit didirikan mempunyai suatu tujuan tertentu, ketetapan misi rumah sakit penting oleh karena merupakan gambaran tujuan rumah sakit.
2.2 Pelayanan Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meIiputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2.2.1 Rawat Inap
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 pasal 1 tentang pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) yang meliputi rawat jalan dan rawat inap. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan dan / atau pelayanan
(35)
medis lainnya, dimana peserta dan / atau anggota keluarganya dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari.
Menurut Azwar (1996), menyatakan bahwa sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapatkan pelayanan seperti:
1. Pelayanan penerimaan atau administrasi
Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari pelayanan rumah sakit, karena bagian ini merupakan bagian awal dari seluruh bentuk pelayanan kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan penerimaan pasien adalah menciptakan suasana yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama ini sering menetap dalam diri pasien dan memengaruhi sikap pasien terhadap lembaga, staf, dokter, perawat atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).
2. Pelayanan dokter
Dokter merupakan unsur yang paling berpengaruh dalam menentukan kualitas pelayanan rumah sakit. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya ialah memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran dank ode etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan (Aditama, 2003).
(36)
3. Pelayanan perawat
Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososio kultural dan spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Perlu diyakini bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan keperawatan (Depkes RI, 2009).
4. Pelayanan makanan / gizi
Makanan adalah bagian selain obat yang mengandung zat-zat gizi atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat-zat gizi oleh tubuh yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
5. Pelayanan penunjang medik dan non medik
Rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi untuk dapat melakukan tugasnya, salah satu diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi pelayanan penunjang medik dan non medik (Aditama, 2003).
Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi: 1. Laboratorium
2. Radiologi
3. Electro Cardio Graph (ECG) 4. Ultrasonography (USG) 5. Unit Gawat Darurat (UGD)
(37)
Pelayanan penunjang medik terapeutik meliputi: 1. Farmasi
2. Rehabilitasi medik: terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi okupasi.
3. Pelayanan social 4. Radioterapi
5. Psikologi klinik (Aditama, 2003). 6. Kebersihan lingkungan
Lingkungan fisik merupakan tempat dimana pasien berada selama menjalani perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan yang nyaman, bersih dan sehat sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses penyembuhan pasien, pada pengunjung dan juga pada tenaga kerja rumah sakit. Kondisi ruangan dipengaruhi oleh kualitas udara, sanitasi bangunan, dan penggunaan ruangan, lantai harus kedap air, tidak licin dan mudah dibersihkan (Aditama, 2003).
2.3 Beberapa Teori dan Konsep tentang Pemanfaatan
Banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep untuk menggambarkan orang-orang yang berkaitan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Salah satunya Mc.Kinlay yang telah mempelajari berbagai literatur mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, mengidentifikasikan enam pendekatan utama yaitu dari sudut ekonomi, ekologi, sosio-demografi, psikologi sosial, sosial budaya dan organisasi.
(38)
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, maka konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), ia menyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pok ok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku seseorang itu ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:
a. Faktor predisposisi (Predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor pendukung (Enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan. Misalnya, rumah sakit, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. c. Faktor penguat / pendorong (Reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok yang dilihat oleh masyarakat.
Andersen juga menambahkan salah satu faktor dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu faktor kebutuhan (need). Faktor kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah seseorang akan melakukan atau mencari upaya pelayanan kesehatan tersebut apabila seseorang tersebut sudah merasa membutuhkan. Keadaan status kesehatan seseorang dapat menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan akan membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan atau tidak.
(39)
Anderson dan Newman (1973) dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan bahwa terdapat beberapa model penggunaan pelayanan kesehatan yang meliputi: model demografi (kependudukan), model-model struktur sosial (social structure models), model-model sosial psikologis (psychological models), model sumber keluarga (family resource models), model sistem kesehatan (health system models), model-model organisasi (organization models), model sumber daya masyarakat (community resource models).
1. Model Demografi (Kependudukan)
Model demografi menyebutkan bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Selain itu, karakteristik demografi juga berhubungan dengan karakteristik sosial (perbedaan sosial dari jenis kelamin mempengaruhi berbagai tipe dan ciri-ciri sosial).
2. Model Struktur Sosial (Social Structure Models)
Model struktur sosial menggunakan beberapa variabel seperti pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan yang mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang sosial yang berbeda akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu pula terhadap kesehatan mereka.
3. Model Sosial Psikologi (Psychological Models)
Model sosial psikologis menggunakan variabel ukuran dari sikap dan keyakinan individu. Pada umumnya variabel sosial psikologis terdiri 4
(40)
kategori yaitu, kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan dari penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan, dalam menghadapi penyakit dan kesiapan tindakan individu.
4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Models)
Model sumber keluarga berupa pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Model ini lebih menekankan pada kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. 5. Model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Models)
Model sumber daya masyarakat menggunakan variabel penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber didalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia. Model ini menitikberatkan pada suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat
6. Model-Model Organisasi (Organization Models)
Model organisasi menggunakan variabel pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Variabel-variabel tersebut meliputi: a. Gaya (style) praktik pengobatan (sendiri, rekaan, atau grup)
b. Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak) c. Letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)
d. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat, asisten dokter).
(41)
7. Model Sistem Kesehatan (Health System Models)
Model sistem kesehatan menyatukan keenam model sebelumnya kedalam model yang lebih sempurna. Dalam model ini, demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan secara bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang mempunyai cakupan lebih luas (negara). Apabila akan dilakukan penelitian perilaku sehubungan dengan penggunaan/pencarian fasilitas-fasilitas kesehatan, semua variabel dari berbagai model tersebut dihubungkan dengan perilaku mereka terhadap fasilitas, dan juga dilihat variabel mana yang paling dominan pengaruhnya. 2.4 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan / atau masyarakat (Depkes RI, 2009).
Menurut Blum 1974, untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, banyak hal yang perlu dilakukan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
(42)
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).
Menurut Azwar (1996), untuk dapat disebut sebagai suatu pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki banyak persyaratan pokok, yaitu:
1. Tersedia dan berkesinambungan (available and continue)
Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya, semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada saat dibutuhkan.
2. Dapat diterimadan wajar (acceptable and appropriate)
Pelayanan kesehatan harus dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya, pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai (accessible)
Mudah dicapai maksudnya adalah ditinjau dari sudut lokasi. Jadi, pelayanan kesehatan yang baik itu pendistribusiannya tidak hanya terkonsentrasi hanya pada satu tempat saja.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Mudah dijangkau yang dimaksud ialah terutama dari sudut biaya. Dengan kata lain bahwa pelayanan kesehatan yang baik itu apabila biaya pelayanan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
(43)
5. Bermutu (quality)
Pengertian bermutu menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dimana pada satu pihak dapat memuaskan para pengguna jasa pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
2.5 Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan
Banyak macam bentuk dan jenis pelayanan kesehatan, menurut pendapat Hodgetts dan casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasiannya dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, dengan sasaran terutama untuk perseorangan atau keluarga secara keseluruhan.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat, yang termasuk kedalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dengan sasaran utama kelompok dan masyarakat.
(44)
2.6 Beberapa Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan 2.6.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor pemudah (predisposing factor) adalah faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku atau tindakan pada diri seseorang atau masyarakat. Faktor ini memberikan efek kepada mereka sebelum perilaku terjadi, dengan meningkatkan atau menurunkan motivasi seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan, faktor-faktor ini mencakup: 1. Pendidikan
Menurut Widyastuti, dkk (2010) pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan sistematis di sekolah, keluarga dan masyarakat untuk menyampaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah ditetapkan. Tujuan pendidikan diharapkan agar individu mempunyai kemampuan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan meningkatkan peranannya secara pribadi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “What”. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengatahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
(45)
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan (knowledge) yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
(46)
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tindakan terbuka. Menurut Sarwono (1997) dalam Maulana (2009), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk merespons (secara positif dan negatif) baik manusia, situasi atau objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional atau afektif (senang, benci dan sedih), kognitif (pengetahuan tentang suatu objek), dan konatif (kecenderungan bertindak).
Menurut Azwar (1996) dalam Maulana (2009), sikap memiliki 3 komponen yaitu:
a. Komponen kognitif (cognitive), yang berisi kepercayaan yang berhubungan dengan persepsi individu terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui, pandangan, keyakinan, pikiran dan lain-lain.
(47)
b. Komponen afekfif (komponen emosional), komponen ini menunjukkan emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik bersifat positif (rasa senang) maupun bersifat negative (rasa tidak senang).
c. Komponen konatif (komponen perilaku), kecenderungan bertindak terhadap objek yang dihadapinya.
4. Persepsi
Alex Sobur (2010), menyatakan bahwa persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi dalam pelayanan di rumah sakit ialah penglihatan pasien terhadap pelayanan yang diperoleh selama berada dirumah sakit. Ada dua bentuk persepsi yaitu yang bersifat positif dan negatif.
1) Persepsi Positif
Persepsi positif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menuju pada suatu keadaan dimana subjek yang mempersepsikan cenderung menerima objek yang ditangkap karena sesuai dengan pribadinya.
2)Persepsi Negatif
Persepsi negatif yaitu persepsi atau pandangan terhadap suatu objek dan menunjuk pada keadaan dimana subjek yang mempersepsi cenderung menolak objek yang ditangkap karena tidak sesuai dengan pribadinya.
(48)
2.6.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan pelayanan kesehatan. Faktor pemungkin merupakan sarana dan prasarana, hal ini mencakup personal skill dan sumberdaya kelompok maupun masyarakat yang meliputi tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan, biaya, pendapatan, jarak.
1. Akses Geografi
Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu tempuh dan jarak.
2. Tersedianya fasilitas kesehatan (SDM)
Tersedianya fasilitas kesehatan salah satunya Sumberdaya Manusia (SDM) seperti jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dan jumlah sarana kesehatan yang ada seperti kelengkapan peralatan yang ada di rumah sakit tersebut. 2.6.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku kesehatan, hal ini menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi faktor untuk menentukan pelayanan kesehatan diminati atau tidak oleh masyarakat dapat dilihat melalui perilaku petugas kesehatannya yang bisa menjadi kelompok referensi (kelompok yang bisa dicontoh) oleh masyarakat.
(49)
1. Perilaku petugas kesehatan
Perilaku petugas kesehatan adalah reaksi atau tindakan petugas rumah sakit kepada pasien atau penunjang RSU berupa sikap sopan, ramah, penuh perhatian / sungguh-sungguh termasuk ketepatan kehadiran di RSU. Perilaku petugas kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang masuk dalam pelayanan kesehatan, diantaranya perawat, dokter, atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang lain saling menunjang satu sama lain. Sistem ini akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
2.6.4 Faktor Kebutuhan
Menurut Andersen yang dikutip oleh Zulikhfan (2004), faktor kebutuhan merupakan faktor yang paling penting diantara kedua faktor diatas sebelumnya, karena faktor predisposisi dan faktor kemampuan untuk menggunakan pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan akan bisa menjadi suatu kebutuhan apabila terjadi keseriusan penyakit yang dirasakan seseorang, maka disaat seperti itu mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Jadi faktor kebutuhan ini menjadi stimulasi langsung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Komponen kebutuhan ini adalah hal-hal yang dirasakan atau dipersepsikan seperti: kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan untuk
(50)
bekerja dan hal-hal yang dinilai seperti: tingkat berat tidaknya suatu penyakit dan gejala menurut diagnosis klinis dokter (Notoatmodjo, 2010).
2.7Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teoritis, determinan yang berhubungan dengan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh anggota Polri di Rumah Sakit Bhayangkara T.Tinggi, digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut: Variabel Bebas (Independent) Variabel Terikat (Dependent)
Sumber: Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2010) Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Faktor pendorong (Reinforcing Factor) - Perilaku petugas
kesehatan
Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) - Pengetahuan
- Sikap - Persepsi
Faktor Pemungkin (Enabling Factor) - Akses geografi (jarak) - Tersedianya fasilitas
Pemanfaatan Kembali Sarana Pelayanan Kesehatan oleh Anggota Polri dan Keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi tahun 2015
(51)
2.8 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis penelitian ini ialah adanya pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan persepsi), faktor pemungkin (akses geografi, tersedianya fasilitas kesehatan), dan faktor penguat (perilaku petugas kesehatan) terhadap pemanfaatan kembali sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
(52)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 2011).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah berdasarkan survey yang telah dilakukan diketahui bahwa terdapat masalah mengenai kurang dimanfaatkannya pelayanan kesehatan (rawat inap) yang ada di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi oleh anggota Polri dan keluarganya dan dapat dilihat bahwa jumlah Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 27,6%.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 sampai dengan penelitian selesai.
(53)
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi
didalam penelitian ini adalah semua anggota Polri yang sudah pernah berobat di Rumah
Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
Pasien anggota polri / keluarganya pada bulan Januari-Maret 2015 = 41 orang
Jumlah keseluruhan anggota Polri = 609 orang
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, maka sampel dalam penelitian ini yaitu
sebagian anggota Polri atau keluarganya yang pernah berobat di Rumah Sakit
Bhayangkara Tebing Tinggi. Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti berpedoman
kepada pendapat Notoatmodjo (2005), yang menyatakan bahwa untuk populasi kecil atau
lebih kecil dari 10.000 dapat menggunakan formula yang sederhana (metode slovin),
seperti berikut.
Adapun rumus yang digunakan untuk penentuan sampel dalam penelitian ini
adalah :
Keterangan :
N = Besar Populasi d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1)
n = Besar Sampel
(54)
Maka, hasil dari penentuan sampel dalam penelitian ini adalah :
n=___609____ 1+609 (0,1)2 n= 82 peserta
Maka berdasarkan perhitungan diatas, diperoleh sampel sebanyak 82 peserta,
peserta diambil dari semua anggota Polri yang sudah pernah memanfaatkan Rumah Sakit
Bhayangkara dan diambil dari pangkat masing-masing responen. Pemilihan sampel ini
diambil dengan menggunakan metode acak sederhana menggunakan teknik simple
random sampling, yaitu memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk
dipilih menjadi sampel yang digunakan(Notoatmodjo, 2005).
Kritera Inklusi:
1. Responden yang sedang memanfaatkan atau yang telah selesai memanfaatkan
rumah sakit.
2. Khusus bangsal anak, maka sampel yang digunakan adalah perwakilan orang
tua atau wali dari pasien anak, misalnya ayah / ibu / saudaranya yang
menunggu langsung selama perawatan (≥20 tahun).
3. Responden yang dijadikan sebagai sampel adalah personel Polri dan anggota
keluarganya beserta Polri sipil (PNS).
(55)
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan
berpedoman pada kuesioner penelitian yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari tenaga administrasi Rumah Sakit Bhayangkara
Tebing Tinggi berupa jumlah pasien rawat inap anggota Polri dan keluarganya di bagian
rekam medik (medical record) serta profil RS Bhayangkara Tebing Tinggi.
3.5 Definisi Operasional
Variabel bebas yaitu faktor predisposisi (meliputi pendidikan, pengetahuan, sikap
dan persepsi) dan faktor pemungkin (meliputi: akses geografi / jarak, tersedianya fasilitas
pelayanan kesehatan) serta faktor penguat (meliputi : perilaku petugas kesehatan) dengan
definisi sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Pendidikan, adalah jenjang pendidikan formal yang berhasil ditamatkan oleh
responden berdasarkan ijazah terakhir yaitu :
1. Pendidikan tinggi: jika responden tamat SLTA/MA serta DIII / Sarjana.
2. Pendidikan rendah: jika reponden tidak sekolah, tidak tamat SD, lulus
SD/MD, tamat SLTP/MTs.
b. Pengetahuan, adalah pemahaman responden tentang pelayanan di Rumah
Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi.
Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala interval dengan
memberikan jawaban kuesioner yang telah diberi bobot, dimana pengetahuan
(56)
jawaban yang didapat merupakan jawab tegas (Sugiyono, 2010). Total skor
adalah 8, selanjutnya dikategorikan menjadi 2 yaitu :
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu:
1) Baik, apabila jawaban responden tahu ≥75% atau skor 6-8
2) Tidak baik, apabila jawaban responden tidak tahu <75% atau memiliki
skor <6
c. Sikap adalah respon atau tanggapan responden terhadap pentingnya
memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit.
Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala interval dengan kategori
dengan memberikan jawaban kuesioner yang telah diberi bobot, dimana sikap
pasien diukur melalui 6 pernyataan dengan menggunakan skala Guttman.
Dimana jawaban yang didapat merupakan jawab tegas (Sugiyono, 2010).
Total skor adalah 12, selanjutnya dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1) Jawaban setuju diberi nilai 2
2) Jawaban tidak setuju diberi nilai 1
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu:
1) Baik, apabila jawaban responden ya ≥ 75% atau skor 8-12
2) Tidak baik, apabila jawaban responden tidak <75% atau skor <8
d. Persepsi adalah pemikiran awal anggota Polri dan keluarganya terhadap
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bhayangkara T.Tinggi.
Pengukuran variabel persepsi didasarkan pada skala interval dengan kategori
dengan memberikan jawaban kuesioner yang telah diberi bobot, dimana
persepsi pasien diukur melalui 7 pernyataan dengan menggunakan skala
Guttman. Dimana jawaban yang didapat merupakan jawab tegas (Sugiyono,
(57)
1) Jawaban setuju diberi nilai 2
2) Jawaban tidak setuju diberi nilai 1
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu:
1) Baik, apabila jawaban responden ya ≥75% atau skor 12-14
2) Tidak baik, apabila jawaban responden tidak <75% atau skor <12
2. Faktor Pemungkin
a. Akses geografi adalah mudah atau tidaknya jangkauan pemanfaatan rumah
sakit dan petugasnya yang akan ditempuh oleh responden ke pelayanan
kesehatan yang meliputi lokasi, sistem transportasi, kondisi jalan, waktu
tempuh dan jarak.
Pengukuran variabel jarak didasarkan pada skala interval dengan kategori
dengan memberikan jawaban kuesioner yang telah diberi bobot, dimana jarak
diukur melalui 2 pernyataan dengan menggunakan skala Guttman. Dimana
jawaban yang didapat merupakan jawab tegas (Sugiyono, 2010). Total skor
adalah 4 yaitu:
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu :
1) Mudah, apabila jawaban responden ya ≥75% atau memiliki skor 4
2) Sulit, apabila jawaban responden tidak < 75% atau skor <4
b. Tersedianya fasilitas adalah lengkap atau tidaknya alat dan tempat yang
disedikan oleh Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi guna menunjang
kebutuhan medis.
Pengukuran variabel tersedianya fasilitas didasarkan pada skala interval
dengan kategori dengan memberikan jawaban kuesioner yang telah diberi
(58)
skala Guttman. Dimana jawaban yang didapat merupakan jawab tegas
(Sugiyono, 2010). Total skor adalah 12 yaitu:
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu :
1) Lengkap, apabila jawaban responden ya ≥75% atau skor 12
2) Kurang Lengkap, apabila jawaban responden tidak <75% skor <12
3. Faktor Penguat
a. Perilaku petugas kesehatan, yakni tindakan yang diberikan perawat dan
dokter kepada pasien anggota Polri dan keluarganya. Penilaian pasien
terhadap tanggapan atau respons yang ditunjukkan oleh perawat maupun
dokter selama melayani pasien untuk mendapatkan fasilitas kesehatan di
rumah sakit saat responden datang sampai pulang.
Pengukuran variabel ini didasarkan pada skala ordinal dengan memberikan
jawaban kuesioner yang telah diberi bobot. Perilaku petugas kesehatan di
rumah sakit diukur melalui 13 pertanyaan dengan menggunakan skala
Guttman. Dimana jawaban yang didapat merupakan jawaban tegas
(Sugiyono, 2010). Total skor adalah 26 yang selanjutnya dikategorikan
menjadi 2 yaitu:
1) Jawaban setuju diberi nilai 2
2) Jawaban tidak setuju diberi nilai 1
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu:
1) Baik, apabila jawaban responden memiliki skor 26
2) Tidak baik, apabila jawaban responden memiliki skor <26
4. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan yaitu kesediaan pasien (anggota Polri
dan keluarganya) untuk datang dan memanfaatkan kembali pelayanan yang ada
(59)
3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas
Aspek pengukuran variabel bebas dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas
No. Variabel Jumlah
Indikator
Kategori Jawaban
Bobot Nilai
Kriteria Skor Skala
Ukur I. 1. 2. 3. Faktor Predisposisi Pengetahuan Sikap Persepsi 4 6 7 1.Tahu 0.Tidak tahu 1.Setuju 0.Tidak setuju 1.Setuju 0.Tidak setuju 2 1 2 1 2 1 Baik Tidak baik Positif Negatif Positif Negatif 6-8 4-5 10-12 6-9 12-14 8-11 Interval Ordinal Ordinal II. 1. 2. Faktor Pemungkin Akses geografi Tersedianya fasilitas kesehatan 2 6 1.Ya 0.Tidak 1.Ya 0.Tidak 2 1 2 1 Mudah Sulit Lengkap Kurang Lengkap 4 1-3 10-12 6-9 Ordinal Ordinal III. 1. Faktor Penguat Perilaku petugas kesehatan
13 1.Setuju 0.Tidak setuju 2 1 Baik Tidak baik 21-26
15-20 Ordinal
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat
Aspek pengukuran variabel terikat dalam penelitian ini terdiri dari satu
pertanyaan dengan menggunakan skala nominal, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat
No. Variabel Jumlah
Indikator
(60)
1. Pemanfaatan ulang rumah sakit
1 1. 1. Bersedia 0. Tidak bersedia
Nominal
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data yang dilakukan
dengan beberapa tahap yaitu analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan
uji Chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (ɑ=0,05) yang disajikan dalam bentuk tabel silang, keputusan uji Chi-square H0 ditolak apabila p < ɑ (0,05).
Artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. H0
diterima apabila p > ɑ (0,05) yang artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Analisis multivariat dilakukan untuk pengaruh seluruh variabel
independen yang memenuhi syarat p<0,25 pada uji bivariat diuji secara
bersama-sama terhadap variabel dependen menggunakan regresi logistik ganda pada
tingkat kepercayaan 95% (ɑ=0,05), untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independent: faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat) dengan
variabel terikat (dependent: pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh
anggota Polri dan keluarganya di Rumah Sakit Bhayangkara Tebing Tinggi).
Uji regresi logistik ganda digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel terikat (dependent) harus bersifat
kategorik sedangkan untuk variabel bebas (independent) dapat berupa kategorik
atau numerik. Tujuannya untuk mendapatkan model yang paling baik dan
sederhana yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel bebas dan
(1)
kategori perilaku kesehatan * Pemanfaatan Kembali Crosstabulation Pemanfaatan Kembali
Total bersedia tidak bersedia
kategori perilaku kesehatan
Baik Count 11 7 18
% within kategori perilaku kesehatan
61.1% 38.9% 100.0% Tidak
Baik
Count 20 44 64
% within kategori perilaku kesehatan
31.3% 68.7% 100.0%
Total Count 31 51 82
% within kategori perilaku kesehatan
37.8% 62.2% 100.0%
Chi-Square Tests Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Point Probability
Pearson Chi-Square 6.784a 1 .009 .015 .010
Continuity Correctionb 5.457 1 .019
Likelihood Ratio 6.614 1 .010 .015 .010
Fisher's Exact Test .015 .010
Linear-by-Linear Association
6.704c 1 .010 .015 .010 .008
N of Valid Cases 82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.15. b. Computed only for a 2x2 table
(2)
Symmetric Measures Value
Approx.
Sig. Exact Sig. Nominal by
Nominal
Contingency Coefficient
.272 .009 .015
(3)
ANALISIS MULTIVARIAT REGRESI LOGISTIK
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a Sikap .929 .623 2.227 1 .136 2.533 Persepsi
Pelayanan
.929 .623 2.227 1 .136 2.533
Perilaku .909 .597 2.317 1 .128 2.483
Constant -4.449 1.649 7.280 1 .007 .012
Step 2a Persepsi Pelayanan
.947 .612 2.395 1 .122 2.579
Perilaku 1.134 .571 3.936 1 .047 3.107
Constant -3.200 1.343 5.681 1 .017 .041
Step 3a Perilaku 1.372 .546 6.317 1 .012 3.943
Constant -1.911 .988 3.739 1 .053 .148
a. Variable(s) entered on step 1: Sikap, Persepsi Pelayanan, Perilaku. Pangkat dan Pemanfaatan Kembali
pangkat responden katagorik * pertanyaan pemanfaatan kembali rumah sakit Crosstabulation pertanyaan pemanfaatan
kembali rumah sakit
Total Bersedia Tidak bersedia pangkat responden katagorik
Perwira Count 0 6 6
% within pangkat responden katagorik
.0% 100.0% 100.0%
Bintara Count 22 33 55
% within pangkat responden katagorik
40% 60% 100.0%
Tamtama Count 8 13 21
% within pangkat responden katagorik
38.1% 61.9% 100.0%
Total Count 30 52 82
(4)
Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.969a 2 .137 .155
Likelihood Ratio 6.010 2 .050 .080
Fisher's Exact Test 3.896 .154
N of Valid Cases 82
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.26.
(5)
(6)