IBADAH DALAM ISLAM Suatu Model Pendidika

‫‪IBADAH DALAM ISLAM‬‬
‫)‪(Suatu Model Pendidikan Agama Islam‬‬
‫‪Oleh: ADI KASMAN1‬‬
‫‪ABSRTAK‬‬

‫كانت التربية السإلماية المسؤولة عن الحفططر وتحليططل وتطططوير‬
‫ومامارسإة تعاليم السإططلما الططتي تصططدر ماططن القططرآن والحططديث‪.‬‬
‫وكانت ماصادر مان التعاليم السإلماية مارنة جططدا وماططرن وسإططريع‬
‫السإططتجابة اسإططتجابة لتوجيهططات حيططاة النسططان أكططثر تقططدماا‬
‫والحديثة‪ ،‬وتقدما في جميع المجالت‪ .‬التشططجيع والتحفيططز ماططن‬
‫تعططاليم القططرآن الكريططم فططي تطططوير لتعزيططز اليمططان والتقططوى‬
‫تعزيزها مان خللا العلوما النسانية‪ .‬وبالتالي فإن القططرآن يؤكططد‬
‫على ‪ 300‬أضعاف نسططبة أواماططر إلططى حسططن سإططير العمططل فططي‬
‫النسان‪ ،‬وأكد ‪ 780‬مارات أهمية العلم فضل عن تقوية اليمان‬
‫أن يتم ذلك ماع المار ماا ل يقل عن ‪ 810‬مارة مان الية‪ .‬اليططات‬
‫التي تشجع العقل عن المعرفة والتكنولوجيططا كمططا علططى النحططو‬
‫المذكور في الية ‪ 33‬ماططن سإططورة الرحمططن المتعلقططة بالفضططاء‬
‫الخطططارجي البحريطططة وفطططي السطططورة النعطططاما اليطططة ‪ 79‬علطططى‬
‫اسإتكشاف الجساما الفضائية ماع العقل النبي إبراهيططم لتحديططد‬
‫حقوق الله‪ ،‬وكططذلك تجهيططز والسإططتفادة ماططن الحديططد والنحططاس‬
‫كتكنولوجيا المواد‪.‬‬

‫‪Islamic Education in charge of digging, analyze, and develop and practice the‬‬
‫‪teachings of Islam which bersumberkan of Al-Quran and Hadith. Sources of‬‬
‫‪Islamic teachings was really flexible and supple and responsive responsive to the‬‬
‫‪guidance of human life more advanced and modern, advanced in all fields.‬‬
‫‪Encouragement and stimulation of the teachings of the Quran to the development‬‬
‫‪for strengthening the faith and piety strengthened through human science. Thus‬‬
‫‪the Qur'an confirms the 300 times the ratio of orders to the proper functioning of‬‬
‫‪the human, and 780 times confirmed the importance of science as well as the‬‬
‫‪strengthening of faith that is done with the command no less than 810 times the‬‬
‫‪verses. Verses that encourage and merasang the mind for the bookish knowledge‬‬
‫‪Mahasiswa S.3 UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Konsentrasi Pendidikan Agama‬‬

‫‪1‬‬
‫‪Islam‬‬

‫‪1‬‬

2

and technology as mentioned in paragraph 33 of surah AR Rahman on the marine

and outer space; Surah al-ness' am paragraph 79 on the exploration of space
objects with the mind of the prophet Ibrahim to determine the rights of God, as
well as the processing and utilization of iron copper sebgai materials technology.

Pendidikan Islam yang bertugas menggali,menganalisis, dan mengembangkan
serta mengamalkan ajaran Islam yang bersumberkan dari Al quran dan hadis.
Sumber ajaran Islam itu benar benar lentur dan kenyal serta responsive tanggap
terhadap tuntunan hidup manusia yang makin maju dan modern, maju dalam
segala bidang. Dorongan dan rangsangan ajaran alquran terhadap pengembangan
untuk pemantapan iman dan taqwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan
manusia. Maka dari itu al quran menegaskan 300 kali perintah untuk
memfungsikan rasio manusia, dan 780 kali mengukuhkan pentingnya ilmu
pengetahuan serta pemantapan keimanan yang dilakukan dengan perintah tidak
kurang dari 810 kali ayat ayatnya. Ayat ayat yang mendorong dan merasang akal
pikiran untuk berilmu pengetahuan dan teknologi itu seperti tersebut dalam
surah AR Rahman ayat 33 tentang kelautan dan ruang angkasa luar; Surah al-an
‘am ayat 79 tentang eksplorasi benda-benda ruang angkasa dengan akal pikiran
oleh nabi Ibrahim untuk menentukan Tuhan yang hak, serta pengolahan dan
pemanfaatn besi tembaga sebgai bahan tekhnologi.
Kata Kunci: Model,Pendidikan, Agama Islam

A. PENDAHULUAN
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau
mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam
kesulitan. Sebagaimana firman Allah

‫سررا‬
‫سرإ ي ي س‬
‫ال سعي س‬

‫ماططعع‬
‫سططررا إ إ ن‬
‫فعإ إ ن‬
‫سططرإ ي ي س‬
‫ماعع ال سعي س‬
‫ن ع‬
‫ن ع‬

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Akan tetapi ibadah itu

disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak
dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.

3

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan
ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena
manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana
halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh
memerlukan ibadah dan mengharap kepada Allah.
Model pendidikan agama Islam yang ditawarkan, secara filosofis adalah
terbentuknya manusia yang beriman, cinta damai, cerdas, kreatif, memiliki
keluhuran budi, berpikir kritis dan peduli terhadap kondisi sosial masyarakat.
Pendidikan Islam memiliki fungsi mengarahkan kehidupan Islami yang ideal dan
humanis.2 Disini, sangat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan yang tepat
untuk

anak-anak.

Jika


upaya

pendidikan

mengalami

kegagalan

dalam

mengantarkan manusia kearah cita-cita manusiawi yang bersandar pada nilai-nilai
kemanusiaan, maka yang terjadi adalah tumbuhnya prilaku negatif dan destruktif.3
Maka oleh karena itu, motivasi4 kearah terciptanya pribadi yang beriman,
cinta damai, cerdas, kreatif, memiliki keluhuran budi, berpikir kritis dan peduli
terhadap kondisi sosial masyarakat harus benar-benar ditumbuhkembangkan
dalam dunia pendidikan. Dalam pengertian lain, motivasi merupakan kegiatan
yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara prilaku manusia.5
Dengan demikian, menurut penulis model pendidikan dalam agama Islam
yang sebenarnya adalah yang mampu mengkoordinasikan segala keinginan,

menggali segala potensi, mengenali kapabilitas dan kecenderungan yang ada,
kemudian membekalinya dengan ketrampilan sehingga mampu berinteraksi
dengan realita yang ada dan ikut bangkit mencapai idealisme dan sasaran-sasaran
yang memungkinkan untuk di capai. Ini merupakan tujuan pendidikan secara
2

Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Dakwah,
(Yokyakarta: Qirtas, 1993), h. 237
3
Duhroini Ali, Konsep Islam Liberal Abdurrahman Wahid dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Islam, (Jurnal PAI vol VI no 1, 2009), h. 21
4
Istilah motivasi sendiri dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia
yang memberikan energi, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan prilaku
kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Baca.
H.B Siswanto, Pengantar Manajemen, 2007)
5
T. Hani Handoko, Manajemen, (Yokyakarta: BPFE, 2000), h. 251

4


umum, adapun pendidikan Islam sendiri kiranya tidak jauh dari kenyataan pahit
semacam itu. Semboyan bahwa risalah Islam itu abadi dan relevan di setiap waktu
dan tempat kiranya perlu diterjemahkan secara intensif dalam kerja pendidikan
dan pengajaran.
B.

PEMBAHASAN

a. Model Pendidikan Agama Islam
Islam dengan kedua sumber pokoknya Al-Quran dan Sunnah merupakan
agama yang sarat dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan agama itu sendiri maupun ilmu-ilmu umum, atau ilmu-ilmu
modern. Salah satu domain yang sangat besar perhatiannya dalam Islam adalah
model pendidikan. Model pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang
bertujuan mewujudkan akhlak atau budi pekerti yang luhur. Untuk mewujudkan
itu, harus dimodali dengan ilmu pengatahuan, dalam al-Quran terdapat kata ilmu
dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti
proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan.6
Dalam pandangan al-Quran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia

unggul terhadap makhluk-makhluk yang lain guna menjalankan fungsi
kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan
al-Quran, yaitu:

‫ع‬
‫معلئ إك عططةإ‬
‫م ع ععر ع‬
‫م آد ع ع‬
‫ما اسل س‬
‫م ع عل عططى ال س ع‬
‫ضططهي س‬
‫ماعء ك يل نهعططا ث يطط ن‬
‫سإ ع‬
‫وعع عل ن ع‬
‫ع‬
‫قا ع ع‬
‫ن قعططايلوا‬
‫فع ع‬
‫ماإء ههعططؤ يعلإء إ إ س‬
‫لا أن سب إيئوإني ب إأ س‬

‫ن ك ين ست يطط س‬
‫سإطط ع‬
‫م ع‬
‫صططاد إإقي ع‬
‫عل سم ل عنا إنل ماا ع عل نمتنا ۖ إن ع ع‬
‫حان ع ع‬
‫م‬
‫ح إ‬
‫س عع إن‬
‫م ال س ع‬
‫سإب س ع‬
‫ي‬
‫كي ي‬
‫ت ال سععإلي ي‬
‫ك أن س ع‬
‫ك عل إ ع ع إ ع‬
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
6
Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’I atas pelbagai persoalan Umat, Cetakan

13, (Bandung: Mizan, 1996), h. 426

5

kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS. 2: 31-32)
Manusia, menurut al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan
mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang
memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal
tersebut. Berkali-kali pula al-Quran menunjukkan betapa tinggi kedudukan orangorang yang berpengetahuan.7 Rasulullah mempertegas dalam sebuah hadistnya:

‫ سإههل الله به طريقا‬، ‫مان سإلك طريقا يلتمس فيه علما‬
( ‫إلى الجنة ) رواه ماسلم‬
Barang siapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan
baginya jalan ke surga. (HR. Muslim).8
Disamping, Islam tidak hanya mementingkan pemerolehan ilmu yang
dipelajari saja (aspek kognitif), melainkan juga pengamalan ilmu yang
diperolehnya (aspek afektif dan psikomotorik), serta harus diaplikasikan dengan

nilai-nilai agama, yakni keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Harun
Nasution mengatakan dalam bukunya “Islam ditinjau dari berbagai aspeknya” 9.
Dia menguraikan dengan panjang lebar berbagai segi dan ilmu yang menjadi
cakupan atau pembahasan Islam. Berbagai aspek atau segi ini terambil dari
konsep-konsep yang ada dalam dua sumber aslinya, yaitu al-Quran dan Sunnah.
Dari kedua sumber pokok ini para pemikir Islam berhasil mengambil berbagai
ajaran atau konsep dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Konsep yang
terpenting dalam Islam adalah tauhid, yaitu ajaran yang menjadi dasar dari segala
dasar dalam Islam, yakni pengakuan tentang adanya satu Tuhan yaitu Allah.

7
Quraish Shihab, Wawasan..., h. 428
8
Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih, Sinar Ajaran Muhammad, Terj. A. Azis Salim
Basyarahil, Cet. 1. (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 207
9
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Cet. Ke-V, (Jakarta: UI Press,
1985), h. 30

6

Dari sejak kelahirannya lima belas abad yang lalu Islam senantiasa hadir
memberikan jawaban terhadap berbagai macam permasalahan. Islam sebagaimana
dikatakan H.A.R. Gibb bukan semata-mata ajaran tentang keyakinan saja,
melainkan sebagai sebuah sistem kehidupan yang multi dimensional.10 Pendidikan
tidak boleh otoriter, memaksa kehendak, pendidikan musti merdeka, dinamis
bukan statis, mencair tidak beku. Aliran naturalisme dan romantisme dilihat dari
segi gagasannya tampaknya cukup ideal, yaitu sikap menghormati, menghargai,
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang bebas
dalam menentukan pilihan hidupnya. Allah swt, menyatakan dalam firman-Nya
tentang hak pilih:

‫ن ع‬
‫ن ع‬
‫شططاعء‬
‫شاءع فعل سي يؤ س إ‬
‫حقق إ‬
‫ل ال س ع‬
‫ن وع ع‬
‫م فع ع‬
‫ن عرب بك ي س‬
‫ما س‬
‫ما س‬
‫م س‬
‫ما س‬
‫وعقي إ‬
‫ع‬
‫حططا ع‬
‫فسر إ إننا أ عع ست عد سعنا إلل ن‬
‫سإططعراد إقيعها‬
‫فعل سي عك س ي‬
‫ظال إ إ‬
‫ن ن عططاررا أ ع‬
‫م ي‬
‫ط ب إهإطط س‬
‫مي ع‬
‫ماءء ع‬
‫ل يع س‬
‫س‬
‫ويِ ال سوي ي‬
‫وعإ إ س‬
‫ن يع س‬
‫كال س ي‬
‫ست عإغييثوا ي يعغايثوا ب إ ع‬
‫جططوه ع ب إئ سطط ع‬
‫مه س إ‬
‫شطط إ‬
‫ال ن‬
( 29 : ‫قا ) الكهف‬
‫ف ر‬
‫ماسرت ع ع‬
‫شعرا ي‬
‫ب وع ع‬
‫ت ي‬
‫سإاعء س‬
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang
orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.
Dalam ayat ini, ada makna unsur pilihan, Namun demikian, model atau
konsep kebebasan dalam Islam sesungguhnya kebebasan dalam arti bukan liberal
tetapi ikhtiar, yaitu, kebebasan untuk memilih dalam batas-batas hukum universal

10
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Cet. Ke-17, (PT. Raja Grafindo.Persada, Jakarta,
2010), h. 99

7

(taqdir/sunatullah) yang tidak dapat dilanggarnya, karena pelanggaran terhadap
hukum universal tersebut akan membawa akibat yang merugikan dirinya sendiri.11
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Kitab suci itu, menempati posisi
sentral, bukan saja dalam perkembangan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman,
tetapi juga merupakan inspirator, pemandu dan pemadu gerakan-gerakan umat
Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat ini.12 Hasan
Langgulung, seorang pakar pendidikan Islam, dimana ia menegaskan bahwa
sumber dan ladasan utama kurikulum pendidikan Islam adalah ajaran Islam (alQuran dan Sunnah). Namun demikian, Langgulung bukanlah pemikir yang
menutup diri untuk memanfaatkan sumber-sumber lain, selain ajaran Islam, sejauh
sumber tesebut relevan dan tidak bertentangan dengan landasan utama tersebut.13
M. Athiyah al-Abrasyi, pakar pendidikan dari Mesir, mengatakan bahwa inti
atau jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti. 14 Model pendidikan agama Islam
yang seperti ini merupakan perwujudan dari cita-cita Islam itu sendiri,
sebagaimana diutus rasulullah, saw untuk memperbaiki akhlak atau moral yang
telah rusak, bagaikan bangunan yang disapu gelombang tsunami hancur
berkeping-keping, sulit untuk diperbaiki seperti sedia kala, namun berkat
ketekunan dan kesabaran beliau atas bantuan dan bimbingan wahyu (Allah),
akhirnya bisa terwujud semua harapan dan cita-cita, meskipun tidak semua orang
mau menerimanya.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh al-Abrasyi diatas, Harun Nasution
menegaskan bahwa model dan konsep pendidikan dalam Islam bertujuan bukan
hanya mengisi yang dididik dengan ilmu pengetahuan dan mengembangkan
ketrampilannya, tetapi juga mengembangkan aspek moral dan agamanya. Model
atau konsep pendidikan dalam agama Islam ini sejalan dengan konsep manusia
yang tersusun dari tubuh, akal, dan hati nurani yang kita yakini semua.15
11
Abuddin Nata, Perspektis Islam tentang strategi Pembelajaran, Cet. Ke. 2 (Jakarta:
Kencana, 2011), h. 136-137
12 Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Cet. III, (PT. Mizan Pustaka, 2009), h. 81
13
Karwadi, Tujuan Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Hasan Langgulung. Jurnal PAI Vol 4
No 2. 2009
14
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami A. Gani dan
Djohar Bahry, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 1
15
Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Cet. Ke. V, (Penerbit, Mizan,
1998), h. 289

8

Sementara itu, Muhaimin mengatakan16, menurut para ahli ada empat model
pemikiran pendidikan dalam Islam, yaitu, pertama, tekstualis salafi – pandangan
ini lebih bersikap regresif dan konservatif, dalam konteks pemikiran pendidikan,
terdapat dua mazhab yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi, yaitu
perennialism17 dan essensialism18, terutama dari wataknya yang regresif dan
konservatif , kedua, tradisionalis mazhabi – dalam konteks pemikiran pendidikan
Islam, model tersebut berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui
kajian terhadap khazanah pemikiran pendidikan Islam karya para ulama terdahulu
dalam berbagai aspeknya, ketiga, modernis, memahami nilai-nilai dasar dalam alQuran dan Sunnah yang sahih hanya mempertimbangkan kondisi dan tantangan
sosio-historis dan kultural yang dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer
dan modernitas pada umumnya tanpa memperhatikan khazanah intelektual
muslim era klasik, keempat, neo-modernis, model yang keempat ini, dengan
memadukan antara khazanah pemikiran Islam klasik dan modern. Dengan
demikian, model pemikiran ke-Islaman neo-modernis agaknya sangat kondusif
untuk dikembangkan dalam dunia pendidikan Islam – apa pun bentuk dan
tingkatannya, namun, sebagai implikasinya harus menguasai empat cabang ilmu,
filsafat, sejarah, metodologi, dan bahasa (minimal bahasa Arab dan Inggris).
Dengan filsafat dapat memahami esensi, dengan sejarah akan memahami proses,
dengan metodologi akan memahami cara pengembangan ilmu, dan dengan bahasa
akan menjadi alat untuk berkomunikasi dengan literatur-literatur atau dunia luar.19

16
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, Cet. Ke-1 (PT
Raja Grafindo Persada, 2011), h. 24
17
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20 –
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut.
Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis, adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup
yang kukuh, kuat pada zaman kuno dan abad pertengahan – dianggap sebagai dasar budaya
bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa, dari abad ke abad.
18
Esensialisme suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai
suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Untuk mengangkat filsafat
esensialis, Bagley dn rekan-rekannya mendanai jurnal pendidikan, school dan society. Penganut
aliran ini, memiliki beberapa kesamaan parenialisme, berpendapat bahwa kultur kita telah
memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa
dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. (Dalam Uyoh Sadulloh, 2012).
19 Muhaimin, Pemikiran..., h. 24-35

9

Jika dirunut ke belakang, berbagai macam ide, pendapat yang dirumuskan
oleh para pakar intelektual pendidikan dalam Islam untuk memajukan pendidikan
Islam itu sendiri untuk mendorong ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan.
Hal ini sebagaimana Komperensi Internasional Pertama tentang pendidikan Islam
di Makkah pada tahun 1977, dimana model yang dirumuskan itu adalah:
Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang
menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang
rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup
pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif,
fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan
mendorong semua aspek ini kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan
akhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundudukan yang sempurna
kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh ummat manusia.20
Sebenarnya, secara historis, perkembangan kehidupan manusia bergerak dari
masyarakat

autoritarian

menuju

masyarakat

demokratis.

Perkembangan

pendidikan juga seiring dengan perkembangan masyarakat, karenanya model
pendidikan, terutama model pendidikan dalam Islam, berkembang menuju model
pendidikan demokratis, artinya bukanlah pendidikan yang bersifat otoriter.
Perkembangan pendidikan di dunia Barat sejak pertengahan pertama abad 20.
Reformasi pendidikan mulai didengungkan, apa yang disebut dengan gerakan
pendidikan progresif. Model ini meyakini bahwa pendidikan merupakan
pembentukan berkelanjutan dari pengalaman hidup didasarkan pada aktifitas yang
inspirasinya datang dari anak murid. Karenanya model ini menekankan
penghargaan

pada

perbedaan

dan

menentang

model

pendidikan

yang

autoritarian.21

20
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.
Pertama (PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 57
21
Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma Baru Pendidikan, Restropeksi Proyeksi
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. Pertama (Jakarta: IISEP, 2008), h. 10-11

10

Sementara itu, Quraish Shihab mengkritik model pendidikan kita 22, khususnya
dalam bidang metodologi, seringkali sangat menitikberatkan pada model hafalan,
atau contoh-contoh yang dipaparkan bersifat ajaib, kiasan yang dikemukakan
dengan bahasa gersang, tidak menyentuh hati, ditambah lagi nasihat yang
diberikan tidak ditunjang oleh panutan pemberinya.23 Ini menujukkan bahwa,
model pendidikan dalam Islam yang ada dan sedang berjalan sekarang ini
sebagiannya masih autoritarian belum kearah demokratis yang progresif, dimana
murid masih bersifat menerima bukan mencari. Seharusnya model pembelajaran
yang diharapkan dalam Islam saat ini adalah pembelajaran yang berpusat pada
aktivitas peserta didik (student centris) dalam suasana yang lebih demokratis, adil,
manusiawi, memberdayakan, menyenangkan, menggairahkan, menggembirakan,
membangkitkan minat belajar, merangsang timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi,
inovasi, etos kerja, dan semangat hidup. Dengan cara demikian, maka seluruh
potensi manusia dapat tergali dan teraktualisasikan dalam kehidupan nyata yang
nantinya dapat menolong peserta didik untuk menghadapi berbagai tantangan
hidup di era modern yang penuh persaingan.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, pendidikan yang autoritarian ditantang
habis oleh salah seorang pelopor model pendiddikan, seperti yang dikutip oleh
Kusmana dkk, John Dewey (1859-1952) dalam bukunya Democracy and
Educaation (1916). Dewey melihat perlunya sekolah untuk merefleksikan
kehidupan masyarakat. Sekolah katanya mesti mengambil tanggungjawab sosial
disamping pembelajran yang bersifat akademik. Dewey mendasarkan pikirannya
pada anggapan epistemologi bahwa kebebasan adalah sesuatu yang positif yang
membuka peluang untuk terus-menerus berkembang bagi seorang individu. Yaitu
kebebasan efektif, artinya kebebasan yang memperhatikan kualitas kesempatan
(quality of opportunity).24
Disamping model pendidikan yang tersebut, siswa sebagai satu unsur yang
diajar atau yang menerima sedangkan guru adalah unsur pengajar atau yang
22
Mazhab penguasa secara sadar mewarnai lembaga pendidikan, dan ini dinilai oleh para
pengamat sebagai salah satu sisi kelemahan sebuah lembaga ilmiah yang seharusnya bersifat
objektif dan mandiri. Lebih lanjut, baca Menabur Pesan Ilahi (2006)
23 Quraish Shihab, Membumikan ..., h. 276
24 Kusmana dan JM. Muslimin, Paradigma..., 11

11

memberi pelajaran. Dalam proses pembelajaran sekurang-kurangnya terdiri dari
guru yang digambarkan seperti petani, siswa digambarkan seperti bibit,
lingkungan yang digambarkan seperti ladang.25 Artinya berusaha dengan sungguhsungguh, seperti memotivasi, mendorong, membimbing, memberi arahan,
menjaga, merawat dan sebagainya. Paradigma pendidikan yang digunakan
bukanlah mengisi air ke dalam gelas, malainkan memotivasi dan menginspirasi
agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat dieksplorasi dengan
upayanya sendiri.26 Artinya, lulusan pendidikan Islam seharusnya tidak hanya
dapat berenang di kolam yang sempit, melainkan berenang di samudra yang
luas.27 Mereka tidak diberi “ikan” – tetapi malah diberi “kail” alat yang digunakan
untuk menangkap ikan, bahkan diberikan juga kemampuan untuk menciptakan
alat untuk menangkap ikan tersebut.28
Model pendidikan yang beku, kaku tidak terbuka sama dengan tidak
mengahrgai akal yang telah Allah anugerahkannya – tetapi harus dalam domain
normatif Islami, menjunjung tinggi nilai-nilai qurani, padahal Allah (al-Quran)
merupakan faktor pendorong pertama bagi kaum muslimin untuk mempelajari
ilmu-ilmu rasional, baik ilmu kealaman maupun matematika, dengan mengambil
alih dan menerjemahkannya dari bahasa-bahasa lain, pada permulaannya.
Kemudian mereka mandiri dalam mempelajari, membuat model dan teori-teori
baru mengenai obyek bahasan ilmu-ilmu tersebut, merinci masalah-masalahnya,
dan mengkaji secara mendalam beberapa pembahasannya yang penting. Setelah
wafat Rasulullah, dengan dorongan dari khalifah, ilmu-ilmu itu diterjemahkan dari
bahasa-bahasa Yunani, Suryani dan India ke dalam bahasa Arab. Kemudian ilmuilmu yang telah diterjemahkan itu disajikan kepada kaum muslimin di daerah
empat tinggal mereka. Wilayah pengkajian terhadap ilmu mulai meluas dan
dilakukan secara mendalam dan terinci.29

25 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 112
26 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 147
27 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 17
28 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 87
29
Baca Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i, Mengungkap Rahasia Al-Quran,
Terj. A. Malik Madaniy dan Hamim Iiyas, Cetakan IX (Mizan, 1997)

12

Dalam dunia pendidikan kita sekarang, model pendidikan harus lebih
diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya
berhenti pada tataran kompeten tetapi sampai memiliki kemauan, dan kebiasaan
dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan seharihari.30 Sebenarnya, model itu adalah suatu bentuk proses dimana pengajar, apakah
dia seoarng guru, dosen, kiyai atau apapun nama lainnya “harus mampu
menciptakan lingkungan yang baik sehingga terjadi kegiatan belajar secara
optimal”.31 Dalam hal ini, mengajar harus dalam domain demokrasi yang berarti
mengahargai pendapat, gagasan, dan pemikiran siswa/mahasiswa. Peserta didik
diberikan kebebasan akademik untuk mengemukakan pendapat, bahkan menganut
semua mazhab akademis yang berbeda dengan gurunya. Guru atau dosen tidak
memaksakan kehendak. Kebebasan disini adalah demokrasi Islami – bukan
kebebasan muthlak tetapi tetap mempunyai batasan-batasan tauhidi, tidak
bertentangan dengan kaidah moral Islam dan aqidah tauhid. 32 Sementara itu, alFaruqi, seorang pencetus gagasan Islamisasi ilmu, mengatakan dalam salah satu
bukunya Tauhid bahwa esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan esensi
Islam adalah tauhid atau pengesa-an Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah
sebagai Yang Esa, Pencipta Yang Mutlak dan Transenden, dan Penguasa segala
yang ada. Bagi kaum

muslimin, tidak bisa diragukan lagi bahwa Islam,

kebudayaan Islam, Peradaban Islam termasuk model pendidikan dalam Islam itu
sendiri memiliki esensi pengetahuan, yaitu tauhid (Q.S. 51:56, 16:36, 17:23, 4:36,
6:151). Dengan demikian, ada tiga domain penting yang harus diperhatikan di
dalam mengelola pendidikan, yaitu ilmu itu sendiri, kemudian pengamalan ilmu
tersebut, dan tauhid yang menjadi dasar utamanya.33 Kalau ketiga domain ini tidak
dapat dipahami dengan baik dan tidak diberikan secara integral maka akan sulit
tercapai tujuan pendidikan sebagaimana yang tersebut diatas.

30
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Cet. I ( Jakarta, Raja Wali Press, 2009), h. 3334
31
Syahidin, Aplikasi Metote Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, Cet.
Pertama (Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, 2005), h. 56
32
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Al-Quran Tentang Pendidikan, Cet. Petama
(Jakarta: Hamzah, 2013), h. 61
33
Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, Trj. Rahamani Astuti, (Bandung: Pustaka, 1988), h. 16

13

Sebagai guru atau dosen mempunyai tugas untuk mendidik mereka,
diharuskan untuk mampu menjadi sumber informasi untuk dapat mengenal sosok
dan jiwa model tersebut. Agar peserta didik dapat mudah untuk menerima dan
meneladani model. Dalam lingkup sekolah, guru adalah sumber model utama,
disamping teman sejawatnya. Disni, guru dalam memilih, membimbing, dan
menentukan model sangat berperan. Terkadang seorang pendidik menyuruh anak
untuk berakhlak baik, sedang dirinya tidak melakukannya. Bagaimana anak akan
belajar kejujuran, kalau ia mengetahui gurunya menipu. Bagaimana anak akan
belajar akhlak baik, bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek, dan
berakhlak buruk.34
Hal ini diperingatkan Allah swt dalam al-Quran :

‫ع‬
‫ما س‬
‫ماا عل ت ع س‬
‫م تع ي‬
‫قرتا إ‬
‫عيا أي قعها ال ن إ‬
‫عن سد ع‬
‫فععيلو ع‬
‫قويلو ع‬
‫ن ك عب يعر ع‬
‫ن ع‬
‫ماينوا ل إ ع‬
‫نآ ع‬
‫ذي ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ماا عل ت ع س‬
‫ن تع ي‬
‫فععيلو ع‬
‫الل نهإ أ س‬
‫قويلوا ع‬
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. 66: 2-3)
Zaman sekarang ini, adalah zaman pembaruan, sementara pembaruan dalam
Islam, lebih-lebih dalam dunia pendidikan Islam berarti mengubah keadaan umat
agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam al-Quran dan Sunnah. Hal imi perlu
dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki al-Quran dengan
kenyataan yang terjadi di masyarakat. Al-Quran misalnya mendorong umatnya
agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi
secara seimbang; hidup bersatu, rukun dan damai sebagai suatu keluarga besar,
bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat
orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihann dan lain sebagainya. Namun
kenyataan umatnya menunjukkan keadaan yang berbeda.35
b. Manusia Sebagai Makhluk Belajar Dan Mengajar
34
35

Azhariansyah, Pendekatan Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Jurnal PAI, 2009
Abuddin Nata, Metodologi..., h. 379

14

Banyak kajian dan penelitian dilakukan para ahli tentang manusia yang
dikaitkan dengan berbagai kegiatan. Semua itu dilakukan, karena manusia disatu
sisi sebagai subject dan disisi lain sebagai object dalam berbagai kegiatan.
Abuddin Nata mengatakan, kajian tentang manusia dalam hubungan dengan
kegiatan pendidikan memiliki signifikansi yaitu: Pertama, manusia selain sebagai
subjek, juga sebagai objek pendidikan. Kedua, Munculnya berbagai teori dan
konsep tentang belajar yang beraneka ragam, adalah sebagai hasil dari kajian
terhadap manusia yang beragam pula. Ketiga, salah satu kegiatan utama dalam
pendidikan adalah pelaksanaan strategi pembelajaran, yang melibatkan guru dan
peserta didik yang kedua-duanya adalah manusia. Keempat, inti dari kegiatan
pembelajaran adalah memotivasi, mendorong, menggerakkan, membimbing, dan
mengarahkan agar anak didik mau belajar yakni menggunakan potensi kognitif,
afektif, dan psikomotoriknya dengan kekuatan dan kemauannya sendiri. Kelima,
salah satu definisi pendidikan yang umumnya berlaku dan diterima para ahli
pendidikan, adalah memengaruhi peserta didik agar mau mengubah pola pikir,
tindakan, dan perbuatannya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.36
Bila dilihat, bahwa manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar hal itu
tersirat dalam firman Allah pada saat Dia mengajarkan Adam tentang berbagai
macam nama dan kemudian Adam sebagai objek sekaligus sebagai subjek
mengemukakan kepada para malaikat tentang nama-nama tersebut yang para
malaikat tidak mengetahuinya karena tidak diajarkannya oleh Allah, sebagaimana
dalam ayat yang telah penulis sebutkan diatas bahwa disana nampak jelas , bahwa
Adam sebagai objek (sasaran) karena diajari oleh Allah tentang nama-nama
benda, juga sekaligus sebagai subjek (pelaku) karena setelah itu ia mengemukakan
semua benda-benda tersebut kepada para malaikat. Dengan demikian, kemampuan
manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami lingkungannya
merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia belajar, dengan belajar
manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang
sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas
belajar, oleh karena itu sangat wajar apabila belajar merupakan konsep kunci
36

Abuddin Nata, Perspektis..., h. 28-29

15

dalam setiap kegiatan pendidikan, ini berarti bahwa tanpa belajar kegiatan
pendidikan pun tidak punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada.37
Disamping itu belajar juga memainkan peranan penting dalam upaya
mempertahankan kehidupan manusia. Ketika Adam diciptakan dan kemudian
Allah mengajarkan nama-nama, pada dasarnya mengindikasikan bahwa Adam
(manusia) merupakan makhluk yang bisa berubah melalui belajar sehingga dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dengan pengetahuan itu Adam dapat melanjutkan
kehidupannya di dunia. dan dalam konteks yang lebih luas, perintah iqra’ yang
tertuang dalam Al Qur’an dapat dipahami dalam kaitan perubahan tersebut yakni
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak melakukan
menjadi melakukan, dan dari melakukan menjadi tidak melakukan. Saling
memberi dan menerima dalam konsep belajar sebgai individu yang belajar dan
mengajar itu, Quraish Shuhab mengatakan “bahkan, lebih juah, dapat dikatakan
bahwa Al-Quran tidak hanya menekankan penetingnya belajar, tetapi juga
pentingnya mengajar. Beliau mengutip makna yang terkandung dalam

surat

Al-‘Ashr, yang menegaskan “bahwa semua orang merugi kecuali yang
melaksanakan empat hal. Salah satunya adalah saling mewasiati (ajar-mengajar)
tentang al-haq (kebenaran). Ilmu penegtahuan adalah kebenaran. Rugilah orang
yang tidak mengajarkan kebenaran yang diketahuinya.38 Aktifitas pendidikan
(belajar-mengajar), yaitu manusia sebagai makhluk belajar “telah ada sejak
adanya manusia itu sendiri (Adam dan Hawa) bahkan ayat Al-Quran yang pertama
kali diturunkan, adalah perintah iqra’ (membaca, merenungkan, menelaah,
meneliti atau mengkaji) atau perintah untuk mencerdaskan kehidupan manusia
yang merupakan inti dari aktifitas pendidikan”39. Lebih lanjut, Muhaimin
mengutip pendapat Rukhsana Zia (2006) berkomentar, bahwa “Islam cleary
prizes knowledge and learnig and there is no place in Islam for an illiterate
society” Dari situlah manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar mulai
memikirkan,menelaah, mendalami, meneliti dan sebagainya yang secara metoda
37
https://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/keguruan/belajar-mengajar-dan-pembelajaran/
2015
38
Quraish Shihab, Membumikan ..., h. 278
39
Muhaimin, Pemikiran…, h. 42

16

ilmiah sekarang dizaman modern ini disamping melakukan aktifitas penelitian
untuk membuktikannya manusia modern melakukan eksperimen-eksperimen
terhadap semua hasil temuannya itu. Manusia sebagai makhluk belajar dan
mengajar, maka mereka akan menggunakan segala potensi jiwa yang diberikan
Allah untuk menguasai alam ini baik seacar ihsan atau saiat, karena manusia
dianugerahi dua potensi jiwa (jiwa taat dan jiwa jahat), sebagaimana firman Allah:

‫ فعأ ع‬. ‫فس وماا سإواها‬
‫س‬
‫ي‬
‫س‬
‫ق‬
‫ت‬
‫و‬
‫ها‬
‫ر‬
‫جو‬
‫ف‬
‫ها‬
‫م‬
‫ه‬
‫ل‬
‫وا ع‬
‫ع‬
‫وعن ع س ء ع ع ع ن ع‬
‫ع‬
‫ عقططد س‬. ‫هططا‬
‫ي‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ع ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ن عز ن‬
7 : ‫ها ) الشططمس‬
‫ وعقعد س ع‬. ‫ها‬
‫سإططا ع‬
‫كا ع‬
‫خططا ع‬
‫أفسل ع ع‬
‫ن دع ن‬
‫ب ع‬
‫ح ع‬
‫ماطط س‬
‫ما س‬
( 10 ‫طططط‬
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya.
Menurut Nurcholish Madjid, kemampuan untuk memahami alam semesta manusia
telah memperoleh anugerah dari Tuhan dalam alam primordial, yakni ketika Adam
diciptakan. Anugerah ini menjadikan Adam mampu menerima pengajaran dari Tuhan
tentang “nama-nama seluruhnya” (al-asma’ kullaha), dan dengan begitu ia menyandang
tugas suci sebagai khalifah Tuhan di muka bumi. Dengan akal budi itu Adam menembus
gejala-gejala lahiri keadaan sekelilingnya, dan melalui mata hati (bashirah) ia mencapai
hikmah – kearifan – (Nurcholish Madjid, 2002: 286).40

Dengan demikian kemampuan untuk berubah dan perubahan yang terjadi pada
manusia merupakan makna pokok yang terkandung dalam belajar. Disebabkan
kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih
jauh dibanding makhluk lainnya, sehingga. dapat terbebas dari kemandegan
fungsi kekhalifahan di muka bumi, bahkan dengan belajar manusia mampu
mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk
40
Jalauddin, Psikologi Agama Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip
Psikologi, Edisi Revisi 2012, Cet. Ke-16 (PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2012), h. 332

17

kehidupannya. Manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar harus mampu
melakukan penelitian, mendorong minat dan memperkuat motivasi subyek didik
agar selalu belajar. Pendidik harus menjadi teladan dalam segala hal. Sebagai
teladan, pendidik seharusnya terus belajar mengasah kemampuan dalam bentuk
apapun, sehingga subyek didik terasa tercerahkan dan akan lebih percaya dengan
kemampuan pendidiknya.41
Manusia sebagai makhluk belajar dan mengajar secara kontinu terus menerus
berusaha untuk menegmbangkan kemampuannya dalam segala demensi
kehidupan. Kemampuan untuk berpikir memungkinkan manusia untuk memahami
lingkungannya. Dengan berpikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan
dalam dirinya, dan memang sebagaian besar perubahan dalam diri manusia
merupakan akibat dari aktifitas berpikir. “Oleh karena itu, sangat wajar apabila
berpikir merupakan konsep kunci dalam setiap diskursus mengenai kedudukan
manusia di muka bumi, ini berarti bahwa tanpa berpikir” atau disebut juga dengan
tanpa belajar dan menularkan kebelajarannya, “kemanusiaan manusia pun tidak
punya makna bahkan mungkin tak akan pernah ada. 42 Sebagai makhluk yang
dapat mendidik dan dididik (homo educabile), memiliki potensi yang dapat
menjadi objek dan subjek pengembangan diri.43

Dengan demikian, dapatlah

dikatakan “dari waktu ke waktu, dari generasi-generasi manusia selalu berusaha
untuk memecahkan fenomena yang terjadi. Selesai satu generasi menjawab
sebagaian fenomena, dilanjutkan oleh generasi berikutnya, demikian terusmenerus.44 Sebagai proses belajar dan mengajar, manusia telah mampu merobah
wajah dunia dari pemikiran “mitosentris menuju ke pemikiran logosentris”.45
Dalam pendidikan Islam, proses pembelajran selalu memperhatikan perbedaan
individu (furq al-fardiyyah) peserta didik serta menghormati harkat dan martabat,
41M. Nasir Budiman dkk, Kompilasi Pemikiran Guru Besar IAIN Ar-Raniry, Cet-I (BRR NADNIAS, 2008), h. 9
42
Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Cetakan
Kedua (Bandung: Refika Aditama, 2014), h. 3
43
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
berbasis integratif-interkonektif, Cet. Ke-3 (Jakaarta: Raja Grafindo:2014), h. 164
44
Wina Sanjaya, Penelitian Pendidikan, Cetakan Kedua (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2014), h. 2
45 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Cet. Ke-11, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. X I

18

kebebasan berpikir mengeluarkan pendapat dan menetapkan pendiriannya,
sehingga bagi peserta didik belajar merupakan hal yang menyenangkan dan
sekaligus mendorong kepribadiannya berkembang secara optimal. Sedangkan bagi
gutu yaitu yang melakukan proses pembelajaran merupakan kewajban yang
bernilai ibadah, yang dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Maslow tentang teori kebutuhan dasar manusia
bahwa ketika peserta didik merasakan nyaman dan aman tanpa ancaman dalam
proses pembelajaran, maka materi yang disampaikan akan mudah dicerna oleh
peserta didik.46
Dengan demikian, dapat dianalogikan bahwa manusia sebagai makhluk belajar
dan mengajar akan dapat dicapai apabila berdasarkan konsep manusia yang
sebenarnya. Sebagai seorang tenaga pendidik, dituntut untuk selalu melakukan
inovasi-inovasi dalam proses pembelajaran, baik dari segi media, strategi dan lainlain sebagainya, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi serta menyikapi
perubahan demi perubahan dalam sitem dan pola pembelajaran dalam konteks
kekinian yang memang tidak dapat dibendung lagi, hal ini disebabkan dengan
kemajuan teknologi dibidang pendidikan, lebih-lebih dalam pemamfaatan sarana
IT, muthlak bagi seorang guru untuk menguasainya dengan baik sehingga benarbenar dan layak disebut guru yang profesional.
Sebagai seorang makhluk yang sedang belajar, maka dituntut untuk mengikuti
semua perubahan dan perkembangan zaman yang tidak terbendung lagi dengan
meningkatkan kualitas pendalaman keilmuan dalam segala domain baik dilihat
dari segi kognisitas, efektifitas, dan psikomotorisasitasnya, dengan tidak lagi
memandang letak giografisnya karena dalam konteks kekinian sekarang ini bukan
lagi sebuah alasan untuk mengatakan bahwa mereka anak yang tinggal jauh
dengan berbagai macam sarana dan sumber bacaan unutk meningkatkan kualitas
pengetahuan. Kalaupun itu masih ada, maka tugas penanggung jawab pendidikan
secara formal untuk mengantisipasinya, khususnya pemegang kebijakan dengan
46
HUMANISTIK

http://kopertais-jakarta.com/wp-content/uploads/2014/07/TEORI-BELAJAR-

19

autorisasinya wajib mengatasi dengan melengkapi sarana dan prasarana
pendidikan agar generasi bangsa bebas dari luasnya samudera jajahan kebodohan.
c. Keberhasilan Belajar Mengajar
Keberhasilan dan ketercapaian tujuan pemebelajaran meskipun belum
memuaskan semuanya merupakan perubahan positif selama proses belajar
mengajar. Keberhasilan belajar mengajar adalah perubahan situasi proses
pembelajaran dari pasif menjadi aktif, dan dari statis menjadi dinamis, dan dari
tidak tahu (don’t know) menjadi tahu (know), dari tidak mengerjakan sesuatu (do
nothing) menjadi mengerjakan sesuatu (do something), dari yang semula tidak
menimbulkan perubahan apa-apa (not to be), menjadi timbulnya perubahan sikap
(to be), dan dari yang tidak bernilai menjadi bernilai (Wina Sanjaya, 1998). 47
Karenanya, perubahan apapun dalam batang tubuh pendidikan mengisyaratkan
dan diisyaratkan oleh perubahan di hampir segala bidang. 48 Seseorang dikatakan
belajar bila pikiran dan perasaanya aktif. Aktifitas pikiran dan perasaan itu sendiri
tidak dapat diamati orang lain, akan tetapi terasa oleh yang bersangkutan. Guru
tidak dapat melihat aktifitas pikiran dan perasaan siswa. Yang dapat diamati guru
ialah manifestasinya.49 Di era globalisasi dan trasformasi sekarang ini, guru dan
peserta didik dituntut untuk dapat menguasai berbagai macam sarana pendidikan
serta untuk mengoperasionalisasikannya, baik dalam mengakses berbagai
informasi tentang pendidikan bahkan juga untuk mengirim data-data ke instansi
terkait yang membutuhkannya. Para peneliti pendidikan seperti Bates (2002) dan
Martimore (2001) menganjurkan kepada para guru untuk menyiapkan diri mereka
dan juga para murid dalam menghadapi globalisasi terutama dalam penggunaan
media komputer dan kemampuan pencarian informasi melalui internet sudah
menjadi kebutuhan tidak terpisahkan di dalam dunia informasi saat ini.50

47 Abuddin Nata, Perspektis..., h. 311
48
Paulo Pair et. al., Menggugat Pendidikan: Fundamentalis,Konservatif, Liberal, Anarkis,
terj. Omi Intan Noami, Cet. Ke-III (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. xv
49
Udin S. Winataputra, Strategi Belajar Mengajar, Cet. Ke-8, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2003), 2.4
50 Muhaimin, Pemikiran…, h. 91

20

Disini menggambarkan, bagaimana pentingnya latar belakang pendidikan dan
pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi
seseorang guru dibidang pendidikan dan pengajaran. Guru pemula dengan latar
belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya di sekolah, karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori
sebagai pengabdiannya. Sedangkan guru yang tidak berlatar belakang keguruan
akan banyak menemukan masalah dikelas, karena tidak memiliki bekal teori
pendidikan dan keguruan. Berbagai permasalahan yang dikemukakan diatas
adalah merupakan aspek yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar dan yang
dihasilkan dapat bervariasi. Variasi itu dapat dilihat dari tingkat keberhasilan
siswa menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali
pertemuan. Peran guru di sekolah juga sangat penting dalam meningkatkan
kemauan belajar anak anak. Seorang guru dapat memotivasi dan memberikan
pengarahan kepada anak bagaimana cara belajar yang baik dan mengembangkan
potensi lebih yang terdapat pada anak. Ada beberapa aspek yang menentukan
keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar, menurut Lukmanul Hakim “
Tiga aspek yang mempengaruhi keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar
yaitu: kepribadian, pandangan terhadap anak didik dan latar belakang guru.51
Pertama, kepribadian hal ini akan mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru
perlihatkan ketika melaksanakan tugas didalam kelas. Kedua, pandangan terhadap
anak didik, proses belajar dari guru yang memandang anak didik sebagai mahluk
individual dengan yang memiliki pandangan anak didik sebagai mahluk sosial
akan berbeda. Karena prosesnya berbeda, hasil proses belajarnya pun akan
berbeda. Dan ketiga, latar belakang guru, guru pemula dengan latar belakang
pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah,
karena ia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung
pengabdiannya. Tingkat kesulitan yang ditemukan guru semakin berkurang pada
aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalamannya.

51
91

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2010), h.

21

Di era globalisasi yang persaingannya sangat ketat ini, terutama dalam dunia
pendidikan untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar mengajar, peran
guru sangan menentukan, guru harus mampu dan memahami karakter dan tingkat
kecerdasan siswa sehingga dalam mentrasfer of knowlednya benar-benar dapat
terwujud semuanya.
Menurut Howard Gadner kecerdasan siswa ada delapan macam, 52 yaitu:
Spasial/Visual, berpikir dalam citra dan gambar, melibatkan kemampuan untuk
memahami hubungan ruang dan citra mental, secara akurat mengerti dunia visual.
Linguistik-verbal, berpikir dalam kata-kata, mencakup kemahiran dalam
berbahasa untuk berbicara, menulis, membaca, menghubungkan dan menafsirkan.
Interpersonal, berpikir lewat berkomunikasi pada orang lain, ini mengacu pada
ketrampilan manusia, dapat dengan mudah membaca, berkomunikasi, berinteraksi
dengan orang lain. Musikal-ritmik, berpikir dalam irama dan melodi, ada beberapa
peran yang dapat diambil individu yang cenderung musikal, dari komposer hingga
pendengar. Naturalis, berpikir dalam acuan alam, kecerdasan ini menyangkut
pertalian seseorang dengan alam, yang dapat melihat pola dalam dunia alamiah
dan mengidentifikasi, berinteraksi dengan proses alam. Badan-kinestetik, berpikir
melalui sensasi dan gerakan fisik, merupakan kemampuan mengendalikan dan
menggunakan badan fisik dengan mudah dan cekatan. Intrapersonal, berpikir
secara refletif, ini mengacu pada kesadaran rekfletif mengenai perasaan dan
proses pemikiran diri sendiri. Logis-matematis, berpikir dengan penalaran,
melibatkan pemecahan masalah secara logis dan ilmiah dan kemampuan
matematis.
Selain jenis-jenis kecerdasan, hal lain yang mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran adalah gaya belajar siswa. Secara umum ada tiga gaya belajar yaitu:
visual, auditorial dan kinestetik. Walaupun menurut Thomas Amstrong ” Kita
tidak dapat memberi label kepada mereka sebagai pelajar visual, pelajar verbal
maupun pelajar kinestetis karena tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran adalah
untuk memperluas dan mengembangkan intelegensia/kecerdasan anak didik. 53
Tetapi modalitas VAK (Visual, Audio dan Kinestetis) menguntungkan bagi guru
dalam proses pembelajaran jika guru dapat menyesuaikan pembelajaran dengan
kecenderungan yang ada, sehingga pembelajaran akan lebih efektif. Menurut
Zulfinadri “ Meskipun kebanyakan orang memiliki akses pada ketiga modalitas
(Visual, Audio, Kinestetis) hampir semua orang cenderung pada satu modalitas
saja, yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan dan
52
53

Zulfiandri, Qualitan Teaching, Jakarta: Qualitama Tunas Mandiri, 2010), h .80
Suciati, Belajar dan Pembelajaran 2,(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 2.12

22

komunikasi”.54 Semua jenis kecerdasan dan gaya belajar anak sudah semestinya
menjadi pertimbangan guru dalam menentukan metode, dan serta kegiatan
pembelajaran lainnya.
Menurut penulis ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
belajar mengajar. Yaitu gaya seorang guru, pendekatan, dan strategi penggunaan
metode. Hal ini sebagai mana pendapat Muhammad Al