SINERGITAS LEMBAGA SOSIAL DALAM PENCAPAI

SINERGITAS LEMBAGA-LEMBAGA SOSIAL DALAM
PENGOPTIMALAN PEMBELAJARAN
(ARTIKEL)
ABSTRAK
Sejarah mencatat pemerintah Indonesia sudah beberapa kali mengubah kurikulum
pendidikan nasional, mulai dari kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
serta 2006 dan Kurikulum 2013. Dan Hasilnya? Iya pertumbuhan memang ada dan cukup terasa,
namun tetap saja dunia pendidikan dihadapkan dengan masalah yang terkesan itu-itu saja.
Masalah keabsahan kurikulum, pemeratan pendidikan, kesejahteraan gaji guru, bahkan
pendidikan yang di politisasi. Solusinya? Kemajemukan dalam memandang pendidikan sebagai
hak semua warga Negara dan memandang pendidikan adalah cerminan masa depan sebuah
bangsa sangatlah dibutuhkan. Dalam lingkup kelas misalnya, yang dimaksud pembelajaran
integrative (dalam K-13) itu adalah integrasi antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya, dan
integrasi moral spiritual beserta etika terhadap bidang pelajaran lainnya sehingga tercipta peserta
didik yang berintegritas utuh sebagai manusia dan warga negara yang baik. Dalam lingkup
pendidikan nasional tidak hanya seputar persekolahan formal yang bertaggung jawab mendidik
seluruh anak atau warga Negara, tapi ada beberapa lembaga lain yang ikut serta membantu dan
sangat bertanggungjawab pula dalam sinergitas pembangunan pendidikan.
Hemat saya, dalam trias politika, tiga lembaga tinggi Negara yaitu lembaga legislatif,
lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif adalah tiga lembaga terpisah tetapi wajib bersinergi
satu sama lain. Setiap lembaga memiliki fungsi dan peran tersendiri, memiliki tugas dan

tanggung jawab masing-masing, tetapi wajib bersinergi agar roda pemerintahan berputar.
Bagaimana jika pada pendidikan kita terapkan hal yang tersebut?. Sistem seperti apakah yang
ideal guna menjalankan model seperti itu?.
Pertama, lembaga yang dimaksud yaitu Lembaga keluarga. Lembaga keluarga menjadi
lembaga yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan moral, etika, karakter, dan ketaqwaan
dan keimanan siswa. Yang kedua, Lembaga Masyarakat (Lingkungan hidup), menjadi lembaga
yang menumbuhkan jiwa toleran, rasa saling menghargai, daya juang, rasa rela berkorban. Yang
Ke tiga Lembaga Sekolah, menjadi lembaga yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan
pengetahuan, keterampilan, penguasaan sains dan bahasa, daya pikir kritis, kerja sama tim.
Meski tidak mungkin terpisah oleh garis pembatas yang tajam, tetapi ketiga lembaga itu berbagi
peran yang jelas dan tegas, walau beririsan. Dan lagi-lagi satu lembaga lagi yang paling urgent
dan dirasa paling bertanggungjawab sebagai koordinator ketiga unsur sebelumnya yaitu lembaga
pemerintahan. Pemerintah berpengaruh lewat kebijakan yang dibuatnya. Sistem pemerintahan
yang memandang keseluruhan unsur pendidik dan mengembangkannya serta membangunnya
lewat kebijakan itulah solusi konkrit dari permasalahan yang kompleks pendidikan nasional.

PEMBAHASAN
Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar yang dilakukan oleh siswa
merupakan kunci keberhasilan belajar dan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama waktu mempelajari juga

tergantung pada jenis dan sifat bahan. Lama waktu mempelajari juga tergantung pada
kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga
bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan belajar mudah dan siswa
berkemampuan tinggi, maka proses belajar memakan waktu singkat.
Pada kegiatan belajar dan mengajar di sekolah ditemukan dua subjek, yaitu siswa dan guru.
Proses belajar sesuatu dialami oleh siswa dan aktivitas belajar sesuatu dapat diamati oleh guru.
Dalam proses belajar, ditemukan tiga tahap penting yaitu :
1. Sebelum belajar yaitu mencakup ciri khas pribadi, minat, kecakapan, pengalaman, dan
keinginan belajar.
2. Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati oleh siswa sendiri. Kegiatan
atau proses belajar ini terpengaruh oleh sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah, menyimpan,
menggali, dan unjuk berprestasi.
3. Sesudah belajar merupakan tahap untuk prestasi hasil belajar. Secara wajar, diharapkan agar
hasil belajar menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.
Dalam usaha pembelajaran siswa, maka guru melakukan pengorganisasian belajar, penyajian
bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu, dan melakukan evaluasi belajar. Proses
belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi
belajar. Untuk bertindak belajar, siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Faktor intern
yang dialami dan dihayati oleh siswa berpengaruh pada proses belajar sebagai berikut :
1. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu. Siswa memperoleh
kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan
kesempatan belajar tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang siswa yang tidak lulus ujian

matematika menolak ikut ulangan di kelas lain. Akibat penerimaan, penolakan, atau
pengabaian kesempatan belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian
siswa.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar.
Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi akan melemahkan
kegiatan belajar sehingga mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, agar siswa
memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang
menggembirakan.
3. Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran yang
tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian
pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar dan
memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Dalam pengajaran, kekuatan
perhatian siswa selama tiga puluh menit telah menurun. Sehingga guru disarankan agar
memberikan istirahat selingan selama beberapa menit. Dengan selingan istirahat tersebut,

prestasi belajar siswa akan meningkat kembali.
4. Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara
pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Kemampuan menerima isi dan
cara pemerolehan tersebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran.
Kemampuan siswa mengolah bahan belajar menjadi makin baik bila siswa berpeluang aktif
belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan
proses, inkuiri, ataupun laboratori.
5. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara
perolehan pesan. Kemampuan menyimpan pesan tersebut dapat berlangsung dalam waktu
pendek maupun lama. Dalam waktu pendek, berarti hasil belajar cepat dilupakan. Sementara,
dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu
bertahun-tahun, bahkan sepanjang hayat.

Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, proses pengolahan kembali dan hasil, serta
proses penggunaan kembali. Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti bahwa semua proses
tersebut berjalan lancar. Ada siswa yang mengalami kesukaran dalam proses penyimpanan,
dan sebagainya. Akibatnya, proses penggunaan hasil belajar akan terganggu dan kurang baik.
6. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan

Menggali hasil belajar tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah
terterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara
mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama.
Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama.
Gangguan tersebut dapat bersumber dari kesukaran penerimaan, pengolahan, dan
penyimpanan. Jika siswa tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak berketerampilan
dengan baik.
7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer
hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa
tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh
proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta
pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak
baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau gagal berprestasi.
Dalam belajar ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa meskipun
demikian dapat dikurangi. Pesan yang dilupakan belum tentu hilang dari ingatan. Kadang kala
siswa memerlukan waktu untuk membangkitkan kembali pesan yang terlupakan. Dengan
berbagai pancingan dalam waktu tertentu, pesan terlupakan dapat diingat kembali. Bila pesan
tersebut sudah dibangkitkan maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi belajar maupun

transfer belajar.
8. Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dalam
proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri
yang diakui oleh guru dan teman sejawat siswa. Makin sering siswa berhasil mengerjakan

tugas, maka rasa percaya diri semakin kuat. Begitu pun sebaliknya, kegagalan yang berulang
kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dan siswa akan takut belajar.
Guru harus mendorong keberanian siswa terus menerus, memberikan bermacam-macam
penguat, dan memberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa telah berhasil. Sebagai
ilustrasi, siswa yang gagal ujian bahasa Inggris, bila dimotivasi terus akhirnya akan berhasil
lulus. Bahkan bila kepercayaan dirinya timbul, ia dapat lulus pada saat ujian akhir dengan
nilai baik pada mata pelajaran bahasa Inggris.
9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat
bertindak secara terarah, berpikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien.
Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar.
Di Indonesia, ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Hal
itu disebabkan oleh faktor-faktor seperti :
1) Kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai pelosok.

2) Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka merasa ragu dan takut gagal.
3) Kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua tidak memahami apa yang
dipelajari oleh anaknya di sekolah.
4) Keadaan gizi yang rendah sehingga siswa tidak mampu belajar yang lebih baik.
Dengan perolehan hasil belajar rendah yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau
kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Oleh
karena itu, siswa didorong untuk belajar di bidang-bidang keterampilan sebagai bekal hidup.
10. Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik seperti:
belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyiakan kesempatan belajar, bersekolah
hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok,
sok menggurui teman lain, dan bergaya minta belas kasihan tanpa belajar.
Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada
arti belajar bagi diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin
membelajarkan siswa dan pembinaan petunjuk tokoh teladan yang dapat menyadarkan siswa
tentang pentingnya belajar. Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi
kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.

11. Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan. Didikan memiliki cita-cita harus

dimulai sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa.
Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan
berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke hal yang semakin sulit. Dalam mengaitkan
pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani
bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.
Lingkungan merupakan salah satu pendorong proses belajar siswa. Aktivitas belajar dapat
meningkat apabila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai
rakayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern belajar. Ditinjau dari segi siswa,
ditemuka beberapa faktor ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar, diantaranya :
1. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Sebagai pendidik, guru memusatkan perhatian pada
kepribadian siswa, khusunya mengenai kebangkitan belajar yang merupakan wujud
emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelolah kegiatan belajar
siswa di sekolah. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang mengembangkan
diri menjadi pribadi utuh, dan menyandang profesi guru bidang studi tertentu. Guru
menumbuhkan diri secara profesional, bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru
sepanjang hayat. Hal-hal yang dipelajari oleh setiap guru, adalah:
a. Memiliki integritas moral kepribadian
b. Memiliki integritas intelektual berorientasi kebenaran
c. Memiliki integritas religius dalam kontaks pergaulan dalam masyarakat majemuk

d. Mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni
e. Memehami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru
f. Bergabung dengan asosiasi perofesi
g. Mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai klien guru
Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa, meliputi :
a. Membangun hubungan baik dengan siswa

b. Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat motivasi belajar
c. Mengorganisasi belajar
d. Melaksanakan pendekatan pembelajaran secara tepat
e. Mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan objektif
f. Melaporkan hasil belajar siswa pada orang tuanya guna orientasi masa depan siswa
2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran
Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Apabila
prasarana dan sarana pembelajaran ini dikelolah dengan baik, maka dapat tercipta proses
belajar yang hasilnya baik pula. Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang
belajar, lapangan olahraga, gedung ibadah, ruang kesenian dan peralatan olahraga. Sedangkan
sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium
sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Prasarana dan sarana proses belajar adalah

barang yang dibeli untuk mempermudah siswa belajar sehingga menuntut guru dan siswa
dalam menggunakannya. Dengan adanya peran siswa diharapkan dapat mengatasi masalah
kebiasaan menggunakan prasarana dan sarana yang kurang baik.
Adapun peran siswa terhadap prasarana dan sarana pembelajaran, yakni :
a. Ikut serta memelihara dan mengatur prasarana dan sarana secara baik.
b. Ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan prasarana dan sarana secara tepat guna.
c. Menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka pencerdasan kehidupan
generasi muda bangsa.
d. Adapun peran guru terhadap prasarana dan sarana pembelajaran, yakni :
e. Memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan suasana belajar yang
menggembirakan.
f. Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan
siswa belajar.
g. Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan prasarana dan sarana secara tepat guna.
3. Kebijakan Penilaian
Hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa merupakan puncak dari suatu proses belajar
yang ditandai dengan adanya penilaian, yakni sesuatu dipandang berharga, bermutu dan
bernilai. Penilaian hasil belajar ditentukan oleh guru sebagai pemegang kunci pembelajaran.
Guru menyusun desain menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan


menilai hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar, atau hasil
pembelajaran yang terkait dengan bahan pelajaran. Siswa merupakan pelaku aktif dalam
belajar, sedangkan guru merupakan pelaku aktif pembelajaran.
Hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi. Dasi sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat perkembangan mental yang terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik siswa. Secara menyeluruh proses belajar berjalan dalam waktu
beberapa tahun sesuai dengan jenjang sekolah. Kumpulan hasil penggal-penggal tahap belajar
tersebut merupakan hasil belajar sebagai tingkat perkembangan mental siswa secara utuh.
Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran terkait dengan
tujuan penggal-penggal tujuan pengajaran. Peran guru menilai hasil belajar berorientasi pada
ukuran-ukuran pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat sekolah, wilayah, dan tingkat
nasional. Dengan ukuran tersebut siswa dapat digolongkan lulus dan tidak lulus. Dari segi
proses belajar, keputusan tentang hasil belajar berpengaruh pada tindak siswa dan tindak guru,
yang merupakan umpan balik bagi siswa dan guru.
4. Masyarakat (Lingkungan Sosial) Siswa di Sekolah
Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan, yang dikenal dengan
lingkungan sosial siswa. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan,
dan tanggung jawab sosial tertentu. Selain itu, tiap siswa dalam lingkungan sosial di sekolah
memiliki peran dan kedudukan yang diakui oleh sesamanya. Adapun pengaruh lingkungan
sosial tersebut, berupa :
a. Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang dapat memperkuat
dan melemahkan konsentrasi belajar.
b. Lingkungan sosial terwujud dalam suasana akrab, gembira, rukun dan damai; serta
sebaliknya terwujud dalam suasana perselisihan, bersaing, dan saling menyalahkan.
Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar siswa.
c. Lingkungan sosial siswa di sekolah atau di kelas dapat berpengaruh pada semangat
belajar kelas.
Begitupun dengan guru, tiap guru akan disikapi secara tertentu oleh lingkungan sosial
siswa. Sikap positif dan negatif terhadap guru tergantung pada kewibawaan guru.
5. Kurikulum Sekolah

Program pembelajaran di sekolah didasarkan pada suatu kurikulum. Kurikulum yang
diberlakukan sekolah adalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau
kurikulum yang disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah berisi tujuan
pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Program pembelajaran di
sekolah sesuai dengan sistem pendidikan nasional, dimana guru menyusun desain
instruksional untuk membelajarkan siswa berdasarkan kurikulum yang berlaku. Kurikulum
disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyarakat, yakni suatu rencana pembangunan lima
tahunan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Perubahan kurikulum disekolah dapat menimbulkan masalah, diantaranya :
a. Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah
b. Isi pendidikan berubah
c. Kegiatan belajar mengajar berubah
d. Evaluasi berubah
Perubahan kurikulum sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa,
tetapi juga petugas pendidikan dan orang tua siswa. Guru perlu mengadakan perubahan
pembelajaran, sedangkan siswa perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran dan
sumber belajar yang baru. Begitupun dengan petugas pendidikan, ia perlu mempelajari tata
kerja pada kurikulum baru. Sedangkan bagi orang tua, mereka perlu mempelajari maksud, tata
kerja, teknik belajar, peran guru, dan peran siswa dalam belajar pada kurikulum baru.
6. Peran Lembaga Keluarga
Pola asuh dan Pendidikan Anak merupakan dasar yang sangat penting dalam
mengembangkan kecerdasan. Jika dihitung sampai usia 8 tahun, maka terdapat beberapa tahap
perkembangan yang harus dilalui oleh seorang anak. Beberapa Kemampuan mulai digunakan
untuk menyesuaikan diri dengan dunia sosialnya. Jika seseorang anak mampu menjalankan
tugas perkembangannya maka selanjutnya akan mematangkan kepribadiannya, Disinilah
peran dan tanggung jawab orang tua sangat dibutuhkan dalam memberikan pendidikan
disiplin dalam keluarga.
Pada dasarnya manusia itu mempunyai potensi yang positif untuk berkembang tetapi
apakah potensi itu akan teraktualisasikan atau tidak sangat ditentukan oleh pendidikan dalam
keluarga, pola asuh anak dimana Masa anak relatif pendek, tetapi sarat dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan, sehingga anak menempati posisi penting dalam siklus

kehidupan manusia dan tersirat bahwa perlindungan terhadap tumbuh kembang anak yang
merupakan sarana untuk menyiapkan generasi mendatang yang lebih tangguh merupakan
tanggungjawab yang relatif cukup besar dalam satu keluarga.
Kekokohan pondasi mental dan kejiwaan pada fase awal akan menjadi filter dalam
menghadapi berbagai persoalan hidupnya di kemudian hari rumah tangga adalah asal mula di
mana benih-benih sopan santun ditanam dan ditumbuh-kembangkan di mana anak-anak bukan
saja belajar tata cara, tapi juga nilai-nilai utama dan etika di sinilah surga di mana anak-anak
belajar kebaikan, toleransi dan sikap menghargai mereka belajar berbagi dan menghargai
ruang pribadi masing-masing anggota keluarga menerapkan landasan semua etiket sosial yang
mereka perlu bawa sepanjang hidup mereka keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk
mencapai suatu masyarakat sejahtera seorang ibu dituntut untuk lebih manjaga anak-anaknya
agar tidak terseret dalam pergaulan yang salah.
Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling awal dikenal dan dekat dengan anak,
maka peranannya dalam pendidikan dan proses pembentukan pribadi tampak dominan.
Tumbuh dan berkembangnya aspek manusia baik fisik, psikis atau mental, sosial dan spiritual,
yang akan menentukan bagi keberhasilan bagi kehidupannya, sangat ditentukan oleh
lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga yang kondusif sangat menentukan optimalisasi perkembangan
pribadi, moral, kemampuan bersosialisasi, penyesuaian diri, kecerdasan, kreativitas juga
peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran
kemanusiaan. Dalam mengembangkan pola asuh anak untuk menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak secara tepat sesuai dengan
kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak mempunyai ciri individual yang berbeda satu
dengan yang lain.
Keluarga sebagai lembaga terkecil di dalam masyarakat diharapkan mampu menyiapkan
mental anak dalam menghadapi hidupnya pada masa mendatang. Apabila didikan pola asuh
anak dalam keluarga baik dan terarah, maka kelak anak akan tumbuh dewasa sebagai manusia
yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Untuk mempersiapkan generasi yang baik tersebut
tidaklah mudah.Orangtua sebagai pendidik di lingkup keluarga harus memiliki pengetahuan
tentang perkembangan emosional anak dan juga harus mengetahui kewajibannya dalam
mendidik anak.

Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan pola asuh anak, jenis
pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan
pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan
berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik. Kegagalan keluarga dalam
membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter.
Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa pola asuh sangat tergantung
pada pendidikan pola asuh anak-anak mereka dalam keluarga.
7. Peran Lembaga Pemerintah (Negara)
Peran negara dalam dunia pendidikan dilaksanakan oleh pemerintah didasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD). Dalam UUD 1945 hasil amandemen Pasal 31 ayat 1- 4
disebutkan bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3)
Pemerintah wajib menguasahakan dan menyelanggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja
negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
Isi dari pasal ini adalah pengembangan dari UUD 1945 awal yang hanya terdiri dari dua
pasal. Hasil amandemen mengamanatkan untuk pemerintah agar menyelenggarakan
pendidikan yang berkarakter (akhlak mulia) lengkap dengan pembiayaannya, yaitu 20 APBN
dan 20 APBD (I dan II). Nampaknya, pasal tentang pendidikan ini muncul terkait dengan
kejadian pada masa penjajahan yang mengalami diskriminasi dal;am pendidkan. Anak-anak
pribumi saat itu sangat sulit mengakses pendidikan sebagaimana kaum priyayi dan warga
Belanda. Kemudian direspon dengan bunyi pasal tentang hak warga negara yang tanpa
diskriminasi.
Pemerintah juga mengucurkan bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD, SMP, dan
mulai tahun ini (2013) kepada SMA. BOS ini diberikan kepada semua lembaga pendidikan
baik negeri maupun swasta. Untuk kasus di pesantren, pemerintah memberikan BOS di
pesantren yang menyelenggarakan wajardikdas ula, wustho, paket C. Bantuan di luar itu
masih bersifat insidental. Bisa jadi dikarenakan standardisasi pesantren yang dianggap sulit

oleh pemerintah. Pada wilayah sertfikasi, antrian giliran guru di bawah kemenag untuk
mendapatkan tunjangan sertifkasi relatif lebih cepat dibanding dengan guru di bawah
kemendikbud. Ini disebabkan ‘antrian’ di masing-masing kementerian yang tidak sama.
Antrian di kemenag lebih pendek dibanding di kemendikbud.
Peran pemerintah sangat penting dalam dunia pendidikan. Pemerintah menata pendidikan
menuju otonomi daerah dengan cara menata profesionalisme guru, permasalahan
profesionalisme guru, memperbaiki kualitas dan gaji guru, perbaikan fasilitas pendidikan serta
membangun siswa yang berkualitas.
a. Menata profesionalisme guru.
Pengembangan sumber daya manusia saat ini sedang digiatkan oleh berbagai
pihak, baik lembaga-lembaga non pemerintahan maupun masyarakat luas. Tentu, ketika
membicarakan SDM tidak bias dipisahkan dari tenaga-tenaga yang menghasilkan SDM
itu sendiri yakni guru.
b. Permasalahan profesionalisme guru.
Citra profesi guru masih tersisih dibandingkan profesi lain seperti dokter, insinyur,
pegawai swasta. Karena gaji guru paling rendah dibandingkan gaji profesi lainnya.
Permasalahan rendahnya gaji guru dan berbagai persoalan yang membuntutinya dipastikan
berakibat pada lamban dan tidak profesionalnya kinerja guru. Banyak saja guru yang pagi hari
mengajar sore atau malam hari dilakukan untuk kerja sampingan. Profesionalisme guru yang
demikian akan berdampak negative kepada suasana proses belajar mengajar yang tidak
kondusif. Padahal peran guru sangat berperan serta dalam mempersiapkan sumber daya
manusia

(SDM)

untuk

masa

depan

Indonesia.

c. Memperbaiki kualitas dan gaji guru
Citra profesi guru haruslah diperbaiki, guru harus mampu mengembangkan SDM karena
guru sebagai seseorang yang digugu dan ditiru, didengar dan dicontoh. Guru harus
mempunyai keleluasan untuk memberikan materi yang akan diberikan harus sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan tuntutan masyarakat. Guru juga harus mampu menciptakan
suasana pembelajaran yang interaktif dan hiduf. Bukan proses pembelajaran yang mencekam.
Agar mampu menunjang penguasaan iptek perlu ditanamkan kebiasaan mencari dan menggali
informasi pada para peserta didik. Penataan system menejemen guru yang paling substansial
adalah berkaitan dengan pembinaan karir professional guru dan perbaikan system imbalan

atau kesejahteraan. Sebagai seorang yang professional, guru dan tenaga kependidikan lainnya
harus dijamin kesejahteraan hidupnya dengan cara memperbaiki system imbalan dan
pengaturan pemenuhan kebutuhan lainnya sampai tingkat kecukupan yang wajar. Dengan
demikian diharapkan para guru dapat mengabdikan diri secara penuh kepada pelayanan
pendidikan.
d. Perbaikan fasilitas pendidikan
Sarana fisik sekolah seperti yang kita ketahui bersama banyak sekolah dasar khususnya
dipelosok-pelosok yang tidak terurus dan tidak tertata serta tidak memiliki sarana yang
memadai. Padahal sekolah merupakan tempat untuk menimba ilmu guna menghadapi masa
depan. Sekolah juga dipercaya sebagai dasar yang baik bagi pengembangan manusia.
Pemerintah memperhatikan fasilitas pendidikan seperti rehabilitasi gedung-gedung sekolah
yang rusak dan pembangunan gedung baru yang permanen. Begitu juga ruang belajar dibuat
agar

anak

didik

bisa

merasa

nyaman

dalam

belajar.

e. Membangun siswa yang berkualitas
Pemberdayaan peserta didik diarahkan dalam rangka melahirkan siswa ideal yakni siswa
yang kreatif, inovatif dan mandiri. Beasiswa pendidikan ini hendaknya diprioritaskan kepada
para siswa ekonomi lemah (miskin) namun berpotensi dan cerdas. Beasiswa pendidikan juga
bermakna pemerataan dan perluasan kesempatan belajar karena masih banyak resistensi
sebagian masyarakat untuk memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga pendidikan dasar
karena alas an ekonomi, belum semua masyarakat mendapat layanan pendidikan dasar secara
optimal, khususnya di daerah terpencil, terisolir, kumuh, dan kawasan konflik. Upaya
pemerintah dalam memberdayakan peserta didiknya, baik melalui perbaikan sarana fisik
sekolah, peningkatan mutu pembelajaran dan beasiswa. Peran serta pemerintah sangat besar
terhadap dunia pendidikan karena pemerintah sedang menginvestasikan anak-anak kita untuk
menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan inovatif yang akan mampu membawa kemajuan
bagi bangsanya kelak dikemudian hari.