Resistensi Masyarakat Candikuning Terhadap Manajemen Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan.

(1)

i

DISERTASI

RESISTENSI MASYARAKAT DESA CANDIKUNING

KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN,

BALI TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK

WISATA KEBUN RAYA EKA KARYA BALI

I WAYAN SUJANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

DISERTASI

RESISTENSI MASYARAKAT DESA CANDIKUNING

KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN,

BALI TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK

WISATA KEBUN RAYA EKA KARYA BALI

I WAYAN SUJANA

NIM 1290371002

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

RESISTENSI MASYARAKAT DESA CANDIKUNING

KECAMATAN BATURITI, KABUPATEN TABANAN,

BALI TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK

WISATA KEBUN RAYA EKA KARYA BALI

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I WAYAN SUJANA

NIM 1290371002

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

(5)

v


(6)

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 02 NOPEMBER 2015

Promotor,

Prof. Dr. Drs. A.A Bagus Wirawan, S.U.

NIP 19480720 197803 1 001

Kopromotor I, Kopromotor II,

Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.

Dr. I Nyoman Dhana, M.A.

NIP 194409291973021001

NIP 19570916198403 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Doktor (S3)

Direktur

Kajian Budaya

Program Pascasarjana

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Universitas Udayana,

Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U.

Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP 19480720 197803 1 001

NIP 19590215198510 2 001


(7)

vii

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup

Tanggal 02 Nopember 2015

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

Nomor: 3576/UNI4/HK/2015, Tanggal 23 Oktober 2015

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.

Anggota :

1. Prof. Dr. A.A Bagus Wirawan, S.U.

2. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.

3. Dr. I Nyoman Dhana, M.A.

4. Prof. Dr. I Nyoman Kuta Ratna, S.U.

5. Dr. Putu Sukardja, M.Si.

6. Dr. I Made Sukamerta, M.Pd.

7. Dr. Ni Made Ruastiti, M.Si


(8)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah saya dengan identitas sebagai berikut.

Nama

: I Wayan Sujana

NIM

: 1290371002

Judul Disertasi

: Resistensi Masyarakat Desa Candikuning

Kecamatan

Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali terhadap Pihak manajemen

Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila di

kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Nopember 2015


(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya naskah disertasi yang berjudul

”Resistensi Masyarakat Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten

Tabanan, Bali terhadap Pihak Manajemen Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali” ini dapat diwujudkan. Penulis menyadari bahwa terwujudnya naskah disertasi

ini tidak lepas dari motivasi dan arahan yang diberikan oleh berbagai pihak.

Atas dasar kesadaran itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika

Sp.PD-.KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr.

A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

kuliah pada Program Doktor Program Studi Kajian Budaya, Program Pascasarjana

Universitas Udayana. Selain itu, terimakasih juga diucapkan kepada Ketua Program

Doktor Program Studi Kajian Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof. Dr. Drs. A.A Bagus Wirawan, S.U. beserta sekretarisnya Dr. Putu Sukardja,

M.S atas tuntunannya kepada penulis selama menempuh studi ini. Sekali lagi kepada

Prof. Dr. Drs.A.A Bagus Wirawan, S.U. diucapkan terima kasih atas kesediaannya

menjadi promotor dan membimbing penulis dengan penuh semangat. Begitu juga

kepada Prof. Dr. I Nyoman Sirtha,S.H. M.S selaku ko-promotor I dan Dr. I Nyoman

Dhana, M.A selaku ko-promotor II yang telah memberikan banyak petunjuk penting

kepada penulis dalam rangka mewujudkan naskah disertasi ini. Kepada Pembimbing


(10)

Akademis, Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. penulis merngucapkan terima kasih

atas arahan yang diberikan sehingga penulis dapat mewujudkan proposal penelitian

ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada tim penguji disertasi

ini yang terdiri dari Prof. Dr. I Nyoman Suarka, Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna,

S.U., Dr. Putu Sukardja, M.Si., Dr. I Made Sukamerta, M.Pd., Dr. Ni Made Ruastiti,

M.Si yang telah banyak memberikan masukan penting dalam rangka memantapkan

disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para staf pengajar

pada Program Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana. Mereka adalah Prof.

Dr. I Gde Parimartha, M.A., Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, Prof. Dr. A.A Gede Putra

Agung, Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S., Prof. Dr.

I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr. Aron Meko

Mbete, Prof. Dr. I Gede Widja, Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, M.A., Prof. Dr. Sri

Hedy Ahimsa Putra, M.A., yang telah memeberikan materi ajar melalui perkuliahan

yang penulis ikuti. Meteri yang diberikan oleh masing-masing staf pengajar ini

penulis rasakan begitu penting, baik dalam menyusun proposal maupun dalam

melakukan penelitian dan menyusun naskah disertasi ini.

Untuk unsur akademika Universitas Mahasaraswati Denpasar utamanya

Bapak Rektor Universitas Mahasaraswati Denpasar Dr. Drs. I Made Sukamerta,

M.Pd., teman-teman para dekan dilingkungan Universitas Mahasaraswati Denpasar,

Direktur Pasca Sarjana, serta para Wakil Dekan, Kaprodi beserta Sekretaris baik


(11)

xi

Prodi Manajemen maupun Akuntansi yang telah banyak memberikan motivasi dalam

penyusunan desertasi ini.

Khusus untuk keluarga besar mulai dari orang tua bapak dan ibu yang

melahirkan saya, Bapak dan Ibu mertua (almarhum) hingga saya bisa seperti sekarang

ini tidak henti-hentinya mereka mendoakan semua anak-anaknya, cucu-cucunya

tercinta doa ini adalah kekuatan yang tidak berwujud dan sangat berarti dalam

penyelesaian desertasi ini. Demikian juga untuk istri, adik, menantu, anak-anak dan

cucu tercinta doa dan perhatian terutama dari istri dan menantu paling sering

menanyakan kapan selesai studi dan kesehatan harap dijaga peringatan yang sangat

tulus dan sudah tentu merupakan motivasi tersendiri dalam penyelesaian disertasi ini.

Kepada para informan di Desa Candikuning penulis mengucapkan terima

banyak kasih atas data dan informasi lengkap yang diberikan dalam rangka

penelitian untuk disertasi ini. Akhirnya kepada berbagai pihak lain, namun tidak

dapat disebutkan namanya di sini yang sesungguhnya telah memberikan dorongan,

semangat, dan masukan penting bagi penulis dalam mengerjakan naskah disertasi ini,

penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Semoga kebaikan hatinya itu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa

Ida

Sang Hyang Widhi Wasa.

Denpasar, Nopember 2015

Penulis,


(12)

ABSTRAK

Masyarakat Desa Candikuning tidak ikut mengelola objek wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali, namun mereka melakukan resistensi, yaitu menuntut pembagian

retribusi terhadap pihak manajemen objek wisata tersebut. Bertitik tolak dari hal

tersebut, penelitian ini bertujuan mengetahui, memahami, dan menjelaskan latar

belakang, strategi, dan implikasi resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

Teori resistensi, teori semiotika, teori konflik, dan teori multikulturalisme

diacu dalam landasan teori untuk penelitian ini. Secara metodologis penelitian ini

dirancang dengan menggunakan pendekatan kualitatif, emik, etik, dan holistik,

sedangkan pemilihan informan dilakukan secara purposif dan

snowball. Teknik

wawancara dan pengamatan digunakan untuk memperoleh data kualitatif yang

selanjutnya dianalisis secara deskriptif, interpretatif, dan dekonstruktif; sedangkan

hasil analisis data disajikan secara ilustratif dan naratif.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa resistensi masyarakat Desa

Candikuning dilatari oleh ideologi geopolitik, sehingga mereka memandang objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali sebagai bagian dari wilayah desa mereka. Dalam

keadaan demikian, pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali

dipandang pantas memberikan pembagian retribusi kepada masyarakat Desa

Candikuning. Namun karena pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali tidak memberikan pembagian retribusi bahkan bersikap kurang bersahabat,

dalam arti kurang bijaksana, kurang peduli/abai, menindas, imperialistik terhadap

masyarakat Desa Candikuning, maka masyarakat Desa Candikuning memandang

resistensi mereka terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali merupakan suatu kewajaran. Ada berbagai macam langkah yang dilakukan

dalam resistensi tersebut, karena dianggap strategis untuk mencapai tujuannya.

Dalam pandangan dan langkahnya itu tampak terimplikasi pemikiran oposisi biner,

perang wacana antartokoh Desa Candikuning, dan permainan politik identitas.

Sementara itu, resistensi mereka itu juga telah berimplikasi dalam manajemen objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, yakni berupa wacana pihak manajemen objek

wisata itu tentang pengelolaan parkir, pemeliharaan ketertiban dan kebersihan

lingkungan serta wacana tentang manfaat objek wisata itu bagi masyarakat setempat.

Kata kunci : Ideologi geopolitik, pemikiran oposisi biner, resistensi


(13)

xiii

ABSTRACT

The communities of Candikuning village do not participate in managing the

Eka Karya Bali Botanical Garden attraction, but they do resistance namely by

demanding for the portion of levies to the management of the tourist attraction. In this

connection, this research aims to know, understand and explain the background,

strategies and implications of the resistance.

The theory of resistance, semiotics, multiculturalism and conflict are referred

to in the theoretical basis of this study. Methodologically, this study is designed by

using a qualitative, emic, etic and holistic approach, while the selection of informants

is made purposively and in snowball method. Interview and observation techniques

are used to obtain qualitative data that are then analyzed descriptively,

interpretatively and deconstructively, while the results of the data analysis are

presented illustratively and narratively.

Results of this study can be concluded that resistance of the Candikuning

villagers was made based on ideology-geopolitics, so that they consider the Eka

Karya Botanical Garden as part of their area. In such circumstances, management of

the Eka Karya Bali Botanical Garden is deemed appropriate to give the portion of the

levies to the community of Candikuning village. However, since the management of

the Eka Karya Bali Botanical Garden does not give the levies and responds it

unfriendlily in a sense of less wise, less attentive/neglectful, oppressive and

imperialistic against villagers of Candikuning, the community of Candikuning village

considers their resistance to the management of the Eka Karya Bali Botanical Garden

is one of reasonableness. Various measures involved in the resistance because is

considered strategic to attain the goal. Their view and measure have implication on

binary opposition, war of discourse among the figures of Candikuning village, and

the strategy of identity politics. Meanwhile, their resistance has also an implication on

the management of the Eka Karya Bali Botanical Garden, namely the discourse of

tourist object management on parking management, the order and maintenance of the

environmental sanitation as well as the discourse on the benefits of the tourist object

for local community.


(14)

RINGKASAN

Banyak desa di Bali bekerja sama dengan pihak pemerintah dalam

pengelolaan objek wisata setempat. Misalnya

Desa Pakraman

Sangeh dalam

pengelolaan objek wisata Hutan Sangeh di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten

Badung. Begitu juga

Desa Pakraman

Kukuh, Kecamatan Kediri, Tabanan, terlibat

dalam pengelolaan objek wisata Hutan Kedaton yang berlokasi di wilayah desa

tersebut. Selain itu,

Desa Pakraman

Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten

Gianyar terlibat dalam pengelolaan objek wisata Gajah Taro yang berada di desa

tersebut.

Berbeda dengan itu, ada fenomena yang menarik yakni pengelolaan objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Objek wisata ini berada di Desa Candikuning

Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali, namun sepenuhnya merupakan milik

pemerintah dan sejak awal dikelola oleh pemerintah sehingga pihak Desa

Candikuning tidak terlibat dalam pengelolaan objek wisata tersebut

.

Terkait dengan

fenomena ini, ada fakta yang menarik untuk dicermati, yaitu fakta tentang perilaku

warga masyarakat Desa Candikuning dalam hubungannya dengan pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Meskipun warga masyarakat Candikuning

tidak terlibat dalam pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali justru

sejak dahulu hingga kini mereka berkeinginan atau berharap, bahkan menuntut agar

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali memberikan pembagian

retribusi kepada Desa Candikuning. Jika disoroti dengan menggunakan gagasan Scott


(15)

xv

tampaklah sikap dan perilaku warga masyarakat Desa Candikuning tersebut sebagai

resistensi atau perlawanan mereka terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali. Oleh karena itu, latar belakang atau alasan di balik resistensi

itu menarik untuk dikaji.

Resistensi itu sudah sejak lama berlangsung, namun hingga kini belum

mencapai tujuannya yaitu belum memperoleh pembagian retribusi dari pihak

manajemen objek wisata kebun Raya Eka Karya Bali. Dengan demikian, strategi

resistensi tersebut menarik pula untuk dikaji. Secara logika, besar kemungkinannya

resistensi masyarakat Desa Candikuning tersebut ditandai oleh wacana yang

mencakup berbagai hal tetapi tidak dinyatakansecara tegas dalam wacana tersebut.

Sehubungan dengan hal ini, implikasi yaitu cakupan yang tidak dinyatakan dalam

resistensi tersebut menarik pula untuk dikaji secara seksama.

Berdasarkan paparan mengenai latar belakang di atas, masalah penelitian ini

dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan : (1) Mengapa masyarakat Desa

Candikuning melakukan resistensi terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali? (2) Bagaimana strategi yang dikembangkan oleh masyarakat

Desa Candikuning dalam resistensinya terhadap pihak manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali? (3) Bagaimana implikasi resistensi tersebut, baik dalam

kehidupan masyarakat DesaCandikuning maupun dalam manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali?


(16)

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui dan memahami secara

mendalam tentang hal-hal yang mendasari atau melatarbelakangi terjadinya resistensi

masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali, dengan melakukan gangguan dan ancaman secara terang-terangan;

(2) mengetahui dan memahami strategi resistensi, yaitu rencana khusus yang

dibangun dan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Candikuning dalam rangka

mencapai sasarannya; (3) mengetahui dan memahami implikasi resistensi masyarakat

Desa Candikuning, baik dalam kehidupan mereka maupun dalam pengelolaan objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Manfaat teoretis yang diharapkan dari penelitian

ini adalah menambah pengetahuan tentang (1) berbagai hal yang mendasari atau

melatari resistensi masyarakat DesaCandikuning terhadap pihak manajemen objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, dengan melakukan gangguan dan ancaman

secara terang-terangan; (2) konstruksi serta pelaksanaan strategi resistensi masyarakat

Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali; (3) implikasi resistensi mereka itu, baik dalam kehidupan mereka maupun

dalam pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Sementara itu, manfaat

praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah (1) sebagai sumber acuan

untuk penelitian serupa di tempat lain; (2) sebagai bahan pertimbangan dalam

menangani masalah resistensi tersebut dan yang terjadi di tempat lain; (3) sebagai

bahan renungan bagi pihak masyarakat Desa Candikuning dan pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.


(17)

xvii

Landasan teoretis penelitian ini disusun dengan mengacu teori resistensi,

teori semiotika, teori multikulturalisme, dan teori konflik; sedangkan landasan

metodologisnya mengacu kepada paradigma penelitian kualitatif yang bersifat kritis.

Oleh karena itu analisis data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara

serta penggunaan dokumentasi, dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah

metodologi dekonstruksi; sedangkan hasil analisis data disajikan secara ilustratif dan

naratif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka diperoleh tiga macam

simpulan.

Pertama, resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak

manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali terlihat dilatarbelakangi oleh

pandangan para pelakunya yang bernunasa ideologi geopolitik, sehingga objek

wisata itu dipandang sebagai bagian dari wilayah desa mereka yang mestinya

memberikan pembagian retribusi kepada pihak mereka. Selain itu, mereka juga

terlihat memandang pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali

telah bersikap kurang bersahabat, dalam arti kurang bijaksana, kurang peduli/abai,

menindas, imperialistik terhadap warga masyarakat Desa Candikuning.

Kedua, strategi para pelaku resistensi tersebut terlihat dalam berbagai langkah

mereka : menebar wacana di media massa, perpakaian adat di areal objek wisata itu,

berdebat dengan pihak mengelola objek wisata tersebut, berkelahi dengan

pengunjung, bermain sepak bola, dan mempersoalkan sampah di areal objek wisata

tersebut. Ketiga, implikasi resistensi mereka itu terlihat sebagai pemikiran oposisi


(18)

biner yang memandu praktik pemaknaan yang mereka lakukan melalui proses

konstruksi realitas mengenai berbagai aspek manajemen objek wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali. Selain itu, resistensi tersebut juga terlihat mengimplikasikan

perang wacana antartokoh Desa Candikuning yang justru menunjukkan kelemahan

perjuangan mereka. Permainan politik identitas berlabel pakaian adat Bali pun

terimplikasi dalam resistensi terhadap pihak manajemen objek wisata tersebut.

Khusus mengenai implikasi resistensi itu dalam manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali, terlihat sebagai wacana pihak manajemen objek wisata

itu tentang pengelolaan parkir, pemeliharaan ketertiban dan kebersihan lingkungan

serta wacana tentang manfaat objek wisata itu bagi masyarakat setempat. Wacana ini

terlihat sebagai upaya pihak manajemen objek wisata tersebut untuk mengimbangi

(counter) wacana yang dikembangkan oleh para pelaku resistensi yang dipandang

bersifat menekan, sehingga wacana yang dikembangkan oleh pihak manajemen objek

wisata tersebut juga terlihat sebagai upaya untuk membebaskan diri dari penindasan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya sebagaimana dipaparkan di

atas, maka dapat diidentifikasi temuan baru yang diperoleh dalam penelitian ini.

Pertama, dalam melakukan resistensi, masyarakat Desa Candikuning terlihat merujuk

konsepsi-konsepsi yang mengandung nlai-nilai budaya Bali, seperti konsepsi tentang

desa-kala-patra

dan

Tri Hita Karana, namun tidak merujuk aturan formal yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban terkait dengan pengelolaan objek wisata. Hal

ini berbeda bahkan bertolakbelakang dengan temuan atau teori mengenai resistensi


(19)

xix

yang sudah ada sebelumnya, khususnya temuan atau teori yang menyatakan adanya

“kesadaran melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk yang merupakan

pembelotan kultural. Kedua, adanya fakta yang menunjukkan terjadinya perang

wacana antartokoh Desa Candikuning.

Hal ini terlihat berbeda bahkan

bertolakbelakang juga dengan pernyataan yang ada dalam teori konflik bahwa konflik

merupakan dasar atas integrasi sosial bahkan bisa menguntungkan. Dengan demikian

temuan ini menegaskan bahwa tidak selamanya konflik itu berujung pada integrasi

dan menguntungkan. Selain itu, ideologi geopolitik yang mendasari resistensi

masyarakat Desa Candikuning, kiranya dapat juga dilihat sebagai temuan penting

dalam penelitian ini.

Jika kembali direnungkan secara lebih mendalam,

tampaknya ada logika

tersendiri di balik penggunaan ideologi geopolitik oleh warga masyarakat Desa

Candikuning dalam melakukan resistensi terhadap pihak manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali. Bahwa logikanya itu didasarkan pada pengetahuan

mereka tentang posisi geografis objek wisata tersebut, yakni di dalam wilayah desa

mereka. Oleh karena itu, pihak manajemen objek wisata tersebut dipandang berada

pada posisi di bawah kekuasaan masyarakat Desa Candikuning. Dalam keadaan

demikian, pihak manajemen obnjek wisata itu perlu ditekan, baik melalui hegemoni

maupun dominasi bahkan kekerasan psikologis agar tidak tetap bersikukuh

tidak

mau memberikan pembagian retribusi kepada masyarakat Desa Candikuning.


(20)

Hal seperti ini memang logis karena memang pada umumnya pihak yang

terkuasai tunduk kepada pihak yang menguasainya. Namun yang logis tidaklah selalu

berkontekstual atau bersesuaian dengan kenyataan.Orang yang berada pada posisi

subordinat pun bisa melakukan upaya hegemoni terhadap pihak superordinat.

Masyarakat Desa Candikuning bisa dilihat sebagai contoh mengenai hal ini. Bahwa

secara geopolitik mereka berada pada posisi superordinat di atas pihak manajemen

objek wiasata Kebun Raya Eka Karya Bali, namun dilihat dari struktur pemerintahan

Negara Republik Indonesia, pihak manajemen objek wisata itu merupakan ikon atau

representasi pemerintah pusat yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

sedangkan Desa Candikuning adalah bagian terbawah dari struktur tersebut.

Peraturan

yang digunakan dalam manajemen objek wisata itu pun merupakan

produk hukum dari pemerintah pusat yang tidak dapat ditolak.

Strategi resistensi yang mereka lakukan pada dasarnya menjurus kepada

upaya mendiskriditkan pihak manajemen objek wisata melalui berbagai wacana yang

ditebar melalui media massa. Namun karena strategi ini tidak berhasil maka berbagai

langkah lain dilakukan agar memperoleh hasil. Langkah lain seperti berdebat,

berkelahi, bersepak bola, dan mempersoalkan sampah juga terlihat sebagai upaya

untuk mendiskriditkan pihak manajemen objek wisata tersebut, namun bersifat

sporadis dan parsial dan dengan demikian kurang bombastis. Oleh karena itu tidak

mengherankan pula jika langkah ini tidak membuahkan hasil yang signifikan.


(21)

xxi

Terjadinya perang wacana antartokoh masyarakat desa Candikuning terlihat

sebagai tanda adanya kompetisi, terutama dalam perebutan modal sosial di kalangan

internal mereka. Sekurang-kurangnya modal sosial yang terlihat sebagai ajang

kompetisi dalam hal ini berupa relasi antara masing-masing tokoh tersebut warga

masyarakat setempat. Tentu saja modal sosial ini diperlukan untuk melegitimasi

kepemimpinan di bawah koordinasi masing-masing tokoh tersebut agar

kepemimpinannya itu dapat berjalan lancar. Hal ini terlihat antara lain dari adanya

wacana untuk memekarkan Desa Candikuning menjadi dua desa, yaitu Desa

Candikuning Utara dan Desa Candikuning Selatan.

Khusus implikasi resistensi itu dalam manajemen objek wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali, yakni berupa wacana tentang pengelolaan parkir serta pemeliharaan

ketertiban dan kebersihan terlihat sebagai upaya pihak menajemen objek wisata itu

untuk memperkuat benteng pertahanan mereka dalam menghadapi tekanan dari

masyarakat setempat. Bahwa pengelolaan parkir serta pemeliharaan ketertiban dan

kebersihan itu dilakukan melalui kerjasama dengan pihak swasta dan pihak

Pemerintah Kabupaten Tabanan berdasarkan Perjanjian Kerjasama yang merupakan

produk hukum yang berlaku secara sah. Hal ini dijadikan alat untuk memperkuat

benteng pertahanan, karena para pihak yang diajak bekerja sama mempunyai

kompetensi atau hak untuk itu, sekaligus hak yang tidak dimiliki oleh masyarakat

Desa Candikuning, yakni lembaga yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas

(PT) atau Lembaga Pemerintahan setingkat Pemerintahan Kabupaten. Jadi benteng


(22)

itu terlihat cukup kuat sehingga meyakinkan untuk mengantisipasi kemungkinan

munculnya tekanan masyarakat setempat yang hendak melakukan resistensi untuk

memperoleh pembagian retribusi. Dengan demikian dapat dikatakan, ideologi, yaitu

keyakinan yang dianggap wajar dan logis yang digunakan dalam hal ini adalah

ideologi kekuasaan, yakni kemampuan pihak manajemen objek wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali menggunakan aneka modalnya (modal sosial dan modal ekonomi)

untuk menghegemoni bahkan memaksa orang agar tidak melakukan tekanan

kepadanya.

Berdasarkan simpulan, temuan baru, dan refleksi yang telah dipaparkan di

atas, maka saran yang dapat diajukan adalah bahwa pihak masyarakat Desa

Candikuning dan pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali perlu

melakukan negosiasi dan/atau mediasi berdasarkan pemahaman yang berbasis

ideologi multikulturalisme. Artinya, mereka saling menghargai dan secara

bersama-sama membangun hubungan yang harmonis demi terciptanya kedamaian tanpa

dinodai oleh hal-hal yang dapat menghambat upaya menjaga keharmonisan

hubungan antara kedua belah pihak tersebut.

Sebaiknya upaya membangun keharmonisan hubungan itu dilakukan, selain

dengan mengacu peraturan hukum yang berlaku, juga mengacu nilai-nilai budaya

yang ada dalam kebudayaan Bali, khususnya nilai-nilai budaya yang bernuansa

multikulturalisme, antara lain nilai budaya yang terkandung dalam ideologi

Tri Hita

Karana

yang memang sarat dengan nuilai-nilai yang menekankan pentingnya


(23)

xxiii

keharmonisan sosial. Namun mengacu dalam hal ini perlu dipahami sebagai

memahami dan menghayati, atau menginternalisasikan dan mengeksternalisasikannya

dalam interaksi antara kedua belah pihak tersebut. Selain itu, tampaknya nilai-nilai

budaya yang terkandung dalam konsepsi mengenai

desa-kala-patra

dan

tatwamasi

perlu juga dipahami dan dihayati karena konsepsi tentang

desa-kala-patra

menekankan pentingnya penyesuaian diri dalam konteks waktu dan ruang, sedangkan

konsepsi tentang

tatwamasi

menekankan pada pentingnya empati dan simpati.


(24)

GLOSARIUM

artha

banjar

banjar dinas

banjar adat

bendesa adat

desa dinas

desa pakraman

palemahan

harta kekayaan yang bisa berupa uang dan benda

berharga lainnya

organisasi sosial tradisional orang Bali

yang

mempunyai fungsi khusus.

bagian dari

desa dinas

(dusun) yang mengurus

administrasi kedinasan khusus dalam lingkup

banjar

dinas

yang bersangkutan di bawah pimpinan kepala

dusun atau kelian dinas

bagian dari

desa adat

yaitu organisasi sosial orang

Bali yang mengurus kegiatan di bidang adat dan

agama

kepala

Desa Adat, yang bertugas mengkoordinasikan

kegiatan adat dan agama di

desa adat

yang

bersangkutan

desa

yang

berfungsi

mengurus

administrasi

kedinasan masyarakat desa yang bersangkutan

desa yang berfungsi mengurus kegiatan adat dan

agama di desa adat tersebut

unsur

tri hita karana

terkait dengan hubungan

manusia dengan lingkungan alam yang biasanya

merupakan wilayah suatu organisiasi sosial orang

Bali, seperti wilayah desa, wilayah subak, dan


(25)

xxv

parhyangan

pawongan

pangempon pura

segilik

seguluk

sarpanaya

sebagainya

unsur

tri hita karana, yaitu hubungan manusia

dengan Tuhan yang biasanya dilambangkan dengan

pura sebagai istana (sthana) Tuhan Yang Maha Esa

dalam berbagai manifestasiNya

warga masyarakat atau warga organisasi sosial

masyarakat Bali

kelompok sosial yang menjadi pengelola suatu pura,

misalnya pengelola pura desa.

konsep dalam kebudayaan Bali yang menekankan

pentingnya kebersamaan dalam kehidupan, baik

dalam keadaan suka maupun duka


(26)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM...

i

PRASYARAT GELAR ...

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ...

v

UCAPAN TERI MA KASIH...

vi

ABSTRAK ...

ix

ABSTRACT...

x

RINGKASAN ...

xi

GLOSARIUM...

xxi

DAFTAR ISI... xxiii

DAFTAR TABEL... xxviii

DAFTAR GAMBAR ... xxix

BAB I PENDAHULUAN...

1

1.1 Latar Belakang ...

1

1.2 Rumusan Masalah ...

8

1.3 Tujuan Penelitian ...

8

1.3.1 Tujuan umum...

8

1.3.2 Tujuan khusus ...

9


(27)

xxvii

1.4 Manfaat Penelitian ...

9

1.4.1 Manfaat Teoretis...

9

1.4.2 Manfaat Praktis...

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

...

11

2.1 Kajian Pustaka ...

11

2.2 Konsep ...

16

2.2.1 Resistensi Masyarakat Desa Candikuning...

16

2.2.2 Pihak Manajemen Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali...

17

2.2.3 Strategi Resistensi ...

20

2.2.4 Implikasi Resistensi ...

20

2.3 Landasan Teori...

22

2.3.1 Teori Resistensi ...

24

2.3.2 Teori Konflik ...

27

2.3.3 Teori Semiotika ...

34

2.3.4 Teori Multikulturalisme ...

40

2.4 Model Penelitian ...

44

BAB III METODE PENELITIAN

...

46

3.1 Pendekatan Penelitian ...

46

3.2 Lokasi Penelitian ...

46

3.3 Penentuan Informan ...

47

3.4 Jenis dan Sumber Data...

49


(28)

3.5 Instrumen Penelitian ...

49

3.6 Teknik Pengumpulan Data...

50

3.6.1 Teknik Pengamatan ...

51

3.6.2 Teknik Wawancara Mendalam ...

51

3.6.3 Teknik Penggunaan Dokumen ...

52

3.7 Teknik Analisis Data...

52

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ...

55

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

...

56

4.1 Desa Candikuning ...

56

4.1.1 Sejarah Singkat ...

56

4.1.2 Lokasi dan Lingkungan Alam ...

59

4.1.3 Data Demografi ...

80

4.1.4 Mata Pencaharian ...

84

4.1.5 Agama ...

87

4.2 Kebun Raya Eka Karya Bali ...

90

4.2.1 Sejarah Singkat, Lokasi, dan Lingkungan Alam ...

90

4.2.2 Visi, Misi, Tugas Pokok, dan Fungsi ... ...

92

BAB V LATAR BELAKANG RESISTENSI MASYARAKAT DESA

CANDI-KUNING TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK WISATA

KEBUN RAYA EKA KARYA BALI ...

94

5.1 Letak Areal Kebun Raya Eka Karya Bali : Pandangan Bernuansa Ideologi


(29)

xxix

5.2 Penutupan Pintu Masuk Kebun Raya pada Hari Libur : Sikap Kurang Bijak ....

108

5.3 Perekrutan Karyawan : Pengabaian Warga Desa Candikuning ...

117

5.4 Pengembangan Koperasi dan Restoran di Kebun Raya Eka Karya Bali :

Permainan Ekonomi Politik Penindasan ...

123

5.5 Penggunaan Jalan Desa dan Peruntukan Retribusi : Tindakan Bersifat

Imperialistik ...

131

BAB VI STRATEGI RESISTENSI MASYARAKAT DESA CANDIKUNING

TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK WISATA KEBUN

RAYA EKA KARYA BALI

...

139

6.1 Menebar Wacana di Media Massa ...

140

6.2 Berpakaian Adat : Kedok Menghindari Pembayran Tiket Masuk ... 157

6.3 Berdebat dengan Pengelola Kebun Raya Eka Karya Bali ...

165

6.4 Berekelahi dengan Wisatawan : Membuat Skandal di Areal Objek Wisata ...

183

6.5 Bermain Sepak Bola di Kebun Raya : Praktik Penolakan Dominasi... 191

6.6 Mempersoalkan Sampah : Upaya Memperkuat Perjuangan ...

196

BAB VII IMPLIKASI RESISTENSI MASYARAKAT DESA CANDIKUNING

TERHADAP PIHAK MANAJEMEN OBJEK WISATA KEBUN

RAYA EKA KARYA BAL

I ...

202

7.1 Implikasi dalam Masyarakat Desa Candikuning ...

203

7.1.1 Praktik Pemaknaan terhadap Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali :

Konstruksi Realitas Berbasis Pemikiran Oposisi Biner ... 204

7.1.2 Perang Wacana Antartokoh Desa : Pernyataan Kontroversial tentang


(30)

7.1.3 Permainan Politik Identitas : Berpakaian Adat ke Objek Wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali ... 218

7.2 Implikasi dalam Manajemen Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali :

Wacana tentang Beberapa Aspek Kegiatan ...226

7.2.1 Pengelolaan Parkir... 226

7.2.2 Perjanjian Kerja Sama : Strategi Menjaga Ketertiban dan Kebersihan... 237

7.2.3 Manfaat Kebun Raya Eka Karya Bali Bagi Masyarakat Sekitar... 245

BAB VIII PENUTUP : SIMPULAN, TEMUAN BARU, REFLEKSI, DAN

SARAN

...

251

8.1 Simpulan ...

251

8.2 Temuan Baru ...

252

8.3 Refleksi ...

253

8.4 Saran ...

257

DAFTAR PUSTAKA

...

259

LAMPIRAN...

267

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara ...

267

Lampiran 2 : Daftar Informan ...

268

Lampiran 3 : Perjanjian Kerja Sama Pihak Manajemen Objek Wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali dengan Pihak Pemerintah Kabupaten Tabanan...

270

Lampiran 4 : Perjanjian Kerja Sama Pihak Manajemen Objek Wisata Kebun Raya


(31)

xxxi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

4.1 Luas Lahan di Desa Candikuning ...

65

4.2 Jenis dan Luas Lahan Tanaman Pangan di Desa Candikuning ...

66

4.3 Pemilik dan Populasi Ternak di Desa Candikuning ...

74

4.4 Sumber Air Bersih di Desa Candikuning ...

79

4.5 Penduduk Desa Candikuning Dikelompokkan Menurut Usianya ...

81

4.6 Penduduk Desa Candikuning Dikelompokkan Menurut Tingkat Pendidikannya

83

4.7 Penduduk Desa Candikuning Dikelompokkan Menurut Mata Pencahariannya .

85

4.8 Penduduk Desa Candikuning Dikelompokkan Menurut Agama ...

88


(32)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

4.1 Peta Pulau Bali ...

60

4.2 Peta Kabupaten Tabanan...

61

4.3 Peta Kecamatan Baturiti ...

62

4.4 Peta Desa Candikuning ...

64

4.5 Gerbang Usaha Agrowisata di Desa Candikuning ...

67

4.6 Lokasi Perkemahan ...

68

4.7 Tanaman Jeruk dan Jambu Biji...

69

4.8 Tanaman Blueberry ...

70

4.9 Tanaman Paprika ...

71

4.10 Tower Cairan Nutrisi untuk Tanaman Paprika ...

72

4.11 Penginapan di Lokasi Agrowisata Puncak Bukit Catu di Deaa Candikuning .

73

4.12 Ular Piaraan Warga Desa Candikuning ...

75

4.13 Wisatawan Menyaksikan Burung Hantu ...

76

4.14 Kalong dan Burung Elang ...

77

4.15 Keramba ...

78

4.16 Bak Penampung Air Hujan ...

80

4.17 Gedung Sekolah Dasar Negeri 2 Candikuning ...

84

4.18 Warung Makan di Desa Candikiuning ...

86

4.19 Toko Grosir di Desa Candikuning ...

86


(33)

xxxiii

4.20 Masjid di Desa Candikuning...

89

4.21 Fasilitas di Kebun Raya Eka Karya Bali ...

91


(34)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata, di satu sisi sering dinyatakan sebagai subsektor sekunder yang

memberikan sumbangan terbesar, baik dalam hal penyerapan tenaga kerja maupun

terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), namun di sisi lain sering pula

dilihat dampak negatifnya. Sehubungan dengan dampak negatifnya, pariwisata memungkinkan terjadinya resistensi sebagai reaksi masyarakat setempat terhadap

pihak manajemen suatu objek pariwisata. Dikatakan demikian, karena

sebagaimana dikemukakan oleh Nash (1989 : 33), pariwisata pada dasarnya

merupakan bentuk imperialisme. Maksudnya bahwa, uang hasil pengembangan

pariwisata bukannya langsung diperuntukkan bagi masyarakat setempat,

melainkan dibawa keluar untuk kepentingan pihak lain. Sejalan dengan hal ini,

Emanuel de Kadt (1979 : 3) dalam bukunya berjudul Tourism Passport to

Development?, meragukan manfaat pariwisata dalam pembangunan. Oleh karena

itu wajarlah jika masyarakat setempat merasa cemburu dan melakukan reaksi

dalam bentuk resistensi, terutama jika mereka yakin bahwa mereka berhak atas

hasil-hasil pengembangan pariwisata tersebut.

Kenyataan di Bali, sebagaimana diketahui melalui pengalaman selama ini

memang menunjukkan bahwa banyak Desa Pakraman mempunyai hubungan

yang erat dengan manajemen objek wisata. Hal ini tampak dari adanya

keterlibatan masyarakat Desa Pakraman dalam pengelolaan objek wisata.


(35)

2

2

pengelolaan objek wisata Hutan Sangeh di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten

Badung. Begitu juga Desa Pakraman Kukuh, Kecamatan Kediri, Tabanan,

terlibat dalam pengelolaan objek wisata Hutan Kedaton yang berlokasi di wilayah

desa tersebut. Selain itu, Desa Pakraman Taro, Kecamatan Tegallalang,

Kabupaten Gianyar terlibat dalam pengelolaan objek wisata Gajah Taro yang

berada di desa tersebut.

Keterlibatan masyarakatDesa Pakraman dalam pengelolaan objek wisata

seperti itu tentu saja memungkinkan bagi para warganya untuk memperoleh

masukan finansial, baik secara kelembagaan maupun secara perorangan. Besar

kecilnya masukan finansial yang mereka peroleh berkaitan erat dengan besar

kecilnya masukan finansial dalam pengelolaan objek yang bersangkutan. Hal ini

berkaitan pula dengan perkembangan jumlah wisatawan yang berkunjung dan

membayar retribusi atas kunjungannya ke objek wisata tersebut. Dengan

demikian, tidak heran jika warga masyarakat Desa Pakraman, baik secara

kelembagaan maupun secara individual memaknai objek wisata sebagai sumber

daya ekonomi yang potensial untuk dimanfaatkan dalam rangka memperoleh

masukan finansial. Oleh karena itu tidak heran pula jika mereka berkeinginan

untuk mempertahankan keberadaan objek wisata agar tetap lestari sekaligus

menjadi sumber pendapatan mereka.

Berbeda dengan cara pengelolaan objek wisata yang melibatkan desa

pakraman sebagaimana dipaparkan di atas, ada fenomena yang menarik yakni

pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Objek wisata ini berada di


(36)

3

sepenuhnya merupakan milik pemerintah dan sejak awal dikelola oleh

pemerintah sehingga wajar pihak Desa Candikuning tidak terlibat dalam

penglolaan objek wisata tersebut. Terkait dengan fenomena ini, ada fakta yang

menarik untuk dicermati, yaitu fakta tentang perilaku masyarakat Desa

Candikuning dalam hubungannya dengan pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali. Bahwa meskipun masyarakat Candikuning yang tidak

terlibat dalam pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali itu justru

sejak dahulu hingga kini mereka berkeinginan atau berharap, bahkan menuntut

agar pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali memberikan

pembagian retribusi kepada Desa Candikuning. Hal ini dapat diketahui dari hasil

penelitian Sujana (2002 : 93) yang menunjukkan bahwa pihak manajemen objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali telah memprakarsai sosialisasi konsep

otonomi daerah kepada masyarakat Desa Candikuning. Hal ini dilakukan

berhubung ada warga masyarakat Desa Cadikuning yang dianggap telah

mengganggu Kebun Raya Eka Karya Bali. Lebih dari itu pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali juga telah mengupayakan pembagian

retribusi bagi masyarakat Desa Candikuning dengan mengusulkannya kepada

Pemerintah Pusat, namun tidak berhasil. Ini berarti tuntutan masyarakat Desa

Candikuning untuk mendapatkan pembagian retribusi sudah terjadi sebelum

penelitian Sujana dilakukan (2002). Informasi yang diperoleh dari Kepala Bagian

Penelitian Kebun Raya Eka Karya Bali, Dewa Putu Darma (dalam wawancara

pada bulan Nopember 2013), menyatakan bahwa hingga kini keinginan, harapan,


(37)

4

4

demikian, hubungan masyarakat Desa Candikuning dengan pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali kurang harmonis.

Secara lebih konkret, sikap dan perilaku warga masyarakat Desa

Candikuning yang bersifat antagonistik itu adalah sebagaimana diberitakan dalam

harian Bali Post, 16 Mei 2011 dengan judul ”Warga Bedugul Ancam Tutup

Kebun Raya”. Pada intinya berita ini menggambarkan bahwa warga Desa

Candikuning tidak hanya berkeinginan dan berharap, melainkan juga mengeluh,

menuntut, bahkan mengancam akan menutup jalan menuju lokasi objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali. Selain itu, Bali Post, 15 Agustus 2012 memuat

berita berjudul “Krama” Adat Pemuteran Tagih Kontribusi Kebun Raya; dan Bali

Post 21 Agustus 2012 memuat berita berjudul ”Polemik Retribusi Kebun Raya

Eka Karya”

Mencermati isi berita dalam media massa di atas, terutama dengan

berpegang pada gagasan Scott (1993 : 302) tampaklah sikap dan perilaku warga

masyarakat Desa Candikuning sebagaimana dipaparkan di atas merupakan

resistensi atau perlawanan mereka terhadap pihak manajemen objek wisata kebun

Raya Eka Karya Bali. Pada intinya, gagasan Scott dalam hal ini menegaskan

bahwa resistensi merupakan segala tindakan suatu pihak tertentu untuk

mengajukan tuntutan terhadap pihak lain guna memperoleh sumbangan atau

penghargaan sebagai imbalan atas jasanya. Oleh karena itu, penelitian ini diberi

judul “Resistensi Masyarakat Desa Candikuning terhadap Manajemen Objek

Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan,


(38)

5

Tampaknya belum ada penelitian yang khusus mengkaji resistensi

masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali itu, padahal menunjukkan persoalan, baik persoalan yang

bersifat empirik maupun persoalan teoretik, sehingga menarik untuk dikaji

melalui penelitian secara mendalam. Berkenaan dengan persoalan tersebut, ada

beberapa fakta yang menarik untuk dicermati. Pertama, mengingat sebagaimana

telah dikemukakan di atas bahwa masyarakat Desa Candikuning tidak ikut

mengelola objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, maka dilihat dari perspektif

keadilan semestinya mereka tidak menuntut pembagian retribusi melalui

resistensi terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

Kedua, resistensi itu dilakukan secara terang-terangan dengan cara mengancam

sebagaimana telah dipaparkan di atas, padahal resistensi pihak tertindas biasanya

dilakukan dengan apa yang oleh Scott (1993 : 270) disebut ”tindakan diam

-diam”. Masyarakat desa di Bali pun, jika melakukan resistensi biasanya secara

pasif (passive resistence) (Danandjaja (1988 : 47). Ketiga, resistensi tersebut

justru terjadi padahal sebagaimana diketahui, masyarakat Desa Candikuning

merupakan bagian dari masyarakat Bali yang memiliki berbagai kearifan lokal

yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya resistensi yang tentu saja

merupakan fenomena yang bernuansa masalah konflik sosial. Kearifan lokal itu,

antara lain filsafat Tri Hita Karana yang menekankan pentingnya keharmonisan,

termasuk keharmonisan hubungan manusia dengan sesamanya (pawongan). Ada

juga konsep Sagilik Saguluk, Paras Paros Sarpanaya, Salunglung Subayantaka


(39)

6

6

kolektif (senasib dan sepenanggungan), dan rasa hormat-menghormati.

Memnurut Mantra (1993 : 13-14) perkembangan krebudayaan Bali tidak akan

menyimpang darui konsep-konsep tersebut. Keempat, resistensi itu terjadi padahal

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali telah menjalankan

tugas dan fungsinya dengan berpegang pada PP No. 75/2007, yang melegalkan

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali menerima masukan

finansial melalui tiket pengunjung, jasa penginapan atau arena outbound dalam

bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak. Hal ini diperkuat oleh Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 7 tahun 1988, yang menggariskan bahwa semua

penerimaan pajak dan retribusi hiburan harus disetor ke kas negara. Ini berarti,

secara yuridis formal, sikap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka

Karya Bali yang tidak menyetor retribusi kepada siapapun kecuali ke kas negara

menjadi sah adanya.

Kelima, masyarakat Desa Candikuning melakukan resistensi dengan sikap

dan perilaku yang secara terang-terangan mengganggu dan mengancam

sebagaimana dikemukakan di atas, padahal desa ini merupakan unit sosial yang

relatif jauh lebih kecil kekuasaannya dibandingkan kekuasaan pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Dikatakan demikian karena pihak

manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali merupakan reprersentasi

pemerintah pusat atau negara, yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

yang tentu saja memiliki kekuasaan yang relatif jauh lebih besar. Meskipun dalam

posisi seperti itu, tampaknya masyarakat Desa Candikuning justru memaknai


(40)

7

Bali sebagai pilihan terbaik demi terpenuhinya tuntutan mereka, sehingga mereka

tetap melakukan tindakan resistensi secara terus-menerus.

Bertitik tolak dari persoalan empirik dan persoalan teoretik yang

menunjukkan adanya kesenjangan dassolen dengan dassein sebagaimana

dipaparkan di atas, maka ada tiga hal yang dapat dilihat sebagai suatu masalah

yang menarik dikaji melalui penelitian ini. Pertama, hal-hal yang melatari atau

dijadikan dasar atau alasan oleh masyarakat Desa Candikuning untuk melakukan

resistensi dengan mengancam secara terang-terangan terhadap pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Kedua, strategi yang secara lebih jauh

atau lebih intensif dilakukan oleh masyarakat Desa Candikuning untuk memenuhi

tuntutannya melalui resistensi terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali. Hal ini menarik untuk dikaji karena hingga kini tuntutan

masyarakat Desa Candikuning melalui resistensi mereka terhadap pihak

manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali belum terpenuhi. Ketiga,

implikasi resistensi masyarakat Desa Candikuning dalam kehidupan mereka dan

dalam manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Hal ini menarik

untuk dikaji karena secara logika, besar kemungkinannya bahwa resistensi

masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali itu telah berimplikasi, baik kehidupan masyarakat Desa

Candikuning maupun dalam manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali. Dengan demikian rumusan lasalah yang dikaji dalam penelitian njini adalah


(41)

8

8 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan mengenai latar belakang di atas, maka masalah

penelitian yang penting dan menarik untuk dikaji dalam hal ini dapat

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, yakni sebagai berikut.

1. Mengapa masyarakat Desa Candikuning melakukan resistensi terhadap

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali?

2. Bagaimana strategi lebih jauh yang dikembangkan oleh masyarakat Desa

Candikuning dalam resistensinya terhadap pihak manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali?

3. Bagaimana implikasi resistensi tersebut, baik dalam kehidupan

masyarakat Desa Candikuning maupun dalam manajemen objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara substansial mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus, yakni sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

memahami resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Upaya pencapaian tujuan ini hendak


(42)

9

(Cultural Studies) yang bersifat kritis, yaitu mengacu kepada teori-teori sosial

kritis.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan memahami secara mendalam tentang hal-hal yang

mendasari atau melatarbelakangi terjadinya resistensi masyarakat Desa

Pakraman Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali.

2. Untuk mengetahui dan memahami strategi resistensi, yaitu rencana khusus

yang dibangun dan dilaksanakan oleh masyarakat Desa Candikuning

dalam rangka mencapai sasarannya.

3. Untuk mengetahui dan memahami implikasi resistensi masyarakat Desa

Candikuning, baik dalam kehidupan mereka maupun dalam pengelolaan

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun

praktis, yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

1. Menambah perbendaharaan pengetahuan tentang berbagai hal yang


(43)

10

10

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, dengan

melakukan gangguan dan ancaman secara terang-terangan.

2. Menambah perbendaharaan pengetahuan mengenai konstruksi serta

pelaksanaan strategi resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, dengan

melakukan gangguan dan ancaman secara terang-terangan.

3. Menambah perbendaharaan pengetahuan mengenai implikasi resistensi

mereka itu, baik dalam kehidupan mereka maupun dalam pengelolaan

objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi pihak instansi pemerintah terkait, yaitu sebagai bahan

pertimbangan dalam menangani masalah resistensi yang terjadi di wilayah

kerja masing-masing pihak instansi.

2. Manfaat bagi masyarakat Desa Candikuning, yakni sebagai bahan renungan

mengenai hubungan mereka dengan pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali.

3. Manfaat bagi pihak manajemen objek wisata kebun Raya Eka Karya Bali,

yaitu sebagai bahan renungan dalam rangka pengelolaan objek wisata

tersebut agar objek wisata tersebut tetap eksis dan semakin maju dalam


(44)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Ada beberapa hasil penelitian yang terlihat menarik dan relevan untuk

ditelaah dan diacu dalam penelitian ini. Adapun beberapa hasil penelitian tersebut

dapat dicermati sebagai berikut.

Penelitian Sujana (2002) berjudul Perumusan Strategi Pengelolaan Obyek

Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali di Candikuning Baturiti Tabanan. Penelitian

Sujana ini memakai konsep manajemen stratejik dan analisis SWOT dalam

mengkaji peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi daya

saing objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Tampaknya konsep tersebut

relevan untuk diacu dalam penelitian ini. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini

berbeda dengan penelitian masalah pebelitian yang dikaji Sujana tersebut di atas,

dan dengan demikian, metode dan teknik yang digunakan juga berbeda. Namun

ada data penting dalam hasil penelitiannya itu yang dapat digunakan untuk

melengkapi data yantg diperlukan dalam penelitian ini.

Penelitian Scott tentang resistensi atau perlawanan kaum tani di Malaysia,

hasilnya telah diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Perlawanan Kaum Tani (1993). Penelitian Scott dalam hal ini memang menjadikan resistensi

sebagai fokus kajiannya, sehingga sama dengan fokus kajian dalam penelitian ini.

Namun objek yang dikaji loleh Scott berbeda dengan objek yang dikaji dalam


(45)

12

12

kaum tani tersebut dianggap merugikan para petani yang menggarap lahan

pertanian, sedangkan penelitian ini mengkaji resistensi masyarakat desa yang

tidak ikut mengelola objek wisata tetapi merasa tidak memperoleh keadilan

karena tidak diberikan pembagian retribusi objek wisata tersebut. Meskipun

demikian, konsep resistensi menurut Scott memberikan inspirasi penting bagi

penelitian ini, sehingga konsepnya itu dirujuk dalam penelitian ini.

Penelitian Mustain mengenai gerakan sosial petani melawan hegemoni

negara, adalah penelitian disertasi yang diterbitkan dalam bentuk buku berjudul

Petani Versus Negara Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara (2007).

Fokus kajian dalam penelitian Mustain tersebut relatif sama dengan fokus

penelitian ini, yakni resistensi, namun objeknya berbeda, yakni petani yang

mnenggarap lahan pertanian yang berkaitan dengan hak perusahaan. Walaupun

begitu, Mustain dalam penelitiannya menggunakan konsep resistensi menurut

Scott, tentu saja dengan caranya sendiri. Oleh karena itu penelitian Mustain

tersebut dapat memberikan wawasa atau pandangan tersendiri yang bermanfaat

untuk melaksanakan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Pidada, 2004 dalam tesisnya yang berjudul

Gerakan Sosial Menuju Masyarakat Sipil (Studi Kasus Padanggalak Akibat

Pariwisata di Desa Adat Kesiman). Pendekatan yang dipergunakan dalam

penelitiannya irtu adalahCultural Studiesdan fakta-fakta yang digubnakan untuk

menjawab masalah penelitiannya dibedah berdasarkan Teori Kritis, Teori Konflik

dan Teori Hegemoni. Penelitian ini mengangkat permasalahan yang pernah


(46)

13

pemerintah yang hendak menjadikan daerah pantai Padanggalak, Kesiman sebagai

sarana pariwisata. Akan tetapi, pihak masyarakat ingin mempertahankan karena

kawasan pantai Padanggalak adalah kawasan suci yang sering dimanfaatkan

sebagai tempat melakukan prosesi upacara. Dengan demikian, penelitian yang

dilakukan oleh Pidada ini bermanfaat, baik dalam rangka menyusun konsep

maupun penerapannya dalam penelitian ini. Meskipun sama-sama mengkaji

perlawanan, penelitian ini berbeda dalam hal objeknya, sehingga penelitian ini

dapat dikatakan baru.

Penelitian untuk tesis yang dilakukan oleh Mardika, berjudul Konflik

Kepentingan dalam Kebijakan Pembangunan Pariwisata di Pulau Serangan

(2000). Tesis ini menyoroti resistensi masyarakat terhadap pemerintah dalam

konteks reklamasi pantai dan pembuatan jembatan yang menghubungkan Pulau

Serangan dengan Pulau Bali. Mardika melihat ada dua macam gerakan yang

dialakukan oleh masyarakat yaitu gerakan Progresif-Ekonomi dan

Sosio-Kultural. Tuntutan Progresif-Ekonomi untuk memperoleh kontribusi secara

ekonomi demi mengangkat kesejahteraan masyarakat Serangan. Sedangkan

gerakan Sosio Kultural, dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan

kawasan suci dan kelestarian lingkungan di Pulau Serangan, terkait dengan Pura

Sakenan dan Pura Susunan Wadon. Meskipun objeknya berbeda, perspektif yang

digunakan dalam penelitian Mardika tersebut sama dengan perspektif penelitian

ini yakni perlawanan, namun objeknya berbeda. Dengan demikian di satu sisi


(47)

14

14

dalam menggali dan menelaah data untuk penelitian ini, namun di sisi lain

objeknya sama sekali berlainan sehingga hasilnya berbeda pula. .

Penelitian Sukeni berjudul Hegemoni Negara dan Resistensi Perempuan

dalam Pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Bali (2010). Penelitiannya itu

menyoroti kasus pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Tejakula, Buleleng,

Bali. Penelitian Sukeni itu adalah penelitian untuk disertasi di Program Kajian

Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa dalam sosialisasi Program Keluarga Berencana kepada kaum

perempuan dengan menjadikan sistem banjar dan klinik sebagai pintu masuk.

Hegemoni pemerintah berfungsi menyukseskan Program Keluarga Berencana

sekaligus melanggengkan kekuasaan negara dan menumbuhkan disiplin sosial

yang secara politis dapat mengangkat prestise, prestasi pejabat serta

penyeragaman budaya. Dengan demikian penelitian Sukeni juga dapat

memberikan inspirasi tersendiri untuk penelitian ini, terutama terkait dengan

fenomena hegemoni. Namun sebagai objeknya, pelaku hegemoni tidak hanya dari

kalangan pemerintah, sedangkan dalam penelitian ini, pelaku hegemoni yang

disoroti dalam penelitian ini adalah orang-orang dari pihak yang berbeda.

Penelitian Suteja (2003) berjudul Konflik Kepentingan dalam

Pembangunan Pariwisata (Studi Kasus Garuda Wisnu Kencana Cultural Park di

Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Provinsi Bali). Penelitian untuk tesis itu

mempergunakan teori konflik dan teori hegemoni. Hasilnya juga menunjukkan

adanya resistensi yang bersifat Progresif-Ekonomi, yakni berupa tuntutan


(48)

15

pekerjaan dan mampu mengangkat ekonomi mereka. Dengan demikian, penelitian

Suteja tersebut juga dapat dijadikan sumber inspirasi dalam melakukan penelitian

ini.

Penelitian yang dilakukan Wirata berjudul Hegemoni Pemerintah dan

ResistensiWetu Telu Suku Sasak di Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara

(2010). Hasil penelitian untuk disertasi Kajian Budaya itu menunjukkan bahwa

telah terjadi resistensi yang dilatarbelakangi oleh adanya suatu ketidak puasan

penganut Wetu Telu Suku Sasak Bayan akibat adanya dominasi kekuasaan

pemerintah dalam konteks kehidupam agama Islam. Resistensi itu berupa

penolakan shalat berjemaah dan pengajian agama, naik haji ke Tanah Suci

Mekkah, dan melempar masjid Islam lima waktu serta penolakan secara halus

dengan tidak menyekolahkan anak-anaknya di madrasah atau di pondok

pesantren. Hasil penelitian Wirata tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber

inspirasi dalam penelitian ini, terutama untuk mencermati strategi yang dilakukan

dalam resistensi.

Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti berjudul Resistensi Terhadap

Kebijakan Pemerintah atas Penutupan Kegiatan Galian C di Daerah Aliran

Sungai (DAS) Unda Klungkung, Sebuah Kajian Budaya (2009). Hasil penelitian

tersebut menunjukkan adanya suatu perlawanan warga masyarakat yang

berprofesi sebagai penggali pasir di lokasi proyek galian C. Resistensi itu terjadi

berkaitan erat dengan adanya penutupan kegiatan galian C di daerah aliran sungai

Unda oleh Pemerintah Daerah Klungkung. Alasan penerintah dalam hal ini


(49)

16

16

habis dan sudah terlalu dalam serta mengancam lingkungan. Dengan demikian,

penelitian Jayanti itu pun dapat dijadikan sumber inspirasi untuk melaksanakan

penelitian ini, mengingat bahwa pada intinya resistensi itu terjadi dalam konteks

perebutan sumberdaya ekonomi.

2.2 Konsep

Mely G. Tan (1989 : 21) menegaskan bahwa konsep sebenarnya adalah

definisi singkat tentang fakta yang perlu diamati. Sejalan dengan pendapat ini,

Ratna (2010 : 279-280) mengemukakan bahwa keseluruhan kata dalam judul dan

rumusan masalah penelitian dianggap sebagai konsep sehingga perlu dijelaskan

secara singkat. Konsep yang dimaksud dalam hal ini adalah konsep operasional

untuk penelitian ini. Satuan konsep tidak selalu terdiri atas satu kata melainkan

bisa juga terdiri atas lebih dari satu kata. Mengikuti pendapat ini, maka ada

beberapa satuan atau unit konsep yang bersumber dari judul dan rumusan

masalah penelitian ini yang perlu definisikan atau dijelaskan. Satuan konsep yang

bersumber dari judul penelitian ini adalah ”resistensi masyarakat desa

Candikuning”, dan ”manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali”,

sedangkan yang bersumber dari rumusan masalah penelitian ini meliputi konsep

”strategi resistensi” dan konsep ”implikasi resistensi”.

2.2.1 Resistensi Masyarakat Desa Candikuning

Mengingat bahwa belum ada penelitian yang mengkaji resistensi


(50)

17

masyarakat Desa Candikuning” dalam penelitian ini diformulasikan dengan

mengacu kepada gagasan Scott (1993 : 302), tentang pengertian istilah resistensi

yang dikemukakannya dalam konteks penelitiannya mengenai perlawanan kaum

tani di Malaysia, yakni sebagai berikut.

”....tiap (semua) tindakan oleh (para) anggota kelas itu dengan maksud

untuk melunakkan atau menolak tuntutan-tuntutan (misalnya sewa, pajak, penghormatan) yang dikenakan pada kelas itu oleh kelas-kelas yang lebih atas (misalnya tuan tanah, negara, pemilik mesin, pemberi pinjaman uang) atau untuk mengajukan tuntutan-tuntutannya sendiri (misalnya pekerjaan, lahan, kemurahan hati, penghargaan) terhadap kelas-kelas atasan ini.”

Berdasarkan gagasan Scott tersebut, konsep operasional tentang resistensi

masyarakat Desa Candikuning dalam penelitian ini adalah tindakan yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Candikuning agar tuntutan-tuntutannya terhadap

pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali terpenuhi. Secara

singkat, yang dimaksud dengan masyarakat Desa Candikuning dalam hal ini

adalah masyarakat yang ada di wilayah Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti,

Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Wilayah desa ini berbatasan langsung dengan

lokasi objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, dan sama-sama merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Dilihat dari jenis

atau bentuk desanya, masyarakat Desa Candikuning ini merupakan masyarakat

Desa Pakramandan sekaligus merupakan masyarakatDesa Dinas.

1.2.2 Pihak Manajemen Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali

Pengertian mengenai manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali dalam hal ini disusun dengan mengacu kepada pengertian mengenai


(51)

18

18

kenyataan yang hendak dikonsepsikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 :

870) memuat dua macam pengertian tentang manajemen, yaitu 1) penggunaan

sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; 2) pimpinan yang

bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. Mengingat

perusahaan dan organisasi biasanya juga menggunakan sumber daya tertentu,

maka atas dasar dua macam pengertian ini bisa dikatakan bahwa manajemen

merupakan pimpinan suatu perusahaan dan organisasi yang bertanggung jawab

atas penggunaan sumber daya tertentu untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan.

Berkenaan dengan istilah pimpinan, Koentjaraningrat (1980 : 191-102)

memberikan penjelasan secara rinci mengenai istilah ini. Dalam konteks ini ia

menegaskan bahwa pimpinan dapat merupakan suatu kedudukan sosial, tetapi

juga suatu proses sosial. Sebagai kedudukan sosial, pimpinan merupakan suatu

kompleks hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang (pemimpin,

rektor, kepala, direktur, ketua, panglima, raja, dan sebagainya), sedangkan sebagai

proses sosial, pimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh orang-orang

untuk menyebabkan aktivitas warga masyarakat atau kesatuan-kesatuan sosial

khusus dalam masyarakat dalam peristiwa-peristiwa sosial. Segala tindakan itu

berlaku sebagai suatu proses mulai dari perencanaan, pertimbangan alternatif,

pengambilan keputusan, pelaksanaan keputusan, pengawasan pelaksanaan, hingga

pada pengawasan akibat pelaksanaan. Tampaknya, pengertian pimpinan sebagai


(52)

19

dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 1075), yakni sebagai

bimbingan, tuntunan.

Berdasarkan pengertian mengenai manajemen dan pimpinan di atas,

maka pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali dapat diartikan

sebagai orang-orang yang memiliki kedudukan tertentu dan telah berperan dalam

lembaga yang mengelola objek wisata tersebut, yang secara formal bernama UPT

Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali-LIPI. Mereka terdiri

atas kepala lembaga tersebut bersama jajarannya, melakukan berbagai kegiatan

dalam pengelolaan Kebun Raya Eka Karya Bali, dengan menggunakan berbagai

sumber daya tertentu untuk memenuhi keperluan dalam pengelolaan objek wisata

Kebun Raya Eka Karya Bali. Sumberdaya tersebut antara lain meliputi sumber

daya fisik, seperti jalan dan tempat parkir serta sumber daya ekonomi, yaitu uang

retribusi yang dipungut dari para pengunjung onjek wisata Kebun Raya Eka

Karya Bali.

Objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali merupakan salah satu dari

empat Kebun Raya yang berada di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI). Sesuai dengan namanya, yakni objek wisata Kebun Raya Eka

Karya Bali menetapkan visinya, yaitu menjadi kebun raya terbaik kelas dunia

yang menjadi referensi nasional dan internasional dalam bidang konservasiex-situ

tumbuhan pegunngan tropika dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan


(53)

20

20 1.2.3 Strategi Resistensi

Konsep strategi resistensi yang dimaksud dalam hal ini tentu saja strategi

resistensi masyarakat Desa Candikuning. Konsep ini dikonstruksi berdasarkan

acuan yang kiranya relevan. Perlu ditegaskan bahwa salah satu acuan dalam hal

ini adalah kamus yang dijadikan sumber inspirasi dalam merumuskan konsep.

Jadi arti istilah dalam kamus itu dijadikan dsumber inspirasi dalam mengartikan

istilah yang dikonsepsikan dalam penelitian ini. Salah satu arti istilah strategi

sebagaimana tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 1340),

yaitu sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran

khusus. Mengacu kepada pengertian ini dan pengertian mengenai resistensi

masyarakat Desa Candikuning sebagaimana dipaparkan di atas, maka konsep

strategi resistensi masyarakat Desa Candikuning dalam penelitian ini dapat

didefinisikan sebagai rencana yang dibuat serta dianggap cermat dan

dilaksanakan oleh warga masyarakat Desa Candikuning melalui kegiatan tertentu

untuk memenuhi keinginannya atau tuntutannya terhadap pihak manajemen objek

wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.

1.2.4 Implikasi Resistensi

Konsep implikasi dalam hal ini mengacu kepada pengertian istilah

implikasi yang dikemukakan oleh Keraf (1985), dan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008). Menurut Keraf (1985 : 8), ”implikasi adalah

rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau


(54)

21

dalam suatu fakta. Meskipun ada dalam suatu fakta, kiranya implikasi tidaklah

bersifat eksplisit melainkan implisit. Sifat implisitnya itu sesuai pula dengan

pengertian implikasi yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 529),

yakni sebagai ”yang termasuk atau tersimpul; yang disugestikan, tetapi tidak

dinyatakan : apakah ada dalam pertanyaan itu?”. Berdasarkan pengertian ini

dapat dikatakan bahwa implikasi bersifat implisit karena tidak dinyatakan dalam

suatu fakta tetapi sudah termasuk atau tersimpul dan disugestikan dalam suatu

fakta. Oleh karena implikasi berada dalam suatu fakta tetapi bersifat implisit,

maka untuk mengetahui dan memahami implikasi yang ada dalam suatu fakta,

justru faktanya itu perlu dicermati. Jadi, implikasi tidaklah sama dengan dampak,

pengaruh, dan akibat, namun karena implikasi disugestikan, tampaknya implikasi

bisa pula berdampak atau berpengaruh terhadap sesuatu hal yang berkaitan

dengan implikasi tersebut.

Berdasarkan pengertian tentang implikasi di atas, maka secara operasional,

implikasi resistensi dalam penelitian ini dikonsepsikan sebagai hal-hal yang pada

dasarnya sudah terangkum atau termasuk, tersimpul, terlibat, dan disugestikan

tetapi tidak dinyatakan dalam fakta-fakta mengenai berbagai dimensi resistensi

masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali. Secara singkat dapat dikatakan, implikasi resistensi

masyarakat Desa Candikuning bisa berada dalam berbagai dimensi/aspek

resistensinya itu, tetapi bisa juga berada dalam manajemen objek wisata Kebun

Raya Eka Karya Bali, mengingat resistensi itu dilakukan terhadap pihak


(55)

22

22 1.3 Landasan Teori

Sesuai dengan sebutannya, landasan teori tentu saja tidak sama dengan

teori. Oleh karena itu, konstruksi landasan teori untuk penelitian perlu didasarkan

atas pengertian yang jelas tentang landasan teori. Berkenaan dengan hal ini,

bahan-bahan bacaan mengenai metodologi penelitian kualitatif menunjukkan

adanya beberapa versi pemikiran tentang landasan teori dalam suatu penelitian.

Berdasarkan bahan-bahan bacaan tersebut diketahui bahwa landasan teori yang

disebut juga kerangka teori diperlukan dalam penelitian sebagai titik berangkat

dan landasan bagi peneliti dalam menganalisis dan memahami realitas yang

ditelitinya (Irawan, 2006 : 39). Isi kerangka teori adalah teori-teori yang relevan

dengan masalah yang dikaji dan difungsikan sebagai alat bantu dalam menemukan

pemecahan atau untuk mendapatkan jawaban yang dapat diandalkan atas masalah

yang dikaji (Suriasumantri, 1984 : 316; Irawan, 2006 : 39), atau teori-teori yang

relevan untuk menganalisis objek (Ratna, 2010 : 218). Namun teori-teori tersebut

merupakan pilihan peneliti berdasarkan alasan atau argumentasi yang

meyakinkan. Berdasarkan teori-teori pilihan itulah kerangka teoretis yang

meyakinkan disusun dengan alur-alur pikiran yang logis hingga membuahkan

kesimpulan berupa hipotesis (Suriasumantri, 1984 : 322; Mely G Tan, 1989 : 21),

dan dalam konteks ini pula kerangka teoritis dalam penelitian kualitatif dianggap

sama dengan hipotesis (Irawan, 2006 : 38). Secara teknis, penyusunan kerangka

teoretis menunjukkan bahwa peneliti memulainya dengan membaca semua teori


(56)

23

sintesis (“menyatukan”) berbagai teori itu menjadi kerangka teori versinya sendiri

(Irawan, 2006 : 46).

Serupa dengan pengertian mengenai landasan teori di atas, Ratna (2010 :

281) memaparkan secara gamblang tentang landasan teori dalam penelitian tesis

dan disertasi. Dalam paparannya itu ia menegaskan bahwa pada landasan teori,

teori-teori yang relevan untuk menganalisis objek dikemukakan dalam kaitannya

dengan penggunaannya secara praktis, bagaimana diaplikasikan dalam penelitian.

Untuk itu teori yang digunakan dijabarkan bagaimana konsep-konsepnya,

penggagasnya, dan sebagainya.

Berdasarkan pemikiran tentang landasan teori atau kerangka teori tadi,

maka teori-teori yang tampaknya relevan untuk dipakai sebagai acuan pokok

dalam pembuatan kerangka teori untuk penelitian ini adalah teori resistensi, teori

semiotika, teori multikulturalisme, dan teori konflik sosial. Teori resistensi jelas

relevan karena penelitian ini mengkaji masalah resistensi, sedangkan teori

semiotika merupakan teori yang sebagaimana diketahui melihat segala sesuatu

sebagai suatu tanda dari berbagai sudut, termasuk dari sudut pemaknaannya yang

dilakukan oleh pemakai tanda yang bersangkutan (Hoed, 2008 : 3). Oleh karena

itu, teori semiotika juga merupakan acuan relevan dalam penelitian untuk disertasi

Kajian Budaya sebagai ilmu yang mempelajari praktik-praktik pemaknaan

(Barker, 2005) dan berparadigma kritis. Selain itu, mungkin dalam membangun

dan menerapkan strategi resistensinya, masyarakat Desa Candikuning berpegang

pada makna-makna berbagai objek yang mereka hasilkan melalui praktik


(1)

2.3.4 Teori Multikulturalisme

Berbicara tentang multikulturalisme berkaitan erat dengan apa yang disebut masyarakat mulktikultural, sebab multikulturalisme dibutuhkan untuk membangun kedamaian dalam kehidupan masyarakat multikultural. Masyarakat mukltikultural berbeda dengan masyarakat plural. Sebagaimana dikemukakan oleh Atmadja (2008 : 19-20), masyarakat plural mengacu pada suatu susunan masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok yang memiliki ciri-ciri budaya yang berbeda-beda satu sama lain, namun interaksi sosial lintas kelompok tersebut relatif sangat minim. Masyarakat multikultural adalah masyarakat plural, tetapi interaksi lintas kelompok sosial yang ada di dalamnya relatif intensif.

Dalam hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat multikultural bisa melahirkan pandangan-pandangan subjektif (stereotipe), prasangka, jarak sosial, dan sikap diskriminasi. Hal ini bisa terjadi karena dalam interaksi antara anggota kelompok yang berbeda seperti itu bisa muncul penilaian antarkelompok secara subyektif. Dalam penilaian itu, secara tidak sadar suatu kelompok cenderung memandang orang dari kelompok lain dengan menggunakan kelompok dan kebiasaannya sendiri sebagai kriteria (Bennett, 1990 : 81). Dalam keadaan demikian orang biasanya memandang bahwa yang tinggi atau yang baik adalah dirinya sendiri dan kelompoknya (Atmadja, 2010 : 377).

Penilaian seperti itu berpotensi untuk menyulitkan atau menghambat upaya membangun persatuan dan kesatuan, bahkan bisa juga berujung pada munculnya masalah konflik, baik konflik laten maupun konflik terbuka yang


(2)

berawal dari resistensi suatu kelompok terhadap kelompok yang lainnya. Konflik dalam hal ini biasanya dilatarbelakangi oleh eksklusivisme kelompok bercampur dengan upaya memperebutkan berbagai sumberdaya, antara lain sumberdaya ekonomi (Koentjaraningrat, 1984 : 377-378). Selain itu, menurut pendapat para ahli sebagaimana diulas oleh Atmadja (2008 : 22-23), ada beberapa hal yang dapat menimbulkan konflik dan disintegrasi sosial yang mengganggu upaya implementasi multikulturalism. Di antaranya : (a) eksklusivisme kelompok atau kedaerahan; (b) mutual distrust, yaitu bentuk hubungan tidak sehat yang kemunculannya didasarkan pada masa lalu yang dianggap tidak menyenangkan sehingga memunculkan keinginan untuk balas dendam dan ketidakpercayaan kepada kelompok lainnya; (c) inequality frustration terjadi dalam bentuk perasaan diperlakukan tidakfairoleh kelompok lainnya.

Dalam rangka menanggulangi masalah ini maka upaya yang terkait dengan pelembagaan tentang pengetahuan, nilai, sikap, dan perilaku yang berlandaskan doktrin multikulturalisme sangat penting. Tujuannya bukan untuk meniadakan keragaman, melainkan memberikan penyadaran bahwa keragaman adalah sesuatu yang menyatu dengan kehidupan manusia. Keragaman tidak bisa dilenyapkan sebagaimana yang berlaku pada strategi asimilasi, melainkan harus dikelola agar tidak menimbulkan masalah, termasuk masalah yang mendorong terjadinya resistensi dan/atau konflik yang kedamaian. Berdasarkan doktrin multikulturalisme memang memungkinkan pengelolaan keberagaman itu menghasilkan hubungan harmonis karena di balik keragaman selalu ada titik temu atau bahkan kesamaan sehingga terjadi tumpang tindih antara kesamaan dan


(3)

perbedaan. Dalam konteks inilah kesamaan perlu ditumbuhkembangkan guna mewujudkan kehidupan yang harmonis berasaskan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah gerakan sosio-intelektual yang mempromosikan nilai-nilai dan prinsip-prinsip perbedaan serta menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda. Orientasinya adalah kehendak untuk membawa masyarakat ke dalam suasana rukun, damai, egaliter, toleran, saling menghargai, saling menghormati, tanpa ada konflik dan kekerasan, tanpa mesti menghilangkan kompleksitas perbedaan yang ada (Burhanuddin, 2003: 86).

Ada berbagai macam definisi multikulturalisme, namun pada dasarnya dapat dikatakan sebagai doktrin yang mempromosikan keberagaman antarkelompok secara sosiobudaya dalam suatu suasana yang rukun, damai, egaliter, toleran, saling menghargai, dan saling menghormati. Bersamaan dengan itu masing-masing pihak pun bisa menumbuhkembangkan jati diri mereka secara optimal, tanpa dinisbikan oleh yang lainnya. Dengan meminjam gagasan Atmadja (2008 : 26) dapat dikatakan bahwa jika pertemuan kode, simbol atau kebudayaan antarsuatu kelompok sosial semakin luas titik singgungnya, maka semakin besar peluang mereka untuk mendapatkan titik pandang bersama. Bersamaan dengan itu maka konflik pun dapat diminimalisasikan. Jika terjadi hal yang sebaliknya, yakni titik temu kode, simbol atau kebudayaan mengecil, maka titik pandang bersama pun mengecil, sehingga peluang bagi munculnya kesalahpahaman yang berlanjut pada resistensi dan masalah konflik bahkan disintegrasi menjadi semakin sulit dihindarkan. Kode, simbol atau kebudayaan dalam arti tatanan kenyataan yang


(4)

ideasional yang disosialisasikan guna menumbuhkembangkan kesadaran lintas kultur, bisa dilakukan lewat revitalisasi maupun revivalisasi terhadap kearifan lokal yang bersifat universal yang berlaku pada kelompok-kelompok yang berbeda. Agar kearifan lokal itu bisa bermanfaat, maka dia harus nyambung dengan sistem sosiobudaya masyarakat setempat melalui proses komunikasi. Dengan mengikuti gagasan ’teori tindakan komunikatif’ menurut Habermas (dalam Thompson, 2007 : 449), penggunaan bahasa secara komunikatif sangatlah penting dalam penyampaian pesan-pesan. Dikatakan penting karena dengan cara itu memungkinkan terjadinya kesepahaman serta hubungan yang berkesetaraan.

Teori multikulturalisme sebagaimana dipaparkan di atas kiranya dapat dimanfaatkan sebagai sumber inspirasi dalam mencari, menjelaskan, dan memahami pemikiran para pihak terkait dalam resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Di dalamnya termasuk pemikiran, baik yang berpotensi untuk membangun maupun yang berpotensi mengganggu upaya menjalin hubungan sosial yang harmonis.

2.4 Model Penelitian

Model dapat diartikan sebagai rekonstruksi suatu kenyataan dalam rangka memahami apa yang terjadi dalam kenyataan tersebut (Laeyendecker, 1983 : 68-69), namun kenyataan itu terlampau kompleks untuk dipahami sepenuhnya oleh manusia yang tidak sempurna (Steger, 2006 : 28). Oleh karena itu, suatu model tidaklah memuat semua hal melainkan hanya hal-hal tertentu saja yang terjadi


(5)

dalam kenyataan sesuai dengan tujuan pembuatan model tersebut. Dengan berpegang pada pengertian tentang model di atas, maka model penelitian ini dibuat untuk memahami fenomena yang menjadi fokus penelitian ini berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian, model penelitian ini dapat ditampilkan sebagai berikut.

Model Penelitian

Keterangan tanda:

Hubungan tyimbal balik Peran

Model penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa ada hubungan timbasl balik antara masyarakat Desa Candikuning dan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Selain itu ada juga hubungan timbal balik antara pihak manajrmen objek wisata kebun Raya Eka Karya Bali dan pihak

Masyarakat Desa Candikuning

Manajemen Obyek Wisata Kebun Raya

Eka Karya Bali

Resistensi Masyarakat Desa Candikuning terhadap Manajemen Obyek Wisata Kebun Raya Eka Karya

Bali

1 . Dasar/Latar Belakang Resistensi 2 . Strategi Resistensi 3. Implikasi Resistensi Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali


(6)

manajemen objek wisata tersebut. Berdasarkan hubungan-hubungan tersebut terjadi interaksi yang bernuansa sikap kontradiktif antara masyarakat Desa Candikuning dan pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali. Dalam interaksi tersebut timbul resistensi masyarakat Desa Candikuning terhadap pihak manajemen objek wisata Kebun Raya Ekakarya Bali. Penelitian ini hendak mengkaji tiga aspek resistensi tersebut, yaitu (1) hal-hal yang mendasari/melatarbelakanginya, (2) strategi yang dibangun dalam resistensi tersebut, dan (3) implikasi resistensi tersebut, baik dalam kehidupan masyarakat Desa Candikuning maupun dalam manajemen objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali.