Analisis Rujukan Pasien BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Tahun 2017
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1
tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari
organisasi kesehatan dan organisasi sosial dan berfungsi menyediakan pelayanan
kesehatan yang lengkap baik secara kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit juga
merupakan pusat pendidikan, latihan tenaga kesehatan dan riset kesehatan (Rijadi,
1997).
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsifungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Rumah sakit adalah suatu
organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana
kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien (Qauliyah, 2008).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Untuk menjalankan tugas, rumah sakit mempunyai fungsi :
1.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
2.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Dalam
pelaksanaan
tugasnya,
rumah
sakit
mempunyai
fungsi
menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis pelayanan
dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan serta administrasi dan keuangan.
2.1.3. Jenis Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 menjelaskan
mengenai pembagian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
rumah sakit dikategorikan menjadi, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu
Universitas Sumatera Utara
14
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
dimiliki dan diselenggarakan oleh : Kementerian kesehatan, Pemerintah daerah,
TNI/Polisi, dan departemen lain yang termasuk BUMN. Rumah sakit Privat,
merupakan rumah sakit yang dikelola badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau persero. Mekanisme kerjanya menjadi
tanggung jawab pemilik, sedangkan struktur organisasinya menyerupai rumah
sakit umum.
Rumah sakit juga dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan dan disetujui menteri
pendidikan.
Rumah
sakit
pendidikan
merupakan
rumah
sakit
yang
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014, rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, diselenggarakan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
sehingga rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
Universitas Sumatera Utara
15
1. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:
a) Rumah Sakit Umum Kelas A; pelayanan yang diberikan antara lain :
Pelayanan medik ( 6 pelayanan medik), kefarmasian, keperawatan dan
kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah
tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat
tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah
Sakit milik pemerintah dan swasta.
b) Rumah Sakit Umum Kelas B; Pelayanan medik (6 pelayanan medik),
kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang
nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling
sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit Milik
Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik
swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 %
dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
c) Rumah Sakit Umum Kelas C; Pelayanan medik (7 pelayanan medik),
kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang
nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling
sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik Pemerintah
dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta.
Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
Universitas Sumatera Utara
16
d) Rumah Sakit Umum Kelas D, Pelayanan yang diberikan antara lain
pelayanan medik (4 pelayanan medis), dan pelayanan kefarmasian,
keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat
inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan 20 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah
tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur
untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
e) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama, didirikan dan diselenggarakan
untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua. RSU Kelas D Pratama hanya
dapat didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau
kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:
a.
Rumah Sakit Khusus Kelas A; Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah
sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit
pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b.
Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
Universitas Sumatera Utara
17
c.
Rumah sakit khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.2.
Instalasi Rawat Jalan
2.2.1. Pengertian Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan adalah kegiatan fungsional yng dilakukan petugas
medis, perawat dan non medis yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan atau disebut poliklinik. Pelayanan ini
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan
Keperawatan.
Menurut Azwar, (1998) pelayanan rawat jalan adalah satau bentuk dari
pelayanan kedokteran yang secara sederhana. Pelayanan kedokteran yang
disediakan untuk pasien tidak dalam rawat inap (Hospitalization). Pelayanan
rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan di unit pelaksanaan fungsional rawat
jalan terdiri dari poliklinik umum dan poliklinik spesialis serta unit gawat darurat.
Instalasi rawat jalan bukanlah suatu unit pelayanan rumah sakit yang dapat
bekerja sendiri, melainkan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan instalasi
lain di rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik.
Instalasi lain yang berkaitan erat dengan rawat jalan, antara lain unit rekam medis,
staf medis fungsional, laboratorium, pemeliharaan sarana rumah sakit, radiologi,
logistik, farmasi, dan keuangan. Agar dapat memberikan pelayanan dengan
sebaik-baiknya kepada pasien maka dalam melakukan kegiatan pelayanannya,
Universitas Sumatera Utara
18
unit atau bagian tersebut harus berkoordinasi dengan baik. Pelayanan rawat jalan
adalah pelayanan pertama dan merupakan pintu gerbang rumah sakit, serta
merupakan satu-satunya bagian dari pelayanan medik yang memberikan kesan
pertama bagi pasien sebagai konsumen (Nurdini, 2009).
Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :
1.
Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan
dibandingkan dengan rawat inap,
2.
Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat
jalan,
3.
Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan
rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan pada abad
mendatang (Azwar, 1998)
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu :
1.
Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan
pendaftaran dan pembayaran,
2.
Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan
pelayanan pemeriksaan dan pengobatan,
3.
Tenaga dokter (medis) sesuai dengan spesialisasinya pada masing-masing
poliklinik yang ada.
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan
konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter
spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak
Universitas Sumatera Utara
19
lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus
dikontrol kondisi kesehatannya (Azwar, 1996).
2.3.
Sistem Rujukan Berjenjang
2.3.1. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi
antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi
ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,
rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dalam buku Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh pelayanan kesehatan.
Tata laksana rujukan :
1.
Internal atar-petugas rumah sakit,
2.
Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas,
3.
Antara masyarakat dan puskesmas,
4.
Antara satu puskesmas dengan puskesmas lainnya,
5.
Antar puskesmas dan rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya,
6.
Internal antar-bagian atau unit pelayanan dalam suatu rumah sakit,
Universitas Sumatera Utara
20
7.
Antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari rumah
sakit.
2.3.2. Ketentuan Umum
Ketentuan umum Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun
2014 yaitu :
1.
Pelayanan Kesehatan Perorangan terdiri dari tiga tingkatan yaitu :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
tingkat spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi spesialistik.
4.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan
subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter gigi
subspesialis yang menggunakan teknologi kesehatan subspesialistik.
5.
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib memberikan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
21
7.
Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas
kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.
8.
Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9.
Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan, dan ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
10.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila :
a. Pasien
membutuhkan
pelayanan
kesehatan
spesialistik
atau
subspesialistik,
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan
pasien
karena
keterbatasan
fasilitas,
peralatan
dan
ketenagaan.
12.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi
kewenangannya,
Universitas Sumatera Utara
22
b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebutt,
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang, dan
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
ketenagaan.
2.3.3. Macam-macam rujukan
Menurut lingkup pelayanannya dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan
Berjenjang BPJS tahun 2014, sistem rujukan terdiri dari :
1.
Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan atau Rujukan Medik
Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas
satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Cakupan rujukan pelayanan
kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik
hotizontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya
memerlukan rawat jalan sederhana, bisa dirujuk kembali ke puskesmas. Rujukan
ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kedokteran (medical service).
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
Universitas Sumatera Utara
23
a. Transfer of patient yaitu rujukan kasus untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan medik (misalnya operasi) dan lain lain.
b. Transfer of specimen yaitu rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personelyaitu rujukan ilmu pengetahuan antara lain
mendatangkan tenaga yang lebih kompeten atau melakukan bimbingan
tenaga puskesmas dan menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di
puskesmas.
2.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Rujukan kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan
bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya
berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan
pencegahan (preventif). Contohnya merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan
kerja ke klinik kesehatan kerja puskesmas (Pos UKK).
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu
puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib
dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi
kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi
masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan
kabupaten atau kota. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
24
pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health
service). Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain
usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
2.3.4. Manfaat Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau
dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1.
Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan
(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan
dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada
setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat
hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan
pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang
dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3.
Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain
memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya
seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
yakni
melalui
kerjasama
yang terjalin;
memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2.3.5. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan Praktis
Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah :
1.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu :
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama,
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua,
Universitas Sumatera Utara
26
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan perimer,
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan
fasilitas kesehatan primer.
2.
Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk
langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di pelayanan tersier.
3.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat : kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku,
b. Bencana : kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau
pemerintah daerah,
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien : untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan lanjutan,
d. Pertimbangan geografis, dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
4.
Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketetapan peraturan
perundang-undangan,
Universitas Sumatera Utara
27
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
yaitu kondisi diluar kompetensi dokter dan dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5.
Rujukan Parsial
a. Rujukan Parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
fasilitas kesehatan tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa : Pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan dan pengiriman spesimen untuk
pemeriksaan penunjang.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
2.3.6. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dalam Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu :
1.
Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar fasilitas kesehatan baik fasilitas
kesehatan setingkat maupun antar tingkatan fasilitas kesehatan. Hal ini
bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi
rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang
tersedia agar :
Universitas Sumatera Utara
28
a. Fasilitas
kesehatan
perujuk
mendapatkan
informasi
mengenai
ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetisi dan ketersediaan
tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan
dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan pasien,
b. Fasilitas kesehatan tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini
terhadap
kondisi
pasien
sehingga
dapat
mempersiapkan
dan
menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
2.
Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dibentuk oleh masing-masing
kantor cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan
menunjuk Person In Charge (PIC) dari masing-masing fasilitas kesehatan
yang bertugas menyediakan informasi dalam rangka pelayanan rujukan.
2.3.7. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan
Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu :
1.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan organisasi profesi bertanggung
jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat kedua.
3.
Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Universitas Sumatera Utara
29
2.4
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
2.4.1. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Kotler (1994) pemanfaatan merupakan perilaku penggunaan jasa
terhadap sistem yang menyangkut respon terhadap suatu kegiatan. Keputusan
konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor
perilaku yang dimiliki masing-masing individu. Proses penggunaan atau
pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen dijelaskan
Anderson (1974) yang menyatakan bahwa keputusan seseorang menggunakan
atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :
1.
Karakteristik Predisposisi
Faktor predisposisi adalah karakteristik seseorang dalam menggunakan
pelayanan kesehatan. Karakteristik predisposisi seseorang berbeda-beda, hal
ini karena adanya faktor berikut :
a. Ciri-ciri demografi meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan,
dan jumlah anggota keluarga.
b. Struktur sosial meliputi jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan,
ras, agama, kesukuan.
c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2.
Karakteristik Pendukung
Karakteristik pendukung adalah karakteristik seseorang dalam penggunaan
pelayanan kesehatan walaupun mempunyai faktor predisposisi namun tergantung
mampu atau tidak dia dalam pemanfaatannya. Dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Sumber daya keluarga meliputi penghasilan keluarga, kemampuan
membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
30
b. Sumber daya masyarakat meliputi jumah sarana pelayanan
kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga
kesehatan dan lokasi sarana, ketercapaian pelayanan dan sumbersumber yang ada di dalam masyarakat.
3.
Karakteristik Kebutuhan
Karakteristik kebutuhan adalah karakteristik seseorang dalam pemanfaatan
pelayanan apabila ada kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus
langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi
dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori yaitu :
a. Kebutuhan yang dirasakan atau perceived (subject assessment) yaitu
keadaan kesehatan yang dirasakan.
b. Evaluasi klinis atau evaluate clinical yaitu diagnosis yang
merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian
petugas.
Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan
kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan
pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan
kesehatan, dan tersedianya fasilitas kesehatan harus diperhatikan.
Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap
kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit
seperti persepsi individu terhadap gejala penyakit dan kepercayaan terahadap
Universitas Sumatera Utara
31
gangguan serta akibat-akibat dari penyakit tersebut dan pengetahuan tentang
penyakit.
Menurut Fuchs (1998), factor-faktor yang mempengaruhi permintaan
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dan rumah sakit antara lain :
1.
Kebutuhan Berbasis Fisiologi
Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologi menekankan pentingnya keputusan
petugas medis, keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya
seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan
mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan situasi
ini maka permintaan pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi.
2.
Penilaian Pribadi Akan Status Kesehatan Secara Sosio-Antropologis
Penilaian pribadi akan status kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya
dan norma-norma sosial masyarakat. Disamping itu masalah persepsi mengenai
risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian memperhatikan kesehatannya,
sebagian lain tidak memperhatikannya.
3.
Tarif
Hubungan tarif dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan adalah
negatif. Semakin tinggi tarif maka permintaan akan menjadi semakin rendah. Pada
pelayanan kesehatan rumah sakit, tingkat permintaan pasien sangat dipengaruhi
oleh keputusan dokter. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan segera,
maka faktor tarif berperan dalam mempengaruhi permintaan.
Universitas Sumatera Utara
32
4.
Penghasilan masyarakat
Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan permintaan untuk
pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka
merupakan bagian penting dalam analisis permintaan.
5.
Asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan
Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi penting dalam
hal permintaan pelayanan kesehatan. Di samping itu ada pula program pemerintah
dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin. Adanya asuransi
kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan permintaan terhadap
pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan
permintaan terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan
bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan pada saat sakit.
6.
Faktor umur
Umur sangat mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan preventif dan
kuratif. Semakin tua seseorang akan terjadi peningkatan permintaan terhadap
pelayanan kuratif dan permintaan terhadap pelayanan preventif akan menurun.
7.
Jenis kelamin
Permintaan terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki.
8.
Pendidikan
Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai permintaan yang
lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran
Universitas Sumatera Utara
33
akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan
kesehatan.
2.4.2. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan akan semakin berkembang di masa yang akan
datang, oleh karena itu membutuhkan pelayanan yang profesional, kompetensi
sumber daya manusia yang memadai, desain dan alur pasien, serta sistem
informasi yang customer oriented. Faktor yang berhubungan dengan kunjungan
rawat jalan adalah indikator provider dan indikator consumer, yang selanjutnya
akan mempengaruhi indikator objektif yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan
dan indikator subjektif yaitu kepuasan pasien dan kualitas pelayanan (Nurdini,
2009).
Faktor yang berhubungan dengan kunjungan rawat jalan antara lain :
1.
Faktor Eksternal
a.
Perilaku Konsumen
Kotler (2002) mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku
pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang
membeli produk untuk komsumsi personal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen : (1) Kebudayaan (Kultur,
subkultur, kelas sosial), (2) Sosial (Kelompok acuan, keluarga, peran
dan status), (3) Personal (Usia, tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan
ekonomi, kepribadian dan konsep diri), (4) Psikologi (Motivasi,
persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan pendirian).
Universitas Sumatera Utara
34
b.
Persepsi Terhadap Mutu Pelayanan
Rangkuti (2002) mendefenisikan persepsi sebagai proses dimana
individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus
yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan atas kesehatan
adalah : harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan.
2.
Faktor Internal
a.
Tarif
Menurut Trisnantoro (2009) hubungan tarif dengan permintaan
terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif
maka permintaan akan menjadi semakin rendah.
b.
Dokter
Interaksi antara dokter dengan pasiennya merupakan kegiatan yang
dilaksanakan
secara
profesional,
sesuai
etika
dan
nilai-nilai
masyarakat serta sesuai dengan prosedur standar yang berlaku.
Pemenuhan kepuasan pasien lebih banyak untuk memenuhi harapan
pasien daripada standar pelayanan medis (Thabrany, 2002).
c.
Perawat
Rijadi (1997) menyatakan bahwa perawat sebagai andalan rumah
sakit harus selalu siap setiap pasien membutuhkan bantuan. Oleh
karena itu, hubungan perawat dengan pasien jauh lebih erat
dibandingkan dengan hubungan tenaga lainnya. Kualitas perawat
sangat menentukan mutu asuhan keperawatan dan keramahan perawat
akan menimbulkan minat untuk berkunjung kembali.
Universitas Sumatera Utara
35
d.
Pelayanan
Kotler (1987) menyatakan bahwa dalam manajemen rawat jalan
waktu pelayanan, lama menunggu pelayanan maupun kenyamanan
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pelayanan.
e.
Fasilitas
Rijadi (1997) ketersediaan pelayanan yang memudahkan pasien
untuk mendapatkan atau mengomsumsi pelayanan yang diperlukan
seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi, obat dan alat kesehatan
untuk keperluan diagnosa dan pengobatan, secara langsung dan tidak
langsung berpengaruh terhadap kunjungan rawat jalan.
f.
Pemasaran
Rijadi (1997) menyatakan bahwa proses keputusan konsumen
dalam membeli atau menggunakan produk maupun jasa dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu : (1) Kegiatan pemasaran yang dilakukan
konsumen, (2) faktor perbedaan individu konsumen, (3) faktor
lingkungan konsumen.
3.
Povider Kesehatan Pesaing
Kotler (1987) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan
pembeli individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, tergantung
dari jenis keputusan, partisipan dalam pengambilan keputusan, jenis
jasa dan beberapa faktor lainnya.
Universitas Sumatera Utara
36
2.6
Kerangka Konsep
Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan
dengan memanfaatkan barang dan jasa kesehatan. Dalam hal ini pemanfaataan
individu terhadap pelayanan kesehatan adalah jumlah rujukan pasien rawat jalan
BPJS ke fasilitas kesehatan rawat jalan dengan indikasi medis maupun non medis
dalam kurun waktu tertentu. Variabel inilah yang akan menjadi variabel bebas
(dependent variable) dalam analisis ini. Sedangkan variabel terikatnya adalah (1)
karakteristik predisposisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan (2) karakteristik kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan yang
dirasakan pasien dan evaluasi klinis pasien.
Setelah diketahui gambaran pasien BPJS yang dirujuk ke RSUD
Hadrianus Sinaga, dilakukan peninjauan atau pemeriksaan kembali ke salah satu
Puskesmas untuk mengetahui bagaimana perilaku petugas kesehatan di FKTP
yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatan di FKTP
terkait dengan kebijakan sistem rujukan.
Digambarkan dalam kerangka teori sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
37
Variabel Bebas (Independent)
Variabel Terikat (Dependent)
Karakteristik Predisposisi :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
Rujukan
pasien BPJS
Karakteristik Pendukung :
1. Kebutuhan Pasien
2. Evaluasi Klinis Pasien
Perilaku
Petugas
Kesehatan di FKTP :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Permenkes Republik Indonesia No.56 Tahun 2014 Pasal 1
tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari
organisasi kesehatan dan organisasi sosial dan berfungsi menyediakan pelayanan
kesehatan yang lengkap baik secara kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan
dan rawat inap melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit juga
merupakan pusat pendidikan, latihan tenaga kesehatan dan riset kesehatan (Rijadi,
1997).
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsifungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Rumah sakit adalah suatu
organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana
kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien (Qauliyah, 2008).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah
sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna. Untuk menjalankan tugas, rumah sakit mempunyai fungsi :
1.
Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit;
2.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
3.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;
Dalam
pelaksanaan
tugasnya,
rumah
sakit
mempunyai
fungsi
menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis pelayanan
dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan serta administrasi dan keuangan.
2.1.3. Jenis Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 menjelaskan
mengenai pembagian rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
rumah sakit dikategorikan menjadi, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu
Universitas Sumatera Utara
14
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit
publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
dimiliki dan diselenggarakan oleh : Kementerian kesehatan, Pemerintah daerah,
TNI/Polisi, dan departemen lain yang termasuk BUMN. Rumah sakit Privat,
merupakan rumah sakit yang dikelola badan hukum dengan tujuan profit yang
berbentuk Perseroan Terbatas atau persero. Mekanisme kerjanya menjadi
tanggung jawab pemilik, sedangkan struktur organisasinya menyerupai rumah
sakit umum.
Rumah sakit juga dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan dan disetujui menteri
pendidikan.
Rumah
sakit
pendidikan
merupakan
rumah
sakit
yang
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya.
2.1.4. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014, rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, diselenggarakan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
sehingga rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
Universitas Sumatera Utara
15
1. Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:
a) Rumah Sakit Umum Kelas A; pelayanan yang diberikan antara lain :
Pelayanan medik ( 6 pelayanan medik), kefarmasian, keperawatan dan
kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat inap. Jumlah
tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat
tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah
Sakit milik pemerintah dan swasta.
b) Rumah Sakit Umum Kelas B; Pelayanan medik (6 pelayanan medik),
kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang
nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling
sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit Milik
Pemerintah dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik
swasta. Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 %
dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
c) Rumah Sakit Umum Kelas C; Pelayanan medik (7 pelayanan medik),
kefarmasian, keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang
nonklinik, rawat inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling
sedikit 30 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik Pemerintah
dan 20 % dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta.
Sedangkan jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
Universitas Sumatera Utara
16
d) Rumah Sakit Umum Kelas D, Pelayanan yang diberikan antara lain
pelayanan medik (4 pelayanan medis), dan pelayanan kefarmasian,
keperawatan dan kebidanan, penunjang klinik, penunjang nonklinik, rawat
inap. Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan 20 % dari
seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta. Sedangkan jumlah
tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5 % dari seluruh tempat tidur
untuk rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
e) Rumah Sakit Umum Kelas D pratama, didirikan dan diselenggarakan
untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan tingkat kedua. RSU Kelas D Pratama hanya
dapat didirikan dan diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau
kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:
a.
Rumah Sakit Khusus Kelas A; Rumah sakit khusus kelas A adalah rumah
sakit khusus yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit
pelayanan medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
b.
Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah sakit khusus kelas B adalah rumah sakit khusus yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
Universitas Sumatera Utara
17
c.
Rumah sakit khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik
spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang
minimal.
2.2.
Instalasi Rawat Jalan
2.2.1. Pengertian Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan adalah kegiatan fungsional yng dilakukan petugas
medis, perawat dan non medis yang melayani berbagai jenis pelayanan kesehatan
yang dilaksanakan di Instalasi Rawat Jalan atau disebut poliklinik. Pelayanan ini
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan
Keperawatan.
Menurut Azwar, (1998) pelayanan rawat jalan adalah satau bentuk dari
pelayanan kedokteran yang secara sederhana. Pelayanan kedokteran yang
disediakan untuk pasien tidak dalam rawat inap (Hospitalization). Pelayanan
rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan di unit pelaksanaan fungsional rawat
jalan terdiri dari poliklinik umum dan poliklinik spesialis serta unit gawat darurat.
Instalasi rawat jalan bukanlah suatu unit pelayanan rumah sakit yang dapat
bekerja sendiri, melainkan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan instalasi
lain di rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik.
Instalasi lain yang berkaitan erat dengan rawat jalan, antara lain unit rekam medis,
staf medis fungsional, laboratorium, pemeliharaan sarana rumah sakit, radiologi,
logistik, farmasi, dan keuangan. Agar dapat memberikan pelayanan dengan
sebaik-baiknya kepada pasien maka dalam melakukan kegiatan pelayanannya,
Universitas Sumatera Utara
18
unit atau bagian tersebut harus berkoordinasi dengan baik. Pelayanan rawat jalan
adalah pelayanan pertama dan merupakan pintu gerbang rumah sakit, serta
merupakan satu-satunya bagian dari pelayanan medik yang memberikan kesan
pertama bagi pasien sebagai konsumen (Nurdini, 2009).
Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu :
1.
Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan
dibandingkan dengan rawat inap,
2.
Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat
jalan,
3.
Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan
rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan pada abad
mendatang (Azwar, 1998)
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu :
1.
Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan
pendaftaran dan pembayaran,
2.
Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan
pelayanan pemeriksaan dan pengobatan,
3.
Tenaga dokter (medis) sesuai dengan spesialisasinya pada masing-masing
poliklinik yang ada.
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan
konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter
spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak
Universitas Sumatera Utara
19
lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus
dikontrol kondisi kesehatannya (Azwar, 1996).
2.3.
Sistem Rujukan Berjenjang
2.3.1. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi
antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi
ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,
rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dalam buku Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh pelayanan kesehatan.
Tata laksana rujukan :
1.
Internal atar-petugas rumah sakit,
2.
Antara Puskesmas Pembantu dan Puskesmas,
3.
Antara masyarakat dan puskesmas,
4.
Antara satu puskesmas dengan puskesmas lainnya,
5.
Antar puskesmas dan rumah sakit, laboratorium dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya,
6.
Internal antar-bagian atau unit pelayanan dalam suatu rumah sakit,
Universitas Sumatera Utara
20
7.
Antar rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan lain dari rumah
sakit.
2.3.2. Ketentuan Umum
Ketentuan umum Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun
2014 yaitu :
1.
Pelayanan Kesehatan Perorangan terdiri dari tiga tingkatan yaitu :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3.
Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
tingkat spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi spesialistik.
4.
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan
subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter gigi
subspesialis yang menggunakan teknologi kesehatan subspesialistik.
5.
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib memberikan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan
sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak
sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
21
7.
Fasilitas kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas
kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.
8.
Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9.
Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan, dan ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
10.
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila :
a. Pasien
membutuhkan
pelayanan
kesehatan
spesialistik
atau
subspesialistik,
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan
pasien
karena
keterbatasan
fasilitas,
peralatan
dan
ketenagaan.
12.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi
kewenangannya,
Universitas Sumatera Utara
22
b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebutt,
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang, dan
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
ketenagaan.
2.3.3. Macam-macam rujukan
Menurut lingkup pelayanannya dalam Panduan Praktis Sistem Rujukan
Berjenjang BPJS tahun 2014, sistem rujukan terdiri dari :
1.
Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan atau Rujukan Medik
Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas
satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Cakupan rujukan pelayanan
kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut
wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik
hotizontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya
memerlukan rawat jalan sederhana, bisa dirujuk kembali ke puskesmas. Rujukan
ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan
kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kedokteran (medical service).
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
Universitas Sumatera Utara
23
a. Transfer of patient yaitu rujukan kasus untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan medik (misalnya operasi) dan lain lain.
b. Transfer of specimen yaitu rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge/personelyaitu rujukan ilmu pengetahuan antara lain
mendatangkan tenaga yang lebih kompeten atau melakukan bimbingan
tenaga puskesmas dan menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di
puskesmas.
2.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Rujukan kesehatan adalah hubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan
bahan ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Rujukan ini umumnya
berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan
pencegahan (preventif). Contohnya merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik
konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan
kerja ke klinik kesehatan kerja puskesmas (Pos UKK).
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu
puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib
dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi
kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi
masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan
kabupaten atau kota. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
24
pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health
service). Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggung jawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain
usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan
operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
2.3.4. Manfaat Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau
dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1.
Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan
(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan
dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada
setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat
hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan
pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
25
2.
Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang
dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3.
Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain
memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya
seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
yakni
melalui
kerjasama
yang terjalin;
memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
2.3.5. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan Praktis
Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 adalah :
1.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu :
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama,
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua,
Universitas Sumatera Utara
26
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder
hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan perimer,
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan
fasilitas kesehatan primer.
2.
Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk
langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di pelayanan tersier.
3.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat : kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku,
b. Bencana : kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau
pemerintah daerah,
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien : untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan lanjutan,
d. Pertimbangan geografis, dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
4.
Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketetapan peraturan
perundang-undangan,
Universitas Sumatera Utara
27
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
yaitu kondisi diluar kompetensi dokter dan dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5.
Rujukan Parsial
a. Rujukan Parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
fasilitas kesehatan tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa : Pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan dan pengiriman spesimen untuk
pemeriksaan penunjang.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
2.3.6. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan
Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dalam Panduan Praktis Sistem
Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu :
1.
Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu
dibentuk forum komunikasi antar fasilitas kesehatan baik fasilitas
kesehatan setingkat maupun antar tingkatan fasilitas kesehatan. Hal ini
bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi
rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang
tersedia agar :
Universitas Sumatera Utara
28
a. Fasilitas
kesehatan
perujuk
mendapatkan
informasi
mengenai
ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetisi dan ketersediaan
tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan
dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan pasien,
b. Fasilitas kesehatan tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini
terhadap
kondisi
pasien
sehingga
dapat
mempersiapkan
dan
menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.
2.
Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan dibentuk oleh masing-masing
kantor cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan
menunjuk Person In Charge (PIC) dari masing-masing fasilitas kesehatan
yang bertugas menyediakan informasi dalam rangka pelayanan rujukan.
2.3.7. Pembinaan dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang
Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang dalam Panduan
Praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS tahun 2014 yaitu :
1.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan organisasi profesi bertanggung
jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan
tingkat kedua.
3.
Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Universitas Sumatera Utara
29
2.4
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
2.4.1. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Kotler (1994) pemanfaatan merupakan perilaku penggunaan jasa
terhadap sistem yang menyangkut respon terhadap suatu kegiatan. Keputusan
konsumen untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan tidak terlepas dari faktor
perilaku yang dimiliki masing-masing individu. Proses penggunaan atau
pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen dijelaskan
Anderson (1974) yang menyatakan bahwa keputusan seseorang menggunakan
atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :
1.
Karakteristik Predisposisi
Faktor predisposisi adalah karakteristik seseorang dalam menggunakan
pelayanan kesehatan. Karakteristik predisposisi seseorang berbeda-beda, hal
ini karena adanya faktor berikut :
a. Ciri-ciri demografi meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan,
dan jumlah anggota keluarga.
b. Struktur sosial meliputi jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan,
ras, agama, kesukuan.
c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2.
Karakteristik Pendukung
Karakteristik pendukung adalah karakteristik seseorang dalam penggunaan
pelayanan kesehatan walaupun mempunyai faktor predisposisi namun tergantung
mampu atau tidak dia dalam pemanfaatannya. Dibagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Sumber daya keluarga meliputi penghasilan keluarga, kemampuan
membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
30
b. Sumber daya masyarakat meliputi jumah sarana pelayanan
kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga
kesehatan dan lokasi sarana, ketercapaian pelayanan dan sumbersumber yang ada di dalam masyarakat.
3.
Karakteristik Kebutuhan
Karakteristik kebutuhan adalah karakteristik seseorang dalam pemanfaatan
pelayanan apabila ada kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus
langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi
dan pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori yaitu :
a. Kebutuhan yang dirasakan atau perceived (subject assessment) yaitu
keadaan kesehatan yang dirasakan.
b. Evaluasi klinis atau evaluate clinical yaitu diagnosis yang
merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian
petugas.
Faktor-faktor yang menyangkut kemudahan memperoleh pelayanan
kesehatan, seperti kemampuan individu membayar biaya pelayanan dan
pemeliharaan kesehatan, kesadaran mereka untuk menggunakan pelayanan
kesehatan, dan tersedianya fasilitas kesehatan harus diperhatikan.
Hal-hal yang menyangkut sikap individu terhadap pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan terhadap manfaat pengobatan, dan kepercayaan terhadap
kualitas pelayanan yang tersedia. Hal-hal yang menyangkut ancaman penyakit
seperti persepsi individu terhadap gejala penyakit dan kepercayaan terahadap
Universitas Sumatera Utara
31
gangguan serta akibat-akibat dari penyakit tersebut dan pengetahuan tentang
penyakit.
Menurut Fuchs (1998), factor-faktor yang mempengaruhi permintaan
terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dan rumah sakit antara lain :
1.
Kebutuhan Berbasis Fisiologi
Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologi menekankan pentingnya keputusan
petugas medis, keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya
seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan
mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan situasi
ini maka permintaan pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi.
2.
Penilaian Pribadi Akan Status Kesehatan Secara Sosio-Antropologis
Penilaian pribadi akan status kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya
dan norma-norma sosial masyarakat. Disamping itu masalah persepsi mengenai
risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian memperhatikan kesehatannya,
sebagian lain tidak memperhatikannya.
3.
Tarif
Hubungan tarif dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan adalah
negatif. Semakin tinggi tarif maka permintaan akan menjadi semakin rendah. Pada
pelayanan kesehatan rumah sakit, tingkat permintaan pasien sangat dipengaruhi
oleh keputusan dokter. Pada keadaan yang membutuhkan penanganan segera,
maka faktor tarif berperan dalam mempengaruhi permintaan.
Universitas Sumatera Utara
32
4.
Penghasilan masyarakat
Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan permintaan untuk
pelayanan kesehatan. Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka
merupakan bagian penting dalam analisis permintaan.
5.
Asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan
Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi penting dalam
hal permintaan pelayanan kesehatan. Di samping itu ada pula program pemerintah
dalam bentuk jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin. Adanya asuransi
kesehatan dan jaminan kesehatan dapat meningkatkan permintaan terhadap
pelayanan kesehatan. Dengan demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan
permintaan terhadap pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan
bersifat mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan pada saat sakit.
6.
Faktor umur
Umur sangat mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan preventif dan
kuratif. Semakin tua seseorang akan terjadi peningkatan permintaan terhadap
pelayanan kuratif dan permintaan terhadap pelayanan preventif akan menurun.
7.
Jenis kelamin
Permintaan terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki.
8.
Pendidikan
Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai permintaan yang
lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran
Universitas Sumatera Utara
33
akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan
kesehatan.
2.4.2. Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan akan semakin berkembang di masa yang akan
datang, oleh karena itu membutuhkan pelayanan yang profesional, kompetensi
sumber daya manusia yang memadai, desain dan alur pasien, serta sistem
informasi yang customer oriented. Faktor yang berhubungan dengan kunjungan
rawat jalan adalah indikator provider dan indikator consumer, yang selanjutnya
akan mempengaruhi indikator objektif yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan
dan indikator subjektif yaitu kepuasan pasien dan kualitas pelayanan (Nurdini,
2009).
Faktor yang berhubungan dengan kunjungan rawat jalan antara lain :
1.
Faktor Eksternal
a.
Perilaku Konsumen
Kotler (2002) mengartikan perilaku konsumen sebagai perilaku
pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang
membeli produk untuk komsumsi personal. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen : (1) Kebudayaan (Kultur,
subkultur, kelas sosial), (2) Sosial (Kelompok acuan, keluarga, peran
dan status), (3) Personal (Usia, tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan
ekonomi, kepribadian dan konsep diri), (4) Psikologi (Motivasi,
persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan pendirian).
Universitas Sumatera Utara
34
b.
Persepsi Terhadap Mutu Pelayanan
Rangkuti (2002) mendefenisikan persepsi sebagai proses dimana
individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus
yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Faktor –
faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan atas kesehatan
adalah : harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan.
2.
Faktor Internal
a.
Tarif
Menurut Trisnantoro (2009) hubungan tarif dengan permintaan
terhadap pelayanan kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif
maka permintaan akan menjadi semakin rendah.
b.
Dokter
Interaksi antara dokter dengan pasiennya merupakan kegiatan yang
dilaksanakan
secara
profesional,
sesuai
etika
dan
nilai-nilai
masyarakat serta sesuai dengan prosedur standar yang berlaku.
Pemenuhan kepuasan pasien lebih banyak untuk memenuhi harapan
pasien daripada standar pelayanan medis (Thabrany, 2002).
c.
Perawat
Rijadi (1997) menyatakan bahwa perawat sebagai andalan rumah
sakit harus selalu siap setiap pasien membutuhkan bantuan. Oleh
karena itu, hubungan perawat dengan pasien jauh lebih erat
dibandingkan dengan hubungan tenaga lainnya. Kualitas perawat
sangat menentukan mutu asuhan keperawatan dan keramahan perawat
akan menimbulkan minat untuk berkunjung kembali.
Universitas Sumatera Utara
35
d.
Pelayanan
Kotler (1987) menyatakan bahwa dalam manajemen rawat jalan
waktu pelayanan, lama menunggu pelayanan maupun kenyamanan
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan pelayanan.
e.
Fasilitas
Rijadi (1997) ketersediaan pelayanan yang memudahkan pasien
untuk mendapatkan atau mengomsumsi pelayanan yang diperlukan
seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi, obat dan alat kesehatan
untuk keperluan diagnosa dan pengobatan, secara langsung dan tidak
langsung berpengaruh terhadap kunjungan rawat jalan.
f.
Pemasaran
Rijadi (1997) menyatakan bahwa proses keputusan konsumen
dalam membeli atau menggunakan produk maupun jasa dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu : (1) Kegiatan pemasaran yang dilakukan
konsumen, (2) faktor perbedaan individu konsumen, (3) faktor
lingkungan konsumen.
3.
Povider Kesehatan Pesaing
Kotler (1987) menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan
pembeli individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, tergantung
dari jenis keputusan, partisipan dalam pengambilan keputusan, jenis
jasa dan beberapa faktor lainnya.
Universitas Sumatera Utara
36
2.6
Kerangka Konsep
Setiap individu akan berusaha mencapai status kesehatan tertentu dengan
dengan memanfaatkan barang dan jasa kesehatan. Dalam hal ini pemanfaataan
individu terhadap pelayanan kesehatan adalah jumlah rujukan pasien rawat jalan
BPJS ke fasilitas kesehatan rawat jalan dengan indikasi medis maupun non medis
dalam kurun waktu tertentu. Variabel inilah yang akan menjadi variabel bebas
(dependent variable) dalam analisis ini. Sedangkan variabel terikatnya adalah (1)
karakteristik predisposisi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan (2) karakteristik kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan yang
dirasakan pasien dan evaluasi klinis pasien.
Setelah diketahui gambaran pasien BPJS yang dirujuk ke RSUD
Hadrianus Sinaga, dilakukan peninjauan atau pemeriksaan kembali ke salah satu
Puskesmas untuk mengetahui bagaimana perilaku petugas kesehatan di FKTP
yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatan di FKTP
terkait dengan kebijakan sistem rujukan.
Digambarkan dalam kerangka teori sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
37
Variabel Bebas (Independent)
Variabel Terikat (Dependent)
Karakteristik Predisposisi :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
Rujukan
pasien BPJS
Karakteristik Pendukung :
1. Kebutuhan Pasien
2. Evaluasi Klinis Pasien
Perilaku
Petugas
Kesehatan di FKTP :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara