Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga) T1 802009031 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini sumber daya manusia yang dapat
menciptakan hal-hal baru serta bermanfaat bagi berlangsungnya
kehidupan umat manusia sangat dibutuhkan. Sumber daya manusia
dituntut untuk dapat mengolah lingkungan di sekitar mereka dan
menciptakan hal-hal yang baru untuk mempermudah dalam
mencukupi kebutuhan hidup manusia, contoh dari penemuan yang
fenomenal ketika seorang fisikawan genius sekaligus kreatif
bernama

Albert

Enstein

yang

menemukan


unsur

atom,

penemuannya tersebut merupakan hal baru yang berguna bagi
perkembangan kehidupan manusia sampai saat ini (dalam Dariyo,
2003). Kemampuan seseorang dalam menciptakan hal-hal yang
baru membutuhkan kemampuan mental untuk mengolah informasi
yang sudah ada dan menghubungkan informasi-informasi tersebut
untuk memunculkan

ide-ide/gagasan

tertentu dengan

tujuan

untuk mencukupi kebutuhan atau pemecahan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan mental untuk menghasilkan
hal-hal yang baru lebih dikenal dengan kreativitas.

Munandar (1999) menjelaskan bahwa kreativitas adalah
kemampuan yang mencerminkan kelancaran (mampu mencetuskan
beberapa gagasan dan jawaban), keluwesan (mampu melihat
masalah dari sudut pandang yang berbeda), dan orisionalitas

1

2

(keaslian) dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan, memperkaya, dan memperinci) suatu gagasan.
Kreativitas perlu digali dan dikembangkan terutama pada remaja
agar nantinya dapat bersaing, di persaingan global saat ini (dalam
Tarnoto & Purnamasari, 2009). Remaja merupakan masa dimana
seseorang memiliki keinginan yang besar untuk mengetahui dan
menjelajah ke lingkungan yang lebih luas, hal ini berkaitan dengan
ciri-ciri kreativitas (Gunarsa & Gunarsa dalam dalam Tarnoto &
Purnamasari, 2009). Ciri-ciri individu yang kreatif adalah
memiliki minat yang luas dan rasa ingin tahu yang tinggi. Pada
anak dan remaja yang kreatif akan lebih berani mengambil resiko

(Munandar, 1998). Selanjutnya Treffinger (dalam Munandar,
1998)

menyatakan

bahwa

pribadi

kreatif

biasanya

lebih

terorganisir dalam tindakan, dan rencana inovatif serta produk
yang orisinil. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang kreatif
mempunyai keinginan yang besar untuk mencoba aktivitas baru
dan mengasyikkan.
Kreativitas


yang

ditunjukkan

oleh

remaja

biasanya

ditunjukkan dengan adanya bentuk ide-ide baru yang inovatif
dalam

melakukan

suatu

hal.


Dengan

hal

tersebut

dapat

memberikan nuansa baru bagi perkembangan ilmu pengetahuan
dan juga dalam kehidupan. Meskipun
bakat

untuk

bisa

menjadi

kreatif,


setiap orang
tetapi

memiliki

apabila

tidak

dikembangkan maka akan menjadi bakat terpendam, yang tidak
dapat diwujudkan (Munandar, 1999). Kreativitas tidak akan
berkembang secara wajar jika tidak ditunjang oleh kepribadian
yang sesuai. Misalnya, siswa yang memiliki kemampuan berpikir

3

asli, luwes dan lancar, tetapi ia pemalas dan mudah menyerah,
maka

kemampuan


kreatif

memiliki

tersebut tidak
kepekaan

akan

terhadap

berkembang. Orang

lingkungan,

sehingga

menjadikan dirinya kaya akan inisiatif dan nampak seperti tidak
kehabisan akal dalam memecahkan suatu masalah. Lingkungan

merupakan salah satu faktor yang dapat merangsang kreativitas.
Rogers (dalam Munandar, 1999) menyatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi kreativitas berasal dari faktor eksternal
yaitu yang berasal dari luar individu yang bersangkutan, yang
meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas,
toleransi terhadap pandangan bagi orang kreatif, adanya waktu
bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongandorongan untuk mengembangkan fantasi,

kognisi dan inisiatif

serta penerimaan dan penghargaan bagi individu.
Hurlock (1993) menegaskan bahwa semua anak mempunyai
potensi untuk kreatif. Kreativitas tersebut berbeda pada setiap
individu, hal ini menunjukkan bahwa untuk mengembangkan
pemikiran

kreatif

perlu


rangsangan

dan

kesempatan

dari

lingkungan. Dimana lingkungan yang mengandung keamanan
dan kebebasan psikologis, maka kreativitas akan muncul dari
kualitas dan keunikan individu yang memungkinkan terciptanya
hal-hal yang baru. Menurut Munandar (2009) kreativitas adalah
hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Seseorang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya, dengan
demikian perubahan di dalam diri individu maupun di dalam
lingkungannya dapat menunjang atau menghambat upaya kreatif.
Torrance (dalam Aziz, 2009) menekankan bahwa dengan adanya

4


dukungan dan dorongan dari lingkungan membuat individu dapat
mengembangkan kreatifitasnya dengan baik. Munandar (2004)
juga menambahkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor
yang merangsang kreativitas, lingkungan tersebut dibagi menjadi 3
yaitu peranan keluarga, peranan sekolah/pendidikan, dan peranan
masyarakat.
Kreativitas pada remaja dapat dikembangkan melalui
pendidikan. Kreativitas merupakan bakat yang dimiliki oleh setiap
orang yang dapat diidentifikasi serta dikembangkan melalui
pendidikan yang tepat (Amanah, 2007). Kreativitas perlu
dikembangkan dalam

ranah pendidikan di sekolah agar siswa

dapat mencapai potensi yang dimilikinya secara optimal (Mariati,
2006). Munandar (2004) mengatakan bahwa membangkitkan
kreativitas di sekolah salah satunya adalah falsafah mengajar.
Metode pembelajaran dan cara mengajar guru/ fasilitator akan
merangsang proses belajar melalui cara berpikir siswa/ muridnya
dalam


memecahkan

masalahnya

di

kehidupan

sehari-hari.

Penelitian menunjukkan bahwa mengembangkan secara optimal
proses berpikir terutama berpikir kreatif ditentukan oleh cara
mengajar (Sepaharayuningsih, 2010). Satu

tujuan

pengajaran

yang penting adalah untuk membantu murid menjadi lebih kreatif
(Baer & Kaufman; Plucker & Beghetto & Dow; Runco dalam
Santrock 2009).
Munandar (1999) menjelaskan bahwa meningkatkan suatu
kreativitas salah satunya melalui program pendidikan. Program
pendidikan di Indonesia dibagi dalam tiga jenis yaitu pendidikan
formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal (dalam UU

5

no. 20 tahun 2003). Salah satu sekolah nonformal yang saat ini
menjadi sorotan publik adalah kelompok belajar (KB) alternatif
Qaryah Thayyibah (QT). KB alternatif QT didirikan pada bulan
Juli, tahun 2003 atas dasar keprihatinan terhadap besarnya biaya
pendidikan

konvensional

(pendidikan

formal)

serta

pola

pendidikan yang dipandang membatasi atau memagari kreativitas
murid (Abhiyoga, 2011). Sebagai model pendidikan alternatif, KB
alternatif QT memiliki kekhususan dibandingkan dengan sekolahsekolah konvensional lainnya. Menurut Bahruddin (2006),
pendidikan komunitas memiliki beberapa prinsip pokok. Berikut
ini merupakan rumusan prinsip-prinsip dasar pendidikan alternatif
berbasis komunitas (Bahruddin, 2006): Memiliki semangat
membebaskan, dan semangat perubahan ke arah yang lebih baik
dan pengetahuan adalah hak bagi seluruh warga. Prinsip kedua
yaitu partisipatif antara pengelola, murid,

keluarga, serta

masyarakat dalam merancang bangun sistem pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik sehingga mengacu
pada Kurikulum Berbasis Kebutuhan utamanya terkait dengan
sumber daya lokal yang tersedia karena belajar adalah bagaimana
menjawab kebutuhan akan pengelolaan sekaligus penguatan daya
dukung sumberdaya yang tersedia untuk menjaga kelestarian serta
memperbaiki kehidupan. Prinsip selanjutnya yaitu terdapat
kerjasama dalam proses pembelajaran, sehingga tidak perlu ada
lagi sekat-sekat dalam proses pembelajaran, juga tidak perlu ada
dikotomi guru dan murid, semuanya adalah murid (orang yang
berkemauan belajar). Kemudian

prinsip selanjutnya yaitu

memiliki Sistem Evaluasi Berpusat pada Subjek Didik yaitu

6

puncak keberhasilan pembelajaran adalah ketika si subjek didik
menemukan dirinya, berkemampuan mengevaluasi diri sehingga
tahu

persis

potensi

yang

dimilikinya,

dan

berikut

mengembangkannya sehingga bermanfaat bagi yang lain. Prinsip
yang kelima yaitu pengakuan atas keberhasilan bergantung
pada subjek pembelajaran itu sendiri dan akhirnya pengakuan akan
datang dengan sendirinya manakala kapasitas pribadi dari subjek
didik meningkat, dan bermanfaat bagi yang lain. Prinsip-prinsip
tersebut tidak lepas bagaimana fasilitator mendampingi peserta
didiknya ketika proses belajar dan setiap pendamping/guru
menghargai setiap karya yang dikerjakan oleh muridnya dan setiap
murid saling menghargai antara karya-karya yang mereka buat, hal
tersebut menurut Trefinger (dalam Fasko, 2001) merupakan cara
mendidik yang dapat meningkatkan pemikiran kreatif. Proses
belajar di QT lebih fleksibel dibandingkan dengan sekolah regular,
proses belajar ditentukan oleh minat dari muridnya sendiri, mereka
diberi kebebasan untuk memilih pelajaran dan karya tulis yang
akan dipelajarinya ketika itu, hal tersebut menurut Rogers (dalam
Munandar 1999), merupakan kegiatan yang dapat mempengaruhi
dan meningkatkan kreativitas seseorang. Hal tersebut yang
membedakan QT dengan sekolah formal.
Selain pendidikan nonformal, pendidikan formal merupakan
salah satu jenis sistem pendidikan yang dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Sekolah-sekolah pada umumnya menyelenggarakan
pendidikan formal. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas mulai dari pendidikan dasar, pendidikan
menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan formal memiliki

7

jenjang mulai dari Kelompok Bermain, Kelompok A, Kelompok B,
Sekolah Dasar (6 tahun), Sekolah Menengah Pertama (3 tahun),
Sekolah Tinggi/ Universitas/ Akademi/ Politeknik/ Institut: Sarjana
(kurang lebih 4 tahun, Magister (kurang lebih 2 tahun), Doktor
(kurang lebih 2 tahun) (dalam Abhiyoga, 2011). Pendidikan formal
merupakan pendidikan yang diakui oleh Negara. Di Salatiga
sendiri saat ini terdapat 22 SMP dan 28 SMA (termasuk MA dan
SMK) (Sumber Sekretaris MKKS dalam Abhiyoga, 2011).
SMP 10 Salatiga merupakan salah satu sekolah formal dan
pernah menjadi induk dari sekolah alternatif Qaryah Thayyibah
serta masuk dalam kategori Sekolah Standar Nasional. Sekolah
Standar Nasional adalah sekolah yang sudah memenuhi dalam
delapan standar pendidikan meliputi standar kurikulum, proses,
kompetensi lulusan, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan. Selain memenuhi
kriteria Sekolah Standar Nasional, hal yang penting dalam sebuah
sistem pendidikan adalah kurikulum sekolah tersebut. SMPN 10
Salatiga menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(dalam data referensi KEMENDIKBUD). Di dalam KTSP, prinsipprinsip pengembangan kurikulumnya hampir sama dengan prinsip
yang dipakai oleh Qaryah Thayyibah, yaitu berpotensi pada
potensi, perkembangan, kebutuhan peserta didik, beragam dan
terpadu, tanggap terhadap teknologi, ilmu pengetahuan dan seni,
relevan

dengan

kebutuhan

kehidupan,

menyeluruh

dan

berkesinambungan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah (dalam Badan
Nasional Standar Pendidikan, 2006), dengan begitu acuan

8

operasional

kurikulum

Pengembangan

sekolah

kurikulum

ini

berasal

disampaikan

dari

dengan

KTSP.
metode

pembelajaran yang berbeda-beda yang diberikan tenaga pendidik
kepada siswa/muridnya. Metode pembelajaran yang dipakai oleh
SMP 10 dalam menyampaikan materi pengetahuan adalah dengan
ceramah, memberikan Lembar Kerja Siswa dan mengerjakannya
(Wawancara dengan guru Bimbingan Konseling SMP 10 Salatiga,
kamis 7 Maret 2012). Proses belajar sudah ditentukan dan harus
diikuti oleh peserta didik pada awal tahun ajaran dimulai. Dalam
proses pendidikan formal, ceramah masih menjadi salah satu
metode penyampaian informasi kepada peserta didik, padahal
metode ceramah tidak melatih siswa menemukan sendiri dan
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki (Sugandi, 2006).
Ceramah

juga

dapat

menekan

siswa

mengembangkan

kreatifitasnya (Hisyam, 2001). Selain ceramah, situasi dalam kelas
yang kompetitif menurut Hennasay dan Amibele (dalam Fasko,
2001) dapat membunuh kreativitas.
Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul “Perbedaan
Kreativitas Antara Anak Pendidikan Formal Dengan Anak
Homeschooling” oleh Wijayanti (2011) menyatakan bahwa ada
perbedaan tingkat kreativitas yang signifikan pada kedua lembaga
pendidikan tersebut, tetapi dalam penelitian ini hanya mengukur
kreativitas dengan menggunakan Torrance circle test, sedangkan
dalam penelitian Kurnia (2010) yang berjudul “Perbedaan Tingkat
Kreativitas Antara Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
01 dan Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 02 Di
Salatiga” menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang siginfikan

9

pada kedua lembaga pendidikan tersebut dengan menggunakan
TKF dan TKV milik Munandar (1977). Dari penjelasan di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian untuk melihat
apakah ada perbedaan tingkat kreativitas pada Pendidikan
Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Pendidikan Formal (SMP 10
Salatiga). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat tes
kreativitas verbal dan kreativitas figural yang dikembangkan oleh
Munandar (1977) untuk mengukur kreativitas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas
maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada
perbedaan yang signifikan tingkat kreativitas pada Pendidikan
Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Pendidikan Sekolah
Formal (SMP 10 Salatiga).

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
adanya perbedaan yang signifikan tingkat kreativitas pada
Pendidikan

Sekolah

Nonformal

(Qaryah

Thayyibah)

dan

Pendidikan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga).

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan praktis.

10

1.

Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti dalam
Ilmu Psikologi khusus dalam bidang psikologi pendidikan dan
menambahkan wawasan literatur mengenai kreativitas.

2.

Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
informasi dan masukan kepada pihak sekolah Qaryah
Thayyibah

ataupun

SMP

10.

Untuk

kreativitas pada kedua lembaga tersebut.

mengembangkan

Dokumen yang terkait

PERILAKU BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH SALATIGA PERILAKU BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH ALTERNATIF QARYAH THAYYIBAH SALATIGA.

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah T2 942012002 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sekolah Guru B di Salatiga T1 152008006 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga)

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga) T1 802009031 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga) T1 802009031 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga)

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tingkat Kreativitas antara Sekolah Nonformal (Qaryah Thayyibah) dan Sekolah Formal (SMP 10 Salatiga) T1 802009031 BAB II

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Kelompok dalam Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga

0 0 18