Analisis Logam Timbal dan Kadmium Pada Alas Bedak yang Beredar di Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kosmetik
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan

pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Bahan Kosmetika adalah
bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan/atau sintetik yang
merupakan komponen kosmetika termasuk bahan pewarna, bahan pengawet dan
bahan tabir surya (BPOM RI, 2011).
Menurut Wasitaatmadja (1997), kosmetik berasal dari kata kosmein
(Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk
mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di
sekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi
juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Hasanah, 2010).
2.2


Kosmetik Dekoratif
Menurut Tranggono dan Latifah pada tahun 2007, kekhasan kosmetik

dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata untuk mengubah
penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada
kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit.
Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit (Hasanah, 2010).
Menurut Tranggono dan Latifah pada tahun 2007 dalam Hasanah (2010),
kosmetik dekoratif dibagi dalam dua golongan, yaitu :

4
Universitas Sumatera Utara

a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow dan
lain-lain.
b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama
baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, dan pengeriting
rambut.

2.3

Peranan Zat Warna dalam Kosmetik Dekoratif
Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar.

Menurut Tranggono dan Latifah pada tahun 2007 dalam Hasanah (2010), zat
warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok:
a. Zat warna alam yang larut
Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak
zat alam ini pada kulit lebih baik daripada zat warna sintetis, tetapi kekuatan
pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal. Misalnya
carmine zat warna merah yang diperoleh dari tubuh serangga coccus cacti yang
dikeringkan, klorofil daun hijau, carotene zat warna kuning.
b. Zat warna sintesis yang larut
Zat warna sintetis pertama kali disintesis dari anilin, sekarang benzene,
toluena, yang berfungsi sebagai produk awal bagi kebanyakan zat warna.
c. Pigmen alam
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat
secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada
kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning, coklat, merah

bata, coklat tua). Zat warna ini murni, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk

5
Universitas Sumatera Utara

mewarnai bedak krim dan makeup sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung
asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru.
d. Pigmen sintetis
Besi oksida sintetis sering menggantikan zat warna alam. Warnanya lebih
intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah
dan macam-macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oksida dan titanium
oksida termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc
oksida tidak hanya berperan dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga
dalam preparat kosmetik dan farmasi lainya. Banyak pigmen sintetis tidak boleh
dipakai dalam preparat kosmetik karena toksis, misalnya kadmium sulfat dan
kupri sulfat.
2.4

Alas Bedak
Sediaan alas rias adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk


mengalasi kulit wajah sebelum dilekati sediaan dekoratif, sesuai dengan estetika
yang dikehendaki dalam tata rias (Departemen Kesehatan RI, 1985). Pada zaman
dulu, bedak wajah merupakan hal yang utama dari rias dasar. Tetapi dengan
bermunculnya sediaan emulsi, sediaan batang dan jenis lain dari alas bedak
sebagai kosmetik pada tahun 1940, fungsi utama dari bedak berubah yaitu
menjaga makeup terlihat bagus. Sedangkan alas bedak sekarang mempunyai
fungsi lain, seperti meningkatkan warna kulit, menyesuaikan kualitas kulit,
menutupi bekas bintik-bintik hitam, melindungi kulit dari radiasi ultraviolet dan
rangsangan luar lainnya, dan menjaga kondisi kulit, dan akhir-akhir ini alas bedak
terpisah dari bedak (Mitsui, 1993).
Pada umumnya, fungsi utama alas bedak adalah untuk menutupi kulit yang

6
Universitas Sumatera Utara

cacat, meratakan warna yang berbeda pada kulit, berperan sebagai pelindung dari
lingkungan, dan membuat permukaan kulit menjadi lebih halus. Syarat pemakaian
alas bedak yang ideal yaitu: (1) dapat kering dengan cepat agar dapat memakai
kosmetik lain; (2) tidak kaku, mudah dituang, stabil dalam ruangan; (3) memberi

rasa nyaman, tidak berminyak atau terlalu kering; dan (4) dapat meningkatkan
penampilan. Berdasakan formulasinya, beberapa mengandung pigmen dan silikon
yang mudah menguap untuk menambah sifat resistensi terhadap air (Barel, dkk.,
2001).
2.4.1 Jenis sediaan alas bedak
a. Sediaan emulsi
Komposisi dari sediaan ini dapat bermacam-macam tergantung tingkat
jangkauan dan sifat emolien yang diinginkan. Walaupun sediaan nonionik,
kationik, dan sistem w/o telah banyak dipasarkan, kebanyakan alas bedak sediaan
emulsi adalah anionik o/w dikarenakan formulasi yang mudah. Sediaan anionik
mempunyai sifat yaitu stabilitas emulsi, pemberian pigmen dan dispersi, mudah
menyebar dan blending, rasa nyaman pada kulit, licin (seperti sifat sabun) (Barel,
dkk., 2001).
b. Sediaan anhidrat
Sediaan anhidrat umumnya berbentuk serbuk, tidak cair, dan mudah
dibawa. Bahan-bahan yang diperlukan termasuk emolien, waxes, pigmen,
texturing agent, wetting agents. Emolien, biasanya tekstur ringan dan viskositas
rendah; termasuk minyak, ester dan silikon. Waxes terdiri dari beberapa jenis
yaitu, waxes alami (Beeswax, orange, carnauba dan castor), turunan Beeswax
(Dimethicone copolyol beeswax, dan hexadedio beeswax), sintetik (parafin,

mikrokristalin, polietilen), lemak alkohol (Unithox dan unilin) dan lemak ester

7
Universitas Sumatera Utara

(Croda, Scher dan Flora Tech) (Barel, dkk., 2001).
Pigmen, sering untuk pemakaian di permukaan. Contoh pigmen yaitu
TiO2, ZnO dan Besi Oksida. Texturing Agents, termasuk talkum, mica, boron
nitrat. Wetting Agents, digunakan dalam jumlah yang sedikit, termasuk lanolin
alcohol, polyglyceryl ester (Barel, dkk., 2001).
2.5

Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur yang memiliki bobot atom dan bobot

jenis yang tinggi, dalam jumlah tertentu dapat bersifat racun bagi makhluk hidup.
Jenis cemaran logam berat adalah arsen (As), kadmium (Cd), merkuri (Hg), timah
(Sn), tembaga (Cu) dan timbal (Pb) (Badan Standardisasi Nasional, 2009).
Menurut Widowati, dkk. (2008), logam berat dibagi ke dalam 2 jenis,
yaitu :

a. Logam berat esensial: yakni logam dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut menimbulkan
efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn
b. Logam berat tidak esensial: yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik seperti Hg, Cd, Pb,
Cr.
Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang
bermacam-macam dan ini dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara,
tanah/daratan dan air/lautan (Darmono, 1995).
2.5.1

Timbal (Pb)
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat. Merupakan logam lunak

berwarna

abu-abu

kebiruan


mengkilat

serta

mudah

dimurnikan

dari

pertambangan. Timbal memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki

8
Universitas Sumatera Utara

sifat kimia yang aktif, sehingga biasa digunakan untuk melapisi logam agar tidak
timbul perkaratan. Timbal meleleh pada suhu 328 °C (662 °F), titik didih 1740 °C
(3164 °F), memiliki nomor atom 82, berat atom 207,20 dan massa jenis 11,34
g/cm3. Pencemaran timbal berasal dari sumber alami maupun limbah hasil
aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air,

udara maupun darat (Widowati, dkk., 2008).
Ditemukan bahwa logam timbal dapat diabsorpsi melalui kulit dan dapat
didistribusikan ke seluruh tubuh (Anonim, 2011). Toksisitas timbal bersifat kronis
dan akut. Paparan timbal secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan,
gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas
pada laki-laki, gangguan menstruasi serta aborsi spontan pada wanita, depresi,
sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur (Widowati,
dkk., 2008).
Toksisitas akut dapat menimbulkan gangguan gastrointestinal, seperti
kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah
dan sakit perut yang hebat, gangguan neurologi seperti sakit kepala, bingung atau
pikiran kacau, sering pingsan dan koma, gangguan fungsi ginjal, oliguria dan
gagal ginjal (Widowati, dkk., 2008).
2.5.2

Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak

larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium bersifat lentur dan tahan terhadap tekanan. Kadmium

memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol, titik leleh 3210C, titik didih
7670C dan massa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati, dkk., 2008).

9
Universitas Sumatera Utara

Gejala toksisitas akut dari Cd adalah iritasi alat respiratori, alat
pencernaan, pneumonitis, artritis, sakit dada yang kadang-kadang menyebabkan
hemorrhagic pulmonary edema, batu

ginjal, anemia, kanker, penyakit

kardiovaskuler. (Lu, 1990).
Kadmium diserap ke dalam tubuh, berakumulasi dalam ginjal dan hati,
walaupun kadmium dapat ditemukan hampir di seluruh jaringan dewasa. Jumlah
total yang terserap oleh manusia telah diperkirakan antara 0,2 sampai 0,5 μg/ hari,
dengan absorpsi melalui kulit yang diperkirakan 0,5% (Anonim, 2011).
Toksisitas kronis kadmium bisa merusak sistem fisiologis tubuh,
kerusakan tubulus renalis, krusakan ginjal, gangguan sistem kardiovaskuler,
gangguan sistem skeletal, menurunkan fungsi pulmo, empisema, kehilangan

mineral tulang yang disebabkan oleh disfungsi nefron ginjal (Widowati, dkk.,
2008).
2.6

Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-

unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace).
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan
tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini
cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi
(batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan pelaksanaannya relatif sederhana dan
interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2008).
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh
atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada sifat unsurnya. Sebagai contoh kalium menyerap cahaya
gelombang 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup

10
Universitas Sumatera Utara

energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu
energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan
dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar dan Rohman,
2008).
Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi
radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat spesifik untuk
setiap unsur. Besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah
unsur atau persenyawaan yang terdapat di dalamnya. Proses interaksi ini
mendasari analisis spektrofotometri atom yang dapat berupa emisi dan absorpsi
(Gandjar dan Rohman, 2008).
Menurut Harris (2009), sistem peralatan spektrofotometer serapan atom
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2009).
Adapun instumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut :
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang dipakai adalah lampu katoda (hollow cathode lamp).

11
Universitas Sumatera Utara

Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu
katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam
dan dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia
(neon atau argon) (Gandjar dan Rohman, 2008).
b. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
dasar. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
sampel menjadi uap atom-atom yaitu:
1. Dengan nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi
bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara
suhunya sebesar 22000C (Gandjar dan Rohman, 2008).
2. Tanpa nyala (flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan
arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini maka zat yang akan dianalisis
berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu
sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses
penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar
dan Rohman, 2008).
c. Monokromator
Monokromator untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang

12
Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam analisis. Dalam monokromator terdapat chopper
(pemecah sinar), suatu alat yang berputar dengan frekuensi atau kecepatan
perputaran tertentu (Gandjar dan Rohman, 2008).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2008).
e. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2008).
Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwaperistiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis
menjadi lebih kecil atau lebih besar dari yang nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2008).
Menurut Gandjar dan Rohman (2008), gangguan-gangguan yang dapat
terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/ gas
pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis dan tekanan unsur. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur
yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit
dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.

13
Universitas Sumatera Utara

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala.
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:
a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna
b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala
2.7

Validasi Metode
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut :
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara yaitu :


Metode simulasi (spiked-placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke
dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran
tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang
ditambahkan (kadar yang sebenarnya).



Metode penambahan baku (standard addition method)
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah

14
Universitas Sumatera Utara

tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya
(hasil yang diharapkan). Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.
Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD.
Rentang persen perolehan kembali yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit
pada matriks dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1

Rentang persen perolehan kembali yang diijinkan pada setiap
konsentrasi analit
Jumlah analit pada sampel Persen perolehan kembali yang
diijinkan (%)
1 ppm
80-110
100 ppb
80-110
10ppb
60-115
1 ppb
40-120
(Sumber: Harmita, 2004).

2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi
persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan. Nilai
simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm)
adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb)
RSD-nya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).
15
Universitas Sumatera Utara

4. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi
percobaan yang dilakukan. Batas deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit
(persen, bagian per sejuta) dalam sampel (Harmita, 2004).
Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi. Batas ini dinyatakan
dalam konsentrasi analit (persen, bagian per sejuta) dalam sampel (Harmita,
2004).
6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu dan hari yang berbeda.
Ketangguhan metode dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan
operasi atau lingkungan kerja terhadap hasil uji (Harmita, 2004).
7. Kekuatan (Robustness)
Kekuatan merupakan kemampuan metode untuk tetap tidak berpengaruh
oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Kekuatan suatu metode adalah
dengan membuat variasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara
sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar dan Rohman,
2008).

16
Universitas Sumatera Utara