KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SMK PERCUT SEI TUAN.

(1)

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK DAN

MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD PADA SMK PERCUT SEI TUAN

TESIS

OLEH :

ROSLINA TANJUNG NIM : 081188710056

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

ABSTRAK

ROSLINA TANJUNG. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada SMK Percut Sei Tuan. Tesis, Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED), 2013

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapakan secara empirik tentang (1) Kemampuan berpikir kreatif matematik melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran konvensional, (2) Motivasi belajar matematika siswa yang melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa, (3) Interaksi antara pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa (4) Proses penyelesaian masalah dalam kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional.

Populasi penelitian ini adalah siswa SMK Percut Sei Tuan pada kelas XI yang terdiri dari 25 kelas yang memiliki 4 jurusan yaitu: Komputer, Listrik, Mesin dan Bangunan. Kemudian secara acak dipilih dua kelas untuk dilakukan penelitian, dengan ketentuan satu kelas untuk kelas eksperimen dan satu kelas lagi untuk kelas kontrol. Instrumen yang digunakan terdiri dari: pretest, posttes kemampuan berpikir kreatif, kedua instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, dengan koefisien reliabilitas untuk pretest 0,48 dan untuk posttest kemampuan berpikir kreatif matematika koefisisen reliabelitasnya adalah 0,867, angket motivasi belajar dan lembar observasi kegiatan pembelajaran. Analisa data dilakukan dengan Uji t dan Analisis Varians dua jalur (ANOVA).

Hasil utama dari penelitian ini adalah (1) Kemampuan berpikir kreatif matematik yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan lebih baik dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, (2) Motivasi belajar matematika siswa yang melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibanding siswa yang melalui pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik, (3) Terdapat interaksi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan motivasi belajar tingkat tinggi terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa, (4) Proses penyelesaian masalah pada pembelajaran kooperatif lebih baik, terurut langkah-langkahnya daripada pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD dapat dijadikan suatu alternatif bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran matematika, dan sudah seharusnya pembelajaran kooperatif tipe STAD ini disosialisasikan pada sekolah SMK.


(3)

Abstract

ROSLINA TANJUNG. Creative thinking ability of Mathematics and students’ learning motivation through co-operative learning of STAD type at SMK Percut Sei Tuan. Thesis, Master Program of Mathematics Study at University of Medan (UNIMED), 2013.

The objective of this study is to empirically find out the (1) creative thinking ability through co-operative learning of STAD type and conventional learning, (2) the students’ learning motivation in mathematics through co -operative learning STAD and conventional one towards students’ creative thinking ability in mathematics, (3) interaction between learning and learning motivation towards the students’ creative thinking ability in mathematics, (4) problem solving process in creative thinking ability in co-operative learning of STAD type and conventional learning.

The research population is those second year students of SMK Percut Sei Tuan who are classified into 25 classes with four majors, namely: Computer, Electro, Machinery, and Construction. Then two classes are randomly chosen for this research, in one condition that one class is as experimental class and the other one is as controlled class. The instrument used consists of: pre- test, creative thinking test- both instruments are considered meeting the requirement of content validity of which reliability co-efficient for mathematics pre-test is 0,84 and posttest for the creative thinking ability in mathematics is 0,867, learning motivation questionnaire, observation sheet of learning activity. Data analysis used are T-test and Two-Line Variant Analysis (ANOVA).

The main results of this research are (1) the students’ creative thinking ability in mathematics who are taught through co-operative learning of STAD type is significantly better than those who are taught through conventional learning, (2) the creative thinking ability of students whose learning motivation is higher is significantly better than those whose learning motivation is lower, (3) there is interaction between co-operative learning of STAD type and high learning motivation toward the students’ creative thinking ability mathematies, (4) the problem solving process in co-operative learning is better and its steps are also better than conventional learning. Based on those results of this research, the researcher suggests that co-operative learning of STAD type is chosen to be an alternative for mathematics teachers when teaching mathematics, and this co-operative learning of STAD type should be socialized at vocational schools.


(4)

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK DAN

MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD PADA SMK PERCUT SEI TUAN

TESIS

OLEH :

ROSLINA TANJUNG NIM : 081188710056

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kebijaksanaan, kekuatan dan kelimpahan berkatNya kepada penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Dalam proses penulisan tesis ini, penulis banyak menghadapi kendala dan keterbatasan. Namun berkat bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan dosen pembimbing, narasumber, keluarga, serta rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Maka dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Negeri Medan dan mendukung penulis menyelesaikan perkuliahan ini.

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, sekaligus menjadi dosen narasumber, yang telah banyak memberikan masukan yang sangat berguna dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Beliau juga memberikan motivasi, pengarahan dan bimbingan, nasehat dan pikiran yang sangat berarti sehingga peneliti ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Prof. Dian Armanto, M.Pd, MA, MSc, Ph D, selaku dosen pembimbing I, dimana ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat yang sangat berarti bagi penulis. 4. Bapak Prof. Dr Pargaulan Siagian, MPd selaku dosen pembimbing II, yang

banyak memberikan masukan dan saran yang sangat berarti bagi penelitian ini, sehingga penulis merasa hasil penelitian ini jadi lebih baik.

5. Bapak Prof. Dr Sahat Saragih, MPd selaku dosen narasumber yang banyak memberikan masukan yang sangat berguna bagi penelitian ini agar menjadi lebih baik.

6. Bapak Dr Hasratuddin, MPd selaku dosen narasumber yang memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dengan menambah wawasan pengetahuan penulis dalam penyempurnaan tesis ini.


(10)

7. Ibunda tercinta Hj. Kasmiah Adil Pasaribu, dan semua keluarga ( abang, kakak, dan adik-adikku) yang telah banyak memberikan sumbangan baik moril maupun materil, motivasi dan doa selama penulis mengikuti perkuliahan dan sampai penulisan tesis ini.

8. Suamiku tercinta M. Iqbal Lubis SE, SPd, dan anak-anakku yang sangat kusayangi Nurchaliza Lubis, Nurchairiah Lubis, Nurista Fauziah lubis, Nurlatifah Lubis, dan sibungsuku Nurhidayah Lubis, yang telah banyak berkorban waktu dan kurang mendapat perhatian dari penulis selama penulis mengikuti perkuliahan dan penulisan tesis ini, dan juga sangat banyak memberikan motivasi, dorongan moral, materil dan doa agar penulis terus semanagat untuk menyelesaikan tesis ini. Inilah perjuangan dan hasil karya penulis dengan bantuan Allah SWT yang penulis persembahkan buat ibunda, suamiku dan anak-anakku yang sangat penulis sayangi dan banggakan.

9. Bapak Drs Jaswar, MPd selaku mantan Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, yang selalu memberikan motivasi, saran kepada penulis agar penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

10. Bapak Drs Kasni, MPd selaku Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, dan rekan-rekan guru yang ada di sekolah tersebut yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian disekolah tersebut.

11. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Program Pascasarjana Prodi Matematika seluruhnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dorongan, dan kontribusi selama perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

12. Bapak Syarifuddin, MSc, Ph D selaku Asisten Direktur I, Bapak Direktur, serta seluruh dosen, juga staff PPs Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi PPs UNIMED.

13. Bapak/Ibu Pegawai yang ada di Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan, khususnya Bapak Dapot Tua Manullang selaku pegawai di Prodi


(11)

Pendidikan Matematika yang telah memberikan banyak masukan dan bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Akhir kata penulis dengan sepenuh hati juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penyelesaian tulisan ini dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat kelemahan dan kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun guna perbaikan tulisan tesis ini. Akhirnya semoga Allah SWT selalu memberikan kasih dan rahmatNya bagi kita semua.

Medan, Januari 2013 Penulis,


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pengertian Berpikir Kreatif ... 34

2.2 Pembelajaran Kooperatif ... 46

2.3 Nilai Peningkatan Hasil Belajar ... 50

2.4 Sistem Penghargaan pada Pembelajaran Kooperatif ... 52

2.5 Pembelajaran Konvensional ... 55

2.6 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Konvensional ... 56

3.1 Rancangan Penelitian ... 78

3.2 Weiner tentang keterkaitan Variabel bebas , terikat dan Kontrol ... 79

3.3 Kompetensi Dasar , Indikator dan Materi Pokok untuk Materi Program Linear ... 81

3.4 Pedoman Pemberian Skor Soal Berpikir Kreatif Matematika ... 84

3.5 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 84

3.6 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 88

3.7 Hasil Validasi Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 89

3.8 Hasil Validasi Posttest Kemampuan Berpikit Kreatif ... 90

3.9 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 95

3.10 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 97

3.11 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 98

3.12 Indikator / Aspek yang diamati pada aktivitas Siswa ... 101

3.13 Indikator / Aspek yang diamati pada aktivitas Guru ... 102

3.14 Tabel Ringkasan AVOVA dua Jalur ... 106 3.15 Keterkaitan Permasalahan, hipotesis dan uji Statistik yang


(13)

di gunakan ... 107

3.16 Prosedur Penelitian ... 109

3.17 Jadwal Kegiatan ... 111

4.1 Data Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 117

4.2 Data Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 121

4.3 Hasil Normalitas Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen ( SPSS 17.00 ) ... 126

4.4 Hasil Normalitas Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol ( SPSS 17.00 ) ... 127

4.5 Hasil Uji Normalitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen ( SPSS 17.00 ) ... 128

4.6 Hasil Uji Normalitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol ( SPSS 17.00 ) ... 129

4.7 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ( SPSS 17.00 ) ... 130

4.8 Hasil Uji Homogenetis Variansi Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ( SPSS 17.00 ) ... 131

4.9 Hasil Uji Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ( SPSS17.00 ) ... 132

4.10 Hasil Uji Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ( SPSS 17.00) 133

4.11 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika ... 133

4.12 Data Hasil Angket Motivasi Belajar ... 134

4.13 Uji Normalitas Data KBA dan KBB ( SPSS 17.00 ) ... 135

4.14 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen ( SPSS 17.00 ) ... 136

4.15 Uji Homogenitas Kelas Kontrol ( SPSS 17.00 ) ... 136

4.16 Rangkuman Uji Tes Kelompok KBA dan KBB ... 137

4.17 Data Gabungan Hasil Angket Motivasi Belajar ... 139

4.18 Uji Normalitas Data KBT dan KBR ( SPSS 17.00 ) ... 139

4.19 Uji Homogenitas Kelas Gabungan ( SPSS 17.00 ) ... 140


(14)

4.21 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Motivasi

Belajar Matematika ... 142 4.22 Uji Normalitas Kelompok Data KBAT, KBBT, KBAR, KBBR 143 4.23 Uji Homogenitas Kelompok Data KBAT, KBBT, KBAR, KBBR 145 4.24 Rangkuman Uji Anova dua jalur Interaksi Pembelajaran dengan

Motivasi Belajar Siswa terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa ... 146 4.25 Penyelesaian Masalah Siswa Dikelas Eksperimen dan Kontrol... 157 4.26 Rangkuman Penyelesaian Masalah Pada Skor Tertinggi

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 161 4.27 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan


(15)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

4.1 Skor Rata-rata Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 117 4.2 Skor Standard Deviasi Pretest Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol ... 118 4.3 Skor Rata-rata posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 122 4.4 Skor Standard Deviasi Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol berdasarkan Faktor Pembelajaran ... 123 4.5 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Motivasi

Belajar Siswa Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika ... 149 4.6 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Eksperimen untuk Butir

Nomor 1 ... 151 4.7 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Kontrol untuk Butir Nomor .. 151 4.8 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Eksperimen untuk Butir

Nomor 2 ... 152 4.9 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Kontrol untuk Butir Nomor 2.. 153 4.10 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Eksperimen untuk Butir

Nomor 3 ... 154 4.11 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Kontrol untuk Butir Nomor 3.. 154 4.12 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Eksperimen untuk Butir

Nomor 4 ... 156 4.13 Penyelesaian Masalah Siswa Kelas Kontrol untuk Butir Nomor 4.. 156


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Aktivitas Siswa

A1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 187

A2. Lembar Aktivitas Siswa ... 222

2. Buku Pegangan Guru dan Siswa B1. Buku Pegangan Guru ... 257

B2. Buku Pegangan Siswa ... 284

3. Validasi dan Instrumen C1. Lembar Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 306

C2. Lembar Validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 309

C3. Lembar Validasi Buku Pegangan Guru ... 312

C4. Lembar Validasi Buku Pegangan Siswa ... 315

C5. Lembar Validasi Angket Motivasi Belajar ... 318

C6. Lembar Validasi Pretest Berpikir Kreatif ... 321

C7. Lembar Validasi Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif .... 323

C8. Lembar Validasi Lembar Observasi terhadap Aktivitas Guru Selama Pembelajaran ... 325

C9. Lembar Validasi Lembar Observasi terhadap Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ... 327

C10. Kisi-kisi Soal Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif... 328

C11. Kisi-kisi Soal Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 329

C12. Pedoman Penyekoran ... 330

C13. Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 331

C14. Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 335

C15. Soal dan Alternatif Pembahasan Pretest Kemampuan Berpikir Kr C16. Soal dan Alternatif Pembahasan Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 344

C17. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 349


(17)

C19. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ... 352

C20. Angket motivasi Belajar ... 353

4. Hasil Validasi Perangakat Pembelajaran D1. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 355

D2. Hasil validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 356

D3. Hasil Validasi Buku Pegangan Guru ... 358

D4. Hasil Validasi Buku Pegangan Siswa ... 359

D5. Hasil Validasi Angket Motivasi Belajar Siswa ... 360

D6. Hasil Validasi Lembar Observasi terhadap Aktivitas Guru Selama Pembelajaran ... 361

D7. Hasil Validasi Lembar Observasi terhadap Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ... 362

5. Hasil Uji Coba Penelitian dan Penelitian E1. Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 365

E2. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (Excell) ... 367

E3. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (Manual) ... 369

E4. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (SPSS 17.00) ... 375

E5. Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 378

E6. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (Excell) ... 380

E7. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (Manual) ... 382

E8. Perhitungan Validitas, Reabilitas, Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran (SPSS 17.00) ... 388

E9. Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen ... 392 E10. Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kretif


(18)

Kelas Kontrol ... 393 E11. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif

Kelas Eksperimen ... 394 E12. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif

Kelas Kontrol ... 395 E13. Perhitungan Normalitas Pretest Kemampuan Berpiki Kreatif

Kelas Eksperimen ... 396 E14. Perhitungan Normalitas Pretest Kemampuan Berpiki Kreatif

Kelas Kontrol ... 397 E15. Perhitungan Normalitas Posttest Kemampuan Berpiki Kreatif

Kelas Eksperimen ... 398 E16. Perhitungan Normalitas Posttest Kemampuan Berpiki Kreatif

Kelas Kontrol ... 399 E17. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata pada Pretest Kemampuan

Berpikir Kreatif ... 400 E18. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata pada Posttest Kemampuan

Berpikir Kreatif ... ... 401 E19. Hasil Pretestes Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen (SPSS 17.00) ... 402 E20. Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol

(SPSS 17.00) ... 402 E21. Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Eksperimen (SPSS 17.00) ... 403 E22. Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol

(SPSS 17.00) ... 403 E23. Perhitungan Normalitas Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif

Kelas Eksperimen (SPSS 17.00) ... 404 E24. Perhitungan Normalitas Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif

Kelas Kontrol (SPSS 17.00) ... 407 E25. Perhitungan Normalitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif


(19)

E26. Perhitungan Normalitas Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Kelas Kontrol (SPSS 17.00) ... 413 E27. Hasil Uji Homogenitas Varians Pretest Kemampuan Berpikir

Kreatif ( SPSS 17.00 ) ... 416 E28. Hasil Uji Homogenitas Varians Posttest Kemampuan Berpikir

Kreatif ( SPSS 17.00 ) ... 416 E29. Hasil Uji t Pretestes Kemampuan Berpikir Kreatif

(SPSS 17.00) ... 417 E30. Hasil Uji t Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif

(SPSS 17.00) ... 418 E31. Deskripsi Hasil Perhitungan Angket Motivasi Belajar pada

Kelas Eksperimen ... 419 E32. Deskripsi Hasil Perhitungan Angket Motivasi Belajar pada

Kelas Kontrol ... 420 E33. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata pada Angket Motivasi

Belajar .. ... 421 E34. Deskripsi Hasil Perhitungan Angket Tingkat Motivasi Belajar

Pada Kelas Eksperimen ... 422 E35. Deskripsi Hasil Perhitungan Angket Tingkat Motivasi Belajar

Pada Kelas Kontrol ... 423 E36. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata pasangan kelompok data KBA dan KBB ... 424

E37. Hasil Perhitungan Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkat

Tinggi ... 426 E38. Hasil Perhitungan Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkat

Rendah ... 427 E39. Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkat

Tinggi ... 428 E40. Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkat

Rendah .. ... 429 E41. Uji Normalitas KBT dan KBR ... 430


(20)

E42. Perhitungan Uji Perbedaan Rerata pada data gabungan . 432

E43. Hasil Deskripsi Pembelajaran dan Motivasi Belajar ... 433

E44. Uji Homogenitas KBAT dan KBBT ... 436

E45. Uji Homogenitas KBAR dan KBBR ... 436

E46. Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 438

E47. Hasil Observasi Kegiatan Guru dalam Proses Pembelajaran ... 439

6. Kegiatan Pembelajaran di Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 443

7. Surat-surat ... 444


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia-manusia berkualitas. Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang cerdas, kreatif, trampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur. Tujuan Pendidikan pernah muncul dalam sejarah seperti Plato yang menekankan pendidikan untuk mewujudkan negara ideal. Ia mengatakan bahwa tugas pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui lepas dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Aristoteles mempunyai tujuan pendidikan yang mirip dengan Plato, tetapi ia mengaitkannya dengan tujuan negara. Ia mengatakan bahwa tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan negara yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan yang bahagia.

Tujuan pendidikan nasional Republik Indonesia tertuang dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31 ayat 3 menyatakan,” Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” Penjabarannya tertuang


(22)

dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan, ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Sanjaya (2009:4) membagi hal-hal penting konsep pendidikan yang tertuang pada undang-undang tersebut. Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan, akan tetapi suatu proses yang mempunyai tujuan. Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada anak didik, dengan demikian dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang.

Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorentasi kepada siswa (student active learning). Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara.


(23)

Kenyataannya mutu pendidikan Indonesia masih rendah terlihat dari hasil catatan TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science Study) tahun 2007, lembaga yang mengukur pendidikan dunia bahwa penguasaan matematika siswa grade 8 negara Indonesia diperingkat ke-36 dari 48 negara. Dengan skor rata-rata diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 397 masih jauh dibawah skor rata-rata 500. Selain itu, dibandingkan dengan tiga negara tetangga yaitu Singapore, Malaysia dan Thailand peringkat siswa Indonesia jauh tertinggal, Singapore berada peringkat 3 dengan rata-rata 593, Malaysia berada pada peringkat 20 dengan skor rata-rata 474 dan Thailand berada pada peringkat 29 dengan skor 441(http://nces.ed.gov./timss/results07_math07.asp) diakses tanggal 2 oktober 2010.

Melihat perkembangan pendidikan yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain kiranya perlu suatu perubahan sistem pendidikan yang nantinya dapat bersaing dengan dunia luar. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan inovasi dalam dunia pendidikan. Inovasi yang dilakukan biasanya dilakukan dengan memperhatikan tiga alasan penting, yaitu efisien, efektif dan kenyamanan. Efisien maksudnya waktu yang tersedia bagi guru harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Efektif maksudnya pelajaran yang diberikan harus menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi siswa dan masyarakat, sedangkan kenyamanan berarti sumber belajar, media dan alat bantu belajar, metode yang ditentukan sedemikian rupa sehingga memberikan gairah belajar mengajar bagi siswa dan guru.


(24)

Komitmen dan kompetensi guru diharapkan terutama adalah bahwa guru harus memiliki pemahaman yang mendalam atas materi yang akan disampaikan (depth of understanding) dan mampu menyampaikan materi dengan penuh kreatifitas dan improvisasi yang orisinil, sehingga proses belajar mengajar terasa segar dan alami (authentic learning). Sudah tentu komitmen dan kompetensi guru semacam ini banyak dipengaruhi proses yang terjadi pada pre-service training pada lembaga pendidikan guru. Oleh karena itu, kebijakan yang perlu dikembangkan adalah kemandirian dan otonomi serta kebebasan yang lebih luas pada sekolah dan guru.

Tetapi kenyataannya, paradigma pembelajaran matematika di sekolah– sekolah di Indonesia pada saat ini umumnya menyiapkan siswa hanya untuk berhasil dalam ujian nasional atau pun dalam ujian saringan penerimaan mahasiswa baru, maka yang akan diperoleh siswa yang memang lulus ujian nasional serta lulus ujian saringan keperguruan tinggi. Tetapi jika dilihat prestasinya menunjukan bahwa siswa kita masih kalah bersaing, prestasinya masih di bawah skor rata-rata Internasional.

Apabila kita ingin bersaing dengan bangsa lain maka perlunya perubahan pola pembelajaran dan pola pendidikan terutama mata pelajaran matematika dengan memberikan perlakuan-perlakuan serta penekanan-penekanan tertentu di dalam pembelajaran. Menurut Gagne (1985) ada tiga fungsi yang dapat diperankan guru dalam mengajar yaitu merancang, mengelola, dan mengevaluasi pelajaran. Untuk itu diperlukan guru yang profesional yaitu guru yang selalu membuat persiapan-persiapan mulai dari membuat perencanaan tujuan


(25)

pembelajaran, pengorganisasian materi, perencanaan model, metode, media, evaluasi dan dapat merealisasikan apa yang direncanakan dengan tepat.

Pada kegiatan pembelajaran guru masih belum memanfaatkan kemampuannya untuk mengaktifkan siswa di dalam pembelajaran, siswa seringkali tidak memahami makna yang sebenarnya dari suatu permasalahan, siswa hanya mempelajari prosedur mekanisme yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Menurut Carl Rogers (1902-1987) dalam Munandar (1999:34) tiga kondisi dari pribadi yang kreatif yaitu (a) keterbukaan terhadap pengalaman, (b) kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang dan (c) kemampuan untuk bereksperimen, untuk “bermain” dengan konsep-konsep.

Tiga kondisi dari pribadi yang kreatif ini tidak akan ada apabila siswa tidak mempunyai dorongan atau keinginan dari dalam dirinya siswa untuk melakukan sesuatu. Dorongan atau keinginan itulah yang disebut motivasi. Memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa karena fungsinya mendorong, mengerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar. Motivasi adalah syarat utama dalam pembelajaran, tanpa itu hasil belajar yang dicapai tidak akan optimal.

Pada sekolah kejuruan sebagai tempat penelitian ditemukan bahwa siswa lebih menyenangi mata pelajaran kejuruan atau program keahlian daripada pelajaran matematika. Dilihat dari nilai harian siswa yang kurang dari nilai yang diharapkan. Sebagai contoh pengalaman peneliti di SMK Negeri 1 Percut di kelas X mengadakan penelitian awal pada bulan Nopember 2010, peneliti memberikan dua soal yang materinya telah disajikan pada awal semester ganjil, dalam


(26)

menyelesaikan soal berikut, yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu :1. Rumah penampungan korban bencana alam Mentawai mempunyai persediaan beras yang cukup untuk 135 orang selama 24 hari. Berapa hari beras itu akan habis jika penghuni penampungan itu bertambah 15 orang ? ( penyelesaianya : 21,6 hari )

Dari beberapa program keahlian yang diambil sebagai tempat penelitian diperoleh untuk program keahlian mesin produksi dengan banyak siswa 22 orang hanya 10 orang menjawab benar, 4 orang tidak dapat menjawab soal tersebut dan 8 orang menjawab salah, untuk program keahlian gambar bangunan dengan banyak siswa 23 orang hanya 5 orang menjawab benar, 8 orang tidak dapat menjawab dan 10 orang menjawab salah, untuk program keahlian listrik instalasi dengan banyak siswa 22 orang tidak ada yang menjawab benar. Jadi dari 67orang diperoleh 22% siswa yang memahami soal selengkapnya, melaksanakan proses yang benar dan mendapat solusi atau hasil yang benar. Siswa yang memahami soal selengkapnya dan menggunakan strategi yang benar tetapi ada kesalahan dalam prosedur perhitungan sebanyak 59,7 %, tidak dapat memahami soal dan tak mampu untuk mengerjakannya sebanyak 17,9 %.

Pada contoh soal ke 2 yang berisikan : Harga 1 liter beras sama dengan ½ harga 1kg gula dan harga 1 kg gula sama dengan ¾ dari harga 1kg telur. Jika 1 kg telur Rp 16000,00. Berapakah harga 1 liter beras ? ( penyelesaianya : Rp 6000 ). Diberikan pada kelas yang sama diperoleh dari 67orang siswa 38,8% siswa yang memahami soal selengkapnya, melaksanakan proses yang benar dan mendapat solusi atau hasil yang benar. Siswa yang memahami soal selengkapnya dan


(27)

menggunakan strategi yang benar tetapi ada kesalahan dalam prosedur perhitungan sebanyak 19,4 %, tidak dapat memahami soal dan tak mampu untuk mengerjakannya sebanyak 41,8 %.

Dari hasil diatas dapat diidentifikasikan beberapa kelemahan siswa antara lain: memahami kalimat-kalimat dalam soal tidak dapat membedakan informasi yang diketahui dan permintaan soal, tidak lancar menggunakan pengetahuan-pengetahuan atau ide-ide yang diketahui, mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika, menggunakan cara-cara atau strategi-strategi yang berbeda-beda dalam merencanakan penyelesaian suatu masalah, melakukan perhitungan-perhitungan, dan mengambil kesimpulan atau mengembalikan kemasalah yang dicari. Apabila dipersempit kelemahan itu terutama pada kemampuan siswa dalam memahami masalah dan merencanakan suatu penyelesaian.

Memahami suatu masalah ditunjukan dengan mengetahui apa yang diketahui dan yang ditanyakan. Sedangkan merencanakan penyelesaian suatu masalah ditunjukkan dengan mengorganisasikan informasi atau data-data yang ada secara kreatif dengan menggunakan strategi-strategi tertentu untuk menemukan kemungkinan penyelesaian. Siswa seharusnya dapat membentuk model matematika, membuat diagram/tabel, menemukan pola tertentu atau bekerja mundur.

Dalam memahami maupun merencanakan penyelesaian masalah diperlukan suatu kemampuan berpikir kreatif siswa yang memadai, karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan berpikir (bernalar) tingkat tinggi setelah berpikir dasar dan kritis. (Krulik, 1995:3) Melihat hasil itu menunjukkan kemampuan


(28)

siswa dalam berpikir kreatif masih rendah dan motivasi untuk mengerjakan permasalahan masih belum dimiliki para siswa. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan siswa menggunakan pikirannya untuk beraktivitas, mampu berpikir kritis dan kreatif untuk menjamin bahwa ia berada pada jalur yang benar, kriteria penilaian kreatif berkaitan dengan aspek-aspek berpikir kreatif, yaitu kepekaan (sensitivity), originalitas, kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), Elaborasi sedangkan motivasi belajar dalam hal ini berkaitan dengan motivasi tingkat tinggi dan tingkat rendah.

Hasil diskusi peneliti dengan beberapa orang guru Matematika SMK Negeri 1 Percut menguraikan bahwa penyebab kelemahan siswa tersebut antara lain: Pertama, Selama ini dalam mengajarkan soal cerita mereka tidak dilatih secara khusus bagaimana memahami informasi dari persoalan. Guru mengajarkan dengan memberi contoh soal dan menyelesaikan secara langsung, serta tidak memberi kesempatan siswa menunjukkan idea atau reprentasinya sendiri. Kedua, Pola pengajaran selama ini masih dengan tahapan memberikan informasi tentang materi-materi, memberikan contoh dan berikutnya latihan-latihan, tetapi jarang soal cerita. Hal ini karena anggapan bahwa soal cerita pasti akan sulit untuk dipahami siswa, sehingga tidak diprioritaskan untuk diajarkan. Ketiga, Dalam merencanakan penyelesaian masalah tidak diajarkan strategi-strategi yang bervariasi atau yang mendorong ketrampilan berpikir kreatif untuk menemukan jawaban masalah.

Masalah bahwa siswa kurang memiliki kemampuan mencari penyelesaian disebabkan karena siswa kurang memiliki kemampuan fleksibelitas yang


(29)

merupakan komponen utama kemampuan berpikir kreatif (Pehkonen, 1997 dalam Enden Mina 2006:2). Guru matematika juga biasanya berpikir bahwa hanya logika yang paling pertama diperlukan dalam matematika, dan bahwa kreativitas tidak penting dalam belajar matematika.

Untuk mengatasi masalah ini diupayakan suatu pendekatan dan strategi pembelajaran yang berorentasi pada operasional belajar yang harus bermakna, pengetahuan tidak diterima secara pasif dikontraksikan dengan refleksi aksi fisik dan mental siswa yang dilakukan dengan aktivitas menelaah hubungan pola dan membuat generalisasi yang terintegritas dalam pengetahuan baru yang diperoleh siswa dan belajar merupakan proses sosial yang dihasilkan dari dialok dan diskusi antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa atau tutor teman sebaya.

Mengingat pelaksanaannya memerlukan perubahan-perubahan total pada siswa maupun guru, khusus dipihak guru dituntut untuk memiliki “Duit” (Dedikasi yang lebih tinggi, Usaha yang lebih keras, Ikhlas, dan Tekun) Zamroni (2000:32). Guru memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran dikelas, Cooper (1990) dalam Mukhtar (2007:xii) mengidentifikasikan sepuluh kecakapan yang menjadi persyaratan dasar jika seorang guru akan berdiri didepan kelas, pertama guru harus dapat berperan sebagai pembuat keputusan, kedua guru harus dapat bertindak sebagai perencana pembelajaran, ketiga guru harus berperan sebagai penentu tujuan pembelajaran, keempat guru harus memiliki kecakapan menyampaikan pembelajaran, kelima guru harus cakap bertanya untuk mendinamikakan kelas, keenam guru harus memahami konsep pengajaran dan pembelajaran, ketujuh guru harus cakap


(30)

berkomunikasi, kedelapan guru harus mampu mengendalikan kelas, kesembilan guru harus dapat mengakomodir seluruh kebutuhan peserta belajar, kesepuluh guru harus dapat melakukan evaluasi. Dengan demikian kemampuan peserta didik dapat dilihat apakah mereka telah menggunakan potensi yang ada pada dirinya atau tidak.

Melihat kurangnya motivasi dan perhatian terhadap kemampuan berpikir kreatif dalam matematika beserta implikasinya, dengan demikian adalah perlu untuk memberikan perhatian lebih baik pada kemampuan dalam pembelajaran matematika pada saat ini. Untuk menanggulangi masalah ini dimintakan para guru untuk dapat membentuk kelompok belajar siswa atau menyarankan siswa untuk mengikuti kursus-kursus diluar jam belajar apabila mereka mempunyai ekonomi yang cukup, karena dengan demikian siswa termotivasi untuk berpikir kreatif dalam menyelesaikan persoalan yang ada.

Memperhatikan akar masalah itu, maka perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya. Apalagi dalam Kurikulum 2004 (2003) menyebutkan tujuan pembelajaran matematika yang menitikberatkan pada melatih cara berpikir dan bernalar, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan mengkomunikasi gagasan. Schoenfeld (1992) mengatakan bahwa perlu adanya perubahan dalam kurikulum dan pembelajaran matematika yang melibatkan usaha-usaha baru seperti dalam mencari jawaban (tidak hanya menghafal prosedur), menggali pola (tidak hanya mengingat), merumuskan konjektur (tidak hanya mengerjakan latihan).


(31)

Berdasarkan kenyataan bahwa tingkat kemampuan kreativitas anak-anak Indonesia yang masih rendah, serta arti dan peranan penting kreativitas dalam kehidupan, dengan demikian perlu untuk memberikan suatu lingkungan belajar bagi siswa-siswa sekolah untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka. Menurut Silver (1997) dalam Enden Mina (2006:2) pengajar matematika dapat memandang kreativitas tidak hanya sebagai wilayah yang memiliki oleh individu luar biasa berbakat tetapi juga merupakan sebuah kecendrungan atau arahan terhadap kegiatan matematika yang dapat ditingkatkan secara luas di sekolah umum. Kreativitas secara umum diartikan oleh Torrance (1969) dalam Munandar (1999:65) sebagai proses dalam memahami sebuah masalah, mencari solusi-solusi yang mungkin, menarik hipotesis, menguji dan mengevaluasi, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada orang lain.

Empat komponen-komponen kemampuan berpikir kreatif yang dapat diakses menurut Torrance (1969) adalah kelancaran (fluency), keluwesan (fleksibelitas), elaborasi dan keaslian. Parnes (1963) dalam Munandar ( 1999: 11) mengemukakan bahwa kemampuan kreatif dapat dibangkitkan pada lima macam prilaku kreatif yaitu: kelancaran, kemampuan mengemukakan ide-ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah, keluwesan, kemampuan menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide untuk memecahkan suatu masalah diluar kategori yang biasa, keaslian, kemampuan memberikan respon-respon yang unik atau luar biasa, elaborasi, kemampuan menyatakan pengarahan ide-ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan, kepekaan, kepekaan menangkap dan menghasilkan masalah-masalah sebagai tanggapan terhadap suatu


(32)

situasi. Dalam hal ini peneliti akan melakukan penelitian kemampuan berpkir kreatif pada komponen kelancaran, keluwesan, elaborasi dan keaslian seperti yang dikemukan oleh Torrance.

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang meninbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar tercapai. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual, peranannya yang khas dalam hal menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar.

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2003:2). Menurut Mc Donald dalam Sardiman (2009:73) Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling”dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Winkel dalam Uno (2011:3) mengartikan motivasi berasal dari kata motif, motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.

Motif yang didasarkan atas bentuknya terbagi dua, yaitu motif bawaan dan motif yang dipelajari. Motif bawaan sudah ada sejak dilahirkan dan tidak perlu


(33)

dipelajari, motif bawaan ini contohnya makan, minum, seksual. Motif yang dipelajari adalah motif yang timbul karena kedudukan atau jabatan. Menurut sudut sumber yang menimbulkannya motif dibedakan dua macam, yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik. Motif intrinsik, timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam pendidikan terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pembelajaran karena melihat ada manfaatnya. Membangkitkan minat yang positif ini dalam pengajaran sangat sulit dilihat dari antusias siswa mengikuti pelajaran.

Motivasi belajar adalah dorongan internal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan dan cita-cita. Adapun faktor ekstrinsik, adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik. Motivasi bukan saja penting karena menjadi faktor penyebab belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar (Anni, 2006:157).

Siswa yang belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Ada beberapa ahli yang mempelajari ranah-ranah kejiwaan tersebut: Bloom, Krathwohl dan Simpson, hasil penelitian mereka terkenal dengan taksonomi instruksional Bloom dan kawan-kawan. Dengan meningkatnya kemampuan-kemampuan tersebut maka siswa termotivasi


(34)

keinginan, kemauan, atau perhatian pada lingkungan sekitarnya makin bertambah. Biggs dan Telfer dalam Dimyanti dan Mudjiono (1994:30) berpendapat, siswa memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar. Macam-macam motivasi tersebut dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu (i) motivasi instrumental, (ii) motivasi sosial, (iii) motivasi prestasi, dan (iv) motivasi intrinsik. Sedangkan motivasi prestasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (i) motivasi berprestasi tinggi, dan (ii) motivasi berprestasi rendah.

Kurangnya motivasi siswa dalam proses kegiatan belajar mengakibatkan hasil belajar yang rendah, ketidakmampuan guru memberikan dorongan motivasi kepada siswa sehingga penyampaian pelajaran yang diberikan terasa membosankan oleh siswa. Guru belum memanfaatkan kemampuannya untuk mengaktifkan siswa di dalam pembelajaran, siswa seringkali tidak memahami makna yang sebenarnya dari suatu permasalahan, siswa hanya mempelajari prosedur mekanisme yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Rendahnya kemampuan berpikir ini berimplikasi pada rendahnya prestasi yang dicapai siswa. Menurut Wahyudi (2000 : 223) diantara penyebab rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses pembelajaran yang belum optimal. Mengoptimalkan pengajaran memerlukan kesiapan siswa untuk memusatkan perhatian dan pikirannya pada permasalahan yang ada, untuk itu di perlukan pribadi yang kreatif.

Pendekatan untuk mengatasi masalah tesebut, peneliti lebih menekankan pada strategi pembelajaran, karena strategi tersebut merupakan tugas dan


(35)

tanggung jawab profesional guru sehari-hari dan akan berdampak pada tugas-tugas di kelas berikutnya.

Bila mengacu pada identifikasi penyebab kelemahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran diperlukan cara yang mendorong siswa untuk memahami persoalan, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun rencana penyelesaian dan melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan sendiri penyelesaian persoalan, serta mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator.

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal (David 1976) dalam Sanjaya (2009:124), jadi strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisikan tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada dua hal yang dapat dicermati dari pergertian diatas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk metoda dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran, ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh karena itu sebelum menentukan stategi perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.

Kemp (1995) dalam Sanjaya (2009:124) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan


(36)

siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya Dick dan Carey (1985) dalam Sanjaya (2009:124) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Menurut As’ari (2002:13) “Guru perlu memperhatikan pemilihan strategi pembelajaran yang mampu menjadikan proses belajar mengajar di kelas menjadi hidup, siswa aktif dan pembelajaran menarik”. Pemilihan strategi pembelajaran ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa di dalam proses pembelajaran. Proses belajar mengajar harus dirancang sedemikian rupa oleh guru sehingga siswa terlibat aktif baik mental maupun fisiknya dalam belajar matematika (As’ari, 2002:19)

Para pembaharu pendidikan matematika sepakat bahwa matematika harus dibuat accessible bagi seluruh siswa (House,1995:123). Artinya matematika hendaknya ditampilkan sebagai disiplin ilmu yang berkaitan (connected), dan bukan sebagai sekumpulan topik yang terpisah-pisah. Matematika harus dipelajari dalam konteks yang bermakna yang mengaitkan dengan subjek lain dan dengan pengalaman siswa itu sendiri dalam kehidupannya sehari–hari. Moses (Dunlap, 2001:5) membicarakan berbagai cara yang dapat mendorong berpikir kreatif siswa menggunakan pengajuan masalah. Pertama, memodifikasi masalah dalam buku teks. Kedua, menggunakan pertanyaan yang mempunyai jawaban ganda. Masalah yang hanya mempunyai jawaban tunggal tidak mendorong berpikir matematika dengan kreatif, siswa hanya menerapkan algoritma yang sudah diketahui.


(37)

Bila meninjau cara pembelajaran yang diharapkan, maka strategi yang digunakan peneliti dalam hal ini penerapan pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Teams Achievement Devisions) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga cocok bagi guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan keleluasaan siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif. Menurut (Slavin,1995) dalam Jurnal Atma Murni (2008:157) pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan 4 atau 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja di dalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut.

Pada akhirnya siswa diberikan test yang mana pada saat test ini mereka tidak dapat saling membantu, tanggung jawab individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingatkan satu–satunya cara tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau materi pelajaran. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan ganjaran/penghargaan. Melalui pembelajaran kooperatif ini diharapkan dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain dan merangkumkan pendapat atau temuan dalam bentuk tulisan. Tugas kelompok dapat memacu semangat belajar siswa untuk


(38)

bekerjasama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif, siswa belajar membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan matematika yang dihadapinya. Terjadinya interaksi dalam kelompok, dapat melatih siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Anita Lie (2010:33) Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama.

Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional yang dilakukan guru adalah menyampaikan informasi dengan lebih banyak mengaktifkan guru, sementara siswa pasif, mendengar dan menyalin, sesekali guru bertanya dan siswa menjawab jika bisa dan diam jika tak bisa. Guru memberi contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal latihan yang sifatnya rutin, sehingga pembelajaran menjadi membosankan, dan ini akan menumbuhkan sikap negatif siswa terhadap


(39)

pelajaran. Pembelajaran yang memandang siswa berkemampuan tidak berbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersamaan, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Pembelajaran konvensional sering disebut pembelajaran dengan metode ceramah.

Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan guru atau instruktur. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang ceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar, siswa lebih banyak bergantung kepada guru sebagai (pemain) dan siswa objek (penonton). Terlihat siswa kurang termotivasi untuk belajar sendiri. Uno (2008:23) menyatakan bahwa “ motivasi dan belajar merupakan dua hal penting yang saling mempengaruhi”. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga diharapkan siswa mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian tentang “kemampuan berpikir kreatif matematik dan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada SMK Percut Sei Tuan“, yang nantinya dapat menjawab solusi yang digunakan dalam menyampaikan


(40)

pembelajaran, yang pada akhirnya dapat memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan bahwa masalah-masalah yang menyebabkan kurang berhasilnya siswa dalam pembelajaran matematika sekolah, antara lain:

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah

2. Kurang termotivasi untuk belajar sehingga tidak giat dalam belajar

3. Kreativitas siswa dalam mengembangkan ide/ gagasan masih rendah

4. Respon siswa terhadap matematika masih rendah

5. Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang tepat dengan karekteristik materi pelajaran.

6. Sebagian besar kemampuan guru mengelola pembelajaran masih rendah

7. Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD belum digunakan dalam memotivasi pengembangan sikap berpikir kreatif siswa.

C. Batasan Masalah

Rendahnya kemampuan matematika siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, yang antara lain adalah kurangnya berpikir kreatif siswa didalam menyelesaikan


(41)

persoalan matematika. Namun karena keterbatasan waktu, dana, dan pengetahuan peneliti, maka permasalahan penelitian ini dibatasi pada: (1) Kemampuan berpikir kreatif . (2) Pembelajaran kooperatif tipe STAD yang belum diterapkan. (3) Motivasi belajar matematika siswa masih rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, agar masalah tersebut dapat dipecahkan secara tepat, maka perlu disajikan secara operasional sehingga menggambarkan strategis yang akan digunakan dalam pembelajaran dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional ?

2. Apakah motivasi belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan siswa yang melalui pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif ?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kamampuan berpikir kreatif matematika siswa ?

4. Bagaimanakah proses penyelesaian masalah dalam kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional ?


(42)

E. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang objektif mengenai kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dengan berbagai strategi pembelajaran. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan/ menelaah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Mendeskripsikan/ menelaah motivasi belajar matematika siswa yang melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

3. Mendeskripsikan/ menelaah interaksi antara pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

4. Mendeskripsikan/ menelaah proses penyelesaian masalah dalam kemampuan berpikir kreatif pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dan konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan masukan bagi kegiatan pembelajaran dikelas, khususnya dalam usaha meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. Adapun rincian manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


(43)

1. Sebagai alternatif pembelajaran bagi guru untuk peningkatan pembelajaran dengan berbagai strategi pembelajaran.

2. Memberikan informasi kepada guru bagaimana memotivasi siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

3. Bagi siswa, diharapkan dapat termotivasi dalam belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya agar belajar lebih baik melalui strategi yang diberikan guru.

4. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan suatu wacana pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan pembelajaran matematika nantinya.

5. Bagi sekolah, untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika dan peningkatan mutu pendidikan.

6. Melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.


(44)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, motivasi belajar siswa terhadap matematika, kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dalam proses pembelajaran. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Motivasi belajar matematika siswa yang melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan siswa yang melalui pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika.

3. Terdapat interaksi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan motivasi belajar tingkat tinggi terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa. 4. Proses penyelesaian masalah pada pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik, terurut langkah-langkahnya dibandingkan pembelajaran konvensional.

B. Implikasi

Fokus utama dalam penelitian ini adalah perbedaan kemampuan berpikir kreatif melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dan motivasi belajar


(45)

matematika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD secara signifikan berbeda kemampuan berpikir kreatif matematikanya pada kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan yang memiliki motivasi belajar rendah.

Penerapan pembelajaran dengan kooperatif yang terjadi di kelas berlangsung antara lain melalui pembelajaran berpusat pada siswa, guru membentuk kelompok belajar siswa yang heterogen, mereka secara kelompok bertanggung jawab terhadap hasil belajar, terjadi saling ketergantungan secara positif antara siswa. Aktivitas tersebut mampu menciptakan proses pembelajaran yang kondusif.

Berikut ini beberapa implikasi yang perlu mendapat perhatian bagi guru, sebagai akibat dari proses pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD antara lain:

1. Mampu menumbuhkan sikap kebersamaan dan sikap siswa lebih kreatif, berani mengemukakan dan menerima pendapat orang lain, serta memiliki sikap lebih demokratis.

2. Representase siswa yang diartikan sebagai kemampuan siswa merubah suatu masalah atau ide ke dalam bentuk baru dan bervariasi merupakan salah satu karakteristik dari kemampuan berpikir kreatif matematika yang berkembang kearah yang lebih baik.

3. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif diharapkan guru dapat membangkitkan keterlibatan dan partisipasi aktif siswa terhadap kemampuan matematika siswa dan dapat menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif dan efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.


(46)

4. Diskusi yang merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika melalui pembelajaran kooperatif mampu menumbuhkan suasana kelas menjadi lebih dinamis, demokratis dan menimbulkan rasa senang dalam belajar matematika yang pada akhirnya menumbuhkan sikap positif terhadap matematika.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka berikut ini beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kepada Guru:

a. Pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD hendaknya merupakan salah satu alternatif bagi guru matematika dalam menyajikan materi pelajaran.

b. Guru hendaknya lebih kreatif untuk mendapatkan informasi tentang pembelajaran kooperatif, misalnya dengan mengikuti diskusi ilmiah, seminar-seminar, mencari bahan melalui internet dan lain-lain, sehingga guru dapat menyusun skenario dan perencanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.

c. Pembelajaran dengan kooperatif hendaknya diterapkan pada materi yang esensial, karena menyita waktu yang relatif lama.

d. Dalam setiap pembelajaran, guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan


(47)

gagasan-gagasan matematik dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

2. Kepada Lembaga Terkait khususnya kepada pihak sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan.

Pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa, khususnya kemampuan berpikir kreatif matematika siswa, yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau oleh penulis saat ini.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta:Rineka Cipta

As’ari, A.R.(2000), Pembelajaran Matematika yang Demokratis. Makalah

disajikan dalam Seminar Nasional: Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah . Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang, 25 Maret 2000

As’ari, A.R. (2002), Beberapa Hal Penting Tentang Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning. Makalah disajikan untuk menambah wawasan para guru matematika dalam kegiatan Simposium Guru Matematika ke V Yokyakarta,11 November 2002

Atma, M. (2008), The Application of Cooperative Learning by Contextual Approaching ti Improve The Result of Mathematic Learning of Student Class IX.1 SMPN 15 Pekanbaru, jurnal pendidikan matematika Vol 1 No 2 Edisi Desember 2008

Carin, A.A.& Sund, R.B.(1975), Teaching Science Through Discovery. Ohio: Charles E.Merril Publishing Company.

Cooper, J M. (ed) (1990). Classrom Teaching Skill. Dalam Mukhtar, & Yamin Martinis. “10 Kiat Sukses Mengajar di Kelas, Jakarta:Nimas Multima

Dahar, R W (1989), Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

David, R & Rimm, S 1976. ”Identification and Counseling of the Creatively Gifted.”Dalam Munandar , Utami. Pengembangan Kreativitas anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas

Dimyanti, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta Djamarah, S B (1994), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T Asdi Mahasatya


(49)

Gagne,R.M.(1983), Some Issues in the Psychology of mathematics Instruction, Journal for Research in Mathematics Education

Guilford,J.P. (1959) ” Traits of Creativity”, dalam H.H. Anderson (Ed) Creativity and Its Cultivation. New York : John Wiley

Hamalik,O.(1999), Strategi Baru Strategi Belajar-Mengajar berdasarkan CBSA, Bandung : Sinara Baru

Harris, R. (1998), ”Introduction to Creative Thinking”[Online] Tersedia: http://www.Virtualsalt.com [20 agustus 2010]

Haylock, (1997), ”Recognising Mathematical Creativity in School Children”, ZDM: International Review on Mathematical Education

Hudojo, H. (1998), Mengajar d an Belajar Matematika, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK

Ibrahim, M. (2000), Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Ishaq,I (2002), Mengajar Efektif, Pedoman Praktis, bagi Guru dan Calon Guru, Pekan Baru, UNRI Press.

Kangdarukanti11januari.blogspot.com/pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam matematika diakses 9 September 2011

Kennedy, L.M, dan Tipps, S. (1994), Guiding Children’s Learning of Mathematics (7thed). California: Wadsworth

Komara,E, (2009), Peran Pembelajaran CTL Dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif, (online), (http://dahli-ahmad.blogspot .com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam-html) diakses: 29 maret 2009

Krulik, Stepen & Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Height, Massacchusetts:Allyn & Bacon


(50)

Krustetskii,V.A.(1976), The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchidren.Chicago: University of Chicago Press.

Lie, Anita, (2010), Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia

Mina, E. (2006),Tesis : Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung,PPS UPI Bandung

Mukhtar, Y M (2007), 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas, Jakarta: Nimsa Multima.

Munandar,S.C.U. (1999) Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT.Gramedia

Mulyasa, E. (2006), Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya Noer, S.N. (2007), Pembelajaran open-ended untuk meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung

Uno, H B, (2011), Teori Motivasi & Pengukurannya, Jakarta:BumiAksara

Ong Eng Tek, (1999), The Effect of Cooperative Learning on the Mathematics Achievement of Form 4 Students in A Malaysian Secondary School,Journal of Science and Mathematics Education in South East Asia Vol.XXI No.2

Pehkonen, E, (1997), “Fostering Mathematical Creativity”. International Review on Mathematical Education. 29 (3) [Online]. Tersedia: http//www.fiz-kar/sruhe.de/fiz/publication/zdm973a.html

Piaget.J,(1971), Psychology and Epistemology, New York: The Viking Press Poincare,H. (1952). “ Mathematical Creation,” dalam B. Ghiselin (Ed), The

Creative Process . New York : American Library

Purba.G.I.D.,Proposal Tesis: Penerapan Strategi Kooperatif Tipe Stad melalui Pendekatan PBM untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, PPS Unimed Medan


(51)

Ratumanan T. G, (2002), Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: UNESA University Press

Russefendi, (1991),Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran matematikauntuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito

Sagala S, (2009), Konsep dan Makna Belajar, Bandung: Alfabeta

Sanjaya, W. (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Sardiman, (2009), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada

Schoenfeld,A.H, (1992), “ Learning to Think Mathematically: Problem Solving Metacognition, and Sense Making in Mathematics.” Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, New York: McMilan Publishing Co

Shadiq, F, (2008), Implikasi Konstruktivime dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (On line), (http://www.Konstruktivis.wordpress.com) diakses 12 Oktober 2010

Slameto, (2009), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta:Rineka Cipta

Slavin,R.E.,(1995), Cooperative Learning : Theory,Research and Practise,Boston Ally and Bacon

Silver, E.A (1997) “ Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing.” ZDM : International Reviews on Mathematical Education (1997).29 (3), 75-80

Sudrajad. (2007), ”Gerakan”pendekatan kontekstual (baca:ctl) dalam matematika

sebuah kemajuan atau jalan ditempat?

(online),(http://rbaryans.wordpress.com/2007/07/31 diakses 21mei 2010


(52)

Sudjana (2002), Metoda Statistika, Edisi ke 5, Bandung: Tarsito

Sugiharto, A. (2008). Pembuktian Hasil Belajar Siswa. [Online] (http://one.indoskripsi.com)

Tim Pengembangan Balitbang Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasyah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum-Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.

TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science Study, 2007).

(http://nces.ed.gov./timss/results07 math07.asp) diakses 2 okt 2010

Torrance, E.P. (1969). Creativity What Research Says to the Teacher. Washington DC: National Education Association.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Uqshari, Yusuf Al, (2005), Melejit dengan Kreatif.Jakarta:Gema Insani

Wahyudi, (1999), Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Bandung:Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan


(1)

gagasan-gagasan matematik dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

2. Kepada Lembaga Terkait khususnya kepada pihak sekolah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan.

Pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa, khususnya kemampuan berpikir kreatif matematika siswa, yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau oleh penulis saat ini.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta:Rineka Cipta

As’ari, A.R.(2000), Pembelajaran Matematika yang Demokratis. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional: Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah . Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang, 25 Maret 2000

As’ari, A.R. (2002), Beberapa Hal Penting Tentang Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning. Makalah disajikan untuk menambah wawasan para guru matematika dalam kegiatan Simposium Guru Matematika ke V Yokyakarta,11 November 2002

Atma, M. (2008), The Application of Cooperative Learning by Contextual Approaching ti Improve The Result of Mathematic Learning of Student Class IX.1 SMPN 15 Pekanbaru, jurnal pendidikan matematika Vol 1 No 2 Edisi Desember 2008

Carin, A.A.& Sund, R.B.(1975), Teaching Science Through Discovery. Ohio: Charles E.Merril Publishing Company.

Cooper, J M. (ed) (1990). Classrom Teaching Skill. Dalam Mukhtar, & Yamin Martinis. “10 Kiat Sukses Mengajar di Kelas, Jakarta:Nimas Multima

Dahar, R W (1989), Teori Belajar, Jakarta: Erlangga

David, R & Rimm, S 1976. ”Identification and Counseling of the Creatively Gifted.”Dalam Munandar , Utami. Pengembangan Kreativitas anak Berbakat, Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:Puskur Depdiknas

Dimyanti, (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta Djamarah, S B (1994), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T Asdi Mahasatya


(3)

Gagne,R.M.(1983), Some Issues in the Psychology of mathematics Instruction, Journal for Research in Mathematics Education

Guilford,J.P. (1959) ” Traits of Creativity”, dalam H.H. Anderson (Ed) Creativity and Its Cultivation. New York : John Wiley

Hamalik,O.(1999), Strategi Baru Strategi Belajar-Mengajar berdasarkan CBSA, Bandung : Sinara Baru

Harris, R. (1998), ”Introduction to Creative Thinking”[Online] Tersedia: http://www.Virtualsalt.com [20 agustus 2010]

Haylock, (1997), ”Recognising Mathematical Creativity in School Children”, ZDM: International Review on Mathematical Education

Hudojo, H. (1998), Mengajar d an Belajar Matematika, Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK

Ibrahim, M. (2000), Pembelajaran Kooperatif, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Ishaq,I (2002), Mengajar Efektif, Pedoman Praktis, bagi Guru dan Calon Guru, Pekan Baru, UNRI Press.

Kangdarukanti11januari.blogspot.com/pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam matematika diakses 9 September 2011

Kennedy, L.M, dan Tipps, S. (1994), Guiding Children’s Learning of Mathematics (7thed). California: Wadsworth

Komara,E, (2009), Peran Pembelajaran CTL Dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif, (online), (http://dahli-ahmad.blogspot .com/2009/01/peran-pembelajaran-ctl-dalam-html) diakses: 29 maret 2009

Krulik, Stepen & Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Height, Massacchusetts:Allyn & Bacon


(4)

Krustetskii,V.A.(1976), The Psychology of Mathematical Abilities in Schoolchidren.Chicago: University of Chicago Press.

Lie, Anita, (2010), Cooperative Learning. Jakarta: PT. Gramedia

Mina, E. (2006),Tesis : Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung,PPS UPI Bandung

Mukhtar, Y M (2007), 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas, Jakarta: Nimsa Multima.

Munandar,S.C.U. (1999) Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT.Gramedia

Mulyasa, E. (2006), Menjadi Guru Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya Noer, S.N. (2007), Pembelajaran open-ended untuk meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis tidak diterbitkan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung

Uno, H B, (2011), Teori Motivasi & Pengukurannya, Jakarta:BumiAksara

Ong Eng Tek, (1999), The Effect of Cooperative Learning on the Mathematics Achievement of Form 4 Students in A Malaysian Secondary School,Journal of Science and Mathematics Education in South East Asia Vol.XXI No.2

Pehkonen, E, (1997), “Fostering Mathematical Creativity”. International Review on Mathematical Education. 29 (3) [Online]. Tersedia: http//www.fiz-kar/sruhe.de/fiz/publication/zdm973a.html

Piaget.J,(1971), Psychology and Epistemology, New York: The Viking Press Poincare,H. (1952). “ Mathematical Creation,” dalam B. Ghiselin (Ed), The

Creative Process . New York : American Library

Purba.G.I.D.,Proposal Tesis: Penerapan Strategi Kooperatif Tipe Stad melalui Pendekatan PBM untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, PPS Unimed Medan


(5)

Ratumanan T. G, (2002), Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: UNESA University Press

Russefendi, (1991),Pengantar Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran matematikauntuk Meningkatkan CBSA, Bandung: Tarsito

Sagala S, (2009), Konsep dan Makna Belajar, Bandung: Alfabeta

Sanjaya, W. (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana

Sardiman, (2009), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada

Schoenfeld,A.H, (1992), “ Learning to Think Mathematically: Problem Solving Metacognition, and Sense Making in Mathematics.” Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, New York: McMilan Publishing Co

Shadiq, F, (2008), Implikasi Konstruktivime dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (On line), (http://www.Konstruktivis.wordpress.com) diakses 12 Oktober 2010

Slameto, (2009), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta:Rineka Cipta

Slavin,R.E.,(1995), Cooperative Learning : Theory,Research and Practise,Boston Ally and Bacon

Silver, E.A (1997) “ Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing.” ZDM : International Reviews on Mathematical Education (1997).29 (3), 75-80

Sudrajad. (2007), ”Gerakan”pendekatan kontekstual (baca:ctl) dalam matematika

sebuah kemajuan atau jalan ditempat?

(online),(http://rbaryans.wordpress.com/2007/07/31 diakses 21mei 2010


(6)

Sudjana (2002), Metoda Statistika, Edisi ke 5, Bandung: Tarsito

Sugiharto, A. (2008). Pembuktian Hasil Belajar Siswa. [Online] (http://one.indoskripsi.com)

Tim Pengembangan Balitbang Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasyah Aliyah. Jakarta: Pusat Kurikulum-Balitbang Departemen Pendidikan Nasional.

TIMSS (Trends in Internasional Mathematics and Science Study, 2007).

(http://nces.ed.gov./timss/results07 math07.asp) diakses 2 okt 2010

Torrance, E.P. (1969). Creativity What Research Says to the Teacher. Washington DC: National Education Association.

UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Uqshari, Yusuf Al, (2005), Melejit dengan Kreatif.Jakarta:Gema Insani

Wahyudi, (1999), Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Bandung:Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak diterbitkan


Dokumen yang terkait

Perbandingan antara model pembelajaran cooperative learning tipe stad dengan pembelajaran konvensional dalam rangka meningkatkan hasil belajar PAI (eksperimen kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang)

2 14 159

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa SD/MI (penelitian tindakan kelas di SDN Cengkareng Timur 01 Pagi - Jakarta Barat)

0 4 165

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR MEKANIKA TEKNIK SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN.

0 3 33

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 4 PERCUT SEI TUAN.

0 7 42

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INVESTIGASI KELOMPOK.

0 2 40

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIK SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK-TALK-WRITE (TTW).

0 0 47

Pengaruh penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan program Geometer’s Sketchpad terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik siswa SMP

0 0 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 0 7