PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH COKELAT SEBAGAI BIOETHANOL.

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH

COKELAT SEBAGAI BIOETHANOL

SKRIPSI

OLEH :

PRATIWI

0731010049

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH

COKELAT SEBAGAI BIOETHANOL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Jurusan Teknik Kimia

OLEH :

PRATIWI

0731010049

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(3)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT BUAH

COKELAT SEBAGAI BIOETHANOL

Disusun Oleh :

PRATIWI

0731010049

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Dosen Penguji Pada tanggal 25 Maret 2010

TIM PENGUJI PEMBIMBING

Ir. Ketut Sumada, MS Ir.Luluk Edahwati, MT NIP. 19620118 198803 1001 NIP. 19640611 1992032 001

Ir.Nana Dyah Siswati, Mkes NIP. 19600422 1987032 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya

Ir. Sutiyono, MT NIP. 19600713 1987031 001


(4)

K Daftar Gambar

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kami diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan penelitian kami yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Cokelat Sebagai Bioethanol”.

Adapun penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam kurikulum program studi S-1 Teknik Kimia dan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Laporan penelitian yang kami dapatkan tersusun atas kerjasama dan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Ir. Luluk Edahwati, MT selaku Dosen Pembimbing Penelitian. 4. Ibu Nana Dyah Siswati, MKes selaku Dosen Penguji Penelitian. 5. Bpk Ir. Ketut Sumada, MS selaku Dosen Penguji Penelitian.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.

7. Seluruh teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.


(5)

K Daftar Gambar

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim Akhir kata, kami menyampaikan maaf atas kesalahan yang terdapat dalam laporan penelitian ini, semoga dapat memenuhi syarat akademis dan bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan penyusun berikutnya, penyusun mengucapkan terima kasih.

Surabaya, April 2010


(6)

K Daftar Gambar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

INTISARI ...ii

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Tujuan Penelitian ...2

I.3 Manfaat Penelitian ...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Buah Cokelat ...3

II.2 Limbah Padat Buah Cokelat ...4

II.3 Bioethanol ...5

II.4 Hidrolisis ...7

II.5 Fermentasi ...8

II.6 Saccharomyces Cereviceae ...9

II.7 Landasan Teori ...10

II.7.1 Hidrolisis Asam ...11

II.7.2 Pertumbuhan Mikroorganisme ...12

II.7.3 Fermentasi ...14


(7)

K Daftar Gambar

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Bahan – Bahan yang Diperlukan ...18

III.2 Alat yang Digunakan ...19

III.3 Gambar Susunan Alat ...19

III.3.1. Gambar Proses Hidrolisis ...19

III.3.2. Gambar Proses Fermentasi ...20

III.3.3. Gambar Proses Distilasi ...20

III.4 Peubah ...20

III.5 Prosedur Penelitian ...21

III.5.1. Hdrolisis ...21

III.5.2. Fermentasi ...21

III.5.3. Distilasi ...22

III.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioethanol ...23

III.7 Diagram Proses Fermentasi ...24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisa Bahan Baku (Limbah Kulit Buah Cokelat) ...26

IV.2 Hasil Proses Hidrolisis ...26

IV.3 Hasil Proses Fermentasi ...29

IV.4 Hasil Proses Distilasi ...31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ...34


(8)

K Daftar Gambar

DAFTAR PUSTAKA APPENDIX A

APPENDIX B APPENDIX C


(9)

K Daftar Gambar

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

DAFTAR TABEL

Tabel II-1 Presentase Bagian – Bagian Di Dalam Buah Cokelat …….. 4 Tabel II-2 Jumlah Kebutuhan Ethanol Nasional .…………... 7 Tabel IV-1 Kadar Selulosa Dan Kadar Glukosa Pada Limbah Kulit Buah

Cokelat ………...……... 26

Tabel IV-2 Kadar Glukosa Pada Limbah Kulit Buah Cokelat Dengan

Perbandingan pH HCl Dan Berat Bahan …………... 27

Tabel IV-3 Pengaruh Berat Kulit Cokelat Dan Lama Fermentasi Terhadap

Kadar Glukosa Sisa Yang Dihasilkan Pada Proses

Fermentasi... 29

Tabel IV-4 Pengaruh Berat Kulit Cokelat Dan Lama Fermentasi Terhadap

Kadar Ethanol yang Dihasilkan Pada Proses


(10)

K Daftar Gambar

DAFTAR GAMBAR

Gambar III-1 Alat Hidrolisis ………...…….. 19

Gambar III-2 Alat Fermentasi ………...….... 20

Gambar III-3 Alat Distilasi ………...…….... 20

Gambar III-4 pembuatan bioethanol ...………... 23

Gambar III-5 Pembuatan Media Cair ……… 24

Gambar IV-1 Pengaruh pH Hidrolisis dan Berat Kulit Cokelat Terhadap Kadar Glukosa …...………... 28

Gambar IV-2 Hubungan Antara Kadar Glukosa Sisa Fermentasi Terhadap Lama Fermentasi Dan Berat Kulit Cokelat ……...………. 30

Gambar IV-3 Pengaruh Lama Fermentasi Pada Berat Kulit Cokelat Terhadap Kadar Ethanol Yang Dihasilkan Pada Proses Distilasi…...…………... 32


(11)

K Daftar Gambar

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

INTISARI

Ketersediaan limbah kulit cokelat dapat diperoleh secara kontinyu dan melimpah, merupakan salah satu limbah yang kurang dimanfaatkan. Kulit cokelat hanya digunakan sebagai makanan ternak. Tetapi kulit cokelat mempunyai kadar selulosa dan glukosa yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan penghasil ethanol.

Penelitian produksi bioethanol dari kulit buah cokelat bertujuan untuk mencari bahan baku alternatif bioethanol. Dalam penelitian produksi bioethanol dari kulit cokelat dilakukan proses hidrolisis pada kondisi tetap : suhu 30 oC, air 700 ml, waktu hidrolisis 1 hari dan kondisi berubah: berat kulit cokelat 25, 30, 35, 40, 45, (gram), larutan HCl sampai pH 1, 2, 3, 4, 5. Kemudian dilanjutkan proses fermentasi pada kondisi tetap: suhu 30 oC ; pH 4,5 ; volume fermentasi 250 ml ; starter 10 % dan kondisi berubah: waktu fermentasi 2, 3, 4, 5, 6, 7 (hari).

Dari penelitian produksi bioethanol dari kulit cokelat diperoleh hasil, pada proses hidrolisis kadar glukosa yang terbaik 25,5 %, berat kulit cokelat 25 gram. Pada proses fermentasi kondisi terbaik dengan starter Saccharomyces cerevisiae 10 % selama 6 hari, menghasilkan bioethanol sebesar 10,90 % dan kadar glukosa sisa 1,05 %.


(12)

Bab I pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada saat ini industri kimia telah berkembang pesat di Indonesia, hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka industri-industri kimia berusaha untuk memenuhinya. Oleh karena itu kebutuhan akan bahan-bahan kimia juga meningkat, salah satu bahan kimia adalah ethanol.

Ethanol banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai bahan kosmetik, industri minuman, bahan minuman, bahan pelarut organik dan otomotif yaitu penggunaannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Dan memberikan alternatif lain pada limbah kulit buah cokelat sebagai pengganti tetes yang selama ini digunakan untuk pembuatan ethanol. Kebutuhan ethanol akan bertambah banyak dengan adanya ethanol menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar. Dimana bahan bakar dari ethanol ini merupakan bahan bakar yang bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui dan tentunya bertolak belakang dengan bahan bakar minyak bumi atau gas yang sekarang digunakan yang lama kelamaan akan semakin habis.

Ethanol dapat diperoleh melalui proses fermentasi dan sintetis. Proses pembuatan ethanol untuk skala industri biasanya menggunakan bantuan mikroorganisme untuk merubah bahan dasar yang mengandung gula menjadi alkohol. Pada umumnya bahan baku untuk membuat ethanol diperoleh dari tetes atau molase, dimana tetes juga merupakan bahan yang dibutuhkan untuk industri lain seperti pembuatan bir dan pembuatan bumbu masak. Karena banyaknya kebutuhan industri yang menggunakan tetes sebagai bahan baku, maka secara tidak langsung persediaan tetes akan semakin habis. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembaharuan atau


(13)

Penelitian

Bab I pendahuluan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

2

alternatif bahan baku lain yaitu dengan memanfaatkan limbah kulit buah cokelat sebagai bahan baku pembuatan bioethanol.

Cokelat makanan kegemaran semua kalangan. Adapun proses pembuatannya melalui beberapa tahap. Tahap–tahapannya yakni fermentasi, pengeringan, dan sortasi dan penyimpanan. Dimana yang kami gunakan sebagai penelitian adalah limbah kulit buah cokelat.

Limbah kulit buah cokelat didapatkan dari sisa pengambilan biji cokelat. Dimana kulit cokelat yang masih basah merupakan salah satu limbah yang kurang dimanfaatkan. Belakangan ini limbah kulit cokelat hanya digunakan sebagai makanan ternak. Limbah kulit cokelat mempunyai kandungan serat kasar 39,45% dan glukosanya 3,92% (wanti-manda 2008). Dengan adanya kandungan serat kasar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi bioethanol.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah kulit cokelat sebagai bioethanol serta mencari kondisi terbaik pada proses fermentasi limbah kulit cokelat dengan khamir Saccharomyces cerevisiae sehingga diperoleh hasil bioethanol yang optimal.

I.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

a. Meningkatkan nilai tambah limbah kulit buah cokelat

b. Memberikan alternatif lain pada limbah kulit cokelat sebagai pengganti tetes yang selama ini digunakan untuk pembuatan bioethanol

c. Bioethanol dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar, pelarut, dan bahan dasar pembuatan asetaldehyde, ethyl acetate dan sebagainya


(14)

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Buah cokelat

Tanaman kakao atau cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, tetapi menjadi komoditi yang sangat penting sejak tahun 1951. Jenis yang pertama sekali ditanam di Indoenesia Criollo, yaitu di daerah Sulawesi Utara yang berasal dari Venezuela. Pada tahun 1888 diperkenalkan bahan tanaman Java Criollo asal Venezuela yang bahan dasarnya adalah kakao asal Sulawesi Utara tersebut, sebagai bahan tanaman tertua untuk mendapatkan bahan tanaman unggul. Sejalan dengan itu, pengembangan pertanaman cokelat di Indonesia, khususnya di Jawa, berjalan dengan pesat.

Daerah utama pertanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 180 Lintang Utara sampai 150 Lintang Selatan. Indonesia merupakan penghasil cokelat (Theobroma cacao L.) nomor tiga dunia dengan luas mencapai 780.000 hektar (tahun 2005).

Cokelat merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan kedalam kelompok tanaman caulifloris dan tergolong Spesies Theobroma cacao.

Buah cokelat adalah buah coklat berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai 10 alur dan tebalnya 1 – 2 cm. Pada waktu muda, biji menempel ada bagian dalam kulit buah, teatapi apabila buah telah matang maka biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang demikian akan berbunyi bila digoncangkan.

Dari berbagai litelatur, dapat diketahui bahwa hampir semua bagian buah cokelat mengandung zat kimia dan nutrisi. Bagian –bagian buah cokelat yang mengandung zat-zat kimia antara lain : CaO : 0,22-0,59% ; MgO : 0,40-0,52 % ; K2O : 3,85-5,27 % ; P2O5 : 0,30-0,49 % ; SO2 : 0,06-0,14 %.


(15)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

4

Kandungan lain dari kulit buah cokelat adalah : Protein kasar : 5,69 % (wanti-manda 2008 )

Serat kasar : 55,80 % (Lab. Instrumentasi UPN “Veteran” JATIM) Glukosa : 4,20 % (Lab. Instrumentasi UPN “Veteran” JATIM) Air : 73 % (Laboratorium OTK UPN ”Veteran” JATIM)

II.2 Limbah kulit buah cokelat

Limbah kulit buah cokelat dihasilkan dari pengelupasan biji cokelat dari buah cokelat sebelum proses produksi cokelat. Kulit buah cokelat adalah kulit bagian terluar yang menyelubungi biji cokelat dengan tekstur

kasar, tebal dan agak keras.

• Kulit buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1 – 2 cm.

• Pada waktu muda, biji menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas dari kulit buah. • Buah yang masak akan berbunyi bila digoncang.

Tabel 1-2 persentase Bagian-Bagian Di Dalam Buah Cokelat

Komponen Persen

Segar kering

Kulit 68,5 47,2

Plasenta 2,5 2,0

Biji 29,0 50

Sumber : Shepherd dan Ngan (1984)

Limbah kulit buah cokelat didapatkan dari PTP. 12 KEBUN BANJARSARI JEMBER.


(16)

Bab II Tinjauan Pustaka

Contoh gambar buah dan kulit cokelat yang digunakan :

II.3 Bioethanol

Ethanol atau etil alkohol (CH3CH2OH) dikenal dengan nama

alkohol dan mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut : cairan tidak berwarna, berbau khas menusuk hidung, mudah menguap, titik didih 78,32

o

C, larut dalam air dan ether, densitas pada 15 oC adalah 0,7937; spesifik panas pada 20 oC adalah 0,579 cal/gr oC, panas pembakaran pada keadaaan cair adalah 328 Kcal, viskositas pada 20 oC adalah 1,17 cp, flash point adalah sekitar 70 oC, berat molekul adalah 46,07 gr/mol, terjadi dari reaksi fermentasi monosakarida, bereaksi dengan asam asetat, asam sulfat, asam nitrit, asam ionida (Faith, 1957 dan Soebijanto, 1986).

Ethanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian. Secara umum, bahan-bahan tersebut dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu golongan pertama adalah bahan yang mengandung turunan gula, antara lain molase, gula tebu, gula bit, dan sari buah-buahan. Golongan kedua adalah bahan-bahan yang mengandung pati seperti biji-bijian (misalnya biji coklat). Golongan yang ketiga adalah bahan yang mengandung selulosa seperti kayu dan beberapa limbah pertanian. Selain ketiga jenis bahan tersebut, ethanol dapat dibuat juga dari bahan bukan asli pertanian tetapi dari bahan yang merupakan hasil proses lain. Sebagai contohnya adalah ethylene (Gumbira Sa’id, 1987).


(17)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

6

Ethanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula, pati / sukrosa). Fermentasi ethanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan khamir tertentu yang dapat mengubah glukosa menjadi ethanol (Kirck Othmer,1953).

Didalam perdagangan dikenal tingkat-tingkat kualitas ethanol sebagai berikut :

a. Alkohol teknis (96,5 ºGL)

Digunakan terutama untuk kepentingan industri. Sebagai pelarut organik, bahan bakar, dan juga sebagai bahan baku ataupun antara produksi berbagai senyawa organik lainnya.

b. Spiritus (88 ºGL).

Bahan ini biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk alat pemanas ruangan dan alat penerangan.

c. Alkohol absolute (99,7 - 99,8 ºGL)

Banyak digunakan dalam pembuatan sejumlah besar obat-obatan dan juga sebagai bahan pelarut atau sebagai bahan antara didalam pembuatan senyawa-senyawa lain skala laboratorium.

d. Alkohol murni (96,0 - 96,5 ºGL).

Alkohol jenis ini terutama digunakan untuk kepentingan farmasi dan konsumsi (minuman keras dan lain-lain) (Soebijanto, 1986).

Kebutuhan ethanol di dunia makin meningkat. Hal ini dapat juga dilihat pada kebutuhan nasional sebagai berikut :

Tabel I.3. Jumlah Kebutuhan Ethanol Nasional

Tahun Kebutuhan Ethanol (Liter)

2001 2002 2003 2004 25.251.852 21.076..317 34.063.193 230.613.100 (BPS, Surabaya)


(18)

Bab II Tinjauan Pustaka

II.4 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air (Kirck Othmer, 1967).

Jenis hidrolisis ada lima macam yaitu sebagai berikut : 1. Hidrolisis murni

Pada proses ini hanya melibatkan air saja. Proses ini tidak dapat menghidrolisis secara efektif karena reaksi berjalan lambat. Hidrolisis murni ini biasanya hanya untuk senyawa yang sangat reaktif dan reaksinya dapat dipercepat dengan memakai uap air.

2. Hidrolisis dengan larutan asam

Menggunakan larutan asam sebagai katalis. Larutan asam yang digunakan dapat encer atau pekat, seperti H2SO4 atau HCl.

3. Hidrolisis larutan basa

Menggunakan larutan basa encer maupun pekat sebagai katalis. Basa yang digunakan pada umumnya adalah NaOH atau KOH. Selain berfungsi sebagai katalis, larutan basa pada proses hidrolisis berfungsi untuk mengikat asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kanan. 4. Alkali fusion

Hidrolisis ini dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi, misalnya dengan menggunakan NaOH padat.

5. Hidrolisis dengan enzym

Hidrolisis ini dilakukan dengan mengunakan enzym sebagai katalis. Enzym yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzym α -amylase yang dipakai untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958).

Jika α-amylase yang diperoleh dari bacillus subtilis menghidrolisis pati dengan hasil utama maltoheksosa, maltopentaosa, dan sedikit glukosa 4-5%, maka α-amylase yang dihasilkan oleh bacillus licheniformis menghasilkan maltose, maltotriosa, maltopentosa,


(19)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

8

II.5 Fermentasi

Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari bahasa latin “Fervere” yang berati merebus (to boil). Arti kata dari bahasa latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon dioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi pada umumnya mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba, walaupun dalam beberapa hal dapat juga terjadi tanpa adanya sel-sel hidup (mikroba) (Gumbira Sa’id, 1989).

Ethanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian. Secara umum bahan-bahan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

1. Bahan yang mengandung turunan gula (sakarin) : molase, gula tebu, gula bit, sari buah.

2. Bahan yang mengandung pati : bijian-bijian, kentang, tapioka.

3. Bahan yang mengandung selulosa : kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya.

Bahan-bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi, akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi yang benar-benar masih memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri (Agus Krisno, 2002).

II.6 Saccharomyces cereviseae

Khamir adalah mikroorganisme bersel tunggal dengan ukuran antara 5 – 20 mikron, biasanya berukuran sampai 5-10x lebih besar dari bakteri. Terdapat berbagai macam bentuk ragi, bentuk ini tergantung pada


(20)

Bab II Tinjauan Pustaka

pembelahannya. Sel khamir sering dijumpai secara sel tunggal, tetapi apabila anak-anak sel tidak dilepaskan dari induknya setelah pembelahan, maka akan terjadi bentuk yang disebut pseudomiselum. Khamir tidak bergerak, pembelahan khamir terjadi secara aseksual atau tunas. Khamir sangat berperan penting dalam membantu proses-proses pembuatan bir, salah satu khamir yang baik untuk pembuatan ethanol adalah

saccharomyces cerevisiae yang mana tunasnya berkembang dari bagian permukaan sel induk (Buckle,1985).

Secara komersial khamir roti telah diproduksi pada tahun 1846 dengan ditemukan proses “wina” oleh Mautner menggunakan bahan dasar malt dan jagung. Biakan Saccharomyces cereviceae secara khusus digunakan dalam pembuatan khamir roti dan fermentasi alkohol.

Saccharomyces cereviseae ini bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cereviseae ini juga melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air (Srikandi Fardiaz, 1992).

Adapun sifat-sifat dari Saccharomyces cereviseae antara lain adalah : 1. Berbentuk bulat, ellips (bulat telur).

2. Tidak berflagella.

3. Tidak mempunyai klorofil. 4. Dapat membentuk spora.

Ragi ini memerlukan bahan makanan dan keadaan lingkungan tertentu untuk pertumbuhannya dan perkembang biakkannya. Unsur-unsur yang diperlukan, seperti : karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, kalium, nitrogen, belerang, kalsium, besi, dan magnesium. Selain itu juga diperlukan vitamin-vitamin (D.Syamsul Bachri).


(21)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

10

II.7 Landasan Teori

Selulosa dari kulit cokelat dapat diubah menjadi bioethanol dengan proses hidrolisis asam dengan kadar tertentu. Proses hidrolisa selulosa harus dilakukan dengan asam pekat agar dapat menghasilkan glukosa (Fieser.1963).

selulosa Hidrolisis Gula Fermentasi Alkohol

Selulosa adalah polimer β-glukosa dengan ikatan β-1, 4 diantara satuan glukosanya. Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polosakarida lain dan lignin dalam jumlah yang beragam. Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus hidroksil yang menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mudah, mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu. Derajat kekristalan yang tinggi menyebabkan modulus kekenyalan sangat meningkat dan daya regang serat selulosa menjadi lebih besar dan mengakibatkan makanan yang mengangung selulosa lebih liat (John,1997). Selulosa yang merupakan polisakarida terbanyak di bumi dapat diubah menjadi glukosa dengan cara hidrolisis asam (Groggins,1985).

Gambar 2.1. Rumus Bangun Selulosa

II.7.1 HidrolisisAsam

Hidrolisis adalah reaksi organik dan anorganik yang mana terdapat pengaruh air terhadap komposisi ganda (XY), menghasilkan hydrogen dengan komposisi Y dan komposisi X dengan hidroksil, dengan reaksi sebagai berikut


(22)

Bab II Tinjauan Pustaka

Hidrolisis asam adalah hidrolisis dengan mengunakan asam yang dapat mengubah polisakarida (pati, selulosa) menjadi gula. Dalam hidrolisis asam biasanya digunakan asam chlorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4)

dengan kadar tertentu. Hidrolisis ini biasanya dilakukan dalam tangki khusus yang terbuat dari baja tahan karat atau tembaga yang dihubungkan dengan pipa saluran pemanas dan pipa saluran udara untuk mengatur tekanan dalam udara (Soebijanto, 1986).

Selulosa dari limbah kulit coklat dapat diubah menjadi ethanol dengan proses hidrolisis asam dengan kadar tertentu. Proses hidrolisis selulosa harus dilakukan dengan asam pekat agar dapat menglhasilkan glukosa (Fieser, 1963).

Proses hidrolisis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : 1. pH (derajat keasaman)

pH mempengaruhi proses hidrolisis sehingga dapat dihasilkan hidrolisis yang sesuai dengan yang diinginkan, pH yang baik untuk proses hidrolisis adalah 2,3 (Soebijanto,1986).

2. Suhu

Suhu juga mempengaruhi proses kecepatan reaksi hidrolisis, suhu yang baik untuk hidrolisis selulosa adalah sekitar 21 oC

3. Konsentrasi

Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi hidrolisis, untuk hidrolisis asam digunakan konsentrasi HCl pekat atau H2SO4 pekat (Groggins,1985).

Dalam proses ini selulosa dalam limbah kulit cokelat diubah menjadi glukosa dengan reaksi sebagai berikut:

(C6H10O5)n + n H2O C6H12O6

selulosa glukosa

II.7.2 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologik yang saling mempengaruhi secara beraturan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam


(23)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

12

konstituent sel yang vital serta perkembangbiakkan. Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan masa sel, sedangkan kecepatan petumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya.

Pertumbuhan mikroorganisme dapat digambarkan sebagai kurva berikut :

Gambar 1. kurva Pertumbuhan Kultur Jasad Renik Keterangan Gambar :

a. Fase Adaptasi

Fase ini adalah waktu penyesuaian suatu mikroorgnisme yang dipindahkan ke media lain yang berbeda dari media asalnya. Lamanya fase ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

1. Medium dan lingkungan pertumbuhan

Jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru sangat berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim – enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme.

2. Jumlah inokulum

Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi. b. Fase Pertumbuhan Awal

Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.


(24)

Bab II Tinjauan Pustaka

c. Fase Pertumbuhan Logaritmik

Sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti pH, kandungan nutrient, suhu dan kelembabab udara. Pada fase ini sel membutuhkan energi lebih benyak dari fase lainnya dan juga paling sensitive terhadap keadan lingkungan.

d. Fase Pertumbuhan lambat

Pada fase ini pertumbuhan populasi jasad renik diperlambat karena beberapa sebab :

1.Zat nutrisi didalam medium sudah sangat berkurang.

2.adanya hasil – hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.

e. Fase Pertumbuhan Statis (tetap)

Pada fase ini, jumlah populasi sel tetap, karena jumlah sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Ukuran sel menjadi lebih kecil, karena sel terus membelah sementara nutrisi yang ada semakin berkurang. Pada fase ini sel memjadi lebih tahan terhadap keadaan akstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan kimi.

f. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian

Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab, yaitu :

1. Nutrient didalam medium sudah habis 2. Energi cadangan didalam sel habis

Jumlah sel yang mati akan semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrient, lingkungan dan jenis jasad renik.

11.7.3 Fermentasi

Ethanol merupakan bentuk alami yang dihasikan dari proses fermentasi yang banyak ditemukan dalam produk bir, anggur, spiritus dan masih banyak lagi. Minuman beralkohol dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :


(25)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

14

2. Produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Dalam pembentukan alkohol melalui fermentasi, peran mikrobiologi sangat besar dan biasanya mikrobiologi yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara cepat.

2. Bersifat membentuk flakulasi dan sedimentasi.

3. Mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi). 4. Toleran terhadap alkohol yanng tinggi (antara 14 – 15 %).

5. Mempunyai sifat regenerasi yang cepat.

Minuman beralkohol yang dihasilkan tanpa distilasi (hasil fermentasi) biasanya mempunyai kadar alkohol antara 3 – 18 %. Untuk mempertinggi kadar alkohol dalam produk sering kali hasil fermentasi di distilasi dan kadar alkohol yang dihasilkan antara 29 – 50 %. Prinsipnya reaksi proses pembentukan ethanol dengan fermentasi sebagai berikut :

Pada hasil fermentasi biasanya terbentuk larutan alkohol yang encer, karena sel-sel khamir akan mati bila kadar ethanol melebihi 12– 15% (Gumbira Sa’id, 1987).

Hasil fermentasi yang ideal adalah 51,1 % ethanol dan 48,9 % karbondioksida. Hasil fermentasi alkohol yang optimum dinyatakan dalam % glukosa yang difermentasi diantaranya :

Ethyl alkohol = 48,8

Karbondioksida = 46,6

Gliserol = 3,3

Asam suksinat = 0,6

Selulosa dan sebagainya = 1,2

(Soebijanto, 1986)

C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2


(26)

Bab II Tinjauan Pustaka

Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi antara lain sebagai berikut :

a. pH

pH yang baik untuk fermentasi, yaitu antara pH 4 - 5. pH ini adalah pH yang disenangi oleh ragi dan pada pH ini dapat menahan perkembangan banyak jenis bakteri. Untuk mengasamkan biasanya dipergunakan asam sulfat. Yang lebih baik lagi adalag asam laktat, karena asam laktat baik untuk pertumbuhan ragi, tetapi keburukannya dapat tumbuh bakteri asam butirat yang dapat merugikan fermentasi dari ragi.

b. Waktu

Waktu yang diperlukan untuk fermentasi tergantung pada temperatur, konsentrasi gula. Tetapi pada umumnya waktu yang diperlukan adalah 7 hari (Judoamidjojo.1992).

c. Suhu

Pada umumnya suhu yang baik untuk proses fermentasi antara 25– 30ºC. Semakin rendah suhu fermentasi akan semakin tinggi alkohol yang di hasilkan. Hal ini dikarenakan pada suhu yang rendah fermentasi akan lebih lengkap dan kehilangan alkohol karena terbawa oleh gas karbondioksida akan lebih sedikit.

d. Bahan Nutrient

Kecepatan fermentasi akan dipengaruhi oleh konsentrasi garam logam dalam perasan. Pada konsentrasi yang rendah akan menstimulur. Aktivitas dan pertumbuhan khamir, sedangkan pada konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan khamir. Unsur yang dibutuhkan untuk aktivitas khamir antara lain Mg, K, Zn, CO, Fe, Ca, Cu, P, S, dan N. Sebagai sumber P dan N perlu ditambahkan ammonium phospat. Sebagai sumber N lainnya dapat pula ditambahkan ammonium klorida dan ammonium karbonat. Vitamin yang berfungsi sebagi faktor pertumbuhan khamir.


(27)

Penelitian

Bab II Tinjauan Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

16

e. Konsentarsi Gula

Gula yang ditambahkan pada sari buah bertujuan untuk memperoleh kadar alkohol yang lebih tinggi, walaupun jika kadar gula tertalu tinggi aktivitas khamir dapat terhambat. Kandungan gula optimum yang diberikan untuk fermentasi adalah 25%. Untuk permulaan fermentasi adalah 16 %. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan khamir pada awal fermentasi. Penambahan kadar gula akan mengarahkan fermentasi lebih sempurna serta menghasilkan alkohol yang tinggi (Sardjoko.1991).

f. Volume starter

Volume starter yang baik untuk melakukan fermentasi adalah 1/10 bagian dari volume substrat

Dalam proses fermentasi ini, glukosa dari hasil fermentasi diubah menjadi ethanol dengan reaksi sebagai berikut :

C6H12O6

Saccharomyces S.

2C2H5OH + 2CO2 Glukosa Etanol

Pada penelitian terdahulu telah dilakukan penelitian terhadap biji kapas dengan proses hidrolisis yang menggunakan 0,8 % H2SO4 pada suhu

120oC selama 1 jam sehingga dihasilkan kadar glukosa tertinggi 13,848 %. Glukosa ini mendapat perlakuan fermentasi yang optimum selama 72 jam dengan kadar ethanol 7,86 % setelah proses distilasi.( Rois Akbar Zulzaki,2005 ).

Pada penelitian terdahulu tentang buah siwalan dilakukan proses hidrolisis dengan pH 2,3 , suhu 100oC , H2SO4 1 N. Dengan proses tersebut

dapat dihasilkan kadar glukosa optimum sebesar 21,86 % kemudian dilakukan proses fermentasi dengan penambahan optimum (NH4)HPO4

sebesar 9 gram sehingga didapatkan 9,92 % ethanol setelah distilasi dan kadar glukosa sisa sebesar 8,02 %. (Eri Maryudha Saputra, 2007).


(28)

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada peneliti terdahulu telah dilakukan penelitian terhadap pembuatan ethanol dari buah mengkudu dengan proses hidrolisis dengan PH 2,3 selama 60 menit, HCl 0,4 N. Dengan proses tersebut dapat dihasilkan kadar glukosa sebesar 8,23 %, kemudian dilakukan proses fermentasi dengan penambahan volume stater 10 % dengan waktu fermentasi 60 jam didapatkan kadar alkohol 6,24 % ethanol setelah didestilasi dan kadar glukosa sisa sebesar sebesar 1,99 %. (Riszki Januardina, 2007).

II.8 Hipotesa

Bioethanol yang dibuat dari limbah kulit buah cokelat yang dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam, yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Dengan peubah yang dijalankan antara lain Berat limbah kulit cokelat, pH larutan dan waktu fermentasi. Agar diharapkan dari proses tersebut dapat diperoleh hasil bioethanol yang terbaik.


(29)

Penelitian

Bab III Metode Penelitian

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

18

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 BAHAN

III.1.1 Bahan untuk penelitian

1. Aquadest 2. Agar – agar 3. Asam sitrat 4. Ekstrak daging 5. Kulit buah cokelat 6. Kecambah

7. KH2PO4

8. Larutan HCl 37 % 9. NaOH

10.Pepton

11.Saccharomyces cereviseae III.1.2 Bahan untuk analisa

1. Fenol 2. Ethanol 3. NaHCO3

4. Na2Co3

5. Na2SO4

6. CuSO4.5H2O

7. Na2SO4

8. (NH4)6 MO2O24.4 H2O

9. H2SO4

10.Na2H A SO4. 7 H2O


(30)

Bab III Metode Penelitian

III.2 ALAT – ALAT

1. Autoclave 2. Beaker glass 3. Erlenmeyer 4. Exicator 5. Kertas pH 6. Kertas saring 7. Neraca analitik 8. Pengaduk 9. Pemanas 10.Piknometer 11.Pipet tetes

12.Perangkat fermentasi 13.Perangkat distilasi

III.3 GAMBAR SUSUNAN ALAT

III.3.1 Proses Hidrolisis

Keterangan gambar :

1.Pengaduk. 2. Tempat hidrolisis

Gamabr 1. Alat Hidrolisis 1


(31)

Penelitian

Bab III Metode Penelitian

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

20

III.3.2 Proses Fermentasi

Keterangan gambar :

1. Selang.

2. Botol indikator. 3. Botol fermentasi. 4. Tutup sumbat.

Gambar 2. Proses Fermentasi

III.3.3 Proses distilasi

Keterangan gambar :

1. Kompor.

2. Labu distilasi.

3. Kondensor.

4. Termometer.

5. Penampung distilat.

Gambar 3. Alat Distilasi

III.4 Peubah

1. Proses Hidrolisis

Peubah yang ditetapkan

a. Bahan baku yang digunakan = limbah kulit cokelat

b. Volume H2O = 700 ml

c. Suhu = 30oC

d. Waktu Hidrolisa = 1 hari

Peubah yang dijalankan

a. Berat limbah kulit cokelat = 25, 30, 35, 40, 45 (gram) b. pH larutan = 1, 2, 3, 4, 5

1

2 3

4

1

2 3

4


(32)

Bab III Metode Penelitian

2. Fermentasi

Peubah yang ditetapka

a. Suhu = 30 oC

b. pH hidrolisis = 4,5

c. Starter = 10 % dari volume cairan

d. Volume fermentasi = 250 ml

Peubah yang dijalankan

a. Waktu Fermentasi = 2, 3, 4, 5, 6, 7 (hari)

3. Distilasi

Suhu 80 oC dan volume bottom yang tertinggal kurang lebih 1/10 bagian dari fermentasi.

III.5 Prosedur Penelitian III.5.1 Hidrolisis

1. Menimbang kulit cokelat sesuai dengan peubah yang telah dijalankan (25, 30, 35, 40, 45 gram).

2. Merendam kulit cokelat ke dalam 700 ml H2O dengan

menambahkan larutan HCl 37 % sesuai dengan pH yang dijalankan dan pada suhu 30oC selama 1 hari.

3. Menyaring larutan tersebut dan mengambil filtratnya.

4. Menganalisa kadar glukosa pada filtrat hasil hidrolisa dan mencari kondisi terbaik untuk dilakukan fermentasi.

III.5.2 Fermentasi

1. Hasil glukosa terbaik yang diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu glukosa yang diperoleh dari hidrolisis kulit cokelat sebanyak 25 gr dengan pH 4.

2. Menambahkan NaOH 1N ke dalam filtrat hasil hidrolisa yang akan difermentasi hingga mencapai pH fermentasi yang telah


(33)

Penelitian

Bab III Metode Penelitian

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

22

3. Memasukkan starter ke dalam larutan tersebut dalam kondisi anaerobik.

4. Menutup rapat botol dan mengamati selama 2 – 7 hari. 5. Kemudian dianalisa kadar ethanol.

III.5.3 Prosedur Proses Distilasi

Hasil dari fermentasi yang didapat dimasukkan kedalam labu distilasi untuk mendapatkan etanol dari glukosa. Proses distilasi ini dijalankan pada suhu 80 oC selama kurang lebih 2 jam. Kemudian dianalisa kadar bioethanol.


(34)

Bab III Metode Penelitian

III.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Bioethanol

Limbah kulit

cokelat

Diblender Pengeringan alami ( 2 – 3 ) hari

Oven 100 oC 3 jam

Limbah kulit cokelat kering 25,30,35,40,45 (gram)

Hidrolisis 1 hari H2O 700 ml + HCl 37 %

Sampai pada pH 1,2,3,4,5

Filtrasi Padatan

Filtrat

Uji Glukosa, hasil terbaik pada berat limbah kulit cokelat 20, 30, 45 (gram) dengan pH 4. Dari hasil hidrolisis limbah kulit cokelat. Ditambahkan As.Sitrat hingga

mencapai pH fermentasi yang telah ditetapkan (4,5).

Saccharomyces cerevisiae

10% dikali volume cairan

Filtrasi

Filtrat

Padatan

Distilasi

Analisa Bioethanol Fermentasi 2, 3, 4, 5, 6, 7 (hari)


(35)

Penelitian

Bab III Metode Penelitian

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

24

III.7 Diagram Proses Fermentasi

A. Bagan Pembuatan Nutrient Agar

B. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Pembiakan Kultur

Ekstrak daging (0,6 gram) Pepton (1 gram) Agar-agar (2,8 gram)

Aquadest (500 ml) dipanaskan

Sterilisasi (121 oC, 15 menit)

Didinginkan

Pindahkan dalam tabung reaksi Dikerjakan dalam ruang steril

Media dalam tabung siap ditanami

Ekstrak daging (0,3 gram) Pepton (0,5 gram) NaCl (0,5 gram)

Aquadest (100 ml) dipanaskan

Sterilisasi (121 oC, 30 menit)

Didinginkan

Media siap ditanami

Di goyang atau di shaker


(36)

Bab III Metode Penelitian

C. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Kurva Pertumbuhan

 

Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar

Aquadest (500 ml), direbus

Ditambahkan gula ( 25 gram ) dan KH2PO4 ( 5 gram )

Didihkan 30 menit, lalu disaring

Asam sitrat dibuat pH 4,5 Disterilkan ( 121oC, 15 menit )

Diinkubasi ( 48 jam ) Setiap 2 jam diambil sampel

Saccharomyces Cereviceae 50 ml


(37)

Penelitian

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Bahan Baku (Limbah kulit buah cokelat)

Berdasarkan unsur pembentuk bioethanol (selulosa dan glukosa)

maka Limbah kulit buah cokelat kering dianalisa terlebih dahulu kadar selulosa dan glukosa sebelum dilakukan proses hidrolisis. Hasil analisis laboratorium diketahui kualitas limbah kulit buah cokelat seperti tercantum dalam Tabel V.1

Tabel IV-1. Kadar Selulosa dan Kadar Glukosa pada Limbah kulit buah cokelat

Sampel Kadar selulosa (%)

Kadar Glukosa (%)

1 55,80 4,20 Sumber : Laboratorium Instrumentasi FTI/TK UPN “Veteran” Jatim (2009)

IV.2. Proses Hidrolisis

Setelah didapat hasil analisa kadar glukosa awal, selanjutnya dilakukan proses hidrolisis untuk memecah selulosa yang terkandung dalam kulit cokelat menjadi glukosa. Hasil analisa yang didapat untuk kadar glukosa setelah hidrolisis adalah sebagai berikut :


(38)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Tabel IV-2. Hasil Analisa Kadar Glukosa

NO pH Berat bahan (gram)

Kadar Glukosa (%)

1 25 35,0

2 30 13,0

3 35 11,5

4 40 4,5

5

1

45 18,0

1 25 12,5

2 30 4,5

3 35 8,5

4 40 5,0

5

2

45 11,0

1 25 3,0

2 30 7,5

3 35 11,5

4 40 3,0

5

3

45 8,5

1 25 25,5

2 30 11,5

3 35 9,0

4 40 8,0

5

4

45 16,0

1 25 7,0

2 30 16,0

3 35 16,5

4 40 13,0

5

5

45 23,5 Sumber : Laboratorium Instrumentasi UPN FTI/TK UPN “Veteran” Jatim (2009)


(39)

Penelitian

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

28

Grafik IV-1. Pengaruh pH hidrolisis dan berat kulit cokelat terhadap kadar glukosa

Proses hidrolisis dilakukan dengan berat limbah kulit cokelat bervariasi yaitu : 25, 30, 35, 40, 50 gram dengan penambahan HCl 37% yang bervariasi pada pH : 1, 2, 3, 4, 5. Setelah proses hidrolisis selesai diperoleh filtrat dan padatan, filtrat akan diproses secara proses fermentasi untuk memperoleh kadar ethanol dan padatan dipisahkan. Filtrat diukur pH nya sesuai syarat proses fermentasi yaitu kurang lebih 4,5. Untuk memperoleh pH 4,5 dilakukan penambahan NaOH apabila pH filtrat dibawah 4,5 dan dilakukan penambahan asam sitrat apabila pH filtrat diatas 4,5.

Dari Grafik IV-1 diperoleh pengaruh pH hidrolisis terhadap berat kulit cokelat. Dari gambar tersebut dihasilkan nilai kadar glukosa mengalami kenaikan setelah penambahan HCl sampai pH yang dijalankan hal tersebut dapat disimpulkan proses hidrolisis berjalan dengan sempurna. Dari kondisi yang dijalankan dalam proses hidrolisis kadar glukosa terbaik sebesar 35,5 % yang diperoleh dari proses hidrolisis pada pH 1 dengan berat kulit cokelat sebesar 25 gram.

Kadar glukosa yang digunakan dalam proses fermentasi adalah sebesar 25,5 %, 11,5 %, dan 16 % yang diperoleh dari proses hidrolisis pada pH 4 dengan berat kulit cokelat sebesar 25, 30, 45 (gram). Kondisi


(40)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

ini dipilih Karena dalam proses fermentasi dibutuhkan pH 4,5 maka pH 4 paling mendekati, untuk berat kulit cokelat yang bervariasi. Kadar glukosa optimum yang dikemukakan oleh Sardjoko untuk proses fermentasi adalah sebesar 25 %. Untuk permulaan fermentasi adalah 16 %, Glukosa inilah yang akan difermentasi dengan variasi hari.


(41)

Penelitian

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

30

IV.3 Hasil Fermentasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar glukosa sisa dan kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV-3. Pengaruh berat kulit cokelat dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa Sisa yang Dihasilkan pada Proses Fermentasi

Waktu Fermentasi

Berat kulit

cokelat Kadar Glukosa Sisa

(hari) ( gram ) (%)

25 16,3 30 7,8

2 45 12

25 14,9 30 6,8

3 45 8,7

25 11,3 30 4,3

4 45 4,9

25 8,6 30 1,5

5 45 3,6

25 2,5 30 1,0

6 45 3,2

25 1,05 30 0,83


(42)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Grafik IV-2. Hubungan antara kadar glukosa sisa fermentasi terhadap lama fermentasi dan berat kulit cokelat

Proses fermentasi filtrat kulit cokelat seperti Gambar IV-2 dari proses hidrolisis dipilih berat kulit cokelat 25, 30, 45 (gram) dengan penambahan HCl pada pH 4, kemudian dilakukan penambahan starter (saccaromycess sereviceai cair) 10 %. Dengan waktu fermentasi 2, 3, 4, 5, 6, 7 hari akan diperoleh kadar glukosa sisa.

Setelah dilakukan analisa kadar glukosa sisa pada proses fermentasi, dengan penambahan jumlah starter 10 % dari volume cairan (filtrat) menunjukkan kadar glukosa sisa kecil. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan riset pendahuluan dan sesuai dengan Jurnal yaitu penambahan jumlah starter 10 % dari volume cairan (filtrat), ditunjukkan pada Grafik 3.3 dapat dilihat bahwa pada waktu fermentasi 2 hari hingga 7 hari kadar glukosa sisa untuk jumlah berat kulit cokelat yang berbeda-beda relatif menurun. Pada penelitian kali ini menunjukkan waktu fermentasi yang terbaik adalah 7 hari dengan menggunakan berat kulit cokelat 30 gram dengan kadar glukosa sisa sebesar 0,83 %. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan riset pendahuluan dan menurut Jurnal waktu fermentasi yang baik yaitu 7 hari. Waktu fermentasi 6 hari paling baik karena fasa optimum dari saccaromyces cereviciae, dibawah 6 hari terjadi penyesuaian


(43)

Penelitian

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

32

atau pertumbuhan saccaromyces cereviciae dan setelah 6 hari terjadi fase regenerasi atau pergantian Saccaromyces cereviciae.

IV.4 Analisa Hasil Distilasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV-4. Pengaruh Berat kulit cokelat dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Waktu Fermentasi

Berat kulit

cokelat Kadar Ethanol

(hari)

(gram) (%)

25 0,66 30 0,19

2 45 0,59

25 3,44 30 2,20

3 45 2,82

25 5,42 30 4,35

4 45 5,34

25 7,82 30 6,38

5 45 7,74

25 10,90 30 8,66

6 45 9,90

25 9,66 30 8,05

7 45 9,12


(44)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Gambar IV-3. Pengaruh Lama Fermentasi pada Berat kulit cokelat Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Setelah dilakukan analisa, kadar Bioethanol yang terbesar yaitu

10,9% terjadi pada saat fermentasi berlangsung selama 6 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 10 % dan berat kulit cokelat 25 gram. Sedangkan hasil yang paling rendah yaitu pada saat fermentasi berlangsung selama 2 hari dengan jumlah starter Saccharomyces cerevisiae 10 % dan berat kulit cokelat 30 gram hasil Bioethanol sebesar 0,2%. Hal ini disebabkan pada saat waktu fermentasi 6 hari paling baik karena fasa optimum dari Saccaromyces cereviciae, dibawah 6 hari terjadi penyesuaian atau pertumbuhan Saccaromyces cereviciae dan setelah 6 hari terjadi fase regenerasi atau pergantian Saccaromyces cereviciae.

Berdasarkan data dari pabrik ethanol PT.MOLINDO RAYA INDUSTRIAL dapat diketahui bahwa pada proses fermentasi dengan kadar glukosa 12 % dapat menghasilkan ethanol dengan kadar 9 %. Sedangkan dari hasil penelitian, proses fermentasi dengan kadar glukosa sebesar 25,5 % dapat menghasilkan ethanol setelah distilasi dengan kadar 10,90 %.


(45)

Penelitian

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

34

Dari hasil penelitian, seharusnya dengan kadar glukosa awal yang lebih tinggi dari glukosa awal di pabrik ethanol maka kadar ethanol yang diperoleh seharusnya lebih besar. Tetapi pada kenyataannya kadar ethanol dari penelitian lebih kecil daripada pabrik ethanol PT. MOLINDO RAYA INDUSTRIAL. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi tidak berjalan sempurna, dimana pada saat fermentasi khamir Saccharomyces

cerevisiae yang digunakan hanya untuk memecah glukosa saja dan tidak

dapat untuk memecah selulosa menjadi bioethanol dan tidak adanya bahan penunjang yang ditambahkan ke dalam larutan fermentasi seperti urea, SP 36, asam sulfat, defoaming agent. Sehingga hasil kadar bioethanol yang diperoleh kecil.


(46)

Bab V Kesimpulan Dan Saran

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Kadar Glukosa dan selulosa awal pada kulit cokelat kering adalah 4,20% dan 55,80%.

2. Pada proses hidrolisis kadar glukosa yang terbaik untuk proses fermentasi adalah 25,5 %. Kadar glukosa sebesar 25,5 % ini diperoleh dengan menambahkan 25 gram limbah kulit buah cokelat kering ke dalam 700 ml H2O dengan pH 4.

3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan menggunakan berat kulit cokelat 25 gram. Proses fermentasi berlangsung selama 6 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 10,9% Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 1,05% 4. Limbah kulit buah cokelat dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif

pembuatan bio-ethanol.

V.2 Saran

Pada penelitian ini kadar glukosa yang dihasilkan sudah maksimal, tetapi kadar bioethanol yang dihasilkan tidak maksimal karena pada proses fermentasi tidak berjalan dengan baik.

Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan proses hidrolisis enzim untuk memecah selulosa menjadi glukosa misalnya Kapang selulolitik yang cukup baik memproduksi enzim selulolitik adalah

Trichoderma viride dan proses fermentasi digunakan jenis bakteri yang

dapat memecah glukosa dan selulosa seperti bakteri Zymomonas mobilis dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa dan selulosa menjadi bioethanol. Selain itu untuk mendapatkan kadar bioethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.


(47)

Penelitian Daftar Pustaka

Program Studi S - 1 Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri - UPN “Veteran” Jatim

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, D.S., Laporan Penelitian Pembuatan Alkohol dari Nira Aren dan

Lontara, Departemen Perindustrian Balai Penelitian Kimia, Ujung

Pandang.

Budiyanto, Krisno Agus.H.DR.MKes. 2002, Mikrobiologi Dasar, Hal 71 – 75, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Daulay, D., 1991, Teknologi Fermetasi Sayuran dan Buah-buahan, Pusar Antar Universitas IPB, Bogor.

Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Edisi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Groggins, P.H., 1958, Unit Proses in Organic Synthetis, Fifth edition, Mc Graw Hill, Kogakasha.

H.S. Siregar Tumpal dkk, 1998, Budidaya, Pengelolaan dan Pemasaran

Cokelat, Penebar Swadaya, Jakarta.

http://209.85.175.104/search?q=cache:R1QSmXmLfvQJ:Wanti-Manda

.blogsome.com/2008/12/18/buah cokelat-pakan-ternak-kulit-cokelat-sejarah buah cokelat /+kandungan+kulit+cokelat &hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id

Kusnawidjaja, K.Dr., 1983, Biokimia, Alumni, Bandung.

Rahman, A., 1989, Pengantar Teknologi Fermentasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Sa’id, E Gumbira, Penerapan Teknologi Fermentasi, PT. Melton Putra, Jakarta,1987.

Sa’id, E.G., 1989, Fermentor, IPB, Bogor.

Winarno, F.G., 1994, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(1)

Grafik IV-2. Hubungan antara kadar glukosa sisa fermentasi terhadap lama fermentasi dan berat kulit cokelat

Proses fermentasi filtrat kulit cokelat seperti Gambar IV-2 dari proses hidrolisis dipilih berat kulit cokelat 25, 30, 45 (gram) dengan penambahan HCl pada pH 4, kemudian dilakukan penambahan starter (saccaromycess sereviceai cair) 10 %. Dengan waktu fermentasi 2, 3, 4, 5, 6, 7 hari akan diperoleh kadar glukosa sisa.

Setelah dilakukan analisa kadar glukosa sisa pada proses fermentasi, dengan penambahan jumlah starter 10 % dari volume cairan (filtrat) menunjukkan kadar glukosa sisa kecil. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan riset pendahuluan dan sesuai dengan Jurnal yaitu penambahan jumlah starter 10 % dari volume cairan (filtrat), ditunjukkan pada Grafik 3.3 dapat dilihat bahwa pada waktu fermentasi 2 hari hingga 7 hari kadar glukosa sisa untuk jumlah berat kulit cokelat yang berbeda-beda relatif menurun. Pada penelitian kali ini menunjukkan waktu fermentasi yang terbaik adalah 7 hari dengan menggunakan berat kulit cokelat 30 gram dengan kadar glukosa sisa sebesar 0,83 %. Hal ini disebabkan karena sudah dilakukan riset pendahuluan dan menurut Jurnal waktu fermentasi yang baik yaitu 7 hari. Waktu fermentasi 6 hari paling baik karena fasa optimum dari saccaromyces cereviciae, dibawah 6 hari terjadi penyesuaian


(2)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

atau pertumbuhan saccaromyces cereviciae dan setelah 6 hari terjadi fase regenerasi atau pergantian Saccaromyces cereviciae.

IV.4 Analisa Hasil Distilasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV-4. Pengaruh Berat kulit cokelat dan Lama Fermentasi Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Waktu Fermentasi

Berat kulit

cokelat Kadar Ethanol

(hari)

(gram) (%)

25 0,66 30 0,19

2 45 0,59

25 3,44 30 2,20

3 45 2,82

25 5,42 30 4,35

4 45 5,34

25 7,82 30 6,38

5 45 7,74

25 10,90 30 8,66

6 45 9,90

25 9,66 30 8,05


(3)

Gambar IV-3. Pengaruh Lama Fermentasi pada Berat kulit cokelat Terhadap Kadar Ethanol yang Dihasilkan pada Proses Distilasi

Setelah dilakukan analisa, kadar Bioethanol yang terbesar yaitu

10,9% terjadi pada saat fermentasi berlangsung selama 6 hari dengan jumlah starter Saccharomyces Cerevisiae 10 % dan berat kulit cokelat 25 gram. Sedangkan hasil yang paling rendah yaitu pada saat fermentasi berlangsung selama 2 hari dengan jumlah starter Saccharomyces cerevisiae 10 % dan berat kulit cokelat 30 gram hasil Bioethanol sebesar 0,2%. Hal ini disebabkan pada saat waktu fermentasi 6 hari paling baik karena fasa optimum dari Saccaromyces cereviciae, dibawah 6 hari terjadi penyesuaian atau pertumbuhan Saccaromyces cereviciae dan setelah 6 hari terjadi fase regenerasi atau pergantian Saccaromyces cereviciae.

Berdasarkan data dari pabrik ethanol PT.MOLINDO RAYA INDUSTRIAL dapat diketahui bahwa pada proses fermentasi dengan kadar glukosa 12 % dapat menghasilkan ethanol dengan kadar 9 %. Sedangkan dari hasil penelitian, proses fermentasi dengan kadar glukosa sebesar 25,5 % dapat menghasilkan ethanol setelah distilasi dengan kadar 10,90 %.


(4)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Dari hasil penelitian, seharusnya dengan kadar glukosa awal yang lebih tinggi dari glukosa awal di pabrik ethanol maka kadar ethanol yang diperoleh seharusnya lebih besar. Tetapi pada kenyataannya kadar ethanol dari penelitian lebih kecil daripada pabrik ethanol PT. MOLINDO RAYA INDUSTRIAL. Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi tidak berjalan sempurna, dimana pada saat fermentasi khamir Saccharomyces cerevisiae yang digunakan hanya untuk memecah glukosa saja dan tidak dapat untuk memecah selulosa menjadi bioethanol dan tidak adanya bahan penunjang yang ditambahkan ke dalam larutan fermentasi seperti urea, SP 36, asam sulfat, defoaming agent. Sehingga hasil kadar bioethanol yang diperoleh kecil.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Kadar Glukosa dan selulosa awal pada kulit cokelat kering adalah 4,20% dan 55,80%.

2. Pada proses hidrolisis kadar glukosa yang terbaik untuk proses fermentasi adalah 25,5 %. Kadar glukosa sebesar 25,5 % ini diperoleh dengan menambahkan 25 gram limbah kulit buah cokelat kering ke dalam 700 ml H2O dengan pH 4.

3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan menggunakan berat kulit cokelat 25 gram. Proses fermentasi berlangsung selama 6 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 10,9% Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 1,05% 4. Limbah kulit buah cokelat dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif

pembuatan bio-ethanol.

V.2 Saran

Pada penelitian ini kadar glukosa yang dihasilkan sudah maksimal, tetapi kadar bioethanol yang dihasilkan tidak maksimal karena pada proses fermentasi tidak berjalan dengan baik.

Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan proses hidrolisis enzim untuk memecah selulosa menjadi glukosa misalnya Kapang selulolitik yang cukup baik memproduksi enzim selulolitik adalah Trichoderma viride dan proses fermentasi digunakan jenis bakteri yang dapat memecah glukosa dan selulosa seperti bakteri Zymomonas mobilis dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa dan selulosa menjadi bioethanol. Selain itu untuk mendapatkan kadar bioethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.


(6)

Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, D.S., Laporan Penelitian Pembuatan Alkohol dari Nira Aren dan

Lontara, Departemen Perindustrian Balai Penelitian Kimia, Ujung

Pandang.

Budiyanto, Krisno Agus.H.DR.MKes. 2002, Mikrobiologi Dasar, Hal 71 – 75, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Daulay, D., 1991, Teknologi Fermetasi Sayuran dan Buah-buahan, Pusar Antar Universitas IPB, Bogor.

Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, Edisi 1, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Groggins, P.H., 1958, Unit Proses in Organic Synthetis, Fifth edition, Mc Graw Hill, Kogakasha.

H.S. Siregar Tumpal dkk, 1998, Budidaya, Pengelolaan dan Pemasaran

Cokelat, Penebar Swadaya, Jakarta.

http://209.85.175.104/search?q=cache:R1QSmXmLfvQJ:Wanti-Manda

.blogsome.com/2008/12/18/buah cokelat-pakan-ternak-kulit-cokelat-sejarah buah cokelat /+kandungan+kulit+cokelat &hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id

Kusnawidjaja, K.Dr., 1983, Biokimia, Alumni, Bandung.

Rahman, A., 1989, Pengantar Teknologi Fermentasi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Sa’id, E Gumbira, Penerapan Teknologi Fermentasi, PT. Melton Putra, Jakarta,1987.

Sa’id, E.G., 1989, Fermentor, IPB, Bogor.

Winarno, F.G., 1994, Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.