PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SOSIAL DAN KECERDASAN INTERPERSONAL TERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA SISWA SMP SWASTA DI MEDAN.

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SOSIAL

DAN KECERDASAN INTERPERSONAL TERHADAP

HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

SISWA SMP SWASTA DI MEDAN

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Pendidikan

program studi Teknologi Pendidikan

Oleh

ROMIDI

NIM

809 122 043

PRODI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

SISWA SMP SWASTA DI MEDAN

TESIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Pendidikan

program studi Teknologi Pendidikan

Oleh

ROMIDI

NIM

809 122 043

PRODI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel hal.

1. Hasil Ujian Akhir Pendidikan Agama Buddha Beberapa Sekolah di Medan Tahun Pelajaran 2008/2009 ...……….... 3 2. Penanganan Kasus Siswa oleh BK SMP DR Wahidin Sudirohusodo ..……… 3 3. Struktur Model Pengajaran dan Pembelajaran Bermain Peran ..……….……... 27 4. Struktur Model Pengajaran dan Pembelajaran Investigasi Kelompok ..……… 35 5. Perbedaan Model Pembelajaran Bermain Peran dengan Model Investigasi

Kelompok ..……… 41 6. Desain Eksperimen Faktorial 2x2 ..………... 64 7. Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Ranah

Kognitif ... 69 8. Kisi-Kisi Instrumen Skala Sikap Pelajaran Pendidikan Agama Buddha ... 70 9. Kisi-kisi Instumen Tes Kecerdasan Interpersonal …………...……….. 71 10. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang

Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran ...……… 77 11. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok 79 12. Distribusi frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi ...………. 80 13. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal rendah ..………. 82 14. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran ...……….. 83 15. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran ...……….. 85 16. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha

Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..………... 86


(7)

ix

17. Distribusi Frekuensi Deskripsi Data Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..………... 88 18. Rangkuman Analisis Uji Normalitas Data Hasil Belajar PAB Siswa

Berdasarkan Model Pembelajaran Sosial ………...…... 89 19. Rangkuman Analisis Uji Normalitas Data Hasil Belajar PAB Siswa

Berdasarkan Kecerdasan Interpersonal ....………...…... 90 20. Rangkuman Analisis Uji Normalitas Data Interaksi Antara Model

Pembelajaran Sosial dengan Kecerdasan Interpersonal ..……….. 90 21. Rangkuman Analisis Data Uji Homogenitas Varian pada Kelompok Sampel

Model Pembelajaran ………...………. 91 22. Rangkuman Analisis Data Uji Homogenitas Varian pada Kelompok Sampel

Kecerdasan Interpersonal ………...………. 91

23. Rangkuman Analisis Data Uji Homogenitas Varian Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kecerdasan Interpersonal ..…...………...……. 92 24. Rangkuman Data Analisis Deskriptif Model Pembelajaran dengan

Kecer-dasan Interpersonal ...………..………... 93 25. Rangkuman Hasil Analisis Varian ……… 94


(8)

ABSTRAK

Romidi, Nim .809 122 043. Pengaruh Model Pembelajaran Sosial dan Kecerdasan Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa SMP Swasta di Medan. Tesis. Medan: Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Medan, 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) perbedaan hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok; (2) perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dengan siwa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah; (3) interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal dalam mempengaruhi hasil belajar Pendidikan Agama Buddha.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Swasta DR Wahidin Sudirohusodo Medan dan SMP Swasta Wiyata Dharma Medan, pada tahun pelajaran 2011/2012 di kelas VII. Kelas sampel masing-masing 40 siswa, dan masing-masing kelas sampel diambil secara acak. Kelas sampel di SMP Swasta DR Wahidin Sudirohusodo Medan dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran, sedangkan kelas sampel di SMP Swasta Wiyata Dharma Medan dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok. Pengelompokan siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dan kecerdasan interpersonal rendah didasarkan pada hasil tes kecerdasan interpersonal. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Sebelum uji statistik dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Untuk menyajikan data uji statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif, dilanjutkan dengan statistik inferensial dengan anava dua jalur pada taraf signifikan α = 0,05.

Hasil penelitian menunjukan: (1) hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siwa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok, dengan hasil Fhitung sebesar 28,42 > Ftabel sebesar 3,96; (2) hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siwa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi lebih tinggi dari siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah, dengan hasil Fhitung sebesar 45,71 > Ftabel sebesar 3,96; (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal dalam memengaruhi hasil belajar Pendidikan Agama Buddha, dengan hasil Fhitung sebesar 1,86 < Ftabel sebesar 3,96. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model pembelajaran bermain peran memiliki dampak yang lebih kuat dari model pembelajaran investtigasi kelompok dalam mempengaruhi hasil belajar Pendidikan Agama Buddha. Demikian juga kecerdasan interpersonal yang tinggi memiliki potensi yang lebih baik dari pada kecerdasan interpersonal rendah. Dalam pembelajaran guru hendaknya memperhatikan model pembelajaran yang akan diterapkan dan juga tingkat kecerdasan interpersonal siswa agar hasil belajar dapat tercapai secara optimal.


(9)

ii

ABSTRACT

Romidi, Registration Number: 809122043. The Effect of Social Learning Models and Interpersonal Intelligence toward The Student Achievement on Religion of Buddha Studies of The Junior High School at Medan. Thesis, Medan: The Education Technology Study Program, Post-graduate Program, State University of Medan, 2013.

The aims of these research were to know: (1) the different of students achievement in Buddhist studies taught in a role-play learning models by achievement as students taught in group investigation learning models; (2) the different of students achievement in Buddhist studies of students having a highly interpersonal intelligence by the students having a poor interpersonal intelligence; (3) the interaction between the learning models by interpersonal intelligence in influencing the acievement of students learning.

This study was conducted on SMP Swasta Wahidin Sudirohusodo Medan and SMP Swasta Wiyata Dharma Medan in grade VII of studying year 2011/2012. The sample class each with 70 students was done in a cluster random sampling. The sample class in the SMP Swasta Wahidin Sudirohusodo for a role-play learning models and in SMP Swasta Wiyata Dharma to a group investigation learning models. The interpersonal intelligence test was conducted for classifying the students upon a highly need achievement and poor need achievement. The research method adopted is quasi experiment with factorial 2x2. It has been conducted an analysis test prior with a normality test and homogeneity test. The statistic test inferential statistic by using anova with two lines with a significance rate α = 0.05.

The result of the study showed: (1) their achievement in Buddhist studies taught in a role-play learning models is higher than their achievement as students taught in group investigation learning models with Fcount = 28.42 < Ftables = 3.96; (2) the achievement in Buddhist studies of students having a highly interpersonal intelligence is higher than the students having a poor interpersonal intelligence with Fcount = 45.71 > Ftables = 3.96; (3) there is not interaction between the learning models by interpersonal intelligence in influencing the achievement of students learning with Fcount = 1.86 < Ftables = 3.96.

The result of this research indicates that role-play learning models is have a better impact than the group investigation learning models. So, the highly interpersonal intelligence influence the results of the study are better than poor interpersonal intelligence. The teachers should consider well the learning models and level of students interpersonal intelligence, to study result can be achieved optimally.


(10)

KATA PENGANTAR

Terpujilah Buddha Yang Maha Suci, Maha Pengasih, Maha Bujaksana. Puji syukur, atas diselesaikannya tesis yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Sosial dan Kecerdasan Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa SMP Swasta di Medan. Penyelesaian tesis ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan pada Prodi Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Medan.

Banyak hal dapat diperoleh melalui penulisan tesis ini, dan banyak juga pihak yang telah mendukung terselesaikannya tesis ini. Melalui pengantar ini, kiranya penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan dengan tulus, kepada berbagai pihak yang telah terlibat dan mendukung.

1. Kepada Yang Terhormat Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd. dan Prof. Dr. Abdul

Muin Sibuea, M.Pd., sebagai pembimbing I dan II yang telah dengan penuh kesabaran membimbing penyelelesaian tesis ini.

2. Kepada Yang Terhormat Prof. Dr. Julaga S Situmorang, M.Pd., Prof.

Dr. Saiful Sagala, M.Pd., dan Dr. R. Mursid, M. Pd., sebagai nara sumber yang telah memberikan berbagai masukan dan koreksi yang berharga.

3. Kepada Yang Terhormat Direktur, Ketua, dan para dosen serta para staf terkait

di Program Pascasarjana Universitas Negeri medan atas kesempatan dan pelayanan terbaik.

4. Kepada Kepala SMP Swasta DR Wahidin Sudirohusodo, Medan dan Kepala

SMP Swasta Wiyata Dharma, Medan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan eksperimen di sekolah masing-masing.


(11)

iv

5. Anak dan istri yang dengan penuh kesabaran dan dukungan menghadapi

berbagai kesibukan selama mengikuti studi.

6. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang

telah bersama dalam suka dan duka selama perkuliahan.

Semoga jasa kebajikan kita senantiasa berlimpah dan Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat, dan menambah khasanah dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam dunia pendidikan.


(12)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ……… i

ABSTRAC ...………. ii

KATA PENGANTAR ...………...……… iii

DAFTAR ISI ...………. v

DAFTAR TABEL ...………. viii

DAFTAR GAMBAR ...………. x

DAFTAR LAMPIRAN ..……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ...……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ..………. 1

B. Identifikasi Masalah ..………... 8

C. Pembatasan Masalah ...……….. 9

D. Rumusan Masalah ...……….. 10

E. Tujuan Penelitian …...………... 10

F. Manfaat Penelitian ...………. 11

1. Manfaat Praktis …...……… 11

2. Manfaat Teoretis ……...……….. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……...………. 12

A. Kerangka Teoretis ...……….. 12

1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha ..……... 12

a. Pembelajaran Pendidikan Agama Buddha ...………. 15

b. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha ..……….. 18

2. Hakikat Model Pembelajaran …..………... 21

a. Model Pembelajaran Bermain Peran ..……….. 24

b. Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ...……….. 33

3. Hakikat Kecerdasan Interpersonal ...………... 42

B. Penelitian yang Relevan ...………...………. 50


(13)

vi

1. Perbedaan Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Antara Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran dengan, Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran

Investigasi Kelompok .……… 51

2. Perbedaan Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Antara Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi dengan, Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah ………. 55

3. Interaksi Antara Model Pembelajaran dengan Kecerdasan Interper-sonal dalam Memengaruhi Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha ... 57

D. Perumusan Hipotesis …..……….. 60

BAB III METODE PENELITIAN ...……… 62

A. Tempat Penelitian ...……….. 62

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...………..………... 62

C. Desain Penelitian ..……… 63

D. Pengontrolan Perlakuan ...………. 65

E. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ..……….. 67

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..………. 68

1. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data Hasil Belajar .………. 69

2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Kecerdasan Interpersonal ... 71

G. Uji Coba dan Validasi Instrumen ...……….. 72

H. Teknik Analisis Data ..……….. 75

BAB IV HASIL PENELITIAN ...………. 77

A. Deskripsi Data Penelitian ..………... 77

1. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran ...………... 77

2. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..……… 78

3. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecer-dasan Interpersonal Tinggi ..………... 80

4. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecer-dasan Interpersonal Rendah ...………. 81


(14)

5. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecer-dasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model

Pembe-lajaran Bermain Peran ...……….. 83

6. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran ...………... 84

7. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecer-dasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model Pembela-jaran Investigasi Kelompok ...………. 86

8. Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..……… 87

B. Pengujian Persyaratan Analisis ...……….. 89

1. Uji Normalitas Data ...………. 89

2. Uji Homogenitas Varians ..………. 91

C. Pengujian Hipotesis ..……… 93

D. Pembahasan Hasil Penelitian ...………. 97

1. Perbedaan Hasil Belajar Pendidkian Agama Buddha Antara Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran dengan Siswa yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..………. 97

2. Perbedaan Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Antara Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Tinggi dengan Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Rendah ..……… 101

3. Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kecerdasan Interpersonal Siswa dalam Mempengaruhi hsil Belajar Pendidikan Agama Buddha .. 105

E. Keterbatasan Penelitian ..……….. 110

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..……… 113

A. Simpulan ..……… 113

B. Implikasi ..………. 113

C. Saran ..………... 120


(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar hal.

1. Kerucut Pengalaman Belajar Dale ...……….. 14 2. Dampak Instruksional dan Pengiring dalam Model Bermain Peran ..……….. 33 3. Dampak Instruksional dan Pengiring dalam Model Pembelajaran Investigasi

Kelompok ..……… 40 4. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang

Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Bermain Peran .……….. 78 5. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang

Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok .…………... 79 6. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Tinggi ...……… 81 7. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Rendah ..………... 82 8. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model Pembela-jaran Bermain Peran ..……… 84 9. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembela-jaran Bermain Peran ..……… 85 10. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Tinggi yang Dibelajarkan dengan Model Pembela-jaran Investigasi Kelompok ..……… 87 11. Histogram Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Siswa yang Memiliki

Kecerdasan Interpersonal Rendah yang Dibelajarkan dengan Model Pembela-jaran Investigasi Kelompok ...……… 88 12. Ilustrasi Pengaruh-pengaruh Antara Model Pembelajaran dan Kecerdasan


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp. hal.

1. Silabus Pendidikan Agama Buddha SMP Swasta DR. Wahidin Sodirohusodo 127 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 – 4 Model Pembelajaran

Ber-main Peran ...……….. 130

3. Lembar Kerja Siswa (LKS)1 – 4 Model Pembelajaran Bermain Peran …….. 149

4. Silabus Pendidikan Agama Buddha SMP Swata Wiyata Dharma ……… 216

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1 – 4 Penerapan Model Pembela-jaran Infestigasi Kelompok ..………. 219

6. Lembar Kerja Siswa (LKS) 1 – 4 Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ..……… 236

7. Instrumen Uji Coba Tes Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha ………….. 277

8. Instrumen Uji Coba Skala sikap ...…...……….. 282

9. Validitas Tes Pilihan Ganda .……… 284

10. Reliabilitas Tes Pilihan Ganda .………..………... 286

11. Analisis Tingkat Kesukaran Soal ..…………...………. 288

12. Analisis Daya Pembeda Tes ..……… 290

13. Analisis Fungsi Opsi Tes ..……… 292

14. Validitas Skala Sikap ..……..……… 296

15. Tes Formatif Pendidikan Agama Buddha Bentuk Pilihan Ganda ..………….. 299

16. Skala Sikap ..……….………. 304

17. Tes Kecerdasan Interpersonal ...………. 306

18. Analisis Hasil Tes Kecerdasan Interpersonal ...……….……… 309

19. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa yang Dibelajarkan Dengan Model Pembe-lajaran Bermain Peran ..…………...………..……… 313

20. Analisis Tes Hasil Belajar Siswa yang Dibelajarkan Dengan Model Pembela-jaran Investigasi Kelompok ...……… 316

21. Analisis Hasil Belajar Siswa Berdasarkan Skokor Kecerdasan Interpersonal .. 319

22. Analisis Interaksi Antara Model Pembelajaran Dengan Kecerdasan Inter-personal ..………..…. 324


(17)

xii

24. Uji Normalitas Data ..……….... 331 25. Uji Homogenitas Varians ..……… 338


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Sifat religius bangsa Indonesia ditegaskan di dalam Pancasila sebagai dasar negara yaitu pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Di Indonesia, ajaran berbagai agama dapat diterima dengan baik, dan masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang dianutnya. Agama dipandang sebagai sumber kebijaksanaan tertinggi dan sumber ajaran-ajaran moral, etika dan spiritual yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Di tengah-tengah kehidupan moderen dan pesatnya kemajuan teknologi, ajaran agama masih tetap dibutuhkan sebagai panduan kehidupan bagi masyarakat, menuju tatanan yang lebih harmonis. YM Dharmananda (2005:398) berpendapat,

“Tanpa panduan religius, ilmu pengetahuan mengancam dunia dengan

kehancuran….Kerja sama antara ilmu pengetahuan dan agama sangat diperlukan dalam keperluan dan pelayanan terbaik bagi umat manusia. Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah timpang, sedangkan ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta”.

Di Indonesia pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan agama juga banyak diajarkan secara informal dan non formal. Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dengan mempelajari sejak dini ajaran agama diharapkan siswa dapat menyerap ajaran agama dan


(19)

2

menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga keadaan masyarakat yang ideal diharapkan dapat terwujud.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan dalam penyelenggara-an pendidikpenyelenggara-an agama. Anggarpenyelenggara-an pendidikpenyelenggara-an di departemen agama meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Kemenag (2009) pada tahun 2005, anggaran untuk pendidikan di luar gaji guru sebesar Rp. 3.284.974. 469.000, dan pada tahun 2009 direncanakan menjadi Rp.14.888.897.005.000. Walaupun demikian kualitas pen-didikan agama yang diharapkan masih belum dapat terpenuhi. Menanggapi feno-mena tersebut Suryadharma (2011) menegaskan bahwa sangat ironis kalau ang-garan pendidikan meningkat tapi kualitas tetap jalan di tempat.

Indikasi kualitas pendidikan agama diantaranya dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai oleh pebelajar dan juga pengamalan ajaran-ajaran agama oleh masyarakat sebagai output pendidikan. Pada beberapa sekolah di Medan, prestasi belajar Pendidikan Agama Buddha masih harus ditingkatkan lagi. Pada observasi awal penelitian ini yang dilaksanakan di SMP DR Wahidin Sudirousodo dan SMP Wiyata Dharma diperoleh data yang menunjukan rendahnya hasil belajar siswa di sekolah tersebut. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh, (1) Juli (2011) di SMA Swasta Wiyata Dharma dan SMA Swasta Hang Kesturi, (2) Anie (2011) di SD Swasta Wiyata Dharma, dan (3) Hardjon (2011) di SMA Swasta Sutomo 1 dan SMA Swasta Sutomo 2, juga memperoleh data yang menunjukan hasil belajar Pendidikan Agama Buddha yang masih rendah, seperti terlihat pada Tabel 1.


(20)

Tabel 1. Hasil Ujian Akhir Pendidikan Agama Buddha Beberapa Sekolah di Medan Tahun Pelajaran 2010/2011

NAMA SEKOLAH KKM NILAI

Rerata Tertinggi Terendah

SMA Swasta Wiyata Dharma 70 60,1 73,4 51,7

SMA Swasta Hang Kesturi 70 61,5 71,5 51,2

SMA Swasta Sutomo 1 70 66,3 90,0 65,0

SMA Swasta Sutomo 2 70 67,5 92,5 64,3

SMP DR Wahidin Sudirohusodo 70 63,6 90,2 48,5

SMP Wiyata Dharma 70 67,3 91,0 46,6

SD Swasta Wiyata Dharma 70 71,75 85,7 57,8

Data pada Tabel 1 merupakan hasil analisis ujian akhir sekolah yang mengukur pencapaian hasil belajar pada aspek kognitif. Sedangkan pada aspek si-kap dan psikomotorik pada umumnya telah mencapai hasil yang cukup baik. Pada observasi awal juga didapatkan data hasil ujian praktik di SMP DR Wahidin Sudi-rohusodo dan SMP Wiyata Dharma, bahwa semua peserta ujian telah mencapai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh masing-masing sekolah. Namun bila ditelusuri lebih jauh, masih terdapat kesenjangan antara tingkat pencapaian hasil belajar pada aspek afektif dengan sikap atau perilaku sehari-hari yang ber-kembang di kalangan pebelajar. Banyak kasus tindakan negatif siswa masih sering ditemukan disekolah-sekolah mulai dari perkelahian, melawan guru, membolos, dan perilaku negatif lainnya hingga tindakan kriminal. Data yang ditampilkan pada Tabel 2 dapat menjadi gambaran tentang banyaknya kasus siswa di sekolah.

Tabel 2. Penanganan Kasus Siswa oleh BK SMP DR Wahidin Sudirohusodo

No. Tahun Pelajaran

Jumlah siswa/kelas Jumlah kasus/kelas

VII VIII IX VII VIII IX

1 2008/2009 491 484 485 78 81 86

2 2009/2010 485 483 483 74 76 80

3 2010/211 487 484 482 81 84 84


(21)

4

Data yang ditampilkan pada Tabel 2 mengindikasikan bahwa pencapaian hasil belajar pada aspek afektif belum sepenuhnya merepresentasikan kondisi perilaku sehari-hari seperti yang diharapkan. Tingginya pencapaian standar ketun-tasan minimal tidak berbanding lurus dengan banyaknya kasus kenakalan siswa yang ditangani sekolah. Beberapa kasus ditangani dengan pemberian bimbingan dan konseling hingga pemberian sangsi mulai dari teguran, peringatan tertulis, pemanggilan wali murid, skorsing, bahkan dikeluarkan dari sekolah. Namun cara penanganan tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan dalam mengatasi krisis moral di sekolah.

Pendidikan Agama Buddha (PAB) sebagai bagian dari seluruh subyek pembelajaran di sekolah memiliki fungsi yang sama dengan agama-agama lain da-lam mewujudkan tujuan pembelajaran pendidikan agama. Undang-undang mene-gaskan pendidikan agama diharapkan lebih menekankan pada aspek sikap. Lam-piran 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22,23,24 tahun 2006, tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Buddha menjelaskan:

“Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencer-minkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan”.

Undang-Undang Sisdiknas pasal 64 ayat (3) mejelaskan lebih jauh tentang penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia


(22)

dila-kukan melalui: a) pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk me-nilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta b) ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Namun hal-hal yang telah diamanatkan oleh undang-undang dalam implementasinya masih mengalami berbagai kendala. Misalnya dalam menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik, alat ukur yang digunakan seringnya belum mampu mengukur kompetensi siswa secara objektif sehingga terjadi fenomena kesen-jangan antara tingginya pencapaian standar ketuntasan minimal dengan tingginya angka kenakalan siswa.

Pembelajaran aspek afektif pada siswa tidak cukup dengan menjejalinya dengan berbagai teori tentang sikap, namun juga dapat berkembang melalui suatu pengalaman langsung dan bersifat autentik pada saat pembelajaran. John Dewey (dalam Goleman, 1995), berpendapat bahwa pendidikan moral paling ampuh bila diajarkan kepada anak dalam pagelaran peristiwa nyata, bukan sekedar sebagai pelajaran abstrak. Menurut YM Dalai Lama (2011) bahwa periode paling sulit dalam kehidupan kita adalah kesempatan terbaik meraih pengalaman nyata dan kekuatan batin.

Lebih kompleks dari penilaian kognitif, psikomotorik, dan afektif; pendi-dikan agama juga dapat mengantar pada pencapaian yang lebih tinggi yaitu penca-paian spiritual. Pencapenca-paian spiritual juga seharusnya tidak terpisahkan dari penghayatan ajaran agama yang diajarkan di sekolah-sekolah. Namun penilaian terhadap pencapaian tingkat spiritual, merupakan sesuatu yang rumit dan tidak mudah untuk dilakukan.


(23)

6

Diperlukan upaya-upaya pembelajaran Pendidikan Agama Buddha yang mampu memaksimalkan segenap potensi siswa baik dalam aspek kognitif maupun afektif dan juga psikomotor. Untuk tujuan tersebut tidak ada satu model pembela-jaran yang secara efektif dapat digunakan setiap saat pada setiap materi. Selain ha-rus memperhatikan karakter dan potensi siswa, pemilihan model pembelajaran ju-ga harus memperhatikan karakter materi pelajaran sehingju-ga dibutuhkan pendekat-an ypendekat-ang dapat memfasilitasi pencapaipendekat-an tujupendekat-an pembelajarpendekat-an secara komprehensif.

Pendidikan Agama Buddha memuat kompetensi-kompetensi yang berman-faat untuk mengoptimalkan karakter keagamaan Buddhis. Diantaranya yaitu kompetensi-kompetensi yang bermanfaat untuk mengembangkan karakter moral dan ketrampilan sosial atau kecerdasan interpersonal. Maka pembelajaran harus dikelola dengan tepat yaitu dengan pendekatan atau penerapan model pembelajar-an ypembelajar-ang relevpembelajar-an. Penerappembelajar-an model pembelajarpembelajar-an sosial merupakpembelajar-an alternatif ypembelajar-ang paling sesuai untuk mewujudkan kompetensi-kompetensi tersebut secara optimal.

Model pembelajaran sosial merupakan rumpun model pembelajaran kooperatif yang didesain untuk memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk mengembangkan karakter sosial secara autentik. Joyce, Weil, & Calhoun (2009) mengembangkan dua model pembelajaran sosial yaitu model investigasi kelompok dan model bermain peran dengan orientasi dampak yang berbeda. Dengan ciri khasnya yang berbeda, maka kedua model ini dapat diterapkan untuk kondisi pebelajar dengan kecerasan interpersonal yang berbeda.

Kecerdasan interpersonal merupakan bagian dari kecerdasan emosional yang menurut Goleman (1995) akan turut menentukan keberhasilan seseorang da-lam suatu karier. Kecerdasan emosional memiliki peran penting dada-lam


(24)

menentu-kan keberhasilan seseorang bahmenentu-kan pengaruhnya jauh lebih besar dibandingmenentu-kan dengan kecerdasan intelektal yaitu 80% dibanding 20%. Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kapasitas manusia sebagai makhluk sosial (homo sapien), yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di sekelilingnya. Dibutuh-kan ketrampilan tersendiri bagi seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga ketika berhadapan dengan berbagai permasalahan sosial ia dapat menyelesaikannya dengan baik.

Pembelajaran ketrampilan sosial terkadang tidak didapatkan secara teoretis, namun lebih sering melalui kepekaan terhadap pengalaman ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Menurut Shapiro (1997), bahwa di antara aspek-aspek kecerdasan emosional, aspek ketampilan sosial akan member-kan manfaat yang lebih banyak dalam keberhasilan dan kepuasan hidup. Untuk itu sangat penting kiranya, suatu kegiatan pembelajaran yang menghadirkan suasana kondusif sehingga siswa dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal secara langsung. Saat ini masih terdapat berbagai kesenjangan dalam pembelajaran Pen-didikan Agama Buddha. Identifikasi kesenjangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Kesenjangan tersebut seharusnya dapat diminimalkan dengan cara-cara yang tepat, sehingga tingkat kesenjangan yang terjadi tidak menganga lebih lebar. Diperlukan berbagai bentuk pendekatan yang tepat sehingga tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Buddha dapat tercapai secara efektif. Guru sangat berperan dalam menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran pada pendidikan agama tidak hanya ditentukan oleh banyak-nya materi, konsep-konsep ajaran yang dapat diserap oleh siswa, namun yang tak kalah pentingnya juga adalah proses pembelajaran itu sendiri yang akan


(25)

menam-8

pilkan suasana psikologis pembelajaran yang bermanfaat bagi pengembangan daya afektif siswa.

B. Identifikasi Masalah

Latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, kiranya menjadi dasar pemikiran yang kuat untuk dapat melaksanakan suatu penelitian yang bermanfaat bagi pencapaian hasil belajar Pendidikan Agama Buddha secara optimal. Namun permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar Pendidikan Agama Buddha tidaklah sederhana. Aspek-aspek hasil belajar yang hendak dicapai dalam Pendidikan Agama Buddha dapat meliputi semua aspek baik kognitif, psikomotorik, dan afektif. Pencapaian hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasi permasalahan yang berkenaan dengan hasil belajar siswa dalam Pendidikan Agama Buddha yaitu: Bagaimana karakter mata pelajaran sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa? Bagaimana memilih model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan hasil belajar siswa? Bagaimana teknik penilaian yang tepat untuk mengukur hasil belajar siswa, yang meliputi aspek kognitif, psikomitorik, dan afektif? Sejauhmanakah kecerdasan siswa mem-pengaruhi hasil belajarnya? Bagaimanakah sikap belajar siswa memmem-pengaruhi hasil belajarnya? Bagaimankah memilih metode yang tepat sehingga menunjang pencapaian hasil belajar secara optimal?


(26)

C. Pembatasan Masalah

Penelitian yang meliputi seluruh faktor tentu akan memerlukan banyak waktu, dana, dan tenaga serta kemampuan. Mengingat keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dielakan serta agar penelitian ini dapat terfokus, maka perlu ba-tasan-batasan sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk itu obyek perma-salahan dalam penelitian ini dibatasi pada pencapaian hasil belajar Pendidikan Agama Buddha pada aspek kognitif dan afektif di kelas VII. Untuk aspek kognitif objek penelitiannya yaitu pada jenjang pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Namun dapat juga masuk pada jenjang lain apa bila kompetensi pembelajaran menuntutnya. Untuk aspek afektif terutama pada jenjang penga-malan atau karakterisasi. Model pembelajaran yang diujicobakan yaitu model pembelajaran sosial yang meliputi model bermain peran dan model investigasi kelompok. Sedangkan pengaruh internal yang diteliti yaitu kecerdasan interper-sonal atau kecerdasan antar pribadi.

Penelitian ini terutama akan bereksperimen pada Standar Kompetensi (SK) ke-4 di kelas VII yaitu Mengembangkan sifat-sifat luhur dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disesuaikan dengan silabus pambelajaran yang sedang berjalan. SK ke-4 terdiri dari 4 Kompetensi Dasar (KD) dan masing-masing SK terdiri dari 4 indikator. Keempat KD dalam SK ke-4 yaitu (4.1) Mendiskripsikan sifat cinta kasih (metta ) dalam kehidupan sehari-hari, (4.2) Mendiskripsikan sifat belas kasih (karuna ) dalam kehidupan sehari-hari, (4.3) Mendiskripsikan sifat simpati (mudita ) dalam kehidupan sehari-hari, dan (4.4) Mendiskripsikan sifat batin seimbang (Upekkha) dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum SK ke-4


(27)

10

merupakan penjabaran dari sifat luhur yang dikenal dengan sebutan Brahma Vihara.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan penelitian:

1. Apakah hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok?

2. Apakah hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang memiliki kecer-dasan interpersonal tinggi, lebih tinggi dari siswa yang memiliki kecerkecer-dasan interpersonal rendah?

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kecerdasan interper-sonal dalam mempengaruhi hasil belajar Pendidikan Agama Buddha?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok, dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha.

2. Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan inter-personal tinggi dengan siwa yang memiliki kecerdasan interinter-personal rendah. 3. Mengetahui interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan interpersonal


(28)

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini akan bermanfaat sebagai (1) sumbangan pemi-kiran bagi guru-guru, pengelola, pengembang, dan lembaga-lembaga pendidikan dalam menjawab dinamika pelajaran agama, (2) memberikan bahan masukan bagi para guru bidang studi agama, khususnya agama Buddha di SMP dalam mengem-bangkan bahan ajar agar lebih memperhatikan pengembangan afektif atau emosi-onal, (3) meningkatkan kesadaran siswa akan arti pentingnya pengembangan ke-cerdasan interpersonal melalui pendidikan agama Buddha, (4) memberikan data empiris tentang pengaruh model pembelajaran, dan kecerdasan interpersonal ter-hadap hasil belajar yang dicapai siswa, dan (5) sebagai sumbangan pemikiran untuk dikembangkan bagi kemajuan dan peningkatan belajar siswa, khususnya di Medan.

2. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini dapat bermanfaat (1) untuk menambah dan mengembangkan khasanah pengetahuan tentang kecerdasan interpersonal, tentang belajar dan prestasi belajar, dan (2) sebagai bahan informasi bagi penelitian lain yang ingin mengembangkan penelitiannya tentang kecerdasan interpersonal.


(29)

113

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Pertanyaan-pertanyaan hipotesis telah terjawab dalam analisis hasil pene-litian pada Bab IV. Maka secara keseluruhan hasil penepene-litian ini dapat disimpul-kan:

1. Hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran bermain peran lebih tinggi dari siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran investigasi kelompok.

2. Hasil belajar Pendidikan Agama Buddha siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan interper-sonal dalam memengaruhi hasil belajar Pendidikan Agama Buddha.

B. Implikasi

Penelitian ini memunculkan berbagai implikasi yang dapat menjadi pertimbangan bagi para praktisi pendidikan dalam mengelola pembelajaran ataupun dalam kegiatan penelitian lainnya. Karena walaupun hanya menghasilkan tiga kesimpulan namun dalam prosesnya memerlukan ketrampilan memadukan berbagai unsur yang tidak sederhana yang berdampak pada hasil ataupun dampak lain di luar lingkup penelitian ini.


(30)

Penerapan model pembelajaran bermain peran ternyata memberikan pengaruh yang lebih signifikan dalam mengembangkan kompetensi-kompetensi keagamaan dibanding modal pembelajaran investigasi kelompok. Dengan demikian pemilihan model bermain peran dalam pembelajaran dapat menjadi alternatif utama untuk suatu tujuan yang sama yaitu mengembangkan kemampuan sosial. Pada dasarnya model pembelajaran bermain peran dan model pembelajaran investigasi kelompok dapat digunakan secara bergantian dalam pengembangan kompetensi-kompetensi sosial, sehingga model pembelajaran yang diterapkan dapat menjadi lebih fariatif. Bila guru menghendaki hasil belajar yang lebih baik, serta kesiapan faktor-faktor pendukungnya memadai, guru dapat menerapkan model pembelajaran bermain peran.

Kesiapan guru dalam mengelola pembelajaran dengan kedua model pem-belajaran tersebut tidak kalah penting dalam mempengaruhi hasil belajar siswa, karena setiap guru memiliki kesiapan dan gaya mengajar yang berbeda. Idealnya setiap guru memiliki kompetensi untuk membawakan pembelajaran dengan berba-gai model. Kenyataannya masih banyak guru yang memiliki kesiapan yang kurang memadai untuk membawakan setiap model pembelajaran. Guru lebih sering membawakan pembelajaran berdasarkan kecenderungan dirinya, sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai secara maksimal.

Terutama untuk pemilihan model pembelajaran bermain peran, dibutuhkan ketrampilan yang lebih tinggi dalam mengelolanya. Misalnya, agar siswa dapat menampilkan kegiatan pemeranan dengan baik guru tidak dapat menyerahkan seluruh persiapannya kepada siswa. Bagi siswapun kegiatan pemeranan bukanlah sesuatu yang dengan gampang untuk dapat dilakukan. Dalam hal tertentu


(31)

dibu-115

tuhkan keterlibatan guru dalam menyiapkan dialog, menyusun skenario. Bahkan bila diperlukan guru dapat memberikan pelatihan sehingga kegiatan pemeranan dapat terlaksana dengan baik.

Proses pemeranan tidak hanya sekedar menyampaikan dialog-dialog berdasarka teks yang telah disiapkan. Bermain peran harus diusahakan mendekati suasana yang ideal seperti kejadian yang sesungguhnya. Adegan pemeranan yang baik akan berpengaruh secara emosional baik bagi pemeran maupun bagi pengamat. Para pengamat dan pemeran seolah-olah sedang berada pada situasi yang sebenarnya terjadi sehingga pesan moral yang ingin disampaikan pada adegan tersebut menjadi lebih nyata. Dalam pemeranan baik pemeran maupun pengamat harus terlibat secara emosional sehingga dapat menjadi sarana yang bermanfaat untuk mengembangkan ketrampilan sosial. Dengan demikian bermain peran dapat memberikan dampak positif yang maksimal bagi siswa. Bila siswa tidak terbiasa untuk membawakan pemeranan, proses dialog dapat menampilkan suasana yang kaku, sehingga proses pemeranan menjadi kurang bermakna.

Pengelolaan model pembelajaran investigasi kelompok tidak serumit pengelolaan pada model pembelajaran bermain peran. Kegiatan meneliti menjadi kekuatan utama pada model pembelajaran investigasi kelompok. Siswa memper-oleh suasana yang lebih leluasa untuk melakukan interaksi pembelajaran melalui penelitian dibandingkan bila harus melakukan kegiatan bermain peran. Melalui penelitian siswa berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan menganalisis secara lebih mendalam dan seksama, sehingga memungkinkan berkembangnya kemampuan akademis terutama dalam aspek kognitif.


(32)

Model pembelajaran investigasi kelompok dapat diterapkan pada berbagai jenis kompetensi pembelajaran, sedangkan model pembelajaran bermain peran sulit diterapkan pada kompetensi-kompetensi tertentu. Pemilihan di antara model bermain peran dan model investigasi kelompok harus dilakukan secara bijak terutama disesuaikan dengan karakter pebelajar dan jenis kompetensinya.

Tingkat kecerdasan intrpersonal juga mempengaruhi hasil belajar. Siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi memperoleh hasil belajar lebih tinggi dari siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah. Pada umumnya para guru tidak terlalu memperhatikan tingkat kecerdasan lain selain kecerdasan intelektual. Hasil penelitian ini menunjukan perbedaan antara kecerdasan interpersonal sebagai bagian dari kecerdasan emosional dengan kecerdasan intelektual. Beberapa siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi pada ranah kognitif mempeoleh hasil belajar dalam kategori rendah, dan sebaliknya beberapa siswa dengan kecerdasan interpersonal rendah memperoleh hasil belajar kategori tinggi. Pada umumnya siswa yang memperoleh hasil belajar dalam kategori tinggi pada aspek afektif memiliki kecerdasan interpersonal yang tinggi. Sebaliknya siswa dengan kecerdasan interpersonal rendah pada umumnya nilai afektifnya di bawah rata-rata.

Secara ideal pendidikan agama berfungsi untuk mengembangkan kemam-puan afektif siswa, Seharusnya pengembangan kemamkemam-puan afektif menjadi priori-tas dalam pendidikan agama. Dengan berkembangnya kemampuan afektif maka berkembanglah tingkat kecerdasan interpersonal siswa. Berbeda dengan kecerda-san intelektual yang merupakan karakter bawaan yang tidak dapat diubah; kecerdasan interpersonal dapat dioptimalkan dengan pembelajaran atau


(33)

teknik-117

teknik latihan tertentu. Kecerdasan interpersonal pada siswa bukan sesuatu yang bersifat permanen sehingga ada kemungkinan bagi siswa untuk mengembangkan-nya. Banyak kasus orang-orang yang mengalami perubahan secara emosional melalui pembelajaran agama secara efektif.

Pendidikan Agama Buddha menjadi harapan besar bagi siswa untuk dapat mengembangkan kecerdasan interpersonalnya. Walaupun demikian, tidak mudah bagi guru untuk dapat mengukur tingkat perubahan kecerdasan interpersonal yang dialami siswa, karena perubahan yang mendasar terutama terjadi pada struktur mental atau kesadaran. Perubahan mental/kesadaran positif sebagai dampak dari pembelajaran pada umumnya berproses lambat, sehingga untuk mencapai taraf signifikan dalam waktu yang relatif singkat sulit untuk dapat tercapai. Selain itu kondisi mental/kesadaran bersifat sangat labil sehingga sangat mudah berubah setiap saat.

Secara tradisional perubahan-perubahan mental pada siswa dapat lebih cepat terjadi bila ia mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan secara intensif dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tidak hanya semata-mata bertumpu pada proses perlakuan pada saat pembelajaran di sekolah. Untuk itu proses pembelajaran aga-ma semestinya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan siswa itu sendiri setiap saat. Dengan demikian dampak dari pembelajaran agama yaitu berkembangnya kemampuan afeksi siswa dapat berlangsung secara maksimal. Selain karena pengaruh bakat, cepat lambatnya perkembangan afeksi siswa melalui pembelajaran agama di sekolah juga dipengaruhi oleh intensitas kesempatan siswa dalam mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kehidupannya.


(34)

Kecerdasan interpersonal siswa dapat mengalami perubahan setiap saat. Siswa yang pada awalnya memiliki kecerdasan interpersonal rendah dapat menga-lami perubahan sehingga memperoleh kecerdasan interpersonal tinggi. Demikian juga sebaliknya. Untuk itu, dalam mewujudkan tujuan untuk meningkatkan kecer-dasan interpersonal anak semestinya tidak hanya menjadi tanggung jawab institusi sekolah saja. Peran keluarga dan masyarakat juga sangat besar karena sebagian besar waktu siswa adalah di dalam keluarga atau masyarakat sekitar. Peran di sekolah juga tidak hanya dibebankan pada pendidikan agama saja atau pelajaran-pelajaran tertentu lainnya. Nilai-nilai keagamaan seharusnya juga diintegrasikan pada setiap pelajaran di sekolah, sehingga siswa berkesempatan untuk menghayati nilai-nilai agama setiap saat dalam berbagai segi kehidupannya.

Model pembelajaran bermain peran dan model investigasi kelompok tidak berinteraksi dengan tingkat kecerdasan interpersonal dalam memengaruhi hasil belajar siswa. Dengan kata lain model pembelajaran bermain peran tidak menghasilkan interaksi dengan model pembelajaran investigasi kelompok dalam memengaruhi hasil belajar siswa berdasarkan tingkat kecerdasan interpersonalnya. Kedua model tersebut berpengaruh secara merata pada tingkat kecerdasan interpersonal yang berbeda yang dimiliki siswa. Model pembelajaran bermain peran secara signifikan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi. Namun model pembelajaran investigasi kelompok tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah, seperti diduga sebelumnya. Model pembelajaran investigasi kelompok memiliki pengaruh yang sama dengan model pembelajaran bermain peran.


(35)

119

Diperlukan penelitian tersendiri terhadap model pembelajaran sosial lain-nya yang dapat memastikan pengaruhlain-nya dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang memilki kecerdasan interpersonal rendah. Dengan adanya model sosial yang sesuai untuk siswa dengan kecerdasan interpersonal rendah guru dapat meng-gunakannya pada saat diperlukan, sehingga potensi siswa yang beragam tingkat kecerdasan interpersonalnya dapat seluruhnya dioptimalkan. Guru tidak perlu berasumsi dan mendugaduga terhadap potensi suatu model apa bila model tersebut telah teruji.

Hasil penelitian ini memastikan bahwa hasil belajar siswa dalam Pendi-dikan Agama Buddha dipengaruhi secara signifikan oleh penerapan berbagai model pembelajaran sosial dan tingkat kecerdasan interpersonalnya. Maka dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran para guru hendaknya memperhatikan model pembelajaran yang akan diterapkan dan tingkat kecerdasan interpersonal siswanya. Guru dapat mempertimbangkan penggunaan salah satu di antara model pembelajaran bermain peran atau model pembelajaran investigasi kelompok untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa.

Mengingat masih adanya kelemahan-kelemahan sebagai suatu hal yang sulit dielakkan pada saat proses penelitian, maka hasil penelitian ini tidak diklaim sebagai suatu yang mutlak benar. Terbuka kemungkinan bagi para peneliti lainnya untuk meneliti hal yang sama dengan variabel-variabel dalam penelitian ini. Diharapkan, dengan mengatasi kelemahan yang muncul, penelitian lainnya akan mendapatkan hasil yang lebih baik lagi dan lebih objektif.


(36)

C. Saran

Dari hasil penelitian ini, saran yang dapat disampaikan untuk para guru, peneliti, dan para praktisi pendidikan yaitu:

1. Sebelum melaksanakan pembelajaran guru hendaknya melakukan analisis untuk mengetahui potensi siswa dan potensi-potensi pendukung lainnya sehingga dapat ditentukan model pembelajaran yang relefan untuk digunakan. 2. Dalam pembelajaran pendidikan agama guru hendaknya tidak hanya

menitikberatkan pada aspek kognitif saja. Aspek lain terutama aspek afektif juga sangat penting untuk dikembangkan karena dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa. Untuk itu para guru hendaknya dapat menerapkan model-model pembelajaran yang dapat memfasilitasi berkembangnya aspek kognitif maupun afektif. Model pembelajaran bermain peran dan investigasi kelompok dapat menjadi alternatif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Buddha terutama bagi para siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi.

3. Penilaian pada ranah afektif terutama dalam pelajaran pendidikan agama semestinya menjadi bagian tak terpisahkan dari bentuk penilaian lainnya. Bahkan bila memungkinkan aspek afektif menjadi bagian pokok dalam proses penilaian dan ditampilkan dalam bentuk rentang skor, sehingga akan lebih mudah diketahui tingkat perkembangan afektif siswa. Untuk itu guru harus memiliki instrumen yang tepat untuk mengukur tingkat perkembangan afektif siswa secara objektif. Para ilmuwan juga mestinya dapat menciptakan insrumen penilaian yang efektif, praktis, dan simpel untuk mengukur tingkat


(37)

121

kemajuan aspek afektif siswa, sehinga dapat dengan mudah digunakan oleh para guru.

4. Kegiatan pendidkan hendaknya dalam mengukur tingkat kemajuan akademis peserta didik tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelektual semata, namun kemampuan pada berbagai jenis kecerdasan lainnya juga harus diperhatikan, sehingga potensi siswa dalam berbagai aspek dapat dimaksimalkan. Terutama potensi kecerdasan interpersonal sebagai bagian dari kecerdasan emosional sangat penting untuk dikembangkan karena memiliki peran yang sangat besar bagi keberhasilan seseorang dalam perkembangan kariernya ataupun kemampuan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang lebih luas. Institusi pendidikan mestinya menjadi lembaga paling bertanggung jawab dalam hal mengembangkan kecerdasan masyarakat. 5. Penelitian dalam dunia pendidikan hendaknya terus digalakan, untuk menemukan dan memastikan berbagai hal yang berguna bagi perkembangan dunia pendidikan. Karakter meneliti hendaknya juga mulai ditanamkan sejak dini kepada para siswa, misalnya dengan sering mengintegrasikan model-model pembelajaran tertentu seperti model-model pembelajaran investigasi kelompok. Model tersebut bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan meneliti siswa sehingga siswa terbiasa dengan kegiatan meneliti.

6. Bahan eksperimen dalam penelitian ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Banyak hal yang belum dipahami secara memadai oleh para praktisi pendidikan tentang kurikulum yang berbasis kompetensi, sehingga pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.


(38)

Institusi terkait seperti lembaga pendidikan tinggi dan instansi-instansi pendidikan lainnya bertanggung jawab untuk mensosialisasikan secara intensif hal-hal yang berkaitan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan kepada para praktisi pendidikan.


(39)

123

DAFTAR PUSTAKA

AECT. 1977. The Devinition of Educational Terminology. Terjemahan oleh Yusufhadi Miarso dkk. Edisi 1, cetakan 1, Jakarta: CV. Rajawali.

Anie, L. 2011. Pengaruh Srategi Pembelajaran dan Sikap Belajar Terhadap Hasil Belajar Agama Buddha Siswa Sekolah Dasar Swasta Wiyata Dharma Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Arends, R.I. 2007. Learning to Teach. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto & Sri Muyantini Sutjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Cetakan kesembilan, Jakarta PT Bumi Aksara.

Begley, S. 2007. Train Your Mind Change Your Brain. Terjemahan oleh Annisa Rahmalia. 2011. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Bennet, S. 2009. Investigasi Strategi for Using Related Cases to Support Design Problem Solving. Education Tech Research Dev. Fakulty of Education, University of Wollongong, Wollongong, Australia.

Catur. Meraih Sukses Dengan Kecerdasan Interpersonal. (online) 6 Mei 2010 (http://catur.dosen.akprind.ac.id/2010/05/06/meraih-sukses-dengan-kecer-dasan-interpersonal/ diakses 9 Oktober 2011).

Dhammadhiro, B. 2005. Paritta Suci Kumpulan Wacana Pali untuk Upacara dan Puja. Jakarta: Yayasan Sangha Theravada Indonesia.

Dhammananda, S. tanpa tahun. What Buddhists Believe. Terjemahan oleh Ida Kurniati. Cetakan ke-3, Pustaka Karaniya.

Dracup, M. 2008. Role Play in Blended Learning: A Case Study Exploring the Impact of Story and Other Elements. Australasian Journal of Educational Technology.

Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. Terjemahan oleh T. Hermaya. 1996. Cetakan ke-18, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman D 2006. Social Intelligence The New Science of Human Relationship. Terjemahan oleh Hariono S. Imam. 2007. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hardjon, R. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Tipe Kepri-badian Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Agama Buddha Siswa SMA


(40)

Swasta Sutomo Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Hamid, A.K. (2009). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Edisi kedua, (tanpa penerbit).

Haryati, M. (2010) Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Cetakan ke-6, Jakarta: Gaung Persada Press.

Hergenhahn, B.R., Olson, M.H. (2008) Theories of Learning. Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. 2008. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Johnson, E.B. 2010. Contextual Teaching & Learning, What it is and why it’s here to stay. Terjemahan oleh Ibnu setiawan. Bandung: Penerbit Kaifa. Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. (2009) Models of Teaching. Terjemahan oleh

Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Juli, S.T. (2011). Pengaruh Pemberian Tugas dan Kebiasaan Belajar Terhadap

Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Kemenag Berlakukan Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Berjenjang, Republika.co.id, Minggu, 25 September 2011 11:38 WIB. Jakarta. http: //www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/09/25/ls2a 8k-kemenag-berlakukan-program-peningkatan-kualitas-pendidikan-berjen-jang/ Diakses 3 November 2011.

Kussaladhamma, B. 2004. Illustrated Chronicle of the Buddha. Terjemahan oleh Hendra widjaja. 2006. Pustaka karaniya.

Lama, D. YM. 2002. A Lifetime of Wisdom Essential Writings By and About the Dalai Lama. Terjemahan oleh Taswan Santacitta. 2011. Ehipassiko Fondation.

Lama, D. YM. 1994. The Way to Freedom, Terjemahan oleh Mettasari Loa. Tanpa tahun. Cetakan I, Yayasan Penerbit Karaniya.

Lwin, M., Khoo, A., Lyen, K.,Sim, K. (2003). Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Terjemahan oleh Christine Sujana. 2008. PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Longman, A.W. 2001. Anderson, L.W. & Krathwohl (Eds.) A Taxonomy for


(41)

125

Educational Objectives.A Bridged Edition. Terjemahan oleh Agung Prihantoro. 2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maya, W. 2006. Bermain Peran Merangsang Kecerdasan Interpersonal Anak, http://www.perkembangananak.com/2007/12/bermain-peran-merangsang-kecerdasan.html/ diakses 9 November 2011.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, 23, & 24, tahun 2006, CV. Medya Duta Jakarta.

Puspita, Elok (2009). Kecerdasan Interpersonal, (online) 31 Des 2009. http://3lox.wordpress.com/2009/12/31/kecerdasan-interpersonal/ diak-ses 9 Oktober 2011.

Rasman, (2011). Pengertian Belajar, (online) 08 Agustus 2011. http://id.shvoong. com/writing-and-speaking/2196738-pengertian-belajar/ diakses 2 Novem-ber 2011.

Rusman (2011) Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Cetakan ke-2, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sambutan Menteri Agama Republik Indonesia Pada Upacara Peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Departemen Agama Ke-63 Tahun 2009. http://sulsel. kemenag.go.id /file/dokumen/SambutanMenagHAB2009.pdf / diakses 3 Oktober 2011.

Sari, R. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Koopeatif dan Kecerdasan Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Biologi di MAN 2, Tanjung Pura. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Severin, W.J., Tankard, J.W. (2009). Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media. Terjemahan oleh Sugeng Haryanto, Edisi Kelima, Cetakan Keempat, Jakarta, Kencana Prenada Media.

Shapiro, L. E. 1997. Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak. Terje-mahan oleh Alex Tri Kantjono. 1997. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Seels, B.B., Richey, R.C. 1994. Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Terjemahan oleh Yusufhadi Miarso, dkk. Tanpa tahun terjemahan. Jakarta: Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI).

Sudjana. N. (2009) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke-14, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(42)

Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM, Cetakan ke-4, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suttapitaka, Khudakanikaya, Jataka Volume III. Terjemahan oleh Johan Wijaya. 2008. Medan: Indonesia Tipitaka Center.

Tambunan, R. (2005). Pengaruh Model Pembelajaran Bermain Peran dan Disiplin Sekolah Terhadap Hasil Belajar PPKn Siswa Kelas II SMPN 1 STM Hilir, Kab. Deli Serdang. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

The Dhammapada, Dhammapada Sabda-Sabda Buddha Gotama. Mahathera, Narada (1989). Edisi Perdana, Pustaka Karaniya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Jakarta: CV. Naga Jawa Berdikari.

Vimanavatthu Stories of the Mensions, Khuddakkanikaya, Sutta Pitaka. Terjemahan oleh Wena Cintiawati & Lanny Anggawati. 2005. Klaten: Wisma Sambodhi.

Wang, C.-C. & Ku, H.-Y (2010). A Case Study of an Affective Education Course in Taiwan. Education Tech Research Dev. The Independent School Foundation Academy, Pokfulan, Hong Kong.

Will at Work Learning, 1 Mei 2006. (online). http://www.willatworklearning. com/ 2006/05/people_remember.html, diakses 26 Agustus 2011.


(1)

kemajuan aspek afektif siswa, sehinga dapat dengan mudah digunakan oleh para guru.

4. Kegiatan pendidkan hendaknya dalam mengukur tingkat kemajuan akademis peserta didik tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelektual semata, namun kemampuan pada berbagai jenis kecerdasan lainnya juga harus diperhatikan, sehingga potensi siswa dalam berbagai aspek dapat dimaksimalkan. Terutama potensi kecerdasan interpersonal sebagai bagian dari kecerdasan emosional sangat penting untuk dikembangkan karena memiliki peran yang sangat besar bagi keberhasilan seseorang dalam perkembangan kariernya ataupun kemampuan dalam menghadapi tantangan kehidupan yang lebih luas. Institusi pendidikan mestinya menjadi lembaga paling bertanggung jawab dalam hal mengembangkan kecerdasan masyarakat. 5. Penelitian dalam dunia pendidikan hendaknya terus digalakan, untuk menemukan dan memastikan berbagai hal yang berguna bagi perkembangan dunia pendidikan. Karakter meneliti hendaknya juga mulai ditanamkan sejak dini kepada para siswa, misalnya dengan sering mengintegrasikan model-model pembelajaran tertentu seperti model-model pembelajaran investigasi kelompok. Model tersebut bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan meneliti siswa sehingga siswa terbiasa dengan kegiatan meneliti.

6. Bahan eksperimen dalam penelitian ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang didasarkan pada Kurikulum Berbasis Kompetensi. Banyak hal yang belum dipahami secara memadai oleh para praktisi pendidikan tentang kurikulum yang berbasis kompetensi, sehingga pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tidak berjalan sesuai yang diharapkan.


(2)

Institusi terkait seperti lembaga pendidikan tinggi dan instansi-instansi pendidikan lainnya bertanggung jawab untuk mensosialisasikan secara intensif hal-hal yang berkaitan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan kepada para praktisi pendidikan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

AECT. 1977. The Devinition of Educational Terminology. Terjemahan oleh Yusufhadi Miarso dkk. Edisi 1, cetakan 1, Jakarta: CV. Rajawali.

Anie, L. 2011. Pengaruh Srategi Pembelajaran dan Sikap Belajar Terhadap Hasil Belajar Agama Buddha Siswa Sekolah Dasar Swasta Wiyata Dharma Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Arends, R.I. 2007. Learning to Teach. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto & Sri Muyantini Sutjipto. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Cetakan kesembilan, Jakarta PT Bumi Aksara.

Begley, S. 2007. Train Your Mind Change Your Brain. Terjemahan oleh Annisa Rahmalia. 2011. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.

Bennet, S. 2009. Investigasi Strategi for Using Related Cases to Support Design Problem Solving. Education Tech Research Dev. Fakulty of Education, University of Wollongong, Wollongong, Australia.

Catur. Meraih Sukses Dengan Kecerdasan Interpersonal. (online) 6 Mei 2010 (http://catur.dosen.akprind.ac.id/2010/05/06/meraih-sukses-dengan-kecer-dasan-interpersonal/ diakses 9 Oktober 2011).

Dhammadhiro, B. 2005. Paritta Suci Kumpulan Wacana Pali untuk Upacara dan Puja. Jakarta: Yayasan Sangha Theravada Indonesia.

Dhammananda, S. tanpa tahun. What Buddhists Believe. Terjemahan oleh Ida Kurniati. Cetakan ke-3, Pustaka Karaniya.

Dracup, M. 2008. Role Play in Blended Learning: A Case Study Exploring the Impact of Story and Other Elements. Australasian Journal of Educational Technology.

Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. Terjemahan oleh T. Hermaya. 1996. Cetakan ke-18, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Goleman D 2006. Social Intelligence The New Science of Human Relationship. Terjemahan oleh Hariono S. Imam. 2007. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hardjon, R. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif dan Tipe Kepri-badian Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Agama Buddha Siswa SMA


(4)

Swasta Sutomo Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Hamid, A.K. (2009). Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Edisi kedua, (tanpa penerbit).

Haryati, M. (2010) Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan, Cetakan ke-6, Jakarta: Gaung Persada Press.

Hergenhahn, B.R., Olson, M.H. (2008) Theories of Learning. Terjemahan oleh Tri Wibowo B.S. 2008. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Johnson, E.B. 2010. Contextual Teaching & Learning, What it is and why it’s here to stay. Terjemahan oleh Ibnu setiawan. Bandung: Penerbit Kaifa. Joyce, B., Weil, M., Calhoun, E. (2009) Models of Teaching. Terjemahan oleh

Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Juli, S.T. (2011). Pengaruh Pemberian Tugas dan Kebiasaan Belajar Terhadap

Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha Pada Siswa Sekolah Menengah Atas Medan. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Kemenag Berlakukan Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Berjenjang, Republika.co.id, Minggu, 25 September 2011 11:38 WIB. Jakarta. http: //www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/09/25/ls2a 8k-kemenag-berlakukan-program-peningkatan-kualitas-pendidikan-berjen-jang/ Diakses 3 November 2011.

Kussaladhamma, B. 2004. Illustrated Chronicle of the Buddha. Terjemahan oleh Hendra widjaja. 2006. Pustaka karaniya.

Lama, D. YM. 2002. A Lifetime of Wisdom Essential Writings By and About the Dalai Lama. Terjemahan oleh Taswan Santacitta. 2011. Ehipassiko Fondation.

Lama, D. YM. 1994. The Way to Freedom, Terjemahan oleh Mettasari Loa. Tanpa tahun. Cetakan I, Yayasan Penerbit Karaniya.

Lwin, M., Khoo, A., Lyen, K.,Sim, K. (2003). Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Terjemahan oleh Christine Sujana. 2008. PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Longman, A.W. 2001. Anderson, L.W. & Krathwohl (Eds.) A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of


(5)

Educational Objectives.A Bridged Edition. Terjemahan oleh Agung Prihantoro. 2010. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maya, W. 2006. Bermain Peran Merangsang Kecerdasan Interpersonal Anak, http://www.perkembangananak.com/2007/12/bermain-peran-merangsang-kecerdasan.html/ diakses 9 November 2011.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, 23, & 24, tahun 2006, CV. Medya Duta Jakarta.

Puspita, Elok (2009). Kecerdasan Interpersonal, (online) 31 Des 2009.

http://3lox.wordpress.com/2009/12/31/kecerdasan-interpersonal/ diak-ses 9 Oktober 2011.

Rasman, (2011). Pengertian Belajar, (online) 08 Agustus 2011. http://id.shvoong. com/writing-and-speaking/2196738-pengertian-belajar/ diakses 2 Novem-ber 2011.

Rusman (2011) Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Cetakan ke-2, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sambutan Menteri Agama Republik Indonesia Pada Upacara Peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Departemen Agama Ke-63 Tahun 2009. http://sulsel. kemenag.go.id /file/dokumen/SambutanMenagHAB2009.pdf / diakses 3 Oktober 2011.

Sari, R. (2008). Pengaruh Model Pembelajaran Koopeatif dan Kecerdasan Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Biologi di MAN 2, Tanjung Pura. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Severin, W.J., Tankard, J.W. (2009). Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media. Terjemahan oleh Sugeng Haryanto, Edisi Kelima, Cetakan Keempat, Jakarta, Kencana Prenada Media.

Shapiro, L. E. 1997. Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak. Terje-mahan oleh Alex Tri Kantjono. 1997. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Seels, B.B., Richey, R.C. 1994. Instructional Technology: The Definition and Domains of the Field. Terjemahan oleh Yusufhadi Miarso, dkk. Tanpa tahun terjemahan. Jakarta: Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI).

Sudjana. N. (2009) Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke-14, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(6)

Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM, Cetakan ke-4, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suttapitaka, Khudakanikaya, Jataka Volume III. Terjemahan oleh Johan Wijaya. 2008. Medan: Indonesia Tipitaka Center.

Tambunan, R. (2005). Pengaruh Model Pembelajaran Bermain Peran dan Disiplin Sekolah Terhadap Hasil Belajar PPKn Siswa Kelas II SMPN 1 STM Hilir, Kab. Deli Serdang. Tesis. Tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

The Dhammapada, Dhammapada Sabda-Sabda Buddha Gotama. Mahathera, Narada (1989). Edisi Perdana, Pustaka Karaniya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2005. Jakarta: CV. Naga Jawa Berdikari.

Vimanavatthu Stories of the Mensions, Khuddakkanikaya, Sutta Pitaka. Terjemahan oleh Wena Cintiawati & Lanny Anggawati. 2005. Klaten: Wisma Sambodhi.

Wang, C.-C. & Ku, H.-Y (2010). A Case Study of an Affective Education Course in Taiwan. Education Tech Research Dev. The Independent School Foundation Academy, Pokfulan, Hong Kong.

Will at Work Learning, 1 Mei 2006. (online). http://www.willatworklearning. com/ 2006/05/people_remember.html, diakses 26 Agustus 2011.