PELLENG;Studi Etnofood Tentang Makna Pelleng Dalam Upacara Adat Masyarakat Pakpak Simsim

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Istilah berburu dan meramu yang merujuk pada perilaku manusia
pra-sejarah, merupakan pola yang berkaitan dengan konsumsi dalam hal ini
makanan. Berburu hewan dan meramu menjadi makanan yang kelak
menjadi sumber tenaga bagi individu masyarakat pra-sejarah.
Kenyataan sejarah tersebut kini berkembang sesuai dengan konteks
ruang dan waktu, dimana berburu dan meramu telah berkembang menjadi
pola konsumsi makanan yang berkaitan dengan sumber makanan atau bahan
dasar, pola penyajian, dan ritual yang melingkupi pola konsumsi makanan
tersebut. Pola konsumsi makanan tidak hanya sekedar bentuk pemenuhan
keinginan individu manusia terhadap kebutuhan tenaga melainkan juga
berkembang menjadi pola konsumsi yang mengikutsertakan aspek lainnya
dalam kehidupan.
Perkembangan hidup manusia yang terbagi pada beberapa fase
dimulai dari zaman pra-sejarah hingga pada zaman modern saat sekarang
ini, berkaitan dengan pola konsumsi dan jenis makanan. Makanan yang
pada zaman pra-sejarah merupakan makanan yang tersedia di alam sekitar

dan diproses secara sederhana kini telah mengalami perkembangan menjadi
1
Universitas Sumatera Utara

makanan yang memiliki nilai luas dan diproses secara kompleks.
Makanan bagi manusia sejatinya adalah sebentuk pemenuhan
kebutuhan energi secara biologis, dimana kebutuhan atas energi tersebut
terdapat dilingkungan sekitar kehidupan. Pada tahapan perkembangan
pemenuhan atas kebutuhan energi tersebut, makanan yang berasal dari alam
atau lingkungan hidup dimanifestasikan kedalam bentuk simbol-simbol
yang berkaitan dengan kehidupan, tidak hanya sekedar sebagai tanda
melainkan juga turut menyimpan beragam hal yang berkaitan dengan
makanan, kehidupan dan pola konsumsi.
Beberapa penelitian mengenai makanan, pola konsumsi, hingga
simbol yang terdapat pada makanan telah dilakukan dalam rentang waktu
yang panjang dalam lingkup kajian antropologi (Claude Levi-Strauss:1965,
Sutton:2004, Counihan:2004). Hal tersebut turut memberikan gambaran
mengenai pentingnya peran makanan, pola konsumsi dan simbol yang
terdapat pada makanan terhadap kehidupan kebudayaan manusia.
Pemahaman Strauss (1965) terhadap strukturalism juga dipengaruhi

oleh aspek makanan yang kemudian memunculkan pemikiran mengenai
“culinary triangle”, dimana dalam kajian tersebut Strauss (1965) membagi
antara makanan mentah dan makanan masak yang merepresentasikan
pemikiran manusia atas nature dan culture.
Mengutip Foster dan Anderson (1978) bahwa makanan juga
memiliki keterkaitan terhadap hubungan sosial yang tercipta dalam
kehidupan masyarakat dan juga sebagai cara berkomunikasi diantara
mereka, sehingga makanan bukan saja sebagai proses mengkonsumsi

2
Universitas Sumatera Utara

melainkan juga sebagai proses yang menggambarkan keterkaitan antar
individu dalam kehidupan pola hubungan sosial yang tercipta melalui
kegiatan makan.
Pentingnya arti konsumsi makanan menjadi perhatian kajian
antropologi, yang terbagi atas tata cara pengumpulan bahan makanan,
proses pembuatan, penyajian dan ritual hingga nilai asupan nutrisi. Hal ini
memberi gambaran singkat bahwa makanan berpengaruh dalam kehidupan
manusia secara luas.

Dalam kehidupan masyarakat Pakpak di Kecamatan salak, pola
konsumsi makanan juga memiliki rentang perjalanan sejarah dan
kompleksitas dalam penyajiannya yang dalam hal ini dimanifestasikan
dalam bentuk penyajian Pelleng. Penelitian ini terfokus pada aspek simbol
Pelleng dalam upacara adat Pakpak Suak Simsim di Kecamatan salak.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Pelleng termasuk jenis
makanan yang memiliki arti penting dalam upacara masyarakat adat Pakpak.
Pelleng disajikan pada kesempatan waktu tertentu, seperti pada acara
Mergeraha (berperang), berangkat merantau, dan bentuk ritus kehidupan
lainnya. Selain memiliki dimensi ruang dan waktu penyajian tertentu, pada
pembuatan Pelleng, juga memiliki komposisi yang berbeda di setiap
penyajiannya, yaitu tergantung pada upacara ataupun ritual adat yang akan
diadakan.
Seiring dengan perkembangan zaman dan juga kemajuan IPTEK,
masyarakat juga mengalami perubahan pola pikir dan pemahaman terhadap
budaya mereka termasuk juga dengan pemahaman terhadap makna Pelleng

3
Universitas Sumatera Utara


dalam ritual adat pada masyarakat Pakpak Simim. Dari fenomena
tersebutlah, peneliti berangkat untuk melakukan penelitian terhadap Pelleng
yang merupakan makanan khas pada masyarakat Pakpak.
1.2. Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung dan menjadikan penelitian ini sejalan dengan
konteks antropologi, terdapat beberapa literatur dan pemikiran mengenai
etnofood dan makanan, simbol pada penyajian makanan serta masyarakat
Pakpak Simsim sebagai pendukung dari perilaku kebudayaan yang
berkaitan dengan penelitian ini.
1.2.1. Makanan
Para ahli antropologi memandang kebiasaan makan sebagai suatu
kompleks kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan,
kearifan

rakyat,

kepercayaan-kepercayaan,

pntangan-pantangan,


dan

tahayul-tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi
makanan, sebagai suatu kategori budaya yang penting. Para ahli antropologi
melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan banyak kategori
budaya lainnya.
Meskipun mereka mngakui bahwa makanan adalah yang utama bagi
kehidupan, yaitu di atas segalanya merupakan suatu gejala fisiologi, para
ahli antropologi budaya paling sedikit menaruh perhatian khusus terhadap
peranan makanan dalam kebudayaan sebagai kegiatan ekspresif yang
memperkuat

kembali

hubungan-hubungan

sosial,

sanksi-sanksi,


kepercayaan-kepercayaan dan agama, menentukan banyak pola ekonomi
dan menguasai sebagian besar dari kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain,

4
Universitas Sumatera Utara

sebagaimana halnya dengan sistem medis yang memainkan peranan dalam
mengatasi kesehatan dan penyakit, demikian pula kebiasaan makan
memainkan peranan sosial dasar yang menjauh mengatasi soal makanan
untuk tubuh manusia semata-mata.
Sebagai suatu gejala budaya, makanan bukanlah semata-mata suatu
produk organik dengan kualitas-kualitas biokimia, yang dapat dipakai oleh
organisma yang hidup, termasuk manusia, untuk mempertahankan hidup.
Lebih cepat, bagi para anggota masyarakat, makanan dibentuk secara
budaya; bagi sesuatu yang akan dimakan, ia memerlukan pengesahan
budaya, dan keaslian. Tidak ada suatu kelompok pun, bahkan dalam
keadaan kelaparan yang akut, akan mempergunakan semua zat gizi yang ada
sebagai makanan. Karena pantangan agama, tahayul, kepercayaan tentang
kesehatan, dan suatu peristiwa kebetulan dalam sejarah, ada bahan-bahan
makanan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka

diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk
membedakan antara nutrimen (nutriment) dengan makanan (food).
Nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu
memelihara dan menjaga kesehatan orgasme yang menelannya. Makanan
adalah suatu konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya
mengatakan “zat ini sesuai bagi kebutuhan gizi kita”. Sedemikian kuat
kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa yang dianggap makanan dan
apa yang dianggap bukan makanan sehingga terbukti sangat sukar untuk
meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional mereka demi
kepentingan gizi yang baik.

5
Universitas Sumatera Utara

Dalam setiap kelompok, makanan diklasifikasikan dengan cara-cara
yang bervariasi : apa yang layak bagi waktu-waktu makan yang resmi, dan
sebagai makanan ringan diantara waktu makan; dan menurut pemikiran
tentang status dan perstise, menurut pertemuan sosial, usia, keadaan sakit
dan sehat, dan menurut nilai-nilai simbolik serta ritual. Orang Amerika
misalnya, mempunyai kepercayaan yang kuat mengenai apa yang wajar bagi

tiap waktu makan.
Meskipun beberapa orang yang suka makan dapat menikmati bistik
pada waktu sarapan, mereka bahkan akan menganggap sop, selada dan
poding coklat sebagai hal yang tidak wajar. Walaupun telur adalah wajar
untuk setiap waktu makan, cara memasaknya tidak demikian. Telur yang
digoreng hanya dapat diterima pada waktu sarapan, namun sebagai dadar ,
telur itu dapat disantap pada semua waktu makan. Sedemikian kuatnya
pendapat orang Amerika tentang sarapan, sehingga kita barangkali
merupakan satu-satunya bangsa di dunia yang mempunyai ungkapan
“makanan sarapan” (breakfast foods).
Pertimbangan status memainkan peranan yang penting, terutama
dalam merubah kebiasaan makanan. Orang Meksiko di pedesaan, misalnya
lebih suka tortilas jagung bila mereka ingin mengenyangkan perut, namun
roti tawar semakin dilihat sebagai makanan status, terutama untuk dimakan
pada waktu sarapan. Cusler dan Degive telah menunjukan bagaimana
dikalangan rakyat kecil kulit putih dan hitam di Amerika Serikat bagian
tenggara, makanan yang berwarna terang lebih berprestise daripada
makanan yang berwarna gelap (Cussler dan Degive 1970), suatu gejala yang

6

Universitas Sumatera Utara

dicatat dibanyak bagian dunia, dan bukan hanya diantara orang-orang yang
berrkesadaran tentang kelas.
Pilihan kalangan luas terhadap beras putih giling misalnya, yang
dalam hal gizi kurang baik dari pada beras coklat yang tidak digiling, ruparupanya ada kaitannya dengan iode-ide prestise. Makanan yang dipandang
bermutu, dibungkus dan sangat luas diiklankan tampaknya mempunyai daya
penarik yang tak tertahan bagi orang-orang di negara sedang berkembang,
meskipun banyak dari makanan ini lebih rendah gizinya dibandingkan
dengan makanan tradisional. Negara-negara maju juga mencerminkan ideide status yang lepas dari kenyataan gizi yang sebenarnya seperti, misalnya,
kegemaran yang hampir universal kepada daging sapi dibandingkan dengan
daging babi atau domba.
Kemungkinan klasifikasi makanan yang paling tersebar luas, dan
khususnya yang penting dalam kaitannya dengan kesehatan adalah dikotomi
“panas dingin” yang diuraikan dalam diskusi tentang patologi humoral.
Kualitas lokal apapun yang diberikan kepada setiap makanan yang bijaksana
dan penghindaran jumlah yang berkelebihan antara panas dan dingin,
kesehatan dapat dipertahankan sebaik-baiknya.
Demikianlah di sebuah desa di India bagian utara, makanan panas
termasuk kacang polong yang sudah dikupas, gula kasar, susu kerbau, telur

dan ikan, dan khususnya makanan panas dari daging, bawang merah dan
bawang putih. Susu dianggap tidak boleh dimakan dengan daging maupun
dengan ikan karena “panas” yang dihasilkannya. Makan makanan yang
ekstra panas secara teratur dan sebagai kebiasaan akan menghasilkan

7
Universitas Sumatera Utara

temperamen yang panas dan lekas marah. Makanan dingin termasuk sayursayuran daun wortel, cestnut air dan lain-lainnya.
Begitu pula dengan Pelleng dimana penyajiannya diklasifikasikan
menurut waktu dimana diselenggarakannya suatu acara. Bahkan ditengah
masyarakat Pakpak bila ada seorang anak ingin berangkat untuk pergi
merantau,maka Pelleng harus disajikan dan diberikan kepada anak tersebut.
Sebab apa bila itu tidak dipenuhi maka sang anak nantinya akan
“tarhirim”(ngidam) dan ditakutkan nantinya diperantauan tidak akan
tercapai apa yang dicita-citakannya.
1.2.2. Etnofood
Etnofood atau etnografi makanan adalah suatu bentuk kajian yang
berkembang dalam ranah antropologi secara luas pada saat sekarang ini,
makanan tidak hanya dilihat dan dideskripsikan sebagai pola konsumsi

manusia melainkan berkaitan dengan beragam aspek hidup lainnya.
Berkaitan dengan penggunaan kajian etnofood dalam penelitian ini,
kiranya pendapat dari Deutsch dan Miller (2009:3) dapat memberikan
gambaran mengenai hal tersebut :
“ . . . states that food studies is the interdisciplinary field of
study of food and culture, investigating the relationships
between food and the human experience from a range of
humanities and social science perspectives, often times in
combination.”

Pendapat Deutsch dan Miller (2009:3) tersebut mendefiniskan kajian

8
Universitas Sumatera Utara

mengenai makanan merupakan sebentuk kajian interdisiplin melingkupi
makanan dan kebudayaan yang mencari hubungan keterkaitan antara
makanan dengan pengalaman manusia dalam rentang kemanusiaan dan
perspektif ilmu sosial.
Lebih lanjut, Belasco (2008:6) merunutkan perkembangan mengenai
kajian makanan dalam perspektif sosial dan kultural :

“. . . Food studies emerged some thirty years ago because
scholarship is following wider urban middle-class culture,
which, since the seventies, has become much more interested
in food-related matters of taste, craft, authenticity, status and
health . . .”

Belasco (2008:6) berpendapat bahwa kajian mengenai
makanan telah mulai berkembang semenjak tiga dekade yang
lalu yang disebabkan oleh mengikuti budaya masyarakat
urban kelas menengah, yang mana pada waktu itu memiliki
ketertarikan terhadap hubungan makanan dengan citarasa,
kerajinan, otentik, status dan kesehatan.
Budaya makan tidak lepas dari pengaruh perilaku manusia dan
kebudayaan yang melingkupi kehidupan manusia tersebut, Skowroński
(2007:362) mengatakan budaya makan adalah :
“food culture is a set of practices, habits, norms and
techniques, applied to food and eating; it encompasses food

9
Universitas Sumatera Utara

production, distribution and consumption, it also includes
foodstuffs and other material artifacts.”

Beragam pendapat tersebut dalam penelitian ini dipergunakan
sebagai landasan berfikir dan melihat fenomena etnofood dalam tataran
kehidupan

masyarakat,

yaitu

masyarakat

Pakpak

Simsim

yang

direpresentasikan pada bentuk penyajian Pelleng.

1.2.3. Simbol Penyajian Makanan
Sutton

(Counihan,

2004:25)

memberikan

pandangan

mengenai keterkaitan antar makanan dan simbol penyajian, yang
didefinisikannya sebagai berikut :
“Certain foods can become emblematic 'objects of memory',
symbols of the past that are no longer regularly consumed
because too difficult to prepare or no longer palatable or
customary.”
Pendapat Sutton mengenai simbol penyajian makanan
tersebut juga didukung oleh pendapat Mintz dan Du Bois
(2002:107) yang menyatakan bahwa etnografer telah
mendapatkan masukan mengenai kaitan kajian bagaimana
manusia menghubungkan makanan yang dikonsumsi kepada
bentuk ritual, simbol dan kepercayaan hidup. Secara lebih
lengkap Mintz dan Du Bois (2002:107) menuliskan :

10
Universitas Sumatera Utara

“Ethnographers have found multiple entry points for the
study of how humans connect food to rituals, symbols, and
belief systems. Food is used to comment on the sacred and to
reenact venerated stories. In consecrated contexts, food
"binds" people to their faiths through "powerful links
between food and memory". Sometimes the food itself is
sacred through its association with supernatural beings and
processes.”

Selain sebagai bentuk simbol ingatan, makanan juga memiliki
simbol terhadap kesehatan fisik dan mental sebagaimana yang ditunjukkan
oleh pola konsumsi makanan tersebut, Counihan (2004:32) mengatakan hal
tersebut :
“Older Florentines did not think exclusively or primarily
about the body as an aesthetic object but as a symbol of inner
states—of mental and physical health. They derived this
belief out of a past where hunger and infectious disease were
chronic and where a thin body represented vulnerability.”

Wilk (1999) juga menyatakan pendapatnya mengenai simbol dalam
penyajian makanan, dimana simbol penyajian makanan merupakan bentuk
lain dari ekspresi identitas suatu kehidupan masyarakat, Wilk (1999:244)
mengungkapkan hal tersebut sebagai :
“It is an anthropological truism that food is both substance

11
Universitas Sumatera Utara

and symbol, providing physical nourishment and a key mode
of communication that carries many kinds of meaning
(Counihan and Van Esterik 1997). Many studies have
demonstrated that food is a particularly potent symbol of
personal and group identity, forming one of the foundations
of both individuality and a sense of common membership in
a larger, bounded group. What is much less well understood
is how such a stable pillar of identity can also be so fluid and
changeable, how the seemingly insur-mountable boundaries
between each group's unique dietary practices and habits can
be

maintained, while diets, recipes, and cuisines are in a

constant state of flux (Warde 1997:57-77).”

Simbol yang terangkum dalam makanan (bahan baku, teknik
pengolahan dan penyajian) menjadi sebentuk nilai yang melingkupi
makanan tersebut sebagai bagian dari ekspresi identitas dan berkaitan pula
dengan budaya yang hidup dalam masyarakat tersebut, seperti tatacara atau
ritual dalam penyajian makanan.

1.2.4. Masyarakat Pakpak

Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau
Sumatera Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara
dan Aceh, yakni di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Tapanuli Tengah (Sumatera Utara), Kabupaten Aceh

12
Universitas Sumatera Utara

Singkil dan Kota Subulussalam (Provinsi Aceh). Dalam administrasi
pemerintahan, suku Pakpak banyak bermukim di wilayah Kabupaten Dairi
di Sumatera Utara yang kemudian dimekarkan pada tahun 2003 menjadi dua
kabupaten, yakni:

1. Kabupaten Dairi (ibu kota: Sidikalang)
2. Kabupaten Pakpak Bharat (ibu kota: Salak)

Masyarakat suku Batak Pakpak secara tradisional wilayahnya
disebut sebagai Tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak secara adat terbagi atas lima
wilayah adat, yaitu:


Simsim (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat)



Keppas (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat)



Pegagan (di kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Bharat)



Kelasen (di kecamatan Parlilitan kabupaten Humbang Hasundutan
dan kecamatan Manduamas dan Barus kabupaten Tapanuli Tengah)



Boang (di kabupaten Aceh Singkil dan kota Subulussalam)

Ke 5 wilayah di atas secara tradisional disebut sebagai Tanoh
Pakpak, yang walaupun berbeda wilayah, tapi secara tradisional adat pada
dasarnya

tidak

terpisah

satu

sama

lain,

selain

itu semua daerah administrastifnya masih berbatasan langsung.

Dalam masyarakat suku Batak Pakpak, terdiri dari 2 kesatuan komunitas
terkecil, yaitu:

13
Universitas Sumatera Utara



Lebuh merupakan bagian dari kuta yang dihuni oleh klan kecil



Kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klan
besar (marga) tertentu.

Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klan atau marga tertentu dan
dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga di luar marga
dikategorikan

sebagai

pendatang.

Sistem kekerabatan orang Batak Pakpak menganut prinsip patrilineal dalam
memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan (kelompok
kerabatnya) yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap
sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk
perkawinannya adalah exogami marga, artinya seseorang harus kawin di
luar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar
adat karena dikategorikan sumbang (incest).
Selain kelompok masyarakat yang menyebut diri mereka sebagai suku
Batak Pakpak di wilayah ini, sebenarnya terdapat suatu komunitas lain yang
menyebut diri mereka sebagai suku Batak Dairi. Tapi menurut orang Pakpak
bahwa orang Dairi itu adalah orang Pakpak juga, karena menurut orang
Pakpak istilah Dairi adalah nama pemberian dari Pemerintah Hindia
Belanda pada saat berkuasa di Tanoh Pakpak, yaitu "Dairi Landen" atau
Tanah Dairi. Menurut penuturan cerita sejarah di Pakpak dijelaskan Tanoh
Pakpak dibagi-bagi dalam berbagai wilayah oleh Hindia Belanda sehingga
melumpuhkan

perjuangan

Raja

Sisingamangaraja

XII

yang

pusat

perjuangannya di Pearaja dan beberapa daerah lainnya di Tanoh Pakpak.
Daerah administrasi Dairi Landen dipisahkan dari daerah-daerah wilayah

14
Universitas Sumatera Utara

masyarakat Pakpak lainnya misalnya:


Parlilitan (Humbang Hasundutan),



Tongging (Karo),



Boang (Aceh Singkil dan Subulussalam)



Barus – Manduamas (Tapanuli Tengah).

Beberapa suak Pakpak menerima penggunaan kata Pakpak sebagai
nama induk suku, tapi beberapa suak lain lebih memilih menggunakan kata
Dairi sebagai nama induk suku. Oleh karena itu dalam pengucapan lebih
sering diucapkan sebagai Pakpak Dairi, seperti penamaan Gereja Kristen
Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), ataupun nama-nama organisasi/kumpulan
orang Pakpak sering memakai kata Pakpak Dairi.

1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, studi bahasa yang diangkat dalam
penelitian ini akan dipermudah dengan perumusan masaalah yang bertujuan
untuk mendapatkan fokus objek kajian dan sekaligus sebagai pembatas bagi
permasalahan yang diangkat agar tidak meluas. Permasalahan yang utama
dalam penelitian ini yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Apa makna yang terkandung dalam sajian Pelleng dan juga bahan
dan proses pembuatannya pada masyarakat Pakpak Simsim?
2. Bentuk-bentuk upacara yang mengiringi penggunaan Pelleng dalam
kehidupan masyarakat Pakpak Simsim ?

15
Universitas Sumatera Utara

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian diperlukan untuk dapat menjadi acuan
dalam kegiatan penelitian yang akan dilakukan dan sejalan dengan
pemikiran awal mengenai penelitian ini. Adapun tujuan dan manfaat
penelitian ini adalah :

1.4.1. Tujuan Penelitian
Sebagai penelitian yang berbentuk etnografi, secara sederhana
penulisan diharapkan memenuhi tujuan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan secara utuh dan menyeluruh Pelleng dalam
kehidupan masyarakat Pakpak simsim.
2. Mendeskripsikan bentuk penyajian dan proses pembuatan serta
makna yang terkandung dari Pelleng ditengah-tengah masyarakat Pakpak
simsim.

1.4.2. Manfaat penelitian
Manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah, secara akademis
penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang antropologi.
Penelitian ini juga bermanfaat untuk melihat makanan tradisional
(etnofood) dalam perkembangan saat ini, khususnya keberadaan pelleng
dalam kehidupan masyarakat Pakpak Simsim di Kab. Pakpak Bharat, dan
juga sebagai sebentuk gambaran kekayaan khasanah kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat yang direpresentasikan pada bentuk makanan

16
Universitas Sumatera Utara

tradisional.

1.5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang
berdiam di wilayah Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. Hal ini
disebabkan karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang dikenal
sebagai basis tempat tinggal masyarakat Pakpak Simsim dan memiliki basis
kebudayaan Pakpak yang erat kaitannya dengan keberadaan kuliner
tradisional Pelleng yang menjadi fokus perhatian penelitian.
Adapun lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Salak turut
mencakup beberapa wilayah sekitar lainnya untuk semakin memperkuat dan
menambah keterangan deskripsi mengenai Pelleng yang bersifat sakral.
Secara histori wilayah Kecamatan Salak juga merupakan daerah yang sudah
lama ditempati oleh masyarakat Pakpak Simsim.

1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskriptif
dengan

menggunakan

pendekatan

kualitatif,

yang

bermaksud

menggambarkan secara terperinci mengenai Pelleng pada masyarakat
Pakpak Simsim di Kecamatan Salak, selain melihat Pelleng sebagai suatu
jenis makanan tradisional masyarakat Pakpak, juga akan melihat Pelleng
sebagai suatu keseluruhan, hal ini sejalan dengan Goodenough (1970:101) :
“When I speak of describing a culture, then formulating a set
of standards that will meet this critical test is what I have in

17
Universitas Sumatera Utara

mind. There are many other things, too, that we
anthropologists wish to know and try to describe. We have
often reffered to these other things as culture, also
consequently ”.

“Ketika berbicara tentang menguraikan suatu budaya,
kemudian merumuskan satu standar yang akan dihadapkan
pada test kritis ini adalah tujuan dari menguraikan suatu
budaya. Ada banyak hal lain, juga yang terkait dengan hal
tersebut, maka kita sebagai antropolog ingin mengetahui dan
berusaha untuk menguraikan budaya tersebut. Kita sering
masuk ke berbagai hal lain dari perihal budaya, hal ini
merupakan konsekwensi dari menguraikan suatu budaya.”

Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah orientasi
teoritik dalam bentuk kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, cara-cara
memasak, cara-cara penyajian, ataupun makna yang terkandung pada
Pelleng itu justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal mendeskripsikan tentang Pelleng pada masyarakat
Pakpak Simsi di Kecamatan Salak, maka dilakukan penelitian lapangan
sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan
juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk

18
Universitas Sumatera Utara

memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, untuk memperoleh
data primer tersebut, metode yang digunakan adalah metode observasi atau
pengamatan dan wawancara.
Data Primer
Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara penelitian lapangan, yaitu : Metode observasi dilakukan guna
mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian.
Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah
cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan
suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan
melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan
atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan
penelitian.
Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun nonpartisipasi) observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan
dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak
terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan memperhatikan kenyataan atau
realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya
sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga ikut serta dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat dimana penelitian ini dilakukan, seperti bergabung
dalam persiapan acara perkawinan yang mempergunakan Pelleng sebagai
bagian penyajian makanan upacara untuk mendapatkan informasi yang lebih
mendalam, hal ini tidak tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti
merupakan penduduk Kecamatan Pergetteng-getteng sengkut yang jaraknya

19
Universitas Sumatera Utara

bertetanggan dengan Kecamatan Salak, observasi diharapkan dapat berjalan
dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian dan
peneliti telah membangun rapport yang baik. Walaupun demikian peneliti
akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh
dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.
Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam
(depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Informan disini adalah para tokoh tetua adat yang memang
menguasai tentang kebudayaan pakpak seutuhnya sebagai informan
utama,dan beberapa masyarakat yang memasak dan menyajikan Pelleng
sebagai informan biasa. Para individu yang memiliki kemampuan memasak
dan menyajikan Pelleng adalah mereka yang secara luas mengetahui seluk
beluk tentang Pelleng tersebut secara menyeluruh, selain para individu yang
mengerti akan proses penyajian dan memasak Pelleng tersebut tokoh-tokoh
adat dan masyarakat Pakpak dikategorikan sebagai informan untuk
memperoleh pengetahuan masyarakat luas tentang makna Pelleng dalam
kehidupan masyarakat Pakpak Simsim di Kecamatan Salak. Besar kecilnya
jumlah informan tergantung pada data yang diperoleh di lapangan.
Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi para
individu yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas
dan lengkap tentang sejarah, asal-usul, tata-cara penyajian hingga memasak
Pelleng. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah, asal-usul
Pelleng tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami
makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

20
Universitas Sumatera Utara

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal
atau langsung dengan informan utama maupun informan biasa dengan
berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya
untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam.
Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis
untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape
recoder serta video kamera yang digunakan untuk merekam proses
wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh
ketika melakukan wawancara serta sebagai bahan video lapangan etnografi
(field video ethnography).

Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi
memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi
keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau
referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data
sekunder dalam penelitian ini adalah :
Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya,
dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan
mengumpulkan data dari beberapa buku dan hasil penelitian para ahli lain
yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah
pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian ini.
Masih terbuka kemungkinan munculnya lokasi lain dalam penelitian ini
nantinya, hal ini dikarenakan adanya lokasi-lokasi lain yang dapat dianggap

21
Universitas Sumatera Utara

memiliki keterkaitan sebagai suatu lokasi yang mewakili keberadaan
Pelleng dalam kehidupan masyarakat Pakpak Simsim.

1.7. Analisis Data
Penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Analisis data dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber,
pengamatan dan wawancara mendalam, yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan. Data tersebut setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka
langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
membuat abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses,
dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga, sehingga tetap berada di
dalam fokus penelitian. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data
dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan.
Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lain dan
diinterpretasikan secara kualitatif.
Peneliti juga akan menggunakan pendekatan yang sifatnya teoritis
yakni pendekatan fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis
berusaha

memahami

arti

peristiwa

dan

kaitan-kaitannya

terhadap

masyarakat dalam situasi-situasi tertentu. Ada berbagai cabang penelitian
kualitatif, namun semua berpendapat sama tentang tujuan pengertian subjek
penelitian, yaitu melihatnya “dari segi pandangan mereka”.

22
Universitas Sumatera Utara

1.8. Pengalaman Lapangan
Jumat sore yang mendung saya bergegas berangkat dari rumah saya
menuju stasiun bus yang menuju kedaerah penelitian saya yaitu pakpak
bharat. Sesampainya dilokasi saya langsung memesan tiket dan menunggu
kira-kira 15 menit agar bus yang saya tumpangi berangkat. Setelah bus
datang kamipun segera berangkat kedaerah tujuan. Setelah menempuh
perjalanan kurang lebih 4,5 jam akhirnya buspun sampai kedaerah
tujuan,dan sayapun langsung minta diantar kerumah saya,yang kebetulan
dimana daerah penelitian saya merupakan kampung halaman saya sendiri.
Sesampainya dirumah,saya disambut oleh kedua orangtua saya yang
memang sebelumnya sudah tau tentang kedatangan saya. Karena lelah
sehabis menempuh perjalanan panjang,perut sayapun lapar,dan saya
langsung menyantap makanan yang sudah disajikan oleh mamak saya.
Setelah selesai makan kamipun bercerita cerita tentang apa kendala yang
saya hadapi mengenai skripsi saya ini,kebetulan saya kekurangan info
mengenai informan yang hendak saya jumpai,dan tak lama berselang bapak
sayapun menelepon teman-temannya yang dia rasa punya info mengenai
tetua adat kampung,beberapa saat menunggu,akhirnya dapatlah informasi
mengenai nama-nama informan yang saya jumpai. Setelah selesai
bercerita,akhirnya sayapun memutuskan untuk mandi,dan setelah selesai
mandi,sayapun segera tidur karena sudah kelelahan akibat perjalanan jauh.
Esok harinya saya bangun pagi sekali karena dibanguni oleh mamak
saya untuk bantu-bantu beres rumah,dengan rasa malas dan badan terseok
seok,saya akhirnya menuruti perintah mamak saya,karena kalau tidak

23
Universitas Sumatera Utara

menurut bisa-bisa seharian penuh kenak repeti(kena marah). Setelah selesai
memberesi rumah,sayapun sarapan,dan setelah sarapan saya kembali tidur.
Siang harinya sebangun saya dari tidur,saya mandi dan setelah mandi saya
bergegas pergi kerumah silih saya yang juga berperan sebagai guide saya
selama melakukan penelitian. Sesampainya dirumahnya kami bercerita
sejenak melepas rindu bersama juga dengan namboru saya ibu dari silih
saya itu. Setelah bercerita sejenak silih sayapun menyarankan agar kami
melakukan wawancaranya sore hari saja,dikarenakan biasanya pagi sampai
siang hari itu orang-orang pada keladang. Menunggu sore kamipun pergi
kebelakang rumah silih saya itu untuk melihat-lihat bisni ternak yang
sedang digelutinya,ternak kecil-kecilan tapi cukupla untuk modal usaha
ketahap selanjutnya ketika panen nanti. Mereka memelihara ayam kampung
yang cukup banyak,babi,dan juga bebek. Sayapun menanya nanya tentang
prospek keuntungan dari usaha yang sedang dia geluti ini,dan dia bilang
untungnya lumayan besar,karena dikampung harga-harga hewan ternak
lumayan mahal,dan sesaat sayapun tergiur untuk bergelut diusaha itu. Saya
juga belajar memberi pakan kebadan hewan-hewan ternak tadi. Tak terasa
sudah sampai sore hari kami bermain dipeternakannya,dan kamipun
bergegas bersiap siap untuk segera turun kelapangan. Setelah silih saya
selesai mandi,kamipun dengan mengendarai mobil bergegas menuju rumah
informan

saya.

Setelah

menempuh

perjalanan

kurang

lebih

15

menit,kamipun sampai dirumah informan pertama saya. Informan pertama
yang kami datangi adalah Empung Sintua P.T.Padang yang juga merupakan
tetua adat dan juga guru bahasa pakpak disekolah dasar negeri dikecamatan

24
Universitas Sumatera Utara

Salak. Sambutan yang sangat hangat diberikan oleh Empung P.T beserta
keluarganya,karena memang empung ini juga sudah sangat sering
dikunjungi oleh para mahasiswa ataupun para peneliti yang hendak meneliti
tentang kebudayaan Pakpak. Lebih dari satu jam saya bercerita dengan
Empung P.T mengenai pelleng yang saya teliti,dan sangat banyak sekali
pemahaman yang saya dapatkan dari beliau,mulai dari sejarah mengenai
pelleng dan juga ritual-ritual yang menggunakan pelleng dalam acara adat
pakpak. Saya juga banyak dapat pembelajaran mengenai beliau mengenai
nasib kebudayaan kami pakpak kedepannya,dan beliau juga menyampaikan
harapan-harapannya kepada kami para anak muda pakpak yang berperan
penting dalam melestarikan kebudayaan kami Pakpak. Setelah sejam lebih
bercerita kamipun pamitan kepada Empung P.T.Padang beserta keluarganya.
Setelah berpamitan kamipun melanjutkan perjalanan kerumah Empung
Sintua J.H.Manik yang jaraknya tidak jauh dari rumah empung P.T.Padang.
Sesampainya dirumah empung J.H,kamipun menanyakan keberadaan
empung J.H kepada cucunya yang sedang bermain didepan rumah,dan
kebetulan memang empung J.H berada dirumahnya. Setelah menyalami
beliau dan menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami kepada
beliau,beliaupun

balik

menanyakan

identitas

kami,setelah

kami

memperkenalkan diri,beliau kurang mengenal kami,dan setelah menyebut
nama orang tua bahkan oppung kami,empung J.H pun langsung tersenyum
senang,ternyata Oppung kami dan empung J.H adalah teman baik semasa
hidup para Oppung kami. Sambutan hangatpun langsung diberikan oleh
beliau,dan komunikasipun dimulai.

25
Universitas Sumatera Utara

Dari Empung J.H. Manik kami mendapatkan informasi yang hampir sama
dengan informasi yang disampaikan oleh Empung P.T.Padang. Setelah
selesai

bercerita

dengan

beliau,kamipun

segera

pamit,sebelum

pulang,empung J.H memberikan banyak sekali pesan-pesan kepada kami
sebagai generasi penerus Pakpak yang akan membawa masa depan Pakpak
dimasa yang akan datang. Dikarenakan hari sudah malam,kamipun
memutuskan untuk pulang dan menjumpai informan kami yang berikutnya
besok hari saja. Sesampainya dirumah sayapun mandi dan langsung tidur.
Esok harinya saya bangun agak siang,karena mamak saya memang
tidak membanguni saya. Setelah makan dan mandi,sayapun menonton
televisi sampai sore hari. Setelah sore menjelang saya segera bergegas
kerumah silih saya untuk kemudian melanjutkan penelitian saya.
Sesampainya dirumah silih saya,silih saya ternyata sudah menunggu
saya,dan kamipun segera berangkat. Belum jauh kami berangkat,hujan
sudah

mengguyur

sepanjang

jalan,

Kamipun

memperlambat

laju

kendaraan,kurang lebih 15menit kamipun sampai dirumah informan
berikutnya yaitu Bapak Sintua Sakkap Boangmanalu. Sesampainya kami
dirumah beliau,ternyata beliau sedang tertidur diruang tv,kamipun jadi
merasa tidak enak karena mengganggu tidur beliau,tapi ternyata senyum
manis tetap dilontarkan oleh beliau walaupun tidurnya terganggu. Setelah
berkenalan,beliaupun bercerita mengenai Pelleng. Info yang saya dapat dari
beliau hampir sama dengan yang saya dapatkan dari informan yang
lain,hanya saja dari bapak Sakkap Boangmanalu,banyak informasi baru
yang saya dapatkan juga. Ternyata bapak Sakkap terburu-buru hari itu

26
Universitas Sumatera Utara

karena beliau hendak pergi kegereja untuk menghadiri acara digereja,jadi
beliau meminta maaf kepada kami karena harus segera pergi. Dan kamipun
meminta maaf kembali kepada beliau karena sudah mengganggu rutinitas
beliau,dan disamput tawa beliau mengatakan tidak apa-apa,terimakasih
sudah datang kata beliau. Kamipun segera pamitan dan bergegas pulang
karena hujan sudah semakin deras. Dikarenakan hujans sudah sangat
deras,kami memutuskan untuk pulang kerumah kami masing-masing.
Sesampainya dirumah sayapun mandi dan segera tidur. Singkat cerita saya
berada dilapangan selama 5 hari,saya mencari informasi selama 2 hari,dan
sisanya saya berlibur dan menghabiskan hari liburan bersama dengan kedua
orangtua saya. Hari rabu pagi adalah hari dimana saya untuk kembali
kemedan. Pagi hari saya dibanguni oleh mamak saya untuk memberikan
uang saya untuk perjalanan kemedan,karena kedua orangtua saya harus
berangkat kerja. Dan siang harinya buspun datang menjemput saya kerumah
karena sebelumnya sudah ditelepon oleh ayah saya,dan sayapun segera
melanjutkan perjalanan saya menuju Medan. Sesampainya dimedan saya
dijemput oleh kakak saya dan kamipun segera menuju rumah kami.
Demikianlah pengalaman singkat saya selama saya berada dilapangan.
Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berharga dan luar biasa menurut
saya karena tulisan hasil penelitiansaya ini nantinya akan menjadi
pengetahuan.

27
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1
Foto bersama dengan narasumber Empung P.T.Padang

28
Universitas Sumatera Utara